Bad Boy For Bad Girl [Chap. 3]

BFB Cover

Script Writer by : ElsaJung

Tittle : Bad Boy For Bad Girl

Duration : Series/Chaptered

Rating : Teen (T)

Genre : AU, Comedy, Romance, a bit Sad

Bab 3

 

“Aku setuju, Kwon. Aku akan bersikap baik di depan ibumu. Aku tak akan bersikap baik padamu.”

“Tenang, Park. Aku juga tidak akan bersikap baik padamu.” Ujarnya menyeringai.

Jiyong memfokuskan konsentrasinya pada jalanan. Ia merasa sedikit lebih tenang sekarang. Gadis-gadis, aku datang! Nenek, maafkan aku, tapi selamat tinggal kisah buruk! Pakaian dan barang lainnya, tunggu aku! Asrama, menyingkirlah! Pekerjaan, aku tak akan mendekatimu! Itulah yang diteriakkan oleh seorang Kwon Jiyong setiap detiknya. Jauh di dalam lubuk hatinya, Jiyong benar-benar menyimpan rasa benci kepada Dara. Semua ini terjadi karena gadis itu. Tunggu dan lihat, sudah dikatakan sebelumnya, Jiyong tidak akan bersikap baik.

Plan A, let’s start it!

“Kau gila, ya? Menyeringai seperti psikopat.” Sergah Dara dengan nada dingin.

“Setidaknya aku lebih waras darimu, orang gila!”

“Psikopat brengsek!”

“Maniak permen!”

“Penindas ulung!”

“Gadis penggoda!”

“Apa?!!” Dara berteriak lantang dengan suara lima oktafnya yang melengking.

Baiklah, hanya beberapa menit dan Dara hampir gila.

***

Di sebuah gang sempit di daerah Dongdaemun, terdengar teriakan melengking yang memekakan telinga. Teriakan dengan oktaf tinggi itu menandakan pemiliknya dalam bahaya. Ya, benar. Dara-si pemilik suara melengking itu-berdiri dengan nafas terenga-engah sembari menggenggam sebuah kayu di tangannya. Dara terus menjerit sementara para pria bertubuh besar terus berjalan mendekatinya.

“Menjauh! Aku akan memukul kalian!” bentaknya berusaha memberanikan diri.

“Kau membuat teman kami babak belur! Kau harus menerima balasannya!” ujar seorang pria.

“Tidak! Kalian tidak bisa melakukannya kepadaku! Menjauh!!”

“Tubuhmu itu kecil. Dari mana kau mendapatkan tenaga untuk melawan kami, huh?

Tiba-tiba salah satu dari mereka mendorong Dara. Gadis itu jatuh tersungkur. Telapak tangannya bergesekan dengan tanah. Matanya memicing tajam ke arah delapan pria yang mengerumuninya. Dara hendak berdiri, tetapi lagi-lagi seorang pria mendorongnya. Dan, tanpa aba-aba, mereka mulai memukuli tubuh mungil Dara. Tidak terlalu keras memang, tapi cukup membuat tulang Dara serasa lepas dari sendinya. Bayangkan saja, mereka berdelapan dan Dara sendirian.

Di tempat yang berbeda, Jiyong dan anggota BigBang lainnya sedang menghabiskan sisa waktu malamnya di sebuah club. Mereka berkumpul untuk mengobrol juga membahas beberapa hal tidak penting. Bukan itu saja, beberapa ada yang tengah bermain dengan para gadis. Sebagian duduk diam dikerumuni gadis-gadis seksi dan satu yang tengah menyendiri dengan tangan yang bergerak lihai di atas kertas mengerjakan soal-soal hitungan.

“Kau harus bersamanya setiap hari selama setahun? Kau gila, Jiyong?” Seunghyun tak percaya.

Jiyong benci mengakuinya, tapi hal itu benar adanya. Dengan kesepakatan yang telah disetujuinya bersama setan dari neraka, yaitu ibunya dan kesepakatan lain yang telah disetujuinya bersama Dara, tidak ada yang bisa disangkal. Meski Jiyong mencoba berkata ‘tidak’, tapi untuk apa? Toh, sekali pun ia tidak mengaku, kenyataannya tetap sama, yaitu ia harus menjalani hidupnya yang akan dipenuhi oleh penderitaan bersama Sandara Park. Bahkan, club malam ini tak mampu menenangkannya dari bayang-bayang Dara yang mengerikan.

Ia dapat merasakan tatapan tajam dari keempat laki-laki yang meminta kepastian darinya, seakan-akan ini adalah putusan ketika hendak menerima hukum gantung. Pertama, Youngbae menatapnya dengan kening berkerut, mencoba berpikir menggunakan logika, seberapa besar kadar kesintingan Jiyong. Kedua, Seungri menatapnya dengan bibir yang ditarik ke bawah, ikut prihatin akan keadaan Jiyong nantinya, meski ia sangat mengagumi kecantikan Dara. Ingat, gadis cantik bernama Dara itu sangat berbahaya. Ketiga, Daesung menatapnya dengan kepala yang menggeleng, tidak percaya kalau nasib temannya berujung tragis. Terakhir, Seunghyun yang menatapnya dengan mata memicing, tanda tak percaya. Mereka berempat memiliki pemikiran yang berbeda.

“Dia sangat mengerikan.” Sela Daesung bergidik ngeri.

Seungri mengangguk cepat. “Dia cantik, tapi mengerikan. Aku takut padanya.”

“Kurasa dia menjadi ancaman nyata bagimu.”

“Kwon Jiyong, aku tidak mengerti asal mula kau berurusan dengan gadis gila sepertinya. Tapi, kau yakin akan tetap melakukan hal yang jauh lebih gila?” Seunghyun memiliki beribu pertanyaan untuk Jiyong. Dan, ia yakin, Jiyong tak akan menjawabnya satu per satu. “Haruskah kita melakukan lima konsekuensi itu bersama-sama? Aku tidak ingin dia dekat denganmu karena itu berarti dia akan dekat dengan seluruh anggota BigBang. Kau pasti mengerti, nyawa kita semua terancam.”

“Benar, hyung. Kami tidak sanggup menerima siksaan ini!” rengek Seungri, manja.

“Sial, Dara sangat menakutkan!”

Youngbae menyela, “Aku lebih setuju dengan ide Seunghyun hyung.”

Tanpa merespon, Jiyong pergi meninggalkan teman-temannya begitu saja. Ia tidak tahu harus melakukan apa dan menjawab dengan respon bagaimana. Yang Jiyong tahu, hidupnya berada di ujung tanduk sekarang, begitu pun BigBang. Lagi pula, apa susahnya berakting selama setahun? Cukup satu tahun menderita dan ia akan bahagia sampai tua. Ini juga menjamin kebahagiaan BigBang. Jadi, tak apalah merasakan hidup di neraka selama sesaat.

