Dear Love [Chapter. 20] – End

Dear-love
 
 Dear love

By: Princess WG

Disini Jeni ga bermaksud bikin si-cast jadi jahat dsb, Jeni hanya mengikuti alur ceritanya dan sama sekali tidak mengubah keaslian cerita, hanya mengubah cast aslinya ke cast daragon.. Sebenernya udah ngubek-ngubek buat cari si Princess WG ini tapi ga ketemu sama akun resminya dia. Jadi buat princess WG kalo misalnya ngeliat cerita / ff  ini, saya Jeni minta izin yah buat ngerepost ceritanya dan ngubah castnya.. Terima kasih.. Cerita ini sepenuhnya milik Princess WG bukan punya Jeni loh yah.. Thanks! *bow

Cast : Sandara Park
Kwon Jiyong
Lee Donghae
Jessica Jung
Kim Jaejoong
and Find out for yourself ^.^
 

“Berjanjilah padaku, apa pun yang terjadi nanti kamu harus melupakan aku. Kamu harus melepaskan aku.”

“Aku tidak bisa,” bisik Jiyong pedih.

“Kamu harus bisa. Kalau aku berjanji untuk selalu percaya padamu, maka kamu harus berjanji untuk melupakanku. Apa pun yang terjadi nanti. Berjanjilah, Jiyong, berjanjilah kamu akan melupakanku.”

Jiyong tidak sanggup memenuhi permintaannya. Bagaimana mungkin ia bisa melupakan Dara, sedangkan dalam setiap nafasnya saja ia selalu mengingat nama gadis itu?

“Mencintaimu adalah sesuatu yang berharga, yang akan selalu kujaga sepanjang hidupku. Tapi aku tidak bisa terus hidup seperti ini. Besok aku akan menikah dengan Donghae, karena itu aku harus membuang jauh-jauh semua kenangan di antara kita. Izinkan aku bahagia, Jiyong. Bukankah itu yang selama ini kamu inginkan?”

”Aku ingin kamu bahagia, tapi bersamaku. Kenapa kita harus bertemu lagi kalau akhirnya kita tetap tidak bisa bersatu?”

”Mungkin kita memang tidak ditakdirkan begitu.” Dara menatapnya pilu.

“Kamu ingin aku berjanji untuk melupakanmu, melepaskanmu. Tapi bagaimana caranya aku menghilangkan perasaanku? Aku selalu mencintaimu, Dara.”

Dara menyentuh wajah Jiyong dengan tangannya yang gemetar. Air mata menetes dari pelupuk matanya. Ia menangis saat menatap kedua mata kekasihnya itu. Sampai kapanpun Jiyong akan selalu menjadi kekasih hatinya, Dara sadar hal itu. Maka ia pun mencondongkan wajahnya mendekati Jiyong, lalu menciumnya.

Ciuman pertama mereka. Tanpa hasrat yang menggebu-gebu. Lembut. Indah. Penuh cinta.

Jiyong luluh, direngkuhnya Dara dengan segenap jiwanya. Ia siap mengorbankan segala sesuatu yang ia miliki di dunia ini demi satu momentum seindah ini. Momentum di saat Dara merasuki jiwanya.Seolah-olah waktu lima tahun yang selama ini terbuang sia-sia sanggup ditebusnya.

Kalau saja semua ini bisa untuk selama-lamanya. Kalau saja Dara memang bisa menjadi miliknya. Tapi nyatanya tidak… Dara melepaskan dirinya dari Jiyong, matanya merah dan suaranya menyerupai bisikan penuh penderitaan,

“Berjanjilah padaku…. Kamu harus melupakan aku.. “

Belum sempat Jiyong berhasil mengumpulkan semua kesadarannya kembali, Dara sudah sepenuhnya melepaskan diri dari pelukannya. Gadis itu lalu berlari, pergi meninggalkannya di sana. Jiyong ingin mengejarnya, berteriak memanggil namanya untuk memaksanya kembali… tapi lututnya terasa lemas, suaranya seolah-olah hilang.

Yang bisa ia lakukan hanya diam, membiarkan dirinya hancur berkeping-keping. Ia membeku di sana. Tanpa terasa air mata pun menetes tak tertahankan.

***

Pagi-pagi sekali Jiyong berdiri di tepi danau itu seorang diri. Wajahnya kusut tidak karuan, semalam ia tidak bisa memejamkan matanya sedikitpun. Bayangan Dara terus melintas dalam benaknya. Hatinya sungguh hancur. Berkali-kali ia teringat pada permintaan Dara agar ia melupakannya, tapi yang tersimpan dalam benaknya justru betapa dalam cintanya untuk Dara. Beberapa kali ia menegaskan diri untuk melupakan semua itu, tapi ia gagal.

