Chance A Two [1-4]

chance a two

Author :: callmesiv || Source :: asianfanfics || Trans :: dilla



 

Sandara Park and G-Dragon didn’t end up together. But will their children be?

~

When love is not madness, it is not love… ~Pedro Calderon de la Barca



Characters

Sandara Park :: Ibu dari Lee Dara. Mantan kekasih dari G-Dragon. Dibenci oleh putra G-Dragon

G-Dragon :: Ayah dari Jiyong. Mantan kekasih Sandara. Dibenci oleh putri Sandara

Lee Park Dara :: Putri dari Sandara. Membenci G-Dragon namun lebih membenci putranya. Musuh bebuyutan dengan Jiyong

Kwon Jiyong :: Putra G-Dragon. Membenci keluarga Park. Musuh bebuyutan dengan Dara



 

~ Let’s The Unexpected Story Begin ~



 

 Love is only a dirty trick played on us to achieve continuation of the species ~W. Somerset Maugham

 

“Well, ayahmu G-Dragon adalah PECUNDANG MENYEDIHKAN.”

“Dan ibumu Sandara Park adalah PENYIHIR LICIK.”

“Dara, Jiyong, HENTIKAN ITU!”

Kedua remaja itu masih tetap saling melemparkan tatapan penuh kebencian satu sama lain. Tidak ingin dianggap kalah jika harus mengalihkan pandangan lebih dulu. Yang pertama berpaling itulah yang kalah. Begitulah yang biasanya terjadi.

“Dara, ayo.” Kata teman Dara – Bom, menarik gadis yang tengah emosi itu bersamanya. Jika ini berlanjut, mereka akan berada dalam masalah lagi. Bom kemudian menatap cemas kesekeliling mereka. Dara dan Jiyong kembali menyebabkan keributan.

“KALIAN BERDUA KEMBALI KE KELAS KALIAN MASING-MASING! ATAU KALIAN AKAN KEMBALI MENDAPATKAN DETENSI!” seorang guru perempuan berteriak keras di koridor. Dia juga menatap tajam kepada para murid yang mengerumuni kedua orang itu. “DAN ITU TERMASUK KALIAN SEMUA!” semua murid berjengit karenanya. “SEKARANG!” dan semua orang pun bubar, termasuk guru itu kemudian.

Dara berjongkok untuk memunguti bukunya yang terjatuh ke lantai. Tekanan darahnya masih berada pada level tertinggi dan tidak akan turun dalam waktu singkat. Dia menggigit bibirnya untuk mencegah dirinya kembali berteriak pada Kwon Jiyong. Musuh bebuyutannya. Kemarin dan selamanya. ‘The big jerk!’ gadis itu jelas sangat marah. Jiyong kembali menjegalnya hari ini.

“Ayo pergi, Ji.” TOP, salah seorang teman Jiyong menarik temannya yang sepertinya membeku di tempat. TOP bisa mengatakan bahwa temannya itu juga sedang sangat kesal sekarang, masih menatap gadis yang sudah sudah menjadi musuh bebuyutan Jiyong selama yang bisa dia ingat.

Rasanya tidak mungkin menempatkan kedua orang itu dalam satu tempat. Hanya satu hal yang akan bisa terjadi. Kekacauan. Jika bukan, maka perang. Keduanya sudah dikenal akan menyebabkan perang jika berdiri di satu tempat yang sama. Mereka tidak bisa ditinggalkan berdua. Sejak dulu sampai sekarang.

TOP menggaruk kepalanya saat Jiyong sepertinya tidak mendengarkannya dan hanya berjalan santai kearah Dara yang tengah memunguti buku-bukunya. Jiyong jelas tidak puas dengan apa yang terjadi.

Sampai disana, Jiyong menendang salah satu buku Dara yang baru akan dipungut oleh gadis itu. Otomatis gadis itu memberinya tatapan membunuh.

“Keparat.”