Jiyong mengendarai mobilnya menuju daerah Dongdaemun. Perjalanan dari Gangnam menuju Dongdaemun memakan waktu kurang lebih setengah jam. Ia ingin mencari suasana tenang dengan berkendara sembari melepaskan stres yang tak kunjung beranjak dari hidupnya. Jiyong merasa kalau menghirup udara di malam adalah cara terbaik mengobati stres daripada berdiam diri di club, mengamati para gadis penari tiang yang menggeliat-geliat. Dia suka, tapi sekarang bukan waktunya.

Sandara. Sandara Park. Gadis gila itu!

Aish, Jiyong tidak bisa menghapus Dara dari pikirannya. Bagaimana stres yang melandanya hilang jika sang penyebab stres terus menghantui otak dan memorinya, bahkan sekarang, induk dari rasa stres tersebut tengah menghentikan mobil Jiyong secara tiba-tiba. Ya! Tiba-tiba! Hampir jantung Jiyong bergeser dari tempatnya. Ia mendapati seorang gadis yang tak lain dan tak bukan, yaitu Dara-sedang berdiri dengan raut wajah tanpa dosa di depan mobilnya.

Dia memang cari mati!

YAK! Bisakah kau tidak muncul di hadapanku?” Pekik Jiyong penuh emosi. Kepalanya sedikit menyembul keluar dari balik kaca mobil. “Kau tidak mengerti? Enyahlah! Aku sedang ingin bersantai, Dara. Hidupku terasa tidak tenang sejak mengenalmu.” Keluh Jiyong berusaha jujur.

Bukannya menyingkir, Dara malah berjalan tergesa-gesa, kemudian masuk ke dalam mobil Jiyong. Ia duduk di dekat jok pengemudi, tempat biasa ia duduk dan menyangkal semua ucapan Jiyong. Tidak seperti biasanya, Dara tampak kelelahan. Pelipisnya dipenuhi keringat yang bercucuran. Nafasnya tersengal-sengal menandakan kelelahan. Berbeda dari biasanya juga, Dara tidak mengucapkan sepatah kata pun. Ia hanya mengayunkan tangan, menginstruksikan kepada Jiyong untuk mengemudi.

“Aku tidak membawa permen. Jadi, jangan bersikap agresif dan hiperaktif.”

Dara tetap diam. Ia menatap malas ke arah Jiyong, lalu menyilangkan tangannya di dada.

“Apa maksudmu masuk ke dalam mobilku?”

“Aku baru saja dikeroyok oleh preman yang kuhabisi minggu lalu. Temannya sangat banyak. Kau tahu, aku bisa mengalahkan dua atau tiga preman berbadan besar dengan tinju dan jurus tipuanku.” Dara mendesah, kemudian mengacak-acak rambutnya. “Tapi, kali ini mereka terlalu banyak, man! Ada delapan orang. Wah, aku akan mencari alamat rumah mereka, kemudian menghadapi mereka satu lawan satu. Sudah pasti mereka takut melihatku kalau mereka sedang sendirian. Dasar preman pengecut! I hate them!” cerocos Dara penuh kekesalan.

“Kau tidak terlihat baik. Tunggu. Kenapa kau mencari masalah dengan banyak orang?”

“Mereka melakukan hal buruk dihadapanku, mengeroyok laki-laki lemah dan meminta uang dari-nya. Bagaimana aku bisa diam melihat orang yang sebegitu lemahnya kehilangan uang dan luka-luka di waktu yang bersamaan? Aku mungkin tidak peduli, tapi aku kasihan kepadanya.” Cerocos Dara.

“Lalu kau membiarkan mereka memukulmu hari ini?” Jiyong menaikkan sebelah alisnya.

“Tentu tidak. Sudah kukatakan, mereka terlalu banyak. Berhenti memancing emosiku!”

“Berkacalah, kau luka-luka seperti pria lemah itu!”

“Aku biasa terluka, Kwon. Aku pernah masuk rumah sakit karena dipukuli oleh preman.”

“Aku bertanya-tanya kenapa kau tidak pernah jera dengan apa yang menimpamu.”

Bibir Dara tertarik ke samping. “Akan kujawab, karena aku tidak takut pada apapun.”

Jiyong menelusuri bagian wajah Dara. Gadis kurus kering yang tampak lemah ini dikeroyok oleh preman? Dan, dia selamat meski, ya, wajahnya sedikit lebam. Ada beberapa bagian berwarna biru keunguan di wajahnya. Mereka pasti sangat dendam kepada Dara. Lihat juga darah yang mengering di sudut bibirnya. Bagi Jiyong, preman sekuat dan semenakutkan apapun terlihat seperti pengecut ketika mereka memilih untuk menyerang seorang perempuan. Apalagi mengeroyoknya.

Dara menatap Jiyong, matanya menyipit sebelah. Ia merasa terganggu dengan sorot mata yang tengah ditujukan Jiyong padanya. Tak lama, Jiyong terlihat mengambil sesuatu dari jok belakang. Dia mengambil kotak obat, lalu mengeluarkan obat merah, kapas dan plester luka. Tanpa komando, laki-laki itu menarik wajah Dara lebih dekat, lalu mengobati inci demi inci bagian wajah Dara yang terluka. Ia juga membersihkan noda darah yang mengering di bibir Dara menggunakan tisu basah. Dengan cepat, Jiyong memajukan wajahnya, kemudian mencium bibir gadis itu singkat.

Tak ada respon dari Dara. Bukan tidak, tapi belum. Dara terperangah setelah mendapat perlakuan mengerikan dari Jiyong. Ia masih mencoba berpikir, mencoba mengingat, mencoba mengembalikan memorinya. Bertepatan dengan linglung yang melanda Dara, Jiyong terkekeh, dilanjut tawa keras menggelegar. Dan, tawa itu berhasil menyadarkan Dara.

“ARE YOU CRAZY?!” Teriak Dara lantang, diiringi suara rintihan karena luka di wajahnya.

“Aku tidak gila. Aku hanya mengobati luka di bibirmu, itu saja.” Jiyong melanjutkan tawanya.

“Luka memerlukan obat, bukan ciuman.” Dara menggeram berusaha meredam amarahnya.

“Benar! Dan, apa yang kuberikan padamu adalah obatnya, Nona Park.”

Kebiasaan Dara muncul. Ia menopang lehernya jika sedang kesal. “Tapi, kenapa?”

