Gonna Get Better [Chap. 2]

untitled-1

Author : rmbintang

Category : Romance

Main Cast : Sandara Park, Kwon Jiyong

“Akhirnya selesai juga.” Dara akhirnya bisa bernapas lega ketika Jiyong memberitahu bahwa sudah saatnya mereka untuk berhenti dan akan melanjutkan pekerjaan mereka besok pagi. Wanita itu kemudian melirik pada jam dinding yang kini telah menunjukkan pukul tujuh malam lalu langsung menatap Jiyong yang sedang membereskan berkas-berkas yang tadi mereka berdua analisis. Jiyong yang merasa sedang diperhatikan langsung mengalihkan pandangannya kepada Dara.

Wae?”

“Aku lapar.” Ujar Dara sambil memegang perutnya.

“Apa kau selalu kelaparan setiap saat?” Tanya Jiyong sambil berdecak karena yang dia ingat belum satu jam sejak wanita itu menghabiskan dua bungkus coklat. “Kita langsung makan setelah kembali ke hotel.” Ujarnya lagi kini sambil menyimpan berkas-berkas yang dia pegang ke dalam tas.

“Aku tidak ingin makan di hotel.” Ujar Dara. “Tadi siang kita makan di sana dan menurutku makanannya sama sekali tidak enak jadi aku ingin makan di tempat lain.”

“Kau ingin makan apa memangnya?”

Ramyeon.”

“Kita jauh-jauh pergi ke Tokyo hanya untuk memakan ramyeon?” Tanya Jiyong sarkas, Dara sedikit merenggutkan bibirnya karena pertanyaan Jiyong itu.

“Aku tiba-tiba ingin makan itu sekarang.” Ujar Dara sambil berdiri kemudian melingkarkan tangannya pada lengan Jiyong. “Bagaimana?” Dara bertanya sambil menatap Jiyong membuat Jiyong yang sedang berjalan menghentikan langkahnya lalu balas menatap Dara yang menunggu jawabannya. “Kalau tidak makan ramyeon aku tidak akan mau makan.” Ancam gadis itu yang malah membuat Jiyong tertawa.

“Kenapa kau mengancamku huh?” Tanya Jiyong setelah dia menghentikan tawanya. “Kau tidak makan juga sama sekali tidak akan berpengaruh pada kelangsungan hidupku.” Sambungnya yang membuat Dara kembali merenggut.

“Arggh Jiyong pokoknya aku ingin makan ramyeon.” Ujar Dara kini dengan nada sedikit kesal karena gagal mengancam Jiyong.

Arasseo.” Ujar Jiyong akhirnya. Wajah Dara langsung berseri senang setelah mendengar jawaban dari sahabat terbaiknya itu. “Aku akan bertanya kepada Masahiro di mana kedai ramyeon terbaik di dekat sini.” Ujar Jiyong lagi ketika mereka berdua berjalan untuk keluar dari ruangan yang telah disiapkan khusus untuk mereka.

“Tidak usah. Aku sudah punya tempat yang ingin aku datangi untuk makan ramyeon.” Jiyong langsung melirik Dara kemudian menatapnya dengan raut wajah penasaran. “Temanku bilang ada kedai ramyeon di Shibuya yang wajib aku coba.” Ujar Dara lagi. “Aku ingin pergi ke sana sekarang.”

“Ya sudah kalau begitu kita langsung pergi ke sana.” Ujar Jiyong kemudian dia melanjutkan langkah kakinya diikuti oleh Dara yang berjalan di sampingnya dengan perasaan yang berseri-seri. Jiyong diam-diam mengulumkan senyuman ketika mendengar Dara menyenandungkan sebuah lagu sambil terus tersenyum bahagia. Bagaimana bisa Dara sesenang ini hanya karena bisa makan ramyeon?

****

“Kau yakin ingin makan di sini?” Tanya Jiyong dengan mata yang dibuka lebar ketika dia dan Dara sudah sampai di kedai ramyeon yang Dara maksud. Jiyong melirik lagi pada kedai itu yang sekarang sudah penuh dengan orang-orang yang mengantri untuk menunggu giliran mereka masuk. Dara mengikuti arah pandangan Jiyong lalu meringis ketika melihat antrian yang sangat panjang.