Ia masih ingat betul harum lembut Dara saat ia memeluknya. Manis bibirnya saat ia menciumnya semalam. Air matanya saat ia menangis dan pergi meninggalkannya.

Semuanya begitu lekat dalam pikirannya. Jiyong tahu, saat ini Dara sudah berada dalam gereja. Siap menikah dan menyerahkan seluruh hidupnya pada pria lain. Jiyong meremas dadanya, sakit membayangkan semua itu. Haruskah semuanya berakhir begitu saja?

“Pagi-pagi sudah datang ke sini. Muka dan pakaian sama kusutnya. Sekali lihat saja aku sudah tahu, kamu pasti korban patah hati.”

Jiyong menoleh, melihat seorang pria muda berpakaian rapi tengah berjalan ke situ sambil menenteng biolanya. Ia membuka kursi lipat yang diletakkannya di tengah-tengah hamparan rumput, lalu duduk di sana siap memainkan alat musiknya.

Jiyong sering mendengar tentang si pemuda ini. Ia sering datang ke taman ini pagipagi, lalu bermain biola dengan segenap hatinya. Irama yang dihasilkan dari gesekan biolanya sangat indah, selalu penuh penghayatan. Tapi tidak ada yang tahu siapa nama pemuda itu, orang-orang hanya memanggilnya si Musisi Jalanan.

Jiyong memalingkan wajahnya tak peduli. Tak lama kemudian si Musisi Jalanan itu kembali berceloteh,

“Kalau mau menangisi nasib burukmu, tempat ini memang tempat yang paling tepat. Aku menjulukinya Taman Sejuta Tangisan, tapi tempat ini juga tempat berseminya cinta maka aku pun menjulukinya Taman Sejuta Harapan. Karena manusia itu selalu menangis dulu baru berharap kemudian. Ada yang bilang pribahasa ciptaanku itu seharusnya terbalik, tapi aku tipe orang yang selalu optimis.”

”Tapi apa yang bisa kuharapkan? Apa pun yang kulakukan semuanya sudah tidak bisa mengubah keadaan.”

“Pasti seorang gadis sudah mencampakkanmu kan?” Dia terkekeh-kekeh,

“Lebih baik sama biola, selalu setia.”

Jiyong tersenyum pahit.

“Memangnya apa yang membuatmu bisa berpikiran seperti itu? Tidak ada yang bisa diharapkan, apapun yang kamu lakukan tidak bisa mengubah keadaan? Kadang kita tidak pernah tahu apa yang sesungguhnya terjadi kalau kita berhenti berharap, berhenti percaya.”

”Apa maksudmu?”

”Maksudku, jangan pernah berhenti berharap pada cinta kalau memang kamu ingin meraihnya kembali. Segala sesuatu di dunia ini tidak ada yang namanya terlambat.” Ia tersenyum, kemudian perlahan-lahan mulai memainkan biolanya.

Jiyong termenung. Lama ia terdiam di sana. Meresapi setiap kata-kata yang meluncur dari bibir orang tidak dikenal itu.

Tiba-tiba saja ia tersentak kaget dari lamunannya. Jangan pernah berhenti berharap pada cinta kalau memang kamu ingin meraihnya kembali

Dan tanpa banyak bicara lagi Jiyong langsung mengambil langkah seribu meninggalkan taman itu, berlari sekencang-kencangnya.

————————————————————————————

Alunan denting piano yang merdu dan suara lembut Bom yang melantunkan lagu Angel membius semua undangan yang duduk berjejeran di dalam gereja.

You’re in the arms of the angel…..

Dulu sewaktu masih duduk di bangku sekolah, Bom dan Dara sama-sama

menyukai lagu yang dinyanyikan Sarah McLachlan itu. Dan mereka membuat perjanjian satu sama lain, jika kelak salah satu dari mereka menikah maka yang lainnya akan membawakan lagu itu dengan iringan piano. Baik Bom maupun Dara memang sama-sama mahir memainkan piano.

Dan Bom memenuhi janjinya. Saat ini ia memainkan lagu itu, mengiringi langkah Dara yang mulai muncul di depan pintu gereja. Seluruh undangan yang memenuhi gereja itu menengok ke belakang, ke arah pintu. Mereka berseru tertahan, menahan nafas bersiap-siap menikmati moment berharga ini.