“Tenang saja. Bibirmu mungkin akan tampak lebih seksi setelah mendapat ciuman dariku.” Ujar Jiyong menopang dagunya. Ia melirik Dara dengan tatapan nakal. “Sandara Park, sudah larut malam. Tidakkah kau berpikir untuk menyewa kamar hotel denganku?”

Dara mendelikkan matanya. “Mau kubunuh kau? Pervert!” Pekiknya menonjok lengan Jiyong.

Jiyong meremas lengannya yang serasa ditinju oleh Choi Hong Man-orang terkuat se-Korea. Ah, terlalu berlebihan. Tapi, sungguh, itu sangat keras. Dara memang bertenaga super. Tadinya, Jiyong sempat tidak percaya, mana bisa gadis bertubuh kurus, pendek dan mungil seperti Dara mampu menghabisi dua sampai tiga preman sekaligus. Ya, bisa saja dengan menendang selangkangan mereka, itu kelemahan para pria, bukan? Tetapi, Jiyong percaya. Dara tidak ada duanya.

Wajah Jiyong mengeras. “Nona, tenanglah, aku hanya menggoda. Kau tidak menarik sama sekali!”

“Dan, aku bisa tahu, siapa penggoda yang sebenarnya. Dasar, laki-laki penggoda!”

Tawa Jiyong kembali meledak. Siapa sangka gadis yang membuatnya stres selama berminggu-minggu bisa membuatnya tertawa seheboh ini? Dara mungkin tidak terlalu menggemaskan maupun menarik seperti gadis pada umunya. Tapi, dari kata-kata kasar dan tingkahnya yang tidak terduga, ia bisa membawa kesenangan tersendiri bagi Jiyong. Betapa hebatnya Dara! Dia bisa menjadi pembawa stres dan kesenangan dalam waktu yang hampir bersamaan.

“Aku akan mengantarmu pulang.” Ujar Jiyong dengan tawa yang perlahan mereda.

Jiyong memajukan tubuhnya. Ia bergerak semakin mendekat. Kali ini bukan hendak mencium Dara, tapi seperti yang sudah dikatakannya, yaitu mengantar Dara pulang-ia memasangkan sabuk pengaman untuk Dara. Ya, ini salah satu cara mengerjai gadis bodoh itu. Jiyong yakin seratus persen, pasti Dara berpikir bahwa ia akan mendapatkan satu ciuman manis di bibirnya. Tidak disangka, siapa yang pervert sekarang? Jiyong semakin sadar, Dara gadis tidak normal.

***

Sejak mengikuti kursus dan bersekolah, Dara jarang pergi ke tempat kerja. Ia hanya berkunjung, lalu ikut membantu mencuci piring sejenak. Dara tidak memiliki waktu untuk bekerja. Sekolah ajaib itu berakhir pukul 4 sore sedangkan cafe Bibi Ahn tutup pukul 10 malam. Jadi, otomatis Dara tidak bekerja sehari penuh seperti hari-hari sebelumnya. Tapi, setidaknya, Dara bersyukur karena meskipun ia bekerja beberapa jam saja, Bibi Ahn berkata bahwa beliau akan tetap memberi Dara gaji dengan nilai yang sama, tanpa dikurangi.

Hari ini Dara masuk kerja setelah jam makan siang berakhir, antara pukul 1 dan pukul 2. Sekarang ia tengah bermalas-malasan di dalam kamar karena kalender menunjukkan angka merahnya. Ini adalah waktu yang tepat untuk bersantai sejenak setelah melalui hari-hari menyebalkan, penuh tekanan dan emosi bersama Jiyong. Jujur, Dara hampir gila dibuatnya.

Kamar bernuansa pastel dengan ukuran yang tidak terlalu besar itu terasa sangat nyaman. Di dinding bagian sudut ruangan, menggantung sebuah figura kecil berisikan foto Keluarga Park. Ada wajah nenek Dara yang mengukir senyum di bibirnya. Dara merasa sangat lega ketika melihat foto itu.

Dara mengelus tengkuk kucing bercorak leopard-nya. “Kenapa aku harus bertemu Jiyong?”

Kucing itu hanya mengeong sembari bersandar di kaki Dara. Ia menggerak-gerakkan ekornya. Wajah menggemaskannya membuat Dara terheran-heran, kenapa kucing berjenis Ashera itu selalu berlagak manis ketika mendengar nama Jiyong? Tidak dapat dipercaya! Dara tidak mengerti dengan orang-orang, bahkan hewan. Kenapa mereka sangat sensitif setelah mendengar nama Jiyong? Apa Jiyong semenawan itu? Mendengar kata ‘menawan’ itu saja sudah cukup membuat mual.

“Kau belum bertemu dengannya, jadi kau tidak mengerti. Jangan berlagak sok manis! Aku akan membencimu kalau kau menyukai Jiyong! Aku tidak memiliki teman selain kau dan Bom. Kalau kau menyukai Jiyong, aku pasti sakit hati.” Dara memasang ekspresi memelasnya.

Mau disangkal sampai seribu kali, Dara tidak bisa menyembunyikan rasa kecewanya. Mana ada ibu yang tega membuang anaknya ke belahan benua lain hanya karena uang? Apalagi anak itu tidak memiliki siapapun kecuali neneknya yang sudah tua dan sakit-sakitan. Disimpan di mana hati nurani hati ibu tersebut? Tapi, meski Dara merasa sangat kecewa, jauh di dalam hatinya, ia merindukan ibunya. Ia merasa iri ketika melihat orang lain yang hidup penuh kesenangan dengan sosok ibu di samping mereka . Dara menginginkan hal yang sama.

Lamunan Dara terpecahkan ketika mendengar suara mesin mobil berhenti di depan rumahnya. Dara segera beranjak dari tempat tidur, kemudian berjalan ke arah jendela. Sebuah mobil Lykan Hypersport terparkir rapi di depan pagar kecil rumahnya. Tanpa sadar, Dara telah meluncurkan beberapa kalimat umpatan. Ya, meski Dara yang meminta Jiyong datang, bukan berarti Dara akan merasa baik-baik saja ketika melihat laki-laki brengsek itu.

Tentu Dara tidak ingin menunggu Jiyong keluar dari mobil untuk memintanya segera turun dengan ocehan khas nenek-nenek. Bahkan, Dara sadar, neneknya tidak secerewet Jiyong. Kemudian, sama sepertinya juga, laki-laki berwajah sengak itu tidak suka menunggu seseorang terlalu lama. Berdasarkan atas beberapa alasan tersebut, Dara keluar dari rumahnya dan mendapati Jiyong yang duduk di jok kemudi sembari menatapnya malas.