“Temanku bilang bahwa kedai ramyeon ini memang sangat terkenal dan kita harus mengantri untuk bisa makan di sini tapi aku tidak menyangka bahwa antriannya bisa panjang sekali.” Ujar Dara kemudian kembali menatap pada Jiyong. “Tapi aku sangat ingin makan di sini.”

“Tapi lihatlah antrian itu.” Ujar Jiyong sambil menunjuk antrian panjang di hadapannya. “Mungkin kita baru bisa makan satu minggu kemudian.” Ujar Jiyong hiperbola. Dara masih menatap Jiyong dengam wajah datar. “Bukannya kau sudah sangat lapar? Bagaimana jika kita makan di tempat lain saja, eoh?”

“Perutku bisa menunggu untuk ramyeon itu.” Ujar Dara sambil memegang perutnya.

“Tapi Da,-”

“Aku ingin makan di sini.” Ucap Dara memotong perkataan Jiyong. “Aku tidak masalah jika kau tidak ingin menemaniku. Kau bisa pulang duluan dan makan makanan hotel yang tidak enak itu. Aku akan mengantri lalu pulang setelah perutku kenyang.”

“Jika kau tidak bisa pulang karena tidak tahu arah bagaimana?” Jiyong masih belum menyerah untuk membujuk Dara supaya wanita ini mau diajak pulang sekarang namun Dara hanya menggelengkan kepalanya.

“Aku sudah besar jadi kau tidak usah khawatir karena aku bisa menjaga diriku sendiri.” Katanya dengan mantap. “Sekarang pulanglah jika kau tidak ingin makan ramyeon di sini.” Ujar Dara kepada Jiyong lalu wanita itu langsung berbalik dan berjalan meninggalkan Jiyong untuk menuju kedai ramyeon yang dia inginkan.

Jiyong menghembuskan napas panjang kemudian mulai berjalan mengekori Dara yang kini sudah berjalan beberapa langkah di depannya.

Jiyong Pov

‘Ya Tuhan apa dosaku hingga bisa terjebak dengan Dara di tempat ini?’ Aku terus merutuk di dalam hati sejak aku berdiri di belakang Dara untuk menemaninya mengantri di sebuah kedai ramyeon di kawasan Shibuya. Dara ngotot ingin makan ramyeon di sini padahal antrian di depan kami sangat panjang dan kami sudah berdiri di sini sekitar setengah jam yang lalu namun sepertinya tidak ada tanda-tanda bahwa kami bisa masuk ke dalam kedai dalam waktu dekat.

“Kalau kau bosan kau pulang saja duluan.” Ujar Dara lagi kini sambil menatapku. Aku menggelengkan kepalaku lalu tersenyum kepadanya.

“Aku akan menemanimu.” Kataku. Aku sebenarnya bisa saja pulang seperti yang Dara katakan tapi aku tidak bisa membiarkan Dara sendirian di negara orang. Aku takut sesuatu terjadi kepadanya dan aku tidak mau jika dia digoda oleh lelaki lain jika dia sendirian. Dia selalu menjadi korban rayuan laki-laki aneh jika dia sedang sendirian, hal itu berkat wajahnya yang cantik sekaligus innocent.

Dara sedikit tersenyum setelah mendengar jawabanku kemudian dia mengambil ponselnya lalu mulai bermain game untuk membunuh kejenuhan. Sedangkan yang aku lakukan untuk membunuh kejenuhan saat ini adalah bertukar pesan dengan salah satu wanita yang sedang dekat denganku.

“Jiyong-ah apakah pekerjaan kita bisa selesai besok siang?” Aku langsung menatap kepada Dara ketika mendengar suaranya.

“Aku tidak tahu, kau tahu sendiri pekerjaan kita sedikit membuat sakit kepala jadi aku tidak tahu apakah pekerjaan kita bisa selesai besok siang atau tidak.” Ujarku. “Tapi yang pasti kita harus sudah menyelesaikannya besok malam. Bonus besar menanti kita jika kita menyelesaikannya tepat waktu.”

“Aku tidak peduli dengan bonusnya. Aku hanya ingin menyelesaikan pekerjaan kita besok siang karena ada satu tempat yang ingin aku datangi sebelum kita pulang ke Korea. Besok malam kita harus sudah kembali ke Korea jadi kita harus menyelesaikan pekerjaan kita sebelum pukul 12 siang. Kau harus bekerja dengan baik sehingga pekerjaan kita bisa selesai tepat waktu. Arasseo?” Katanya kepadaku.

