Ahjumma Next Door [Chapter 28] : The Moment Of The Truth

Author        : silentapathy
link            : asianfanfics
Indotrans   : dillatiffa

~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~

 

 

“Ini jauh lebih berat dari pada yang kupikirkan…” kata kakek sambil mencondongkan tubuhnya kedepan, sikunya dia letakkan diatas lutut sambil memegangi kepalanya.

Dara, masih dengan mata yang terbuka lebar merasa bingung, hanya bisa melihat orang yang berada didalam ruangan bersamanya satu per satu.

Mina mengedarkan pandangannya keseluruh penjuru dengan air mata tergenang. Bom sedang menatapnya – mencoba mengirim pesan melalui matanya, tapi Dara terlalu bingung untuk bisa mencerna itu sekarang. Teddy menyandarkan punggungnya di sandaran sofa sambil memejamkan mata seolah sedang berdoa agar kejatuhan rejeki atau semacamnya. Hyunsuk – yang duduk di kursi berlengan – berhadapan dengan kakek Park, dan terus saling bertukar pandang dengan Eunju, anehnya, terlihat tenang. Dan juga Jiyong yang duduk disebelah Dara, juga merasa bingung, seperti yang gadis itu rasakan.

“Hampir 30 tahun yang lalu…” mereka mendengar kakek Park mulai berbicara, “Aku membuat kesalahan terbesar dalam hidupku. Aku membuat hidup putriku menderita. Aku mengancam untuk membunuh seseorang. Aku mengancam ayah dari anak yang dikandung putriku….”

 

Eunju tersentak mendengar perkataan ayahnya. Saat-saat itu sudah lama berlalu, tapi dia tidak pernah berpikir kata-kata yang keluar dari mulut ayahnya itu mampu membuka luka yang dia pikir sudah sepenuhnya sembuh. Eunju menoleh kesisi kanannya, yang terjauh darinya, Hyunsuk duduk sarat dengan ekspresi yang tidak bisa ditebak, mungkin sedang  mencoba mengendalikan emosinya.

“… Pada dasarnya, akulah yang membunuh putraku sendiri, Taekyung… dan… Meskipun tidak persis sama, hal yang serupa juga terjadi pada putri Eunju-ku dan Hyunsuk. Aku menyembunyikan cucuku sendiri dari semua orang… Yang jauh lebih buruk adalah aku membunuhnya dari pikiran dan hati ibunya sendiri dan membuat ayahnya tidak mengetahui tentang hal itu – karena ancamanku untuk membunuh ayahnya…”

 

 

Dara mengepalkan tangannya.

Dia tidak tahu sampai sejauh ini…

Dia teringat pada halmeoni-nya yang sedang sekarat, memintanya untuk mendekat, memintanya untuk mendengarkan apa yang neneknya itu akan sampaikan, mengatakan padanya bahwa ibunya masih hidup. Neneknya menceritakan bahwa ibunya adalah Park Eunju. Bibi yang sangat dia idolakan. Dan setelah itu, halmeoni-nya meninggal. Dara teringat kemarahan terpancar dari wajah harabeoji-nya saat itu. Tapi dia mengambil kesempatan dan meminta kakeknya agar mengijinkannya meninggalkan kediaman mereka.

Dara butuh tempatnya sendiri, tempatnya untuk mencari perlindungan. Dia bertanya pada Bom – apakah gadis itu mengetahui hal yang lainnya, tapi sepupunya itu mengatakan dia hanya tahu tentang ibunya dan ketakutannya akan mendapat hukuman dari harabeoji juga.

Dara memandangi mereka satu per satu. Tidak ada yang berani menatap matanya. Dia ingin bertanya pada mereka kenapa tidak ada satu pun yang menceritakan padanya tentang hal ini padanya? Kenapa tidak ada orang yang mencoba mendekatinya? Dan sejak kapan Bom dan Teddy tahu jika Jiyong memiliki hubungan dengan ayahnya?