Ada satu hal yang dibenci Dara setiap Jiyong mendatangi rumahnya, yaitu para tetangga bodoh yang tidak tahu apa-apa selalu berkumpul untuk memakinya. Mereka menjatuhkan nama baik Dara dengan mengatainya gadis penggoda.

Seorang wanita berumur sekitar 40-an tampak menunjuk-nunjuk ke arah Dara. “Hei, Sandara Park, sihir macam apa yang kau lakukan sehingga orang kaya itu mendatangimu setiap hari? Apakah kau merayunya, menggodanya? Aigo, Nenek Park orang baik, kenapa dia tidak mengajarkan kepadamu sedikit tata krama, huh? Tidak tahu malu!” ujarnya mencibir.

“Dasar wanita tua penyebar gosip! Yak! Apa maksudmu dengan sihir, merayu dan menggoda? Kau pikir aku membuang waktuku dengan melakukan hal tak berguna seperti itu? Aku tahu, kau menyebar gosip pada semua tetangga. Sebentar. Kau tidak perlu membawa-bawa nenekku ketika kau berusaha menjatuhkanku!” Cerocos Dara bersungut-sungut.

“Ada apa ini sebenarnya?” Sergah Jiyong keluar dari mobilnya.

Orang-orang yang tengah bergosip itu pun terdiam.

“Astaga, dia Kwon Jiyong!”

“Kwon Jiyong putra dari pemilik Asia Pasific?”

“Wahhh, dia sangat tampan!”

“Dia sangat tampan dan kaya!”

Jiyong tiba-tiba merangkul Dara, kemudian mengecup pipinya singkat. “Kenapa lagi, babe?

“Ibu tua itu-” Dara tersentak. “Babe?

“Nyonya, berhentilah mengganggu kekasihku. Kalian sudah bosan hidup?”

“Maafkan kami, Tuan muda. Kami tidak tahu Dara adalah kekasih anda.” Ujar wanita tua tadi.

“Pergilah! Kalian merusak mood-ku!”

Bibir Jiyong tertarik ke arah yang berlawanan. Senyum merekah tergambar di bibirnya. Setelah puas tersenyum, Jiyong menoleh ke arah Dara. Senyum itu mengerucut ketika Dara menatapnya dengan mata memicing. Tatapan maut itu seakan memberi peringatan, mati kau hari ini!

***

Tujuan dari pertemuan hari ini adalah untuk saling mengenal satu sama lain. Dara-lah pencetus ide aneh ini. Ia ingin sandiwaranya terlihat lebih nyata di hadapan Nyonya Kwon. Sebenarnya, Dara adalah tipikal orang yang tidak peduli dan acuh pada segala hal. Akan tetapi, kembali ke poin awal, karena ini demi kebaikan masa depan dan kelangsungan hidupnya serta satu-satunya permintaan neneknya yang mungkin bisa diwujudkannya, Dara tidak mungkin tega mengecewakan neneknya lagi.

Sejak bangun tidur, Dara sedang dalam mood yang cukup baik meski tak kuasa membayangkan kegilaan yang akan terjadi ketika ia menghabiskan waktu bersama Jiyong-si-brengsek. Sayangnya, mood Dara memburuk karena peristiwa mencengangkan yang baru terjadi. Entah apa yang dimaksud oleh Jiyong, candaan atau semacamnya, Dara tidak bisa mentolelir apapun lagi. Jiyong memanggilnya babe, mengaku menjadi kekasihnya dan sebuah kecupan. Dasar gila!

“Aku memilih cafe ini agar kau merasa lebih nyaman.” Ujar Jiyong menyilangkan kedua tangan di dada. Ia mengedarkan pandangannya ke sekeliling cafe berukuran sedang tersebut. “Jadi, di sini kau bekerja? Berapa gaji yang kau terima setiap bulan? Siapa saja orang yang bekerja di sini? Apa kau sering mengintimidasi mereka? Apakah banyak orang yang berkunjung?”

Dara tidak menjawab. Ia berpegang teguh pada pendapatnya untuk membunuh Jiyong.

“Kau marah setelah aku menolongmu?! Mereka benar, kau tidak tahu malu!” Seru Jiyong lantang.

“Siapa yang meminta tolong padamu? Kau sangat lancang!”

 “Ucapkan terimakasih!” Perintah Jiyong sembari membelalakkan matanya.

“Terimakasih pantatku! Harga diriku serasa jatuh saat kau mengakuiku sebagai kekasihmu!”

Mereka berdua terdiam. Selalu seperti ini. Setiap hari, setiap jam, setiap menit bahkan setiap detik. Tidak ada sejarah yang mengatakan Dara dan Jiyong akan akur saat bersama. Tentu saja hal tersebut akan menjadi salah satu keajaiban dunia yang mustahil terjadi. Dara sangat membenci Jiyong, bahkan ia bersumpah, sampai mati pun ia tidak akan mengubah pandangannya terhadap laki-laki itu, begitu pula sebaliknya. Jiyong juga sangat membenci Dara.

Astaga, Jiyong tidak pernah mengerti pola pikir Dara. Ia dengan rendah hati memberikan bantuan. Meski Jiyong bukanlah orang yang mudah memberikan pertolongan, tapi bukan tidak mungkin hati-nya tidak goyah ketika melihat seseorang mendapat hujatan tak berperikemanusiaan semacam itu. Dan, betapa menyesalnya Jiyong. Rasa kasihannya berujung sia-sia. Sejak awal, memang seharusnya ia tidak memberi belas kasihan kepada Dara. Ini salah satu perbuatan merugi.

“Aku tidak tahan!” keluh Dara meremas rambutnya. “Aku akan memaafkan kesalahanmu sejenak. Aroma manis dari cafe ini membuat emosiku mereda perlahan.” Tambahnya. “Jadi, tujuanku adalah, kita harus saling mengenal lebih dalam agar sandiwara kita berjalan baik.”

“Kau pasti penasaran dengan kehidupan pribadiku, ‘kan?”

“Jangan bermimpi, Kwon. Aku tidak ingin memulainya lagi.”

Okay, baiklah. Aku hanya perlu menjawab dan mengajukan pertanyaan, benar?”

Yup! That’s right!

Dara mengacungkan jari terlunjuknya. “Pertama, apa yang kau suka dan apa yang tidak kau sukai?”

Bibir Jiyong tertarik ke sisi kanan. Entah apa yang membuatnya sangat bangga. “Aku suka gadis cantik dan seksi, semua orang tahu itu. Aku suka menghabiskan uang dan membeli apapun yang kuinginkan. Ah, aku juga suka anjing kecil yang menggemaskan. Hobiku adalah clubbing, menembak, bermain golf dan berkuda. Sedangkan yang tidak kusukai, um, aku tidak suka sesuatu yang terlalu manis, seperti permen, ice cream, cake dan lolipop. Aku tidak suka ada orang yang melebihiku-”

“Itu egois namanya.” Potong Dara mencibir.