“Ya Dara-ah yang ketua tim di sini itu aku jadi yang seharusnya mengatakan ‘kau harus bekerja dengan baik’ itu aku bukannya dirimu.” Dara terkekeh setelah mendengarkan apa yang aku katakan.

“Ah mian, aku hanya terlalu bersemangat.”

“Memangnya tempat apa yang ingin kau datangi.”

“Banyak.” Katanya. “Aku ingin pergi ke beberapa tempat, bisa dibilang aku ingin mendinginkan kepalaku terlebih dahulu sebelum aku kembali ke Korea. Aku jauh-jauh ke Tokyo bukan untuk bekerja, kau tahu sendiri misi utamaku di sini itu untuk berlibur.”

“Mendinginkan kepala?” Tanyaku dengan mata yang dipicingkan. “Satu-satunya hal yang bisa membuat kepalamu kembali dingin adalah dengan berbelanja seperti orang gila.” Ujarku lagi.

“Iya itu adalah salah satu hal yang ingin aku lakukan besok. Jiyongie kau harus menemaniku besok!”

Anni.” Aku menggelengkan kepalaku dengan cepat. “Jika pekerjaan kita sudah selesai aku akan langsung pulang ke hotel untuk berganti baju kemudian mencari tempat hiburan di sini. Sebelum pulang ke Korea aku akan mengajak salah satu wanita Jepang kenalanku untuk bertemu atau mungkin mengajaknya makan malam bersama.”

“Wanita Jepang yang kau jumpai di pesawat ketika akan pergi ke Hongkong?” Tanya Dara yang aku balas dengan anggukkan mantap. “Kau masih berhubungan dengan wanita itu?” Tanya Dara lagi sambil melebarkan matanya.

“Tentu saja.” Ujarku. “Kemarin aku sudah menghubunginya dan dia juga sudah bersedia untuk bertemu denganku. Aku juga harus mendinginkan kepalaku sebelum kembali ke Korea.”

“Ya Jiyong-ah aku curiga jangan-jangan kau punya wanita di setiap negara yang kau datangi.” Ujar Dara sambil menatapku curiga. “Aku tidak tahu bahwa kelakuanmu itu sudah sangat parah seperti ini.” Sambungnya lagi kali ini sambil menyilangkan tangannya di depan dada, menatapku dari atas sampai ke bawah lalu berdecak. “Aku tahu kau tampan, tapi bagaimana bisa kau menyalah gunakan ketampananmu untuk menjerat para wanita malang itu?”

“Ya Dara-ah apa sih yang kau katakan?” Kataku. “Aku akui kau memang benar ketika kau mengatakan bahwa aku tampan tapi aku sama sekali tidak pernah menyalah gunakan anugerah Tuhan yang satu ini karena para wanita selalu datang kepadaku terlebih dahulu. Kau juga tahu itu.”

“Mereka datang kepadamu karena mereka tidak tahu bahwa kau itu sebenarnya adalah predator.” Katanya lagi yang membuatku tertawa.

“Berhentilah mengatakan hal-hal yang bisa membuatku terluka. Dan yang harus kau tahu aku sudah mulai bertobat. Aku tidak lagi menganggap wanita sebagai pelampiasan saat aku sedang butuh sex. Aku sudah bertobat sejak sebulan yang lalu.” Ujarku membela diri.

“Kau sudah bertobat huh?” Tanya Dara. “Jika kau sudah bertobat kenapa kau masih membawa-bawa kondom di dalam dompetmu huh?” Tanya Dara yang langsung membuatku melebarkan mata. Darimana dia tahu aku selalu membawa benda itu? “Bukankah kau membawa-bawa itu sehingga bisa bercinta kapanpun?” aku langsung menutup mulut Dara dengan sebelah tangan.

“Ya!” Bisikku kepadanya. “Kenapa kau sangat frontal, bagaimana jika ada orang lain yang mendenganya huh? Repotasiku bisa buruk karena mulutmu itu.” Bisikku lagi. Dara menggigit salah satu jariku membuatku mengaduh karena sakit kemudian melepaskan tanganku yang tadi menutup mulutnya.

“Apa sih maksudmu? Kita sedang di Jepang jadi tidak akan ada yang mengerti dengan apa yang aku katakan. Tenang saja.” Ujar Dara yang sama sekali tidak peduli dengan aku yang kesakitan. “Dan lagipula aku tidak peduli kau sudah tobat atau belum yang aku pedulikan adalah kau menemaniku besok.” Sambungnya.

