Lost in Love [Part 8]

lil

Author : dinaspvtd Main Casts  : Kwon Jiyong (19th), Park Sandara (19th) Support Casts : Kim Jaejoong (19th), Choi Sulli (18th), YGFamilies, Bigbang’s & 2NE1’s members

Mian yaa kalo mgkn masih pendek chap.nya *bow* dan do mianhae, karena mgkn sampai hari rabu aku belum bisa menyempatkan waktu menuli lanjutannya. Hari rabu malam akan aku segera lanjutkan ya setelah kuliah!

happy reading.. i hope you guys gonna love this FF.

JAEJOONG (AUTHOR POV)

Jaejoong, Dara, Jiyong dan Sulli kini tengah duduk bersama dalam satu meja makan berukuran panjang dan mewah. Sesekali satu dengan lainnya saling menatap, mencoba mencari cara untuk mencairkan suasana, memulai suatu topic, namun telah kurang-lebih 5 menit mereka semua terperangkap dalam atmosfer paling canggung dan tidak nyaman yang tak pernah mereka alami sebelumnya.

Heidi –kepala pelayan di kediaman Dara memasuki ruangan sunyi itu ditemani oleh beberapa pelayan lainnya untuk menyuguhkan hidangan makan siang mereka, setelah mereka selesai dan pergi. Jaejoong menopang dagunya dengan tangan kanan di atas meja dengan raut wajah bosan,

“Jadi? Apakah kalian ‘hanya’ sekedar bertamu?” ucap  Jaejoong diikuti oleh senggolan keras Dara di dadanya.

“Oppa!” Dara mengerutkan alisnya. Jiyong berdeham, dan mulai membuka suara,

“Aniya, geurom..” (*tentu tidak) balas Jiyong tersenyum canggung, lalu arah pandangannya beralih pada Sulli. Dara menatap mereka dengan gusar,

“Sulli bilang padaku, sepulang dari rumah sakit ia ingin mengunjungi kalian, terutama Dara. [menoleh pada Dara] Ia bilang ia ingin mengenalmu, geurae, salahku.. selama ini aku tidak pernah benar-benar mengenalkan kalian secara langsung. Mianhae, Dara, Sulli.”

Dara tersenyum menanggapi, pandangannya dan Sulli bertemu. Keduanya hanya dapat saling tersenyum.

“Ne, eonni-a.. Apa kau keberatan bila aku kemari dengan tiba-tiba? Mian.” Ucap Sulli, wajahnya yang pucat masih dapat menampakkan seulas senyum walaupun itu lemah. Dara meringis.

“Gweenchanhayo, Sulli-a, sejak dulu aku memang sangat ingin mengenalmu lebih dekat. Tapi Jiyong tidak pernah mau melakukannya, aish..” Dara terkekeh sambil sesekali menyuapkan beberapa potong pancake ke dalam mulutnya.

“Ah, jeongmalyo? Kau sangat ingin mengenal Sulli, Dara?” Jaejoong tiba-tiba melontarkan sebuah pertanyaan yang lebih dapat disebut sebagai ‘sindiran’ tepat di telinganya. Dara tersentak, dilihatnya wajah Oppa-nya yang hanya berjarak beberapa inci menyeringai padanya sambil menggesek-gesekkan pisau dan garpunya seperti akan membunuh seseorang. Dara menginjak kaki Jaejoong dengan cukup keras, membuat Oppa-nya itu lantas meringis menahan sakit sambil mengalihkan pandangannya ke jendela.

“Aigoo, lupakan ucapannya. Oppa memang sangat tajam dalam berbicara. Aigoo~” Dara mengibas-ngibaskan tangannya di hadapan Jiyong dan Sulli yang sama –sama tercengang melihat tingkah saudara kembar aneh di hadapan mereka.

“Jaejoong oppa sangat lucu.” Ucap Sulli tersenyum menahan tawanya. Jiyong, yang telah terbiasa dengan tingkah Jaejoong hanya dapat menggaruk kepalanya yang tidak gatal lalu melanjutkan santapan makan siangnya.

Jaejoong menatap Sulli dengan raut wajah datar. Jaejoong adalah iblis berwajah luar  biasa tampan. Ia tidak mudah dipuji oleh gadis manapun kecuali Dara.

Dan yang jauh lebih penting, ia tak pernah sedikitpun menyukai gadis kecil di hadapannya ini.

Tidak akan.