“Terakhir, aku tidak suka nenek dan kau.” Ujarnya memberi pekanan di kata terakhir.

“Aku sudah menebak kau akan mengatakannya.” Dara menopang dagunya, santai.

Dara mulai menggerakkan penanya, mencatat ringkasan profil Jiyong yang menjadi penentu masa depannya. Cukup aneh memang memikirkan masa depannya bergantung pada Jiyong secara tidak langsung. Tapi, bagaimana lagi? Ini cara terbaik untuk sukses dalam bersandiwara. Bukan tidak mungkin Dara dan Jiyong tidak akan melakukan kesalahan. Jadi, dengan mengetahui profil satu sama lain pasti akan meminimalisir kesalahan dalam bersandiwara sehingga membuat Nyonya Kwon seratus persen percaya kalau Dara dan Jiyong berteman baik.

“Apa tujuan hidupmu?” Jiyong melontarkan pertanyaan pertamanya.

“Tidak ada. Hidupku ini kosong dan tanpa tujuan, kau tahu? Tapi, aku akan berusaha melakukan yang terbaik demi nenek. Aku berjanji menjadi orang sukses meski itu bukan tujuanku. Setidaknya, aku sudah memiliki jalan hidup. Baru-baru ini aku berpikir kalau membunuhmu akan menjadi salah satu tujuan hidupku nantinya.” Dara meringis lebar. Ia tampak lebih baik sekarang.

“Psikopat sinting.”

“Kenapa Bibi Kwon bersikeras meminta kita untuk selalu bersama-sama?”

“Bukan hanya ibuku, tetapi ayahku juga. Entahlah, kurasa mereka kehilangan akal sehat.”

“Lalu, apa kau punya ide menarik yang mendukung sandiwara kita agar tampak lebih nyata?”

Jiyong memiringkan kepalanya. Ia berusaha berpikir tentang ide menarik itu. Pastinya bukan suatu hal yang membosankan untuk dilakukan. Jiyong benci melakukan hal yang membosankan. Hanya satu, Jiyong memerlukan sesuatu yang tidak membebaninya. Sesuatu yang tidak menyusahkannya secara lahir maupun batin. Intinya, sesuatu yang menyenangkan. Masalah itu menjadi beban untuk Dara atau tidak, ia tak peduli. Baginya, kepentingan pribadi harus didahulukan.

“Ibuku tipe orang yang sulit ditipu. Kau tidak punya wajah yang cantik untuk bersikap manis pada-nya. Kau tidak punya banyak uang untuk membelikan barang kesukaannya. Kau juga tidak punya sikap sopan dan santun untuk membuatnya luluh.” Jiyong menjentikkan jarinya mengingat ibunya sangat menyukai Dara. “Tapi, ibu akan percaya dengan segala yang kau katakan. Dia menyukaimu. Ya, kau hanya perlu menambahkan sedikit atau mungkin banyak kebohongan dalam kalimatmu.”

“Sebelum menanyakan pertanyaan lainnya, aku penasaran, kenapa Bibi Kwon menyukaiku?”

“Kenapa aku harus mengatakannya padamu? Itu keluar dari topik pembicaraan.”

“Menyebalkan!” Gumam Dara. “Apa warna kesukaanmu?”

“Kuning. Kau?”

“Pink atau merah jambu!”

Jiyong menutup mulutnya dengan telapak tangan. Ia berusaha menahan tawa.

“Kenapa? Kau minta dipukul?!”

“Tidak, lupakan!”

“Awas, kau!” ancam Dara mengarahkan tangannya ke leher.

Senyum Jiyong kembali mengembang. Wah, menggoda Dara sangatlah menyenangkan. Kalau dipikir baik-baik, sikap bawaan Dara yang tidak kalah menyebalkan dari nenek-nenek yang sedang marah tak terlalu buruk. Ia bersikap apa adanya dan itu membuat Jiyong terhibur. Jiyong berpikir, sepertinya hari-harinya bersama Dara tidak akan seburuk yang diperkirakannya. Ini akan jauh lebih menyenangkan daripada bermain di club seharian.

***

“Belakangan ini kau sering tertawa. Apa karena gadis itu?” Seunghyun menyenggol bahu Jiyong.

“Siapa lagi yang membuatnya bertingkah bodoh kalau bukan Dara?” Sela Youngbae tertawa.

Seunghyun mendelikkan matanya. “Jangan-jangan,”

“Jangan-jangan apa? Hyung, jangan membuatku menebaknya,” ancam Jiyong melotot.

Apa yang dikatakan Seunghyun memang benar adanya. Sejak ia menyetujui perjanjiannya dengan Dara, Jiyong lebih sering tertawa sendiri. Entah itu di keramaian atau di tempat sepi sekali. Pimpinan BigBang tampak seperti orang gila. Ia berlagak bijaksana di hadapan banyak orang, tapi berjalan sempoyongan ketika bersama teman-temannya karena tak bisa menahan tawa. Anehnya, saat bersama Dara, Jiyong bertingkah biasa saja, bahkan mereka bisa dikatakan nyaris tidak pernah akur.

“Kau menyukainya?” Seunghyun-tetap maju tak gentar.

“Berhenti meracau.” Keluh Jiyong dengan nada malas.

Seungri datang sembari membawa lolipop di tangan kanannya, kemudian duduk di antara Jiyong dan Seunghyun. “Seunghyun hyung berkata seperti itu karena dia khawatir Dara tidak menerima perasaanmu. Kau ‘kan belum pernah menyukai atau menyatakan cinta kepada gadis mana pun.”

Sebuah takbam mendarat di kening Seungri. “Diam kau!”

Mata Jiyong memicing. Ia tidak bisa mengekspresikan kekesalannya dengan cara apapun selain dari gerakan matanya. Jujur, menurut Jiyong, Seunghyun dan yang lainnya terlalu berlebihan. Tidak ada hal spesial yang terjadi antara Jiyong dan Dara-kalau pertengkaran tak perlu ditanya. Jiyong tidak merasa ia menaruh perasaan suka kepada Dara. Lagi pula, itu sangat mustahil. Astaga, hanya laki-laki bodoh yang sudi menjadi kekasih gadis mengerikan seperti Dara.

“Aku tidak menyukai Dara. Dia bagaikan setan dari neraka, untuk apa aku menyukainya?”