Dara merasa dikhianati. Dia merasa sendirian.

Selama bertahun-tahun ini, dia tidak pernah merasa sekesepian ini. Sangat bodoh.

Tanpa dia sadari, dia sudah bangkit berdiri – masih dengan tangan terkepal.

“Kenapa tidak ada yang mengatakan padaku tentang semua ini?” tanyanya pahit, air matanya sudah luruh sekarang.

“D-d-ara…” Bom ikut bangkit dan ingin mendekat kearah Dara, tapi Dara menghentikannya.

“Bommie-yah… Kamu tahu semuanya kan? Kenapa kamu melakukan ini padaku? Bagaimana dengan yang lainnya? Apa mereka juga tahu?” tanyanya pada Bom, sedikit memiringkan kepalanya.

“Dara aku minta maaf!” akhirnya pertahanan Bom hancur dan menangis. Dia berlari kearah Dara dan berlutut dihadapannya. “Dara aku minta maaf… Aku minta maaf…” ujarnya berulang-ulang, hanya itu yang bisa dia katakan.

“Bom!” Mina memanggil putrinya. “Tolong maafkan kami Dara… Eunju, Hyunsuk… Kumohon… Hantikan semua kegilaan ini dan kita mulai semuanya dari awal.” Dia memohon karena pemandangan dihadapannya ini menyayat hatinya.

Eunju tidak bisa lagi menahan emosinya sekarang.

Saat dia tiba kemarin, Teddy mengirimkan seseorang padanya dan membuka semua rahasia yang membuatnya sangat syok. Dia diminta untuk tetap dia dan membiarkan semuanya berjalan sesuai dengan rencana Teddy untuk membuka semuanya di pesta, tapi hal itu gagal karena Dara segera pergi dengan segala rasa takut dan terkejut.

“Apa kamu serius berkata seperti itu unnie? Kamu bisa menceritakan semua itu padaku sejak awal. Kamulah satu-satunya orang yang selalu kuhubungi saat aku dalam pelarian. Kenapa? Apa karena hatimu hancur melihat putrimu berlutut dihadapan putriku? Kalian semua… Tidak ada yang tahu luka yang kualami saat aku diberi tahu aku kehilangan putriku! Semalam saat pesta, aku menunggu ada yang mau mengatakan yang sejujurnya padaku, seseorang disini yang mengatakan bahwa semuanya sudah terencana dengan baik,” dia melirik kearah Teddy, “pikiranku kacau saat aku melihat keraguan diwajah putriku. Jika aku tidak muncul, apakah kalian akan mengatakan yang sejujurnya padaku?”

 

 

Teddy berdiri lalu berlutut dan menundukkan kepalanya.

“Maafkan kami, bibi Eunju, paman Hyunsuk, Dara…”

 

Jiyong hanya bisa menatap orang-orang dihadapannya ini membuka satu per satu rahasia didepannya.

Walinya, Hyunsuk adalah ayah dari gadis yang ingin dia lindungi. Semuanya menjadi kabur dalam pikirannya. Apa pula yang sedang dia lakukan disini?

“Aku.. Aku… Kupikir aku harus pergi—-“

 

“Tinggallah.” Jiyong mendengar paman Hyunsuk-nya berkata. Dengan penuh karisma yang belum pernah dia lihat sebelumnya, membuatnya otomatis kembali duduk.

 

“Yangkuinginkan adalah bersama dengan putriku, hanya itu. Aku berterima kasih pada Mina yang telah merawatnya dengan baik. Juga pada Bom dan Teddy… Aku ingin keluargaku berkumpul. Hanya itu.” Kata Hyunsuk.

Perlahan kakek tua itu berlutut dihadapan mereka.