“Kamu sudah siap, Dara?” bisik Papa yang berada di sampingnya,

“Sebelum kita melangkah ke altar itu, ada satu hal yang ingin Papa tanya padamu. Apakah kamu mencintai Donghae sebesar cintamu pada pemuda itu?”

Dara menatapnya bingung,

“Ini bukan saat yang tepat untuk menanyakan itu, Pa.”

”Papa tidak bermaksud menyerangmu di saat-saat penting seperti ini. Tapi Papa bisa merasakan, sepertinya kamu tidak bahagia dengan pernikahan ini. Apa… kamu melakukannya karena terpaksa?”

”Apapun alasannya, Pa… aku harus tetap menikah dengan Donghae.”

Akhirnya Papa mengangguk, tak bertanya-tanya lagi.

Perlahan-lahan Dara mulai memasuki pintu gereja, ia mengenakan gaun pengantin yang sangat indah hasil rancangan desainer pilihan Ibu Donghae. Penampilannya sungguh luar biasa cantik. Seluruh mata tertuju padanya, berdecak kagum sambil melemparkan senyum padanya. Dara mengapit sebelah tangannya di lengan Papa, bersama-sama mereka melangkah menuju altar.

Donghae sudah berdiri di sana dengan jas putihnya, ia berdiri terpana mengagumi pengantinnya. Hatinya berbisik memuji betapa beruntung dirinya.

————————————————————————————

Jiyong terus berlari dan berlari….. mengikuti kata hatinya. Ia tidak merasakan sakit di sekujur tubuh dan kakinya. Ia tidak peduli sedikitpun. Ia hanya terus berlari. Tak mau menyerah hingga ia sampai di gereja itu, menjemput kekasihnya. Sedikit pun ia tidak boleh terlambat!

————————————————————————————

Dara berjalan perlahan-lahan, membalas semua senyuman tamu undangannya. Ia melihat mereka satu per satu. Semuanya hadir di sana. Teman-teman sekolahnya termasuk Jaejoong,

Chaerin, dan Bom yang sedang memainkan lagu mereka. Teman sepermainannya sejak kecil, salah satunya Jessica yang sedari tadi terus menahan air mata haru. Lalu kerabat jauhnya, dan seluruh keluarganya. Mamanya, Hanbyul dan Dongwook, mereka tak henti-hentinya tersenyum menyaksikannya berjalan menuju altar.

Dara tersenyum pada mereka semua.

Tapi tak ada seorang pun yang tahu betapa sakitnya hati Dara saat itu, betapa berat langkah kakinya untuk menghampiri Donghae. Mereka tidak tahu Dara tengah melangkah menuju mimpi buruknya.

————————————————————————————

”Hei, berhenti!!!” teriak seorang security saat Jiyong menerobos memasuki halaman gereja. Petugas keamanan berbadan kekar itu mencegat langkah Jiyong, Jiyong berusaha melawan namun sulit sekali.

“Aku harus masuk ke sana! Jangan halangi aku!”

————————————————————————————

Dara sampai di sebelah Donghae. Papa melepaskannya dan menyerahkannya pada Donghae. Donghae tersenyum singkat lalu mengandeng tangan Dara di depan pendeta.

Pendeta itu memulai upacara dengan membaca bait dari salah satu ayat dalam Alkitab. Sekilas Dara menoleh menatap Donghae di sampingnya, ia yakin ia sudah berbuat yang benar.

Lalu tiba-tiba terdengar suara dobrakan pintu yang menggelegar memekakkan telinga. Suaranya begitu kencang hingga memenuhi setiap sudut gereja itu. Semua tamu menengok ke belakang, terperangah melihat kedatangan Jiyong.

Tapi yang mau pingsan adalah Dara. Ia menahan nafas tak percaya melihat siapa yang sedang berdiri di depan pintu masuk. Jiyong! Nafasnya tersengal-sengal, sekujur tubuhnya basah oleh keringat.

“Dara, “ teriak Jiyong lantang,

“Jangan lanjutkan pernikahan ini!!”

Seluruh tamu undangan berseru kaget. Beberapa bangkit berdiri saat melihat Jiyong semakin nekad memasuki gereja itu.

“Apa-apaan ini!!” Donghae turun dari altar menyambut Jiyong dengan wajah penuh dendam. Beberapa security berlari sangar menghadang Donghae, mencoba menarik dan mengusirnya keluar.

“Jangan sampai Kamu menikah dengannya, Dara!! Kalau kamu memang masih mencintaiku, jangan menikah dengannya!”

“CEPAT BAWA DIA PERGI DARI SINI! AKU TIDAK MAU MELIHATNYA BERKELIARAN DI SINI!” teriak Donghae hingga bergema.