Daesung berlari menuju rombongan gosip. “Hei, daebak! Jessica Jung, dia sangat gila!”

“Jessica? Kenapa lagi dia?” Youngbae, selaku ketua kelas bersiap untuk bertindak.

Laki-laki bermata sipit itu menyodorkan ponselnya kepada satu per satu anggota BigBang.

Tampak sebuah berita terkini terpampang nyata di layar ponsel Daesung. Berita itu menyatakan sebuah kasus penyiksaan baru saja terjadi di SMA Asia Pasific International. Selain itu, dijelaskan di sana bahwa tak lain dan tak bukan pelakunya bernama Jessica Jung-murid kelas VIP yang dikenal pendiam. Sebenarnya, tidak sependiam itu setelah orang-orang tahu kekacauan yang dilakukannya. Tapi, Jessica tidak bisa didepak begitu saja dari sekolah. Ia memegang kekuasaan yang cukup tinggi. Sudah banyak kasus penyiksaan yang menyebutnya sebagai tersangka.

Dan, penyebabnya adalah karena orang yang disiksanya tersebut menyukai Kwon Jiyong.

“Itulah alasanku sangat membenci gadis kotor bernama Jessica Jung. Apa dia tidak punya otak? Secara tidak langsung dia mencemarkan nama baikku. Dia tidak kunjung mengerti kalau aku sangat membencinya. Aku sudah lelah menyikapinya.” Ujar Jiyong dengan nada dingin. “Haruskah aku meminta ibuku mengeluarkannya dari sekolah? Tunggu saja, sampai dia berulah sekali lagi, maka aku akan bertindak. Dia harus dimasukkan ke rumah sakit jiwa.”

“Kwon Jiyong!!” sebuah suara tak asing memenuhi rongga telinga.

Mereka berlima-anggota BigBang-segera mencari sumber suara tersebut. Sebuah suara dari seseorang yang mampu menyebabkan trauma mendalam bagi orang lain. Sandara Park, si preman gila itu menyelonong masuk ke dalam ruang bersantai BigBang. Dara memiringkan kepalanya sembari tersenyum merendahkan ketika seluruh pandangan tertuju padanya.

Dara datang ke tempat membosankan itu bukan tanpa alasan. Sekolah sudah berakhir hari ini, maka dari itu Dara ingin melanjutkan sesuatu yang disebutnya pelatihan bersandiwara. Belum lagi Nyonya Kwon memintanya untuk menghadap ke ruangan Direktur bersama Jiyong besok pagi. Entah apa yang akan terjadi, hal yang menurut Dara harus dilakukan pertama kali adalah memanggil sang empu atau juru kunci dari sandiwara bodoh yang dijalaninya.

“Cepatlah, Kwon. Aku harus pergi bekerja nanti.” Dara berkacak pinggang.

Seunghyun dan ketiga kawannya berdehem bermaksud menggoda.

Yak! Ingin kutinju kalian berempat?!” teriak Dara lantang bak ibu tiri cinderella.

Sontak, tak ada yang bicara selain Jiyong yang berjalan mendekati Dara.

“Hentikan, Dara. Semakin hari kau semakin gila.” Jiyong menoyor kepala gadis itu.

“Apa?!!”

Sungguh, Dara benci ketika Jiyong selalu berusaha menyulut permasalahan yang tak pernah ada. Ya, dia selalu memulainya. Jiyong memulai segala hal diantara mereka berdua. Laki-laki itu memang tidak memiliki rasa bosan untuk bertengkar dengan Dara.

Karena kesal, seketika Dara mengayunkan lengannya ke arah Jiyong. Akan tetapi, bukan tinju yang dilayangkan oleh Dara. Ia malah memeluk Jiyong dengan sepasang tangannya karena Jiyong tiba-tiba menariknya sebelum tinjunya melesat mengenai lengan laki-laki menyebalkan tersebut. Senyum licik tergambar di bibir Jiyong, sedangkan Dara tak berhenti mengumpat. Di sisi lain, anggota BigBang terus bersorak, tidak menyangka Jiyong akan melakukan hal itu kepada Dara.

“Kalian lihat? Dia memelukku! Bagaimana aku tidak tergoda?” Cibir Jiyong gembira.

“Lepaskan aku, bodoh! Hei! Kubilang lepaskan aku! Aku akan membunuhmu, Kwon Jiyong!!”

Jiyong berjalan diiringi tawa menggelegarnya sembari mengalungkan tangan di leher Dara. Ia menyeret Dara bak boneka cindy berukuran besar yang baru dibelinya. Dara-masih dalam posisi yang sama, yaitu memeluk Jiyong-berusaha mengimbangi langkah kakinya karena Jiyong berjalan terlalu cepat. Dendam kusumat Dara terhadap Jiyong pasti akan bertambah parah.

Mereka berdua berjalan beriringan menuju lantai dasar. Bel sekolah sudah berbunyi setengah jam lalu dan kebanyakan murid sudah pulang, kecuali mereka-mereka yang cinta sekolah-atau mengulur waktu untuk mengerjakan soal latihan di sekolah. Meski tidak banyak yang melihat peristiwa ini, tapi kemungkinan besar mereka yang melihatnya akan bergosip ria menceritakan ini dan itu. Aish, Dara benci dengan kesialan yang selalu menimpanya.

“Panggil aku babe dan aku akan melepaskanmu.”

“Kau sudah gila, ya?” teriak Dara dengan tangan Jiyong yang masih melingkar di lehernya.

“Berjalan lebih cepat, babe.

“Kenapa kau selalu membuatku marah setiap hari?”

Mata Jiyong menyipit. Ia tersenyum menggoda. “Karena itu menyenangkan!”

“Bagaimana kau berkata mengganggu adalah sesuatu yang menyenangkan?!” protes Dara.

“Kau tidak tahu karena kau bukan aku.” Jawab Jiyong singkat terus berjalan.

Whatever! Let me go!

Dara sudah berteriak puluhan kali, tapi Jiyong tetap tidak menggubrisnya. Laki-laki itu malah dengan senangnya tak berhenti mengelus kepala Dara. Padahal, Dara tidak suka ada orang yang menyentuhnya sembarangan. Dia bukan kucing, okay? Menurut Dara, hanya kucing yang memerlu-kan belaian di kepala. Dan, apa yang dikatakan Jiyong? Mengganggu Dara adalah hal yang menyenangkan? Dasar otak udang! Jiyong memang ingin mendapatkan tinju darinya!