“Ini mungkin tidak sebanding dengan luka yang aku telah aku sebabkan. Aku tidak akan meminta kalian untuk memafkanku karena aku tahu aku tidak layak menerimanya.” Ungkapnya sambil menangis. “Tapi kumohon, jangan salahkan Mina dan anak-anak. Kumohon… Salahkan saja aku. Semua ini kesalahanku! Mereka juga korban.”

 

“Kenapa Anda harus bertindak seperti ini appa?” Eunju meneriakkan semua emosi yang hampir meledak dalam dirinua. “Disaat aku siap untuk menerima semua kehilanganku! Kenapa baru sekarang?”

 

 

“Kuharap ini tidak terlalu terlambat Eunju… Aku minta maaf.” Kata kakek.

Dara menurunkan pandangannya kepada sang kakek. Hatinya terenyuh melihatnya seperti itu.

Dara melihat kearah Teddy dan kemudian Bom yang masih memeluk kakinya.

Tadi dia dibutakan oleh rasa sakit yang dia rasakan.

Dia hampir lupa bagaimana menakutkannya saat dia masih tinggal bersama kakeknya. Mina yang sudah dianggapnya sebagai ibu selama 29 tahun, tidak pernah membedakan perlakukan kepadanya dan kepada anak kandungnya sendiri. Teddy, oppa-nya selalu menjaganya – bahkan terkadang jauh lebih dibanding saat dia menjaga adik kandungnya, Bom.

Dan Bom yang selalu ada disisinya untuk melindunginya, mengurangi rasa sakitnya, untuk selalu membuatnya merasa lebih baik. Bom membantunya mewujudkan mimpinya di dunia fashion. Sepanjang hidupnya, Bom selalu ada untuknya.

Perlahan dia menggapai lengan Bom dan membantunya berdiri.

“Dara… Aku minta maaf. Kumohon maafkan aku…” kata Bom dengan sedih sekali lagi sebelum Dara memeluknya.

“Bommie…” Dara sekarang menangis. “Bommie, aku punya keluarga… Bommie…” katanya disela-sela isak tangis, membagi kabar – seolah Bom belum mengetahuinya.

“Shhhh… Kamu selalu punya keluarga kan? Aku juga keluargamu, omma, oppa, harabeoji, benar kan? Selama bertahun-tahun ini… Aku minta maaf karena aku menjadi seorang pengecut dan tidak pernah mencoba untuk mengatakan apapun padamu.” Kata Bom sambil menenangkan Dara.

Dara melepas pelukan mereka dan memandang orang-orang dihadapannya. “O-ppa… Harabeoji… Berdirilah.” Pintanya pada keduanya, namun kedua orang itu sama sekali tidak berkutik.

“Dara-yah…” panggil ibunya. Ya, Eunju, ibu kandungnya.

Dara tersenyum padanya sebelum berjalan kearah Teddy, melewati ayahnya Hyunsuk.

“Oppa…” panggilnya, menuntunnya untk berdiri. “Terima kasih…” dia tersenyum dan menghapus air matanya. “Terima kasih banya karena telah menjadi oppa-ku… telah menjadi ayahku juga selama bertahun-tahun.” Katanya, membuat pria itu memeluknya erat.

Dara melepaskan diri dari pelukan Teddy, dan berjalan kearah Mina.

“Omma.” Ucap Dara membuat Eunju berjengit dengan kelembutan dalam suaranya saat memanggil Mina dengan sebutan omma. Dara berjongkok dihadapan Mina. “Terima kasih karena telah memperlakukanku seperti putrid kandungmu sendiri. Rasa terima kasihku tidak akan pernah cukup seumur hidupku.” Katanya bersunggung-sungguh sebelum beralih kepada kakeknya.