“TIDAK !! DARA, KAMU HARUS MENDENGARKAN AKU! INI SEMUA BELUM TERLAMBAT, JANGAN MENIKAH DENGANNYA!”

”CEPAT USIR DIA!!”

“KAMU TIDAK BISA MENGUSIRKU! AKU HARUS BICARA PADANYA!”

”AKU TIDAK PEDULI! DARA AKAN SEGERA MENIKAH DENGANKU, AKU TIDAK AKAN MEMBIARKAN KAMU MENGACAUKAN SEMUANYA BEGITU SAJA! CEPAT BAWA DIA PERGI!!!”

“AKU TIDAK AKAN PERGI!”

“KAMU HARUS PERGI!!! TIDAK ADA YANG PERLU KAMU BICARAKAN LAGI DENGAN DARA!”

“Tunggu. Biarkan dia bicara.”

Semua orang terpaku diam. Mereka menoleh ke altar, tercengang saat menyadari suara itu berasal dari Papa Dara. Dara tak kalah kagetnya, ditatapnya Papa lekat-lekat.

“Biarkan dia bicara.” Papa maju mendekati Donghae dan Jiyong, lalu mengangguk pada security yang menahan tubuh Jiyong, “Lepaskan dia.”

Mereka menuruti perintah Papa dan langsung mundur. Papa menatap Jiyong dengan penuh wibawa,

“Lima tahun yang lalu aku tidak pernah memberimu kesempatan untuk bicara. Sekarang… bicaralah. Katakan semua yang mau kamu katakan di depan Dara, di depan kami semua.”

Donghae berang, “Om!! Kenapa Om biarkan dia bicara?! Ini hari pernikahanku!!”

Tapi Jiyong tidak memperdulikannya, ia lalu berjalan gontai mendekati altar tempat Dara berdiri. Lidahnya terasa keluh saat bertatapan dengan Dara,

“Dara…” Jiyong mengulurkan tangannya,

“Aku tahu denganku, kamu tidak akan mendapat apa-apa. Tapi aku bisa selalu membuatmu bahagia. Akan kupertaruhkan semuanya demi itu. Aku tahu kamu masih mencintaiku, jadi kumohon jangan teruskan pernikahan ini.”

Tapi Dara memalingkan wajahnya, “Maaf, Jiyong, aku tidak bisa.”

Ia menangis dalam hati. Sadarlah, ini semua kulakukan demi kamu! Cepatlah pergi dari tempat ini dan jangan berpaling lagi. Jangan membuatku menangis lagi…

“Kamu dengar kata-katanya kan?!! Cepat kamu angkat kakimu dari sini!!” Donghae tidak mau memberi kesempatan lebih banyak lagi untuk Jiyong, buru-buru ia menarik Jiyong keluar.

“Dara, dengarkan kata hatimu!! Kamu masih mencintaiku bukan? Aku tahu itu!! Jangan sampai kamu hancurkan semuanya dengan menikahi pBom ini!! Malam itu kamu memintaku untuk berjanji melupakanmu, aku tak bisa!! Sampai kapanpun aku akan selalu menunggumu! Aku akan selalu menyimpan semua kenangan kita!! Karena aku mencintaimu! Kamu dengar itu, Dara?! Aku mencintaimu! Aku tahu kamu pun juga begitu!!” teriak Jiyong makin menjadi-jadi saat Donghae menyeretnya keluar,

“Kamu bilang, buat apa kita bertemu lagi kalau akhirnya kita tetap tidak bisa bersatu?! Aku tidak percaya kita tidak bisa bersatu! Aku datang ke sini karena aku percaya kita bisa meraih apapun selama kita masih saling mencintai!!”

Dara menunduk, ia tak tahan lagi. Suara Jiyong begitu menyayat-nyayat hatinya.

“Jangan takut pada apapun!! Percayalah padaku!!!!”

Tidak…. aku tidak mau dengar!!! Dara jatuh berlutut, menutup kupingnya. Aku tidak mau dengar!!

“DARA!!”

Di luar gereja, Donghae menjatuhkan Jiyong dengan kasar. Kemaraannya sudah memuncak pada pemuda itu,

“Kamu cari mati! Kamu sudah tahu kan, apa akibatnya kalau kamu sampai berani mengganggu hubunganku dengan Dara!! Kamu akan kuhabisi!”

Jiyong cepat bangkit berdiri, ia tidak takut,

“Aku tidak akan membiarkan Dara menikah dengan orang sepertimu!! Kamu tidak pantas mendampinginya!”