Setahu Dara, ketika kau sedang berada di kondisi buruk, yaitu tidak bisa melawan karena tubuhmu terkunci-seperti posisi Dara saat ini-hanya ada satu cara. Dara mempelajari hal ini sejak ia kecil. Itu adalah perangai licik Dara saat ia bergulat dengan preman atau orang lain yang jauh lebih kuat darinya. Dara yakin dengan sekali bergerak, Jiyong pasti akan melepaskannya.

“Arrgghhhh!” Jiyong mengerang keras karena merasakan gigitan harimau di tangannya.

Ya, jurus itu adalah gigitan maut Dara. Siapa bilang orang kurus tidak punya tenaga yang kuat? Buktinya, Dara bisa menaklukkan banyak preman dengan cara itu. Banyak preman dan seorang pengganggu ulung, Kwon Jiyong. Laki-laki menyebalkan itu langsung menepis tubuh Dara hingga pemiliknya jatuh tersungkur mencium lantai. Cukup sakit, tapi tidak masalah.

“Kau bermain curang!”

“Aku curang dan kau membuatku tersungkur, LAGI!”

“Bersyukurlah aku tidak menghukummu!”

“Hukuman? Kau gila, Jiyong.”

Jiyong melambaikan tangannya. “Mendekatlah sebelum aku marah.”

“Tidak mau! Kau pasti akan melakukan sesuatu yang aneh.” Dara berjalan menjauh.

“Ini tak akan menyenangkan.” Jiyong mengerucutkan bibirnya manja. “Sandara Park-gadis terkuat di sekolah takut pada hukuman? Dara-ah, hukumanku tidak terlalu mengerikan. Kau hanya perlu menutup matamu dan hal itu akan berakhir sekejap.”

“Aku tidak takut! Kau bukan guru, jadi kau tidak bisa menghukumku.”

“Baiklah, bukan hukuman, tapi pengobatan. Kau terluka karena aku mendorongmu, ‘kan?”

“Jauhkan pikiran pervert-mu itu!”

“Mendekatlah, babe.

Dia mulai lagi, Dara bergumam sembari mengerlingkan matanya.

Tanpa disadari, Jiyong berlari mendekati Dara. Secara refleks, gadis itu ikut berlari untuk mencari tempat perlindungan. Jiyong terus mengejarnya sampai ke taman sekolah. Mereka saling mengejar bak adegan romantis khas film bollywood. Mereka berlari mengelilingi bangku taman, mendorong satu sama lain ketika berdekatan. Dara terus mencari tempat persembunyian karena Jiyong selalu menemukannya. Baru pertama kali, Dara tertawa lepas tanpa beban.

Dara berlari menuju tanaman besar yang dibentuk menyerupai angsa. Ia bersembunyi di belakang-nya, berharap Jiyong tidak menemukannya. Nasib buruk akan menimpa Dara jika Jiyong berhasil menemukan keberadaannya. Dara tidak tahu apa yang mengganggu pikirannya setelah mendengar kata hukuman dan pengobatan, ia berpikir Jiyong akan menciumnya untuk yang ketiga kali. Yang benar saja! Dara tidak mau!

Sebuah suara mengerikan memasuki rongga telinganya. “Sandara Park, kau tak bisa bersembunyi dariku.” Dara merasakan nafas hangat menerpa telinganya. “Kau tahu, aku akan melakukannya kalau aku mau dan kau tidak bisa menghindar.”

“Jangan mendekat!” Suara Dara bergetar.

“Aku akan melakukannya.”

“Kuperingatkan kau-”

Jiyong menarik kepala Dara agar ia bisa menjangkau bibir gadis itu. Jiyong tidak peduli, setan apa yang merasukinya. Ia ingin mencium Dara untuk saat ini. Nafas Dara memburu. Gadis itu menutup matanya rapat-rapat. Jantungnya berdetak berkali-kali lipat lebih cepat. Meski ini bukanlah ciuman pertama dari Jiyong, tapi ini lebih menakutkan. Jiyong tampak bersungguh-sungguh.

Sedetik berlalu, Dara merasakan sebuah permukaan kulit halus menerpa bibirnya. Dara berusaha mendorong Jiyong, tapi Jiyong malah menariknya untuk semakin mendekat. Sungguh, Dara tidak berharap hal ini menimpanya, anehnya, instingnya berkata bahwa ia harus memeluk Jiyong. Pada saat itu juga, Jiyong merasakan sepasangan tangan mungil melingkar di pinggangnya.

“Bukan ciuman yang buruk, Nona Park.” Ujar Jiyong setelah mengakhiri ciuman manis itu.

“Kau,” Dara gugup bukan main.

“Kita pulang sekarang. Lupakan pembahasan sandiwara itu.”

“Tapi-”

Jiyong mencium bibir Dara sekali lagi. “Kubilang, kita pulang.”

“Ba-baiklah.”

Dara terperangah. Tidak biasanya Jiyong bersikap manis seperti ini.

Tak jauh dari sana, seorang gadis tampak berdiri mematung dengan buku di dekapannya. Gadis itu menatap ke arah Jiyong dan Dara. Tatapan kosongnya menandakan ia sangat kecewa. Meskipun begitu, kepalan tangannya menunjukkan bahwa ia sangat marah. Ia berdiri di balik pohon, memantau Dara dan Jiyong sebelum mereka pergi meninggalkan taman.

***

Suasana kelas beranggotakan tujuh orang itu sepi seperti hari-hari biasanya. Cukup membosankan saat harus mendengarkan ocehan rumus matematika dari Pak Kim. Mereka semua sibuk dengan aktivitasnya masing-masing. Daesung yang sibuk memainkan ponsel sambil tertawa cekikikan. Seungri yang tidur sedari tadi pagi-diketahui ia pulang dini hari setelah clubbing. Seunghyun yang terus menggoda Jiyong karena laki-laki itu kembali menunjukkan sikap anehnya, yaitu senyum-senyum sendiri bak orang gila. Bom yang tak jauh berbeda dari Seungri-tidur di kelas. Seorang gadis bernama Jessica Jung yang sedari tadi menatap ke arah Dara. Dan, Dara yang sibuk menghitung gaji-nya bulan ini. Hanya Youngbae-lah satu-satunya orang yang memperhatikan Pak Kim.

“Berapa won yang kudapat?” Dara bergumam sembari berusaha mengingat total gajinya.

Di belakangnya, si gadis berambut coklat muda-Jessica tengah menyunggingkan senyum. Tidak ada yang namanya keikhlasan dari senyumnya. Ia tampak sedang merencanakan perangai jahatnya. Jessica tidak pernah menyukai orang lain, selain Jiyong. Ia akan menghalalkan segala cara untuk mendapatkan apa yang sudah menjadi keinginannya. Ingat, segala cara tanpa pengecualian.