“H-h-arabeoji…” dia memegang bahu kakeknya, sementara tangan yang lain memegang tangan sang kakek. “Komohon, berdirilah. Anda tidak perlu melakukan ini…”

 

Kakek tua itu perlahan mengangkat pandangannya. “D-dara…” dia memanggil namanya dengan air mata berlinang. “Aku minta maaf sayang… Aku minta maaf!” katanya sebelum menarik Dara kedalam sebuah pelukan, erat. “Salahkan saja aku! Harabeoji-mu ini orang yang sangat kejam. Kamu boleh marah padaku, Dara-yah. Aku tidak layak mendapatkan maafmu setelah apa yang telah aku lakukan.” Pria tua itu menangis dalam pelukan Dara.

“Aku memimpikan sebuah keluarga harabeoji – keluargaku sendiri… Apa gunanya aku akhirnya menemukan keluargaku dan membiarkanmu menderita seperti ini? Mari kita mulai semuanya dari awal… Aku ingin merasakan bagaimana rasanya memiliki keluarga… Bagaimana rasanya hidup tanpa kebohongan… Bagaimana rasanya hidup dengan orang-orang yang kusayangi…” jelasnya membuat sang kakek hanya bisa mengangguk dan kembali ke tempat duduknya semula. Dara kemudian menghapus air matanya sebelum berdiri dan beralih pada Eunju. Dia kemudian melirik kearah ayahnya.

 

“B-b-isakah… Bisakah aku juga memeluk kalian?” Dara bertanya dengan ragu-ragu tapi pada akhirnya tetap melanjutkan pertanyaannya. Dia menoleh pada Jiyong dan pria itu tersenyum padanya – seolah memberikan tanda untuk melanjutkan apa yang dia lakukan. Ini adalah kesempatannya.

Tanpa berkata apapun, Eunju membungkus tubuh dara dalam lengannya dan Hyunsuk menghampiri dua wanita yang paling penting dalam hidupnya.

“Kupikir kamu tidak akan bertanya, princess,” kata Hyunsuk mengusap punggung Dara.

“Oh kamu sama sekali tidak bisa membayangkannya, Dara!” Eunju memeluk putrinya dengan erat, seolah enggan melepasnya lagi… “Panggil aku omma! Panggil aku omma!” pintanya disela-sela isak tangis.

Dara memejamkan matanya, hanyut dalam rasa hangat yang selama ini dia rindukan, hangat pelukan orang tuanya.

“O-mma… A-ppa…” katanya membuat kedua orang tuanya tersenyum.

Hyunsuk bergabung dalam pelukan itu dan mengelus kepala Eunju, masih belum bisa mempercayai penglihatannya bahwa wanita yang dia cintai lebih dari hidupnya itu ada dihadapannya sekarang.

“Kupikir aku tidak akan pernah bertemu denganmu lagi, Hyunsuk!” katanya sebelum memegang wajah Hyunsuk.

Semua orang menghapus air mata mereka atas kebenaran yang terungkap mala mini.

Tapi satu yang pasti.

Malam ini, mereka semua akan tidur dengan senyuman di wajah, juga rasa damai dalam hati mereka.

==========

“Hyung sudah dalam perjalanan datang kemari.” Kata Seungri memberi tahu, setelah menutup teleponnya. “Terima kasih Tuhan aku tidak perlu menjagamu lagi!!!” dia berkata pada Dadoong dan mendelik padanya.

“Aigoo, kamu sangat kekanakan.” Yongbae berkata pada maknae.

“Aku sungguh benci kucing, kalian tahu itu! Khususnya kucing besar, kasar, berambut pirang dan… Aisht!!!” katanya sarkastik.

“Uh-oh… Aku bisa menebak yang ingin kamu katakan. Simpan saja ucapanmu itu bro, kamu mungkin akan berakhir di pelukannya.” Daesung menggoda Seungri.

“Yah!!! Aku tidak akan… well kalian akan terkejut sekalinya aku mendapatkan bayaranku.” Katanya menyombong. “Lee Charin akan menuruti semua kemauanku! Nyahaha!” Seungri tertawa – jenis tawa keji yang biasanya dilakukan oleh penjahat, mencium pembalasan yang akan dia lakukan setelah semua yang dilakukan oleh gadis itu padanya.