““““““

DARA (AUTHOR POV)

Mereka semua telah menghabiskan waktu makan siang mereka dengan baik, Dara dan Sulli banyak mengobrol, bercerita banyak hal, sesekali bahkan Dara membantunya berjalan karena saat itu Sulli masih dalam kondisi lemah.

Walaupun,

jauh di lubuk hati Dara ia merasa seperti menjatuhkan dirinya sendiri ke dalam lubang dalam, yang penuh dengan torehan luka kapan pun ia berbicara dengan gadis itu.

“Dara eonni..” ucap Sulli. Gadis itu tengah sibuk mengamati bunga-bunga dandelion di pekarangan rumah Dara. Dara yang tepat berada di sampingnya pun menoleh dan tersenyum,

“Ne?”

“Apa eonni sangat menyukai dandelion? Hanya ini yang eonni tanam di pekarangan rumah ini?”

Dara kembali menatap hamparan bunga dandelion yang melambai-lambai diterpa angin musim semi di hadapannya.

“Ya.. aku menyukai mereka. Bukankah mereka sangat cantik?” Dara menjawabnya dengan senyuman, namun langsung memfokuskan kembali pandangannya pada bunga-bunga itu.

“Geurae.. yeppoyo. Neomu yeppohaeyo..” jawab Sulli, lalu ia melangkah mendahului Dara menuju ke hamparan bunga-bunga dandelion di hadapan mereka.

Mereka memang baru saja mengenal dan saling mengobrol seperti ini kurang dari 24 jam, namun entah mengapa Dara merasa Sulli adalah gadis yang sangat baik dan juga lembut. Dara diam-diam menatap Sulli yang kini berjongkok tak jauh dari tempatnya berdiri, menghirup aroma bunga-bunga itu dengan penuh kedamaian.

Pikiran Dara menerawang, ia merasa Sulli sangat cantik. Sulli memiliki sesuatu yang ia tidak miliki, entah.. dirinya merasa Sulli yang tengah dilihatnya saat ini bagaikan seorang malaikat. Wajah cantiknya yang putih pucat terkena sinar matahari , rambut hitam panjangnya yang kontras sangat melengkapi keanggunan yang ia miliki. Dan satu lagi, saat Sulli tersenyum, tertawa, Dara tidak percaya, ia tidak menyangka bahwa gadis semurni dirinya mengidap penyakit yang mematikan seperti ini. Leukimia..

Dara termenung selama beberapa saat, hingga akhirnya kehadiran Sulli di hadapannya mengembalikan pikirannya ke alam nyata,

“Eonni?” ucapnya lembut. Dara terkesiap, lalu tersenyum.

“Ne? ah mian, aku melamun, Sulli-a.” Sulli menggelengkan kepalanya.

“Eonni..” Sulli menggenggam tangan Dara, Dara menatapnya tak mengerti.

“Ada yang ingin kukatakan..”

“Mwondeyo, Sulli-a?” Dara membenarkan posisi duduknya menghadap Sulli. Dilihatnya gadis itu tengah menghirup nafas panjang, menghembuskannya, lalu kembali menatap wajah Dara dalam-dalam.

“Eonni, kau..mencintai Jiyong oppa, bukan?”

DEG

Satu kalimat datar yang sukses memberikan luka di hati Dara saat itu juga. Ia tidak menyangka bahwa Sulli sampai harus mengatakan hal ini secara langsung kepadanya. Dengan memaksakan seulas senyum, Dara pun menjawab,

“Aniya.. kenaapa kau tiba-tiba mengatakan hal seperti itu, Sulli-a?” Dara mencoba untuk tetap bersikap normal.

Namun rasanya begitu berat untuk mengatakan ‘tidak’ pada perasaannya sendiri.

“Gotjimal.” Balas Sulli masih menggenggam tangan Dara dan mengusapnya pelan, Dara menatapnya tidak mengerti.

“Eonni.. aku yakin, Jiyong oppa pasti telah menceritakan padamu tentang penyakitku. Geuraechi?” Sulli tersenyum simpul, lalu menunduk. Dilihatnya wajah Sulli memerah dan setetes air mata pun jatuh.

“Aku.. aku akan melepaskannya, eonni.” Kini Sulli menatap Dara lekat, pandangan mereka terkunci satu sama lain. Air mata Sulli perlahan bergulir di pipinya.

“Sulli-a, apa yang kau bicarakan?” Dara mengusap pipi Sulli lembut, menyeka air mata dengan ibu jarinya.

“Jiyong oppa, dia sangat mencintaimu, eonni. Dia sangat mencintaimu.”