Jiyong juga menedang tas Dara. “Bitch.” Katanya sembari berjalan menjauh, bersama dengan teman-temannya.

“Grrrr!!” seru Dara pada dirinya sendiri. dia tidak bisa kembali bertengkar Jiyong lagi kali ini atau detensi bersama orang menyebalkan itu menunggunya. ‘Bernafas di tempat yang sama dengan orang menyebalkan itu saja sudah menjijikkan.’

“Dara apa kau baik-baik saja?” tanya Bom cepat, membantu Dara memunguti buku-bukunya.

Dara mengangguk kepada teman-temannya yang terlihat khawatir dan tersenyum. “Aku baik-baik saja. Terima kasih.” Dia medesah. Si menyebalkan itu lagi-lagi mencela keluarganya.

Chaerin juga mendesah, menatap Dara. “Kenapa kalian berdua tidak berdamai saja, Dara?”

Dara menatap tajam kearah Chaerin. Dia tidak percaya Chaerin – temannya yang paling cool dan mungkin yang paliang rasional diantara yang lain, menyarankan hal seperti itu.

“No way.” Jawab Dara cepat, menyatakan ketidakmungkinan. “Aku tidak ingin mendengar hal itu lagi, Chaerin.” Dia memperingatkan.

“Kenapa tidak, unnie?” Minzy, maknae mereka juga ikut bertanya. “Kau sudah bermusukan dengan Kwon Jiyong sejak SMP. Kalian berdua sudah sama-sama menjadi senior sekarang. Tinggal tunggu wajtu saja sampai saatnya kalian saling berdama.”

Dara membuka mulutnya tak percaya mendengar hal itu. Bisa-bisanya teman-temannya mengatakan itu. Didepan wajahnya!

Dara menatap Bom untuk meminta bantuan, tapi hanya dibalas dengan kedikan bahu. Bahu Dara lemas. Dia lalu menatap tajam pada ketiganya. “Aku akan berpura-pura tidak mendengar apa yang tadi kalian katakan.” Lalu pergi meninggalkan teman-temannya.

**

“OMMA!”

Sandara Park menatap putrinya yang baru tiba, Dara, berlari dari gerbang menuju ke tempatnya berada. Sandara tengah berkebun saat mendengar nada panggilan seperti itu, ‘lagi’.

Sandara meletakkan gunting tanamannya, membiarkan putrinya mencium pipinya. Tatapannya kemudian bertemu dengan tatapan tajam dari Dara kemudian. Sandara mendesah, ‘Sepertinya harus kembali berulang.’ “Apa?” tetap saja dia masih bertanya.

“Omma, kenapa kau harus punya masa lalu dengan ayah orang menyebalkan itu?! Dia sangat-sangat menyebalkan!!” Dara sampai mengepalkan tangannya. Hal yang dilakukannya jika dia sedang kesal.

Sandara sedikit tersenyum mendengarnya lalu mengelus pelan kepala putrinya, mencoba menenangkannya. “Apa ini karena anak G-Dragon lagi, sayang?” tanyanya meski jawabannya sudah sangat jelas.

Dara meniup poninya keatas sambil menatap ibunya, tidak senang. “Jangan menyebut nama si pecundang itu lagi, omma. Itu membuatku merinding.” Dia mengerutkan kening.

Sandara tertawa kecil menatap putri tunggalnya. “Kenapa kau sangat membencinya, huh?” dia kembali bertanya.

Kali ini Dara menatap ibunya, terluka. Dara menelan ludahnya sebelum meneriakkan jawabannya. “Karena si keparat itu yang menjadi alasan kenapa ayah meninggal!” lalu berlari masuk kedalam rumah. Meninggalkan Sandara terdiam.

Sandara mengelus keningnya. Dia menatap ke langit – berdoa kepada yang ada di surga. Dia berdoa kepada almarhum suaminya. “Sekaranglah saatnya aku membutuhkan bantuanmu, Donghae. Tolong buat putrimu itu mengerti.”