Anni. Aku sudah ada janji dengan Nana jadi kau pergi sendiri saja.”

“Nana?”

“Wanita Jepang yang tadi kita bicarakan.”

“Oh salah satu wanita sial yang akan menjadi korbanmu yang selanjutnya?” Tanya Dara.

“Bukan korban, hanya teman. Dia terlalu polos untuk aku jadikan korban.”

“Ah terserah apa katamu. Aku tidak peduli dia akan kau jadikan korban atau apa.” Ujar Dara sambil menggelengkan kepalanya lalu menatapku dengan mata hazelnya. “Jadi kau benar-benar akan membiarkan aku pergi sendirian?” Tanya Dara dengan nada suara yang dibuat mengiba. Aku tahu dia sedang mencoba memperdaya diriku dengan suaranya itu jadi aku membalas dengan menganggukkan kepala yang berhasil membuat Dara kembali merenggut.

“Mau bagaimana lagi? Lagipula kau sudah besar jadi pasti kau bisa pergi sendiri, kan?” Tanyaku. “Dan yang paling penting aku tidak ingin jadi kacung yang akan membawakan semua barang belanjaanmu nanti. Aku tahu sifatmu jika sudah kerasukan setan penggila belanja.”

“Kau tega sekali kepadaku. Bagaimana mungkin kau akan membiarkan aku berkeliaran di Jepang sendirian? Jika ada yang menculikku bagaimana huh? Kau pasti akan sangat merasa bersalah jika aku hilang dan tidak bisa pulang karena tidak tahu arah.”

“Dengarlah apa yang dikatakan oleh seseorang yang katanya sudah besar dan bisa menjaga dirinya sendiri jadi aku tidak perlu khawatir kepadanya.” Ujarku sarkas karena mengingat apa yang Dara katakan tadi ketika dia menyuruhku untuk pulang duluan. Dara merenggut mendengar apa yang aku katakan lalu beberapa saat kemudian salah satu pelayan memanggil nama Dara lalu memberitahu kami bahwa sekarang kami sudah bisa masuk.

“Ah akhirnya.” Serunya sambil tersenyum bahagia. Dara sepertinya langsung lupa dengan kekesalannya kepadaku tadi. Aku sedikit tersenyum ketika melihatnya berjalan dengan riang ke dalam kedai itu.

****

“Wah ini enak sekali.” Ujar Dara ketika dia mengecap kuah dari ramyeon panas yang berada di hadapannya, mereka berdua sudah masuk ke dalam kedai ramyeon terkenal itu dan pesanan mereka sudah sampai beberapa saat yang lalu. “Jiyong coba ini.” Ujar Dara kini sambil melihat kepada Jiyong yang duduk di sampingnya. Dara menyuapkan satu sendok kuah ramyeon itu kepada Jiyong, lelaki itu dengan patuh membuka mulutnya lalu Dara langsung memasukkan sendok itu ke mulut Jiyong. “Enak, kan?”

“Enak.” Jawab Jiyong dengan mengacungkan kedua jempolnya.

Jinjja?” Jiyong menganggukkan kepalanya dengan cepat.

“Aku tidak berbohong, kuah ramyeon ini memang enak jadi pantas saja seorang penggila ramyeon sepertimu sampai rela mengantri hampir satu jam hanya untuk menikmati ramyeon ini, dan harus aku akui aku tidak menyesal karena telah menemanimu.” Ujar Jiyong yang berhasil membuat Dara tertawa ringan.

“Makanlah kalau begitu, aku yang akan membayar.” Ujar Dara kemudian dia kembali mengalihkan perhatiannya pada mangkuk ramyeon yang ada di hadapannya lalu mulai menikmati ramyeon itu. Jiyong sedikit tertawa ketika mendengar bunyi ‘srut’ yang dihasilkan oleh mulut Dara ketika wanita itu menyedot ramyeon enak miliknya.

Jiyong menatap Dara yang masih sibuk mengunyah, dia tidak sadar bahwa sudut bibirnya sedikit melengkung untuk tersenyum ketika memperhatikan wanita yang duduk di sampingnya itu melahap makanannya. Dia sudah sering melihat Dara makan dengan cara seperti itu namun hal itu sama sekali tidak pernah mengurangi sedikit saja aura kecantikan dari wanita yang duduk di sampingnya itu dan jelas hal itu tidak mengurangi kekagumannya pada wanita yang sudah sejak tiga tahun yang lalu menjadi sahabat baiknya.