”Lalu siapa yang pantas? Kamu?!” Donghae tertawa tergelak-gelak,

“Jangan membuat lelucon dan jangan bermimpi!! Sampai kapan pun juga kamu tidak akan pernah bisa mendapatkan Dara!! Kamu dengar?! Sampai kapanpun Kamu tidak akan pernah mendapatkan Dara!”

Donghae melirik pada beberapa security bayarannya, orang-orang itulah yang kemarin mengeroyok Jiyong.

“Aku tidak mau pernikahanku ini ternoda dengan sampah seperti dia,” ujar Donghae dingin,

“Habisi dia, terserah mau kalian apakan!! Pastikan saja dia tidak akan pernah muncul lagi di depan mataku!!”

Donghae langsung pergi meninggalkannya, kembali masuk ke dalam gereja seolah-olah tak ada yang terjadi. Ia tidak memperdulikan jerit-jeritan Jiyong saat orang-orang itu menyeretnya pergi dan siap menghabisinya di tempat lain.

Tapi kemudian langkah Donghae terhenti. Apa yang terjadi?

Dara berlari meninggalkan altarnya. Semua tamu undangan berseru kaget, suasana dalam gereja berubah menjadi begitu gaduh. Para wanita menjerit, memekik.

“Apa yang kamu lakukan?!!” Donghae mencegat Dara dengan kasar sekali,

“Kembali ke dalam sana, Dara!”

”Aku tidak mau!”

“AKU BILANG KEMBALI KE DALAM SANA!!!!” Donghae menariknya hingga tangan Dara terluka. Dara memekik kesakitan. Dari tempatnya, Dara melihat orang-orang Donghae membawa Jiyong keluar dari gereja itu dan mereka beramai-ramai menghajarnya. Tak ada yang mencegah mereka, tak ada yang menolong Jiyong. Semuanya ketakutan melihat kejadian itu.

Dara pun ketakutan. Ia merasa nyawanya ikut melayang saat menyaksikan Jiyong

dibantai habis-habisan oleh mereka.

“Kamu kejam sekali! Lepaskan dia!! Lepaskan dia!!”

Semua tamu undangan berbondong-bondong keluar dari dalam gereja, mereka menyaksikan pemandangan itu dengan tak percaya.

“Donghae, lepaskan anakku!” Papa datang menolong Dara,

“Kamu sudah gila! Apa yang kamu lakukan! Cepat lepaskan Dara atau aku akan berbuat sesuatu yang akan membuatmu menyesal!!”

Donghae kebingungan. Sialan!! Bangsat!! Bajingan!!! Ia mengumpat-ngumpat kasar saat semua orang menuding dan memaksanya melepaskan Dara. Kedua orang tuanya tampak begitu terpukul.

Jaejoong berlari kencang ke tempat Jiyong. Ia datang menolong Jiyong meski ia tahu mungkin semuanya sudah sedikit terlambat.

Sedetik kemudian, yang Dara tahu hanyalah tiba-tiba ia terlepas dari Donghae. Ia tidak bisa berpikir apa-apa lagi, langsung berlari menghampiri tempat Jiyong dan mendapatkan pemuda itu roboh di depan matanya. Dara memekik ketakutan. Ia berlutut dan meraih tubuh Jiyong yang lunglai. Jiyong belum pulih sejak peristiwa pengeroyokan beberapa hari yang lalu, dan kini ia dihajar lagi. Keadaannya benar-benar menggenaskan.

“Jiyong!! Jiyong, sadarlah!!” Dara memeluknya erat-erat saat Jiyong tidak sadarkan diri. Tubuhnya lemah sekali. Dara semakin histeris, “Jiyong!!!”

Jaejoong berdiri mematung di sana. Setelan jas-nya compang-camping tapi ia tak peduli.

Jantungnya berdetak kencang saat mendengar teriakan Dara. Dengan mata kepalanya sendiri ia bisa melihat darah segar yang merembes dan membasahi seluruh gaun putih Dara. Itu darah Jiyong. Ia terguncang. Darah itu terus mengalir……

“Jiyong!!!!” Jeritan Dara menyayat hati semua yang mendengarnya. Tapi Jiyong tidak menjawabnya. Ia terbaring kaku dalam pelukan Dara.

***

2 minggu kemudian…

Di taman itu Dara berdiri sambil menenteng kopernya. Kemudian I meletakkan koper itu ke bawah, dipandanginya pemandangan sore yang indah membentang di depan matanya. Ia tersenyum pedih.