**

“Ayahmu mabuk lagi.”

Kwon Jiyong hanya menatap pamannya, Teddy. Dia tidak merasa perlu untuk berkomentar dan hanya berjalan melewati Teddy.  Dia menggertakkan giginya saat mendorong pintu menuju ke area bar di kediaman mereka.

Disana, lagi-lagi, dia melihat ayahnya yang menyedihkan menenggelamkan diri pada alkohol. Bahkan walau dia masih berjarak dari G-Dragon, Jiyong maish bisa mencium aroma alkohol dari ayahnya, lagi-lagi.

“Ayah.” Panggil Jiyong setelah bediri dihadapannya.

Mendesah, Jiyong membenarkan posisi ayahnya di sofa. Dia lalu merapikan kemeja sang ayah. Seperti biasanya, setelah seharian bekerja di studio, ayahnya akan pulang ke rumah hanya untuk mabuk-mabukan, lalu kembali bangun besok paginya untuk kembali bersiap bekerja lalu kembali mabuk-mabukan lagi begitu sampai rumah. Dan siklus itu terus berputar.

Ayahnya adalah orang yang paling menyedihkan yang pernah Kwon Jiyong kenal. Dan dalam hati dia membenci ayahnya karena itu. Tapi tetap saja G-Dragon adalah ayahnya.

“Sandy… tunggu… jangan tinggalkan aku… Sandara… babe…”

Jiyong memejamkan matanya mendengar itu. Ucapan ayahnya itu tidak asing lagi bagi Jiyong. Saat ayahnya mabuk seperti ini, dia akan tenggelam dalam sisi paling menyedihkan dalam dirinya. Memanggil nama ‘itu’.

Hanya kalimat itu yang akan Jiyong dengan jika ayahnya sedang mabuk, Bahkan terkadang akan mengigaukannya dalam tidurnya.

Dan inilah yang paling membuat Jiyong membenci ayahnya. G-Dragon mungkin lupa pada kalimat itu jika dalam kondiri sadar esok harinya dan bersikap seolah dia mabuk-mabukan malam sebelumnya dan tidak menyebut nama-‘nya’ lagi. Tapi Kwon Jiyong tahu akibat dari kalimat yang terus berulang-ulang itu pada ibunya, Shinhye.

Ternyata ibunya juga biasa mendengarkan kaimat itu dari ayahnya yang pemabuk sebelumnya – saat keduanya masih bersama. Dan akhirnya pada suatu hari, Shinhye akhirnya tersadar bahwa dia sudah tidak tahan lagi dan memutuskan untuk mengakhiri pernikahan mereka. Shinhye mengajukan gugatan cerai. Ibunya tidak pernah lagi terlihat di rumah kediaman keluarga Kwon sejak saat itu. Jiyong ditinggalkan dalam pengawasan ayahnya yang pemabuk.

Jiyong menggertakkan gigi mengingat hal itu. Dan dia tahu siapa pemilik nama yang selalu dipanggil ayahnya saat dalam kondirinya yang sebenarnya. Sandara Park. Ibu dari teman sekelasnya yang sudah menjadi musuh bebuyutannya, Park Dara. Gadis itu sebenarnya bermarga Lee, tapi Jiyong ingin memanggilnya Park untuk mengingatkannya bahwa gadis itu tetaplah seorang Park. Park Dara, putri dari wanita yang telah menghancurkan segalanya dalam hidupnya.

Jiyong tidak bisa memaafkan mereka karena sudah mengacaukan keluarganya. Khususnya tidak bisa tahan melihat putri Sandara Park, Dara. Karena Dara juga melihat dirinya sama seperti cara dia melihat gadis itu. Penuh kebencian.

Mereka saling memahami satu sama lain. Dan itu sudah cukup untuk membenci satu sama lain.