Mereka bersahabat dengan sangat baik, Jiyong memperlakukan Dara dengan sangat baik begitu juga dengan Dara yang memperlakukan Jiyong dengan sangat baik sehingga rekan-rekan kerja mereka sangat yakin bahwa sebenarnya Jiyong dan Dara adalah sepasang kekasih namun mereka sengaja menyembunyikan hubungan mereka.

Jiyong selalu tersenyum ketika mendengar tentang rumor itu, Dia tidak pernah repot untuk menyangkal rumor tersebut sedangkan Dara selalu mendeklarasikan bahwa dia dan Jiyong hanya bersahabat jika ada orang lain yang menanyakan tentang hubungan mereka yang sesungguhnya.

Dia tidak marah mendengar Dara mengatakan hal itu karena kenyataannya mereka memang hanya bersahabat walaupun sebenarnya Jiyong menginginkan Dara untuk menjadi lebih dari sekedar sahabat tapi dia tidak pernah mengatakannya kepada Dara maupun kepada orang lain. Dia pikir bisa bersama dengan Dara sebagai sahabatnya sekarang sudah lebih dari cukup, karena lebih baik seperti ini daripada akhirnya Dara menjauh jika tahu bahwa Jiyong sebenarnya memiliki perasaan untuk Dara.

Jiyong tahu Dara masih terluka karena pengkhianatan yang pernah dilakukan oleh mantan kekasihnya dua tahun yang lalu. Dia melihat sendiri Dara menangis malam itu, menangisi pria brengsek yang tidak pantas untuk mendapatkan air mata Dara, Dara menangis di dalam pelukan Jiyong sampai wanita itu jatuh tertidur.

Itu adalah pertama dan terakhir kalinya Jiyong mendengar Dara menangis. Malam itu juga dia mendengar Dara bersumpah bahwa dia tidak akan berkencan lagi dengan pria brengsek, dia hanya akan berkencan dengan pria baik-baik yang akan dinikahinya. Saat itu Jiyong tahu bahwa dia sama sekali tidak mempunyai peluang untuk bisa menjadi pria yang mampu menghapus luka Dara karena semua orang tahu bahwa Jiyong adalah seorang brengsek bahkan Dara selalu mengatakan bahwa Jiyong adalah ketua dari semua pria brengsek yang berada di Seoul. Hal itulah yang membuat Jiyong memutuskan untuk memendam perasaannya kepada wanita yang sudah dia kagumi sejak pertama kali mereka bertemu.

Dara Pov

“Ah Jiyong-ah badanku pegal semua.” Ujarku ketika aku keluar dari dalam kamar mandi. aku sudah berganti baju dengan hoodie kebesaran milik Jiyong dan celana training milikku sendiri. Aku hanya membawa beberapa tanktop untuk tidur karena aku tidak tahu bahwa aku dan Jiyong harus berbagi kamar itulah alasan kenapa aku meminjam hoodie miliknya. Aku hanya tidak ingin memakai baju yang sedikit terbuka di depan seorang pria.

“Mau aku pijat?” Tanya Jiyong yang sedang menatapku dari tempat tidur.

“Pijatkan punggungku.” Ujarku yang masih berdiri.

Arasseo, kemarilah!” Ujarnya sambil duduk tegak. Aku berjalan kemudian duduk di pinggiran tempat tidur. Aku duduk membelakangi Jiyong dan beberapa detik kemudian aku mulai merasakan tangan Jiyong mulai memijat punggungku. Aku menutup mata untuk menikmati pijatan Jiyong yang selalu aku rasakan saat aku pegal, dia memang sangat murahan karena selalu patuh ketika aku menyuruhnya untuk memijatku. Aku penasaran, apakah wanita lain berani memerintah Jiyong seperti diriku? Aku yakin pasti tidak.

Kwon Jiyong, dia adalah pria brengsek no satu yang pernah aku kenal. Aku memanggilnya brengsek karena Jiyong memang brengsek. Dia memanggap wanita hanya sebagai objek pelampiasan saja. Dia merayu wanita cantik, menjadikan mereka kekasihnya kemudian menidurinya, lalu beberapa saat kemudian mereka akan putus dan tidak menunggu waktu lama wanita baru sudah ada dalam daftar selanjutnya. Itulah alasan kenapa aku memanggilnya pria brengsek no satu.