Hari ini ia akan berangkat ke London. Mungkin ini sore terakhir yang bisa ia nikmati di taman ini. Taman tempatnya pertama kali jatuh cinta pada Jiyong, tempatnya berpisah dengan Jiyong dan berjanji melupakannya, lalu tempatnya bertemu kembali setelah lima tahun berpisah. Taman bersejarahnya. Ia merasa berat untuk meninggalkan tempat itu, sama seperti lima tahun yang lalu.

Tapi ia tetap harus pergi.

Tiba-tiba Dara teringat sesuatu. Ia memasukkan tangannya ke dalam saku jaketnya, lalu mengeluarkan sebuah koin kecil. Kalimat yang diucapkan Jiyong lima tahun lalu, saat ia pertama kali membawanya kemari terngiang-ngiang kembali,

“Kamu tahu? Dulu orang-orang bilang kalau kita melempar koin ke danau ini dan meminta permohonan apa saja, pasti akan terkabulkan.”

Dara tersenyum penuh arti. Ia mengenggam koin itu erat-erat, kemudian melemparkannya ke dalam danau.

Sunyi.

Lima tahun yang lalu aku tidak memasukkan Jiyong dalam permohonanku. Kini aku hanya ingin satu hal, aku ingin selalu bersamanya.

Dara mengigit bibirnya, lalu menunduk lirih. Perlahan-lahan ia membungkuk dan mengambil kopernya, siap untuk mengangkat kakinya pergi.

Dan saat itu….. datang seorang anak kecil. Anak kecil yang cantik dan manis sekali, ia berlari-lari menghampiri Dara sambil membawa setangkai mawar. Mawar merah. Dan ia menyodorkan mawar itu pada Dara. Dara tertegun.

“Unnie, mawar ini untuk unnie.” Kata anak kecil itu, kemudian berlari pergi.

Belum habis Dara tertegun, datang lagi seorang wanita tua. Wanita yang sangat gemuk namun wajahnya begitu cerah. Ia datang menghampiri Dara, lagi-lagi menyodorkan setangkai mawar merah di depan wajahnya.

“Ini untukmu, Nak.”

Dara menerimanya dengan heran.

Datang lagi satu orang. Kali ini pria setengah baya yang rapi dengan pakaian kantornya. Dan di tangannya juga ada setangkai mawar.

“Untukmu.”

Begitu terus kejadiannya hingga ada 29 tangkai mawar di pelukan Dara, masing-masing dari orang yang berbeda. Orang-orang itu langsung pergi begitu saja tanpa menjelaskan lebih lanjut lagi. Tapi mereka semua pergi dengan seuntai senyum. Dara semakin kebingungan. Lalu entah dari mana Dara mendengar alunan musik biola.

Ia menoleh. Si Musisi Jalanan tengah duduk di atas kursi lipat, memainkan biolanya dengan alunan musik yang begitu indah dan penuh penghayatan. Membentuk sebuah simfoni yang begitu mengugah perasaan. Entah kenapa air mata menggenang dipelupuk mata Dara saat pemain biola itu tiba-tiba mendongak kepalanya dan melemparkan senyum padanya.

Lalu di tengah-tengah alunan musik itu, Dara mendengar suara yang begitu lembut. Suara yang sangat dirindukannya.

“Ini untukmu.”

Dara menoleh cepat. Ia tak menyangka Jiyong berdiri di sana, memberikan setangkai mawarnya yang terakhir. Senyum mengembang dari wajahnya yang masih penuh luka.

“Lima tahun yang lalu, aku menjelajahi seisi taman ini hanya untuk memberimu setangkai mawar yang sudah layu. Tapi saat itu aku berani yakin sepenuhnya kalau aku sungguh mencintaimu. Dan kini aku tidak memberimu mawar yang layulagi. Cintaku tidak pernah berubah, tidak peduli meski bunga yang kuberikan layu atau hidup.”

Dara mengigit bibirnya, tercengang sekaligus terharu saat 29 orang yang tadi memberinya mawar tiba-tiba berkumpul di belakang sana, memandangi mereka dengan senyum tertahan.

Dara menerima mawar terakhirnya dari tangan Jiyong. Mawar ke-30nya. Ia tersenyum, tak sanggup menyembunyikan kebahagiaan di dalam hatinya.

“Aku tidak punya apa-apa, mungkin tidak bisa setiap hari menghujanimu dengan semua kebahagiaan di dunia ini. Tapi aku berjanji padamu dan diriku sendiri, aku akan selalu mencintaimu dengan seluruh hatiku, mencintaimu setiap hari sepanjang hidupku. Dan kalau kamu tidak keberatan, aku ingin mencoba untuk membahagiakanmu.”