Sulli menunduk dan menangis, sesekali tangan kanannya menutup mulutnya untuk meredam suara tangisannya itu agar tidak ada seorang pun yang mendengarkan. Dara pun terhenyak, perlahan ia merasa matanya pun memanas,

Kalimat itu.

Kalimat yang ia harapkan sungguh nyata dalam hidupnya.

Ia melihat seorang gadis yang juga terluka karena perasaannya.. karena perasaannya terhadap Jiyong. Dan itu sangat menyiksanya.

Dara tidak pernah munafik, ia menginginkann Jiyong. Ia mecintai Jiyong.

Namun di satu sisi, Dara merasa dirinya tidak boleh menyakiti Sulli. Ia tidak ‘bisa’ menyakitinya.

Dara mengusap lembut pipi Sulli, isak tangisnya terdengar.

“Sulli-.. kau lebih mencintainya di bandingkan aku.. Kau, kau lebih membutuhkan dirinya jauh dibandingkan aku.. Jadi kumohon.. jangan katakan apapun lagi. Tolong jangan begini..”

Sulli menggeleng lemah, “Aniya, eonni.. ini tidak benar. Ini tidak benar..Mianhae, mianhae eonni. Nan mianhaeyo..” Sulli memeluk Dara, menangis mengeluarkan segala yang ia rasakan.

Perlahan tangan Dara bergerak membalas pelukannya, keduanya menangis dalam pelukan singkat itu,

“Ini bukan salahmu, Sulli. Bukan.. namun keadaanlah yang membuat ini semua terasa sulit untuk kita..”

Keheningan pun menyelimuti keduanya dalam diam, disela-sela isak tangis, pikiran mereka menerawang melepaskan segenap perasaan, beban, semuanya. Mencoba untuk menarik diri mereka dari keadaan yang sulit, saling berbagi kesedihan, kegelisahan, yang dapat dilakukan oleh siapapun meski hanya dalam 24 jam, meski hanya sesingkat itu.

Di satu sisi, gadis yang satu itu tengah mencoba melepaskan seseorang yang amat berarti bagi dirinya, melepaskan kebahagiaannya, dan mengembalikan kebahagiaannya itu pada pemiliknya.

Dan di satu sisi lainnya, gadis yang satu lagi tengah mencoba menerima, menyambut kebahagiaannya, namun ia terbelenggu pada perasaan  bersalah yang dalam karena hatinya yang begitu bersih, yang tak pernah ingin menyakiti, yang rela terluka untuk orang lain.

Sulli melepaskan pelukannya, diraihnya tangan Dara perlahan, dan menggenggamnya erat,

“Jaga dia baik-baik, eonni..jebal.”

***************

JIYONG (AUTHOR POV)

Ia dan Jaejoong sedang berada di kamar Jaejoong di lantai 2, meminum segelas cappuccino hangat di balkon kamar sambil sesekali mengamati Dara dan Sulli yang tengah asik dengan dandelion di pekarangan. Raut wajahnya menunjukkan keraguan.

“Apa yang kau pikirkan, Jiyong?” ucapan Jaejoong dari dalam kamar mengalihkan perhatiannya.

“Apa maksudmu, Jae?” Jiyong mengerutkan alis. Dilihatnya Jaejoong tengah berganti pakaian dengan mengenakkan sweater rajutan berwarna putih dengan celana senada menghampirinya.

“Kenapa kau membawa Sulli kemari? Untuk menyakiti Dara?” Kini ucapan Jaejoong terdengar tajam. Jiyong hanya bisa tertunduk diam,

“Sulli memohon kepadaku, Jae. Aku sendiri tidak mengerti mengapa tiba-tiba ia memintaku untuk membawanya kemari!” Jiyong mengusap pelipisnya frustasi.

Jaejoong menatapnya dalam diam, lalu kembali memfokuskan pandangannya ke depan.

“Aku percaya padamu, Jiyong.. Kau bukan namja lemah seperti ini.”

Jiyong mendongak, “Lemah? Jae.. aku tidak punya pilihan! Dia tanggung jawabku, tapi..tapi..” ucapannya menggantung, diiringi oleh helaan nafasnya yang berat.

Jaejoong menunduk, mengamati Dara dan Sulli di bawah sana. Dara lebih banyak diam dan mendengarkan, sesekali ia membantu Sulli saat gadis itu mendadak oleng dan terjatuh.

“Dara gadis yang baik, Ji..”

Jiyong tersenyum getir. “Arra.. nado arra..”