Jiyong memang brengsek tapi dia adalah sahabat terbaik yang aku miliki. Dia perhatian dan memperlakukanku dengan sangat baik dan yang paling penting dia selalu ada disaat aku membutuhkannya. Jiyong akan datang saat aku memanggilnya, Jiyong akan menemaniku saat aku memintanya, dia tidak pernah keberatan saat aku mengajaknya untuk melarikan diri dari rapat kantor lalu membawanya nongkrong di coffee shop sampai rapatnya selesai, dia bahkan rela menjadi orang yang akan membawakan semua shopping bag milikku saat aku sedang berbelanja. Dia Jiyong dan aku bersyukur karena telah mengenalnya.

Aku ingat saat pertama kali kami bertemu, saat itu kami berdua sama-sama karyawan baru di perusahaan tempat kami bekerja sekarang. Saat itu dia memanggil namaku membuatku langsung berbalik lalu kemudian menatapnya bingung karena aku tidak merasa kenal dengannya.  Saat itu dia berjalan sambil tersenyum kearahku lalu ketika telah sampai di hadapanku dia langsung menyerahkan nametag milikku. Dia bilang aku menjatuhkannya, saat itu aku tahu alasan kenapa dia bisa tahu namaku. Lalu setelah itu kami berjalan bersama menuju ruangan kami masing-masing.

Kesan pertama yang aku pikirkan tentang Jiyong saat itu adalah penampilannya yang sangat good looking, dia memakai kemeja putih dengan dasi garis-garis yang sangat cocok untuknya. Rambut pendeknya disisir dengan sangat rapi dan itu membuat penampilannya semakin gagah jika aku harus jujur. Saat dia mengulurkan tangannya untuk memperkenalkan diri saat itu juga aku tahu bahwa dia sangat baik dan yang aku ketahui kemudian ternyata dia seorang playboy yang bahkan mampu memikat hampir semua wanita lajang di kantor kami hanya dengan satu lirikan mata. Aku bilang semua wanita, kecuali aku tentunya.

“Dara ponselmu berbunyi.” Aku langsung kembali dari lamunanku ketika merasakan tangan Jiyong yang sedikit mengguncang tubuhku.

“Huh?” Tanyaku kini sambil berbalik lalu menatapnya.

“Ponselmu berbunyi dari tadi.” Ujar Jiyong lagi kini sambil menunjuk ponsel milikku di atas nakas. Aku langsung berjalan kemudian mengambil ponselku. Nama halmeoni kini sedang berkedip-kedip di layar ponsel. Aku berjalan ke dekat jendela kemudian mengangkat panggilan itu.

Yeoboseoyo.” Ujarku langsung.

Ya Dara-ah kenapa kau tidak pulang?” Aku langsung menjauhkan ponselku dari telinga ketika mendengar suara halmeoni yang memekikkan telinga.

“Aku mendadak harus pergi ke Jepang karena ada urusan kantor. Mianhae Halmeoni aku lupa menghubungimu karena aku terlalu sibuk.” Kataku sekenanya setelah kembali menempelkan ponselku pada telinga kiri.

Kau di Jepang?” Tanya Halmeoni yang sepertinya sedikit kaget. Aku mengangguk kemudian ingat bahwa halmeoni tidak bisa melihatnya.

Ne aku di Jepang. Aku berangkat tadi pagi dengan Jiyong.”

Kapan kau kembali?” Tanya halmeoni lagi. “Tidak bisakah kau kembali malam ini atau besok pagi?”

“Aku baru bisa pulang besok malam.”

Ya Dara-ah apa kau lupa bahwa besok adalah hari ulang tahun ibumu?” Tanya halmeoni dengan suara sedikit kesal. Aku mendesah setelah mendengarnya. “Ibumu akan merayakan ulang tahunnya besok malam dan bukankah halmeoni sudah mengingatkanmu sejak seminggu yang lalu?”

“Ah mianhae aku lupa.” Kataku berbohong.