Jiyong mengeluarkan sesuatu dari sakunya, sebuah gelang. Gelang yang dikembalikan Dara waktu itu.

Kemudian tanpa berkata-kata lagi ia memakaikan gelang itu di pergelangan tangan kiri Dara. Ia mendekati Dara, menatapnya dalam-dalam seolah-olah tidak ada jarak di antara mereka,

“Sebelum Kamu pergi ke London, aku hanya ingin memastikan aku tidak mengulangi kesalahan yang sama seperti yang kita lakukan lima tahun yang lalu di taman ini. Kali ini aku tidak mau terlambat lagi. Jadi sebelum kamu pergi, Dara, katakan padaku…. apa kamu mau menerima aku kembali?”

Dara mengatup bibirnya dengan tangan, wajahnya merona merah dan dalam sekejap tawanya meledak. Jiyong tersenyum,

“Itu artinya ‘iya’?”

Kemudian ia menarik Dara ke dalam pelukannya. Semua orang yang sejak tadi menyaksikan mereka serempak bertepuk tangan, bahkan ada yang menangis terharu.

“Aku mencintaimu.” Bisik Dara untuk pertama kalinya.

Jiyong melepaskan pelukannya dan membungkuk, perlahan-lahan menciumnya dengan lembut.

Semua pengunjung taman semakin bertepuk tangan. Dan tiba-tiba saja baik Dara maupun Jiyong sama-sama tersipu malu. Jiyong merangkul pundak Dara, melambai pada mereka,

“Terima kasih ya, sudah membantuku memberinya bunga.” Dara berbisik kecil setelah mereka mulai berbubaran,

“Kenapa Kamu pakai ide konyol seperti ini? Dan kenapa Kamu bisa ada di sini! Kamu pasti kabur dari rumah sakit ya!” Dara melotot cemas. Jiyong seharusnya masih terbaring di rumah sakit sekarang, ia sengaja berangkat ke London tanpa memberitahunya karena ia tahu betul kondisi Jiyong masih sangat lemah. Bahkan ia sadar saat ini Jiyong tidak sanggup berdiri tegap. Hatinya terharu melihat pengorbanan pemuda itu.

“Begitu mendengar dari Jessica Kamu hari ini akan berangkat ke London untuk melanjutkan kuliahmu, aku langsung cabut semua infus dari tanganku, langsung lari ke sini!”

“Kamu gila!” Dara tertawa,

“Lalu pemain biola itu… Kamu juga yang menyiapkannya?” Jiyong tertegun sesaat, ia mengandeng tangan Dara menghampiri Musisi Jalanan yang masih larut dalam permainannya itu. Kemudian mereka berdua berdiri di depannya, diam untuk menghayati setiap alunan musik biolanya dan meresapi setiap detik kebersamaan mereka.

Begitu permainannya selesai, Jiyong langsung menanyakan apa lagu yang dimainkannya itu mempunyai judul. Si Musisi Jalanan tersenyum pada mereka,

“Ini lagu ciptaanku sendiri, lagu yang kudapat dari begitu banyak orang yang kuamati di taman ini. Judul? Aku tidak pernah memberi judul pada setiap lagu ciptaanku. Tapi karena aku paling suka mengamati kisah cinta semua pengunjung taman ini, mungkin lagu ini akan kuberi nama Dear Love, sama seperti keinginanku untuk menyapa setiap cinta yang bersemi di sekitarku. Termasuk kalian.” Jiyong tersenyum, kemudian menatap Dara di sampingnya. Ia mempererat gengaman tangannya.

Dear Love…

Apa kalian masih ingat? Dulu aku pernah bilang, aku ingin sekali keluar Dari kehidupanku yang serba membosankan. Aku ingin sekali punya cerita cinta yang unik, yang indah dan berakhir bahagia. Tentu saja aku tidak berharap kisah cintaku bias menjadi sedemikian rumit. Tapi aku lega karena pada akhirnya semua ini berakhir bahagia. Aku tidak bisa menjelaskan bagaimana perasaanku saat ini, mungkin senang… mungkin deg-degan… tapi yang pasti cinta telah membuatku bahagia.

Kata orang cinta itu buta. Mungkin ada benarnya juga… entah bagaimana aku menjelaskan pada kalian semua. Aku hanya ingin kalian selalu percaya bahwa cinta itu selalu ada, jangan pernah ragu mencintai seseorang hanya karena kalian takut menghadapi semua resikonya. Bukankah cinta itu selalu kuat dan siap menopang kalian?