Gadis itu bernama Jessica Jung. Dia lahir di Amerika. Tidak banyak yang mengenal latar belakang kehidupannya. Dia gadis tertutup dan tidak memiliki teman, satu pun tidak ada. Pindahan dari sekolah di Jerman. Kabarnya, ayahnya adalah seorang dokter lulusan harvard, ibunya sukses menjadi direktur sebuah perusahaan asing. Awalnya dia berada di kelas biasanya, kemudian masuk di kelas elit atau kelas VIP beberapa hari setelahnya.

Dari tatapannya, dapat dilihat bahwa Jessica tidak menyukai Dara. Hal itu sudah terlihat sejak hari pertama Dara menginjakkan kaki di kelas tersebut. Apalagi, Dara datang bersama Jiyong. Dan, kabar buruknya mereka terlihat dekat meskipun sekilas seperti membenci satu sama lain. Padahal, seisi sekolah tahu, Jessica menyukai Jiyong. Menurut Jessica, Dara bukanlah siapa-siapa. Hanya seorang pengganggu yang datang di tengah kesenangannya. Jessica akan baik-baik saja meskipun Jiyong selalu menganggapnya tak kasat mata. Namun, ia tak akan tinggal diam setelah tahu ada gadis yang sangat dekat dengan Jiyong.

“Sandara Park! Bapak lihat kau tidak memperhatikan pelajaran.”

Sontak seluruh pandangan menuju ke arah Dara.

“Ya?” Dara menaikkan sebelah alisnya. “Anda keberatan?”

Pak Kim menarik napas dalam-dalam. “Tentu saja. Bapak terganggu dengan sikapmu selama mengikuti pelajaran. Bapak mengerti kau berbeda dari murid lain dan dengan alasan apa kau masuk ke sini. Tapi, kau tidak boleh bertindak sesukamu. Banyak guru yang melapor kalau kau tidak pernah memperhatikan pelajaran. Apa susahnya memperhatikan?”

Dengan santai, Dara menjawab. “Pak, aku sedang menghitung gajiku. Tidakkah itu sama dengan matematika? Anda mengajarkan cara menghitung, ‘kan? Perbedaannya, anda menghitung apa yang anda jelaskan, sedangkan aku menghitung uang.” Ia menjentikkan jari. “Anda harus tahu, aku sudah mengerti apa yang anda jelaskan di papan tulis. Aku paham segalanya, bahkan soal matematika tersulit pun aku bisa mengerjakannya. Lalu, untuk apa aku memperhatikan anda?”

 “Tetap saja kau harus-”

“Aku harus memperhatikan anda? Itu tidak mempengaruhi nilai ujianku. Coba saja. Nilaiku tidak akan turun meski hanya 0,1 poin. Aku baik dalam segala pelajaran. Kalau anda berani mengurangi nilaiku hanya karena aku tidak memperhatikan ketika pelajaran berlangsung, akan kulaporkan kepada Dinas Pendidikan! Aku tidak salah! Yang penting aku pintar, itu saja, ‘kan?” cerocosnya membuat Pak Kim, guru matematika yang merangkap sebagai wali kelasnya diam seribu bahasa.

Suara desahan Pak Kim terdengar sampai penjuru ruangan. Dara adalah yang terkuat.

Seungri bertepuk tangan kecil. “Waahhh, dia sangat hebat. Aku takjub dibuatnya.”

“Aku harus mengakui ketangguhannya.” Gumam Seunghyun menggelengkan kelapa.

Hyung, haruskah kita menjadikannya sebagai pemimpin BigBang?” tanya Seungri asal bicara.

Jiyong melirik tajam. Matanya seakan memancarkan laser pembeku ke arah Senghyun dan Seungri.

Perdebatan singkat itu berakhir setelah bel istirahat berbunyi. Daesung, Youngbae dan Seunghyun segera berhamburan berlari meninggalkan kelas, sedangkan Seungri menyusul di belakang dengan langkah gontai. Bom sudah bersiap menggandeng tangan Dara. Suasana baik-baik saja sebelum Jiyong datang mendekati Dara. Astaga, kegilaan macam apa yang akan terjadi sekarang.

Jiyong menoyor kepala Dara. “Dasar bodoh!”

YAK! KWON JIYONG!!” Dara merasa tenggorokannya kering hanya karena satu teriakan.

“Aku bertanya-tanya, bagaimana gadis tidak sopan sepertimu bisa ada di dunia ini.”

“Berhentilah menggangguku, bastard! Pergi!” Dara berteriak frustasi.

Merasa belum puas, Jiyong mendekatkan bibirnya ke telinga Dara. “Ah, kemarin-”

Go away!!

Bom meremas tangan Dara disertai ekspresi sebalnya. “Kau kencan dengannya? Jelaskan padaku!”

“Tidak, Bom. Aku akan menjelaskannya setelah makan. Sekarang, ayo kita-”

Tiba-tiba, dari arah belakang seseorang menepuk bahu Dara. “Sandara Park,”

Dara berbalik, kemudian mengerutkan keningnya. “Ada apa, Jessica Jung?”

***

next>>

Note:

Annyeong!! I’m comeback! Aku membaca semua comment kalian dan aku sangat berterimakasih. Oh iya, ada banyak yang bingung masalah latarnya. Maaf, readers. Ff-ku memang memiliki banyak kekurangan dan aku akan berusaha memperbaikinya. Jangan lupa untuk senantiasa memberi comment, okay? Luv u. Pyoong^^

30 thoughts on “Bad Boy For Bad Girl [Chap. 3]

  1. Wkekekekekeke.. Dara kok mau sj di cium oleh jiyong kalo ga da rasa trtarik. Haha seiring brjlanny wktu slalu brsama psti da rasa suka. Apa jiyong cowo prtama yg cium dara. Haha

  2. Woohoo semakin keren.. Aku lupa mau ngomong, set tempat dan waktunya tolong di cantumin aku sedikit terkecoh sama latar tempatnya tapi ini semakin bagus. Jessica jung, pendiam yang mengerikan. Kupikir lebih baik dara dibanding jessica. Wah ini mah yang pertama suka jiyong. Mereka pasti berakhir dengan kisah cinta yang romantis.*Aku ngomong apa?* aku tau jessica mau ngomong apa. “sandara park, temui ajalmu” hahaha

  3. WOWOWOWOWOOWOWOWOWOWOWOWOO
    lama ga ngecek DGI eh tau tau ada ini, bagus bgt bagus bagus👍👍👍👍👍
    bikin greget thor, dara bandel ya tuhan. btw, masing bingung sbnernya kemana mamanya dara skrg hehe.
    di tunggu next nya ya thor^^

Leave a comment