Bagaimana bisa kau melupakannya setiap tahun huh? Atau jangan-jangan kau memang sengaja pergi ke Jepang sehingga bisa menghindari pesta ulang tahun ibumu. Kau selalu melakukannya setiap tahun. Kau selalu hilang sehari sebelum pesta ulang tahun ibumu.” Ujar halmeoni lagi. Aku hanya diam karena halmeoni memang benar. Aku pergi ke Jepang supaya bisa menghindari pesta ulang tahun ibuku. “Dara-ah kita keluarganya jadi kita harus berada di sana karena ibumu ingin melihat kita.”

Anni. Aku bukan keluarganya. Halmeoni mungkin memang keluarganya tapi aku bukan.” Kataku, aku mendengar suara desahan halmeoni setelah aku mengatakan itu.

Dengar Dara, ibumu memang salah karena telah meninggalkanmu tap,-

“Halmeoni aku sangat lelah karena langsung bekerja setibanya kami di Jepang. Aku ingin beristirahat sekarang. Aku akan menghubungi halmeoni besok. Selamat malam. aku mencintaimu.” Ujarku kemudian langsung mematikan sambungan dari halmeoni tanpa mendengar jawabannya terlebih dahulu.

Aku mengalihkan pandanganku ke bawah jendela. Melihat pemandangan malam hari kota Tokyo yang masih sibuk padahal ini sudah larut malam. Aku menghembuskan napas berat kemudian menutup mataku. Aku kembali merasakan luka yang sudah sangat familiar setelah menerima telpon dari nenekku barusan, luka yang sama yang aku rasakan saat wanita itu meninggalkan aku. Luka ini masih bisa aku rasakan, seberapa keraspun aku mencoba untuk melupakan aku tetap tidak bisa.

“Apa nenekmu marah?” Aku mengalihkan pandanganku ketika mendengar suara Jiyong. Aku mengangguk lalu tersenyum sekenanya. Aku tidak ingin Jiyong tahu bahwa perasaanku sedang sakit.

“Halmeoni sangat marah.” Ujarku kemudian aku berjalan kearah tempat tidur.

“Tidurlah! Kau belum istirahat sejak kita sampai di Jepang.” Ujar Jiyong sambil menepuk-nepuk kasur. Aku menganggukkan kepalaku lalu mulai merangkak ke tengah. Aku mengambil satu guling kemudian menempatkannya di antara aku dan Jiyong.

“Ini batasnya. Kau tidak boleh melewati guling ini.” Ujarku kepada Jiyong sambil menunjuk guling yang telah aku tempatkan. Jiyong tertawa setelah mendengar apa yang aku katakan.

Babe, kau tidak perlu melakukan ini.” Katanya setelah tawanya reda. “Apa kau pikir aku tertarik melakukan sesuatu kepada wanita yang hanya menggunakan hoodie dan celana training untuk tidur?” Kata Jiyong sambil memperhatikan penampilanku.

“Aku memang sengaja memakai ini karena aku tahu jika aku menggunakan gaun tidur kau pasti tidak akan kuat menahannya. Kau harus berterimakasih karena aku hanya memakai ini sekarang.” Kataku sambil memakai topi hoodie ini. Aku kembali mendengar Jiyong tertawa.

“Aku penasaran bagaimana penampilanmu ketika kau memakai gaun tidur?” Katanya. “Seharusnya aku tidak meminjamkanmu hoodie itu sehingga kau dengan terpaksa akan memakai baju tidur yang biasa kau kenakan sehingga aku bisa melihatnya.”

“Kau banyak bicara.” Kataku sambil mendelik. “Seharusnya aku membiarkanmu tidur di hotel lain saja tadi siang.” Ujarku sambil mendengus yang kembali membuat Jiyong tertawa. “Aku tidak ingin jadi korban pelecehanmu malam ini jadi sebaiknya kau tidur di sofa saja.” Ancamku sambil menunjuk sofa.

“Wah kau mengancamku, padahal ini adalah kamarku.”

“Diam atau aku tendang!” Kataku sambil melotot kepadanya.

Arasseo.” Katanya akhirnya. “Sudah aku bilang aku tidak akan melakukan apapun kepadamu, kecuali jika kau juga ingin melakukannya.”

“Kau tahu aku tidak akan pernah menginginkan melakukan hal itu denganmu, kecuali jika aku sedang mabuk atau aku sudah gila.”

“Kalau begitu haruskah kita mabuk?” Tanya Jiyong sambil mengedipkan satu matanya. Aku sedikit tertawa mendengar guarauan Jiyong.