Dan cinta bisa memberi sayap pada kalian semua, membawa kalian terbang tinggi. Tapi ada saatnya bagi kalian untuk jatuh…. benar kata orang, semakin tinggi kita terbang, semakin keras dan sakit saat kita jatuh. Tapi jangan khawatir, sayap yang patah itu akan segera terbentuk kembali kalau kalian tidak pernah berhenti percaya.

Hm…. apa lagi yang harus kuceritakan? Oh ya, Jessica sekarang sudah diangkat jadi kepala manajer di perusahaan Pamannya. Ia kelihatannya sangat menikmati pekerjaannya. Meskipun banyak yang mengungkit-ungkit keberhasilannya dengan unsur koneksi, tapi Jessica tidak peduli. Ia memang selalu begitu. Selalu menjadi dirinya sendiri tanpa mau peduli kata orang lain. Tapi sifatnya tidak pernah berubah, keras kepala dan suka sekali ganti-ganti pacar. Aku bahkan sudah lupa siapa nama pacar terbarunya. Percuma saja diingat, minggu depan juga sudah ganti.

Lalu Jaejoong… cinta pertamaku dan sahabat baikku. Dua minggu setelah aku sampai di London, aku menerima kabar darinya kalau ia akan segera melamar Yoona. Aku turut senang, semoga saja Yoona menerima lamarannya. Aku sungguh berharap Jaejoong bias bahagia.

Bom dan Chaerin. Mereka seperti tidak pernah kehabisan cerita. Chaerin masih bergelut dengan dunia tarik suaranya, jangan kaget kalau suatu hari nanti kalian akan mendapatkan berita tentang sensasi penyanyi baru. Selamanya aku akan menjadi penggemar nomor satunya. Bom sudah bertunangan dengan seorang bankir muda, TOP kalau tidak salah. Akhirnya mimpinya terwujud juga, menikah dengan pangeran tampan yang kaya.

Aku dan Jiyong baik-baik saja. Meski aku sekarang sangat merindukannya. Aku di London meneruskan kuliahku dan dia di sana. Dia selalu penuh kejutan, sebentar-bentar bilang jabatannya sudah mau dipromosikan… sebentar-bentar bilang mau pindah rumah… Tapi aku rindu sekali padanya…. Apa kalian ada waktu untuk menyampaikan salamku padanya? Katakan padanya…. aku selalu mencintainya.

———————————————————————————————

Dara menutup latopnya. Tersenyum kecil, kemudian beranjak masuk ke kamarnya.

The End

I don’t know but i believe
That some things are meant to be
And that you’ll make a better me
Everyday I love you
I never thought that dreams came true
But you showed me that they do
You know that i learn something new
Everyday i love you
Coz I believe that destiny is out of our control
And you’ll never live
Until you love with all your heart and soul
 
It’s a touch when I feel bad
It’s a smile when I ged mad
And all the things I have
Everyday I love you
If I ask, will you say yes?
Together we’re the very best
I know that I am truly blessed
Everyday I love you
And I’ll give you my best
Everyday I love you….
( Everyday I love you : Boyzone )

Chapter : 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20

Helloooo~ Akhirnya story ini end, makasih buat komennya selama ini, Jeni bakal jarang bisa update lagi setelah ini soalnya udah kelas 12, waktu buat santai2 bakalan jarang ada, tunggu aja ya update-an Jeni selanjutnya .. Makasig buat para readers selama ini yg udah mau support author maupun translalor yg ada di dgi.. tanpa kalian web ini mungkin ga bakalan begini.. Buat chichan unnie, zhie unnie, dilla unnie,, makasih juga buat selama ini… makasihhh buat semuanyaa.. Jeni beserta author cerita ini (Princess WG) mohon pamit wkwkwk Sampai ketemu di update-an Jeni selanjutnya ^_^v

dear love

40 thoughts on “Dear Love [Chapter. 20] – End

  1. Im so done with happy ending story. Srsly im really excited with the sad ending. Make it one juseyoo:3 jiyong mati gitu lolol:p
    Tapi aku suka kok sm ending ini<3 daebak saranghae lah<33333

  2. Huaaaa, Ceritanya romantis bangen unn, maaf bru comment, Tp sumpah ini ff lengkap bangetttt, ada sedih,senang,perdebatan, pokok nya WAW deh, SEMANGAT YA UNNIE, UNTUK FF SELANJUTNYA. FIGHTING 😀

  3. gak pernah bosan baca cerita ini meski dah berkali2….
    ff di dgi ke2 yg membuatku terharu setelah mobster for rent….
    usul nih….bikinan sequelnya donk….

Leave a comment