“Lalu apa yang sebenarnya kau rasa-“ Sebelum Jaejoong menyelesaikan kalimatnya, Jiyong menoleh ke arahnya dengan mata berkaca-kaca.

“Aku mencintainya, Jae! Aku sangat mencintai Dara!” kini Jiyong tidak dapat menahan gejolak di hatinya untuk menumpahkan kesemuanya. Jaejoong terpaku sesaat, namun setelah itu ia tersenyum menghampiri Jiyong, menenangkan sahabatnya itu dari emosinya, dari bebannya, dari keraguan yang selama ini Jaejoong ketahui.

“Lihat dirimu, Jiyong. Kenapa kau tidak pernah mau mencoba untuk berani mengambil keputusan? Apa lagi yang kau tunggu?”

Ucapan Jaejoong membuat Jiyong bagai sengatan listrik yang selalu berhasil membuatnya lumpuh berbicara.

“Jiyong..” panggil Jaejoong lirih sambil mengelus puncak kepala Jiyong yang saat itu tengah duduk membenamkan wajahnya dengan kedua tangan. Jiyong mendongak menatap Jaejoong, wajahnya masih menampakkan kesedihan.

“Saat aku tau kau memiliki Sulli, awalnya aku tidak mempermasalahkannya. Namun seiring waktu, Jiyong. Seiring waktu aku melihat Dara bersedih karenamu.. Selama ini, tidak bisakah kau melihat apa yang dirasakan Dara terhadapmu?” Jaejoong mengerutkan alis, menunggu reaksi Jiyong.

“Mollayo, Jaejoong-a.. Aku, aku jatuh cinta pada Dara pada pandangan pertama saat kami bertemu di tempat itu.. Aku berhasil mengenalnya, melewati hari-hariku dengannya, hingga aku menyadari semakin berartinya ia bagiku.. [Jiyong menatap Jaejoong] Lalu Sulli masuk dalam hidupku. Itu bukan keinginanku, Jae.” Raut wajah Jiyong menampakkan kekecewaan yang dalam.

Jaejoong menundukkan kepala, menghela nafas berat,

“Arra.. Dan semoga Jiyong, semoga saja semua ini menjadi semakin jelas untuk kalian. Aku hanya seorang kakak, keinginanku hanyalah agar Dara bahagia bersama pilihannya. Dan dia memilihmu, Jiyong. Dia memilihmu.”

Jiyong tersenyum, wajahnya basah oleh air  mata.

““`

Hening.. raut wajah Jaejoong mulai berubah.

“Dan, Ji.. entah mengapa, aku telah merasa bahwa mungkin, Sulli telah memiliki caranya sendiri terhadap kalian berdua.”

Jiyong mengerutkan kening,

“Apa maksudmu, Jae? Aku tidak mengerti.”

Jaejoong terdiam sesaat, pandangannya tertuju kembali pada Dara dan Sulli.

Keduanya kini tengah berpelukan, dan.. menangis. Jaejoong melihat Dara menangis di pelukan Sulli. Sama halnya dengan Sulli yang juga menangis di pelukan Dara.

“Mungkin.. setelah ini semuanya akan menjadi jelas.”

“Jae, ayolah, apa maksudmu berkata seperti itu?” Jiyong berdiri menatap sahabatnya itu.

Jaejoong tersenyum, “Pabo, Jiyonga-a..” Lalu ia menempatkan dirinya di sisi Jiyong, pandangannya menatap lurus ke atas, menatap langit yang cerah.

Jiyong menatapnya, menunggu kelanjutan dari kalimat sahabatnya itu.

“Harusnya kau lebih mengenalnya dibandingkan aku. Meskipun aku tidak menyukai gadis itu, sebenarnya aku tau dia gadis yang baik, Ji. Dan aku yakin, dia tidak akan mungkin bisa tega merebut kebahagiaanmu.”

*************

To be continued..

p.s : mianhaeyo, yeorobun chapterku ga terlalu panjang.. karena aku menulisnya selalu di tgh malam habis ngerjain tugas-tugasku dulu >< aku memberikan part-part yang kurasa cukup inti, namun bila aku sudah longgar dari cekikan tugas2 kampus ini, aku pasti upayakan untuk menulis sedikit panjang dan segera menyelesaikannya ya , mumumu :3

-plannya sih sampe part 10, tapi entahlah.. banyak imajinasi bagus sih hihi

Ppyeong, sarangahae!

<<back next>>

56 thoughts on “Lost in Love [Part 8]

Leave a comment