“Daripada mabuk lebih baik kita tidur saja dengan damai sehingga pekerjaan kita bisa berjalan dengan baik besok.” Kataku sambil melebarkan selimbut. “Matikan lampunya, aku tidak bisa tidur jika lampunya menyala.” Ujarku sambil membaringkan tubuhku.

Okay babe.” Katanya kemudian berdiri lalu berjalan untuk mematikan lampu hotel.

Don’t babe in me.” Ujarku sambil menatap Jiyong yang kini sudah mematikan lampu. “Semua orang mengira aku adalah kekasihmu karena kau selalu memanggilku babe.” Aku merasakan kehadiran Jiyong di tempat tidur kemudian aku langsung berbaring miring menghadap Jiyong sehingga aku bisa melihatnya yang kini sedang menghidupkan lampu kecil di atas nakas. Jiyong kemudian berbaring miring menghadapku.

“Harusnya kau bangga karena dikira sebagai kekasihku. Aku yakin hampir semua wanita lajang di kantor kita akan rela mati demi mendapatkan predikat itu jadi kau harusnya bangga karena mendapatkan predikat itu dengan cuma-cuma.” Kata Jiyong yang berhasil membuatku tertawa.

“Aku heran kenapa para wanita itu ingin sekali menjadi kekasih pria brengsek sepertimu.” Ujarku yang masih tertawa.

“Kau ingin tahu kenapa mereka tetap berharap aku melihat mereka padahal mereka tahu aku adalah seseorang yang brengsek?” Tanya Jiyong.

“Kenapa?”

“Karena bagi wanita seperti mereka reputasiku itu tidak penting. Yang penting adalah aku bisa memuaskan mereka. Yang mereka pikirkan hanya bagaimana bisa merasakanku, making sex, not making love. ”

“Jadi maksudmu selama ini kau hanya melakukan sex bukannya bercinta?” Jiyong mengangguk.

“Dara cinta itu hanya untuk mereka yang akan menikah.” Ujar Jiyong. “Aku melakukan sex dengan beberapa wanita yang juga ingin melakukan sex denganku.” Ujarnya lagi kemudian dia diam sambil terus menatapku. “Aku hanya akan bercinta dengan wanita yang ingin aku nikahi.” Katanya setelah beberapa saat. Dalam keremangan malam ini aku bisa melihat mata Jiyong yang menunjukkan kesungguhan saat dia mengatakan hal barusan. Aku sedikit tersenyum karena baru pertama kali aku mendengar Jiyong berkata seserius ini. Mungkin aku salah, Jiyong tidak sepenuhnya brengsek seperti yang aku kira.

TBC

Annyeong, selamat pagi, good morning!!!! tumben banget ya aku update nya pagi-pagi bisanya juga malem-malem, kkkk

Sebelumnya aku ingin berterimakasih buat yang udah komentar di chapter sebelumnya : Mita Unnie, Darakwon, Diah, Mbak Fida, Juminah, Nanda, Sundu, Rimakwon, Syahsan, Mbak andi, Me, Eda, Yanti, Mbak anonim, Siti Chayati, Mbak Siska, dan Dian. Makasih untuk semangat yang selalu kalian kasih ke aku.

Maaf ya yang berharap ada adegan Yadong!!! lain kali aja ya kalau aku sudah siap buat nulis Yadong, wkwkwkwk!!!!!

Thank You !!!! Love U!!!! Jangan lupa komentar di chapter ini!!!

25 thoughts on “Gonna Get Better [Chap. 2]

  1. Okee. Mereka hanya sahabatan rupanya. Tapi ngeliat tingkah mereka juga nggak bisa ngelak kalo sebenernya mereka punya perasaan satu sama lain *entah mengapa aku berpikir seperi ini* Menurutku Dara unnie cuma nggak ngerti sama perasaannya aja tapi aku yakin ada sedikiittt perasaan untuk Jiyong dari Dara unnie sendiri. Jiyongg kamu jangan berkecil hati kayak gitu setidaknya kamu harus ngeyakinin Dara unnie lagi kalo sebenernya kamu nggak sebrengsek itu.

  2. wahhh knapa mreka bedua ga jdian aja..
    pdhal kn jiyong udah smpurna x buat djdiin kksih ny dara..smoga part slnjutny udh pcran y..
    fighting buat bca ketinggalan yg amat jauh ini..walau nyolong2 wktu..

Leave a comment