**

“YA!” teriak Dara, menggertak, sembari mengelus pantatnya yang sakit. Kwon Jiyong menabraknya dengan sengaja.

“Kau menghalangi jalan, idiot.” Lalu Jiyong berhenti didepannya. Teman-temannya mengekor dibelakangnya, tapi mereka hanya bisa menggeleng-gelengkan kepala.

Dara mendelik pada Jiyong setelah dia akhirnya berdiri dan menatapnya. Mereka yang berkerumun terdiam menunggu pertengkaran yang akan terjadi. Mereka sudah menjadi pemandangan umum dan juga sangat menghibur. Sang musuh bebuyutan di sekolah ini.

“Tendang pantatnya, Dara!”

“Yeah, ayo, JiyonG! Sebelum guru datang!”

“Ayo!”

“Yeah!!”

Dara lalu menyeringai pada Kwon Jiyong sambil memberinya tatapan meremehkan. “Kau sama saja seperti ayahmu. Tidak berguna, tidak berharga, pemabuk, dan menyakiti perempuan!” teriaknya sambil melemparkan bukunya pada Kwon Jiyong, tapi pemuda itu dengan cepat menangkapnya sebelum mendarat di wajahnya.

Jiyong balas mendelik pada Dara. “Dan ibumu adalah pelacur di kota ini yang memanfaatkan pria-pria kaya.”

Dara terkesiap mendengarnya dan mendekat pada Kwon Jiyong, menampar pipinya. Semua orang terperangah. “Cabut kata-katamu.” Bisiknya berbahaya.

Jiyong menyentuh pipinya yang baru saja ditampar. Dia lalu tersenyum penuh kemenangan pada Dara. “Kau tidak bisa menerima kenyataan bahwa ibumu Sandara adalah pelacur kelas kakap di kota ini?”

Mata Dara melebar menatap Jiyong lalu memukuli dada pemuda itu. “Cabut kata-katamu, dasar keoarat!” dia juga meludahi kemeja Jiyong – lagi-lagi membuat semua orang terkejut.

Hanya Lee Dara yang bisa benar-benar meludahi Kwon Jiyong. Dan meski tidak sepenuhnya terluka karenaya, tapi Kwon Jiyong sangat terkenal dengan temperamennya.

“Kau ini hanya keparat yang memiliki ayah yang suka mempermainkan wanita!” tambah Dara dingin. “Itulah alasannya kenapa ibumu pergi meninggalkan ayahmu! G-Dragon adalah seorang pecundang. Dan kau, Kwon Jitong, kau juga sama pecundangnya! Dan apa kau tahu? Ibumu tidak pernah mencintaimu karena dia meninggalkanmu pada ayahmu yang tidak berguna itu begitu saja!! Hidupmu sangat menyedihkan! Pergi saja kau!” teriak Dara pada Jiyong, marah.

Dara mengabaikan wajah gelap Jiyong dan terus mengeluarkan kata-kata ejekan. Si pemuda yang marah itu akhirnya menahan tangan Dara yang sedari tadi terus saja memukuli wajahnya. Dia lalu menarik Dara menjauh dari keramaian.

“Dara!” panggil teman-temannya, sekarang merasa panik. Mereka semua tahu betapa bahayanya Kwon Jiyong hanya dari melihatnya saja. “Lepaskan dia, Kwon Jiyong!” teriak semua orang.

“Lepaskan aku, dasar keparat!” Dara juga berteriak berusaha melepaskan lengannya, tapi cengkeraman Jiyong sangatlah kuat dan tidak sebanding dengannya. “Keparat!” Dara hanya bisa berteriak.

Jiyong menoleh pada teman-temannya, mengangguk, seolah memberikan kode yang langsung dipahami oleh mereka.

TOP dan teman-teman Jiyong lain hanya bisa mendesah tak berdaya. Mereka kemudian berdiri menghadang teman-teman Dara yang akan mengikuti kedua orang itu.

“Minggir, TOP.” Bom mendelik kesal pada pemuda tinggi itu.

“Maaf, Nona Bom, tapi aku mendapatkan perintah.” TOP mengedikkan bahu, menahan lengan gadis liar itu, membuat gadis itu kecewa.

“Jangan membuatku marah, rat.” Chaerin memperingatkan Lee Seungri yang juga menghalangi jalannya.

Seungri menatap Chaerin, tidak bergeming. “Apa aku harus merasa takut, cat?” tanyanya, sarkastik.

“Yongbae oppa, Daesung oppa, biarkan aku lewat. Kumohon.” Minzy mencoba pesonanya pada kedua seniornya itu.

Yongbae dan Daesung hanya bisa menggaruk belakang kepala mereka. “Kami minta maaf, Minzy.” Hanya itu yang bisa mereka katakan.

Minzy merengut kemudian menyilangkan kedua lengannya di dada. “Hmp!”

“Kwon Jiyong, dasar keparat, lepaskan aku!!” Dara masih saja berteriak histeris memukuli bagian tubuh Jiyong manapun yang bisa dijangkaunya. Dia mencoba untuk mengenai Jiyong dengan lututnya, tapi pemuda itu bisa dengan cepat menghindar dengan menarik tubuh mungil Dara kearahnya, keras. Sekarang mereka hampir berpelukan.

Kerumunan orang segera memberikan jalan pada mereka khususnya karena sekarang Kwon JIyong sudah mulai menatap tajam kepada setiap orang yang menghalangi jalan mereka. Tidak seorang pun yang punya keberanian untuk melawan Kwon Jiyong. Khususnya saat dia sedang dalam suasana hati yang terburuk. Seperti sekarang.

Hanya Dara yang bisa menghadapinya disaat seperti itu.

Begitu sampai di sebuah kelas kosong, Jiyong segera membawa mereka masuk dan mengunci pintu, Dia lalu mendorong tubuh Dara ke dinding. Sebelum Dara bisa melepaskan diri, Jiyong sudah meletakkan kedua tangannya disisi kepala Dara, mengurung gadisi tu dengan lengannya.

Jiyong lalu memberikan tatapan mata tajam yang bisa membuat siapapun merinding dan berkeringat dingin. Siapapun kecuali Dara.

Ini adalah Park Dara, musuhnya yang tidak memiliki rasa malu yang tidak akan pernah merasa takut hanya karena keberadaannya.

“Bitch.” Bisik Jiyong berbahaya.

“Keparat.” Balas Dara dengan nada pedas yang sama. “Apa? Kau akan memperkosaku seperti yang dilakukan ayah keparatmu itu pada ibuku?” tanyanya penuh amarah.

“Tidak.” Jawab Dara menjambak rambut Dara dan menariknya, membuat gadis itu mendongak menatapnya. “Gadis murahan sepertimu bukan tipeku, Park. Ayahku telah melalukan kesalahan besar sebelumnya. Aku cukup pintar untuk tidak mengulang sejarah yang sama.”

Dara menaikkan alisnya pada Jiyong, menatap matanya. “Lalu kenapa kau membawaku kemari? Aku yakin kau membawaku bukan untuk bicara ‘privat’. Kau membuang-buang waktuku, Kwon Jiyong.”

Jiyong menjambak rambut Dara kian kuat. Dara berusaha keras untuk tidak memekik kesakitan. Jelas sakit, tapi dia lebih memilih untuk mati daripada mengaku kesakitan pada si bajingan ini.

Jiyong lalu mengeluarkan sesuatu dari sakunya dan menunjukkannya pada Dara. Begitu gadis itu melihat benda apa itu, mata Dara langsung melebar.

Merasa panik, Dara mencoba melepaskan rambutnya dari genggaman Jiyong, tapi pemuda itu jelas lebih kuat darinya. Jiyong semakin mendorong tubuhnya ke dinding.

“Ah!” Dara tidak bisa menahan untuk tidak mengerang, mencoba menendang Kwon Jiyong. Tapi percuma saja karena ada perbedaan besar antara kekuatan mereka.

Jiyong kembali menunjukkan gunting di tangannya pada Dara. “Aku harusnya melakukan ini besok, tapi kau sendiri yang memintanya dipercepat, jadi aku akan melakuannya padamu hari ini.” dia menyeringai kemudian.

‘Dia berencana untuk melakukannya besok!’

Dara mendelik pada Jiyong dengan cara yang paling tajam yang eprnah dilakukannya. Jika tatapan mata bisa membunuh. Dara kini memegangi tangan Jiyong yang memegangi rambunya, mencegah pemuda itu dari tindakan yang akan dilakukannya.

“Jangan berani kau lakukan itu, Kwon Jiyong. Jangan berani.” Ancamnya bahaya, mengimkan sinyal bahwa pemuda itu tidak akan menyukai apa yang akan Dara lakukan jika dia masih berkeinginan melanjutkan rencananya.

Jiyong hanya menaikkan sebelah alisnya pada Dara. “Atau apa?” dia menjilat gunting di tangannya sebelum mengeluskannya pada pipi Dara. “Kudengar kau akhirnya mendapatkan mimpimu untuk membintangi sebuah iklan sampo, Park. Tapi mungkin setelah ini–,” potong, Jiyong mulai memotong rambunya.

“TIDAK!”

“—kau tentu tidak akan bisa mendapatkan peran impiranmu itu.” dia melanjutkan memotong rambut Dara.

Dara mulai menangis keras sekarang. Rambutnya! “TIDAK! HENTIKAN! HENTIKAN!”

Tapi Kwon Jiyong terus melanjutkan memotong rambut Dara, mengabaikan tangisan gadis itu. jiyong baru berhenti setelah rambut Dara tinggal sepanjang leher. Setelah itu, Jiyong melepaskan gadis itu. Dara perlahan terjatuh ke lantai, terisak.

Dara menundukkan kepalanya, dia menatap rambunya yang berserakan di lantai. Air matanya tidak mau berhenti menatap potongan rambutnya – mimpinya yang hancur berantakan. “R-rambut-ku…”

Well, itulah mimpinya. Sekarang, dia yakin tidak akan mendapatkan peran impiannya yang berarti segalanya baginya.

Jiyong hanya menatap Dara dalam diam. Inilah pertama kalinya dia melihat gadis itu menangis. Dia sudah menang dalam menyakiti gadis itu.

Jiyong harusnya merasa bahagia melihat gadis itu menangis, dia tahu itu, tapi justru, dia merasa hatinya sesak melihat gadis itu tengah memukuti potongan-potongan rambutnya di lantai, mengumpulkannya di tangannya sebelum akhirnya berdiir.

Jiyong melangkah mundur untuk memberikan Dara ruang, perbuatan yang tidak dia mengerti. Lalu Dara memberi tatapan terluka sebelum dia keluar dari pintu.

Jiyong tidak tahu lagi apa yang seharusnya dia rasakan.

**

Another multyshoot \o/ big fatty thanks for callmesiv yang udah ngasih kesempatan buat pamer ceritanya disini.. pagi2 buta baca cerita ini, dan langsung kecantol.. dan mikir, mesti lucu kalo di share di DGI.. dan eng~ ing~ eng~ mengabaikan trans Assassin dan ketikan Phases yang setengah jalan, saya coba test drive sama ini dulu.. kkkk, tenang, tenang.. dua2nya masih lanjut kok.. cuman masih proses.. >.<

ini bakal cuman 4 chapter, tapi saya pribadi jamin nggak bakal ada yang nyesel udah ngeluangin waktu baca ini.. XD

1 2 3 4

82 thoughts on “Chance A Two [1-4]

Leave a comment