Tapi jauh dalam hatinya, dia membayangkan bahwa apa yang dialami mereka itu bukan perjanjian belaka. Dia sudah terlanjur merasa nyaman dengan gadis itu termasuk sikap moody-nya. Dia memang membenci saat CL mulai memukulinya karena itu melukai harga dirinya dengan terus mendominasi, tapi Seungri menemukan CL sangat mengagumkan kapanpun gadis itu minta ditenangkan.

“Omong-omong dimana TOP hyung?” tanya Yongbae, mengganggu pikirannya.

“Mungkin sedang bicara dengan Se7en hyung. Kalian tahu kan… besok malam adalah pertunjukan terakhir kita. Memang menyedihkan guys… Tapi kita tidak bisa melakukan keduanya sekalingus…” Daesung memberi tahu mereka.

==========

“Oh chincha? Itu bagus. Aku turut berbahagia untukmu.” TOP berkata pada orang yang ada diujung lain sambungan telepon.

“Terima kasih Seunghyun… Untuk tadi malam… kamu sudah membuatku merasa lebih baik.” Kata Bom padanya.

“Aisht… itu bukan apa-apa.” Katanya sambil menggaruk tengkuknya dan tiba-tiba merasa canggung. “Oh ngomong-ngomong, apa kamu punya rencana besok malam?” tanyanya tiba-tiba mengganti topik.

“Hmm… Kupikir tidak ada. Kecuali jika ada rapat mendadak atau semacamnya. Kenapa?” tanya Bom membuat TOP merasa tidak nyakin, apakah dia harus melanjutkan perkataannya atau tidak. Park Bom adalah seorang yang sangat sibuk. Apa yang membuatnya berpikir gadis itu akan mau datang besok malam?

“Aku… Aku…” dia tidak bisa menemukan kata yang tepat membuat gadis itu terkekeh.

“Apa yang terjadi padamu, Choi Seunghyun?” dia terkikik geli, menemukan sisi lucu dari pria itu karena bersikap seperti ini.

“Oh bukan apa-apa, lupakan.” Katanya sebelum menutup telepon.

“SH*T!” katanya dan memukul keningnya sendiri.

“Yoboseyo? Yoboseyo?” Bom melihat teleponnya dan sadar TOP baru saja menutup sambungan telepon.

Tapi saat dia akan kembali masuk kedalam rumah, teleponnya tiba-tiba kembali bordering sekali lagi.

“Yobos——“

 

 

“Datanglah besok malam, jam 8 malam di bar Se7en hyung!”

 

Bom memandangi teleponnya – sekali lagi – dan senyuman merekah diwajahnya saat memastikan barusan itu tadi adalah TOP. Dia kemudian menekan tombol untuk mengakhiri panggilan.

TOP tercengang saat dia mendengar nada panggilan terputus. Gadis itu mungkin kesal karena dia memutuskan telepon begitu saja tadi.

Tiba-tiba, telepon TOP kembali bordering dan dia langsung menjawabnya.

“Maaf untuk—-“

 

“Sampai ketemu disana…” Bom tidak membiarkannya menyelesaikan kalimatnya dan langsung memutus kembali sambungan telepon.

TOP mengerutkan alisnya, mencoba mencerna kata-kata Bom tadi.

Sampai ketemu disana…

 

Langsung saja, dia tersenyum atas kelucuan gadis itu dan dalam hati merutuki dirinya karena hampir mengacaukan rencananya mengundang gadis itu.

==========

Dara dan Eunju melambaikan tangan pada Hyunsuk sebelum dia masuk kedalam mobil.

“Kamu yakin tidak mau kuantar ke bar?” Hyunsuk menurunkan kaca jendela mobilnya sekali lagi untuk bertanya pada Jiyong.

“Neh, paman… Aku tinggal naik taksi. Lagi pula itu tidak searah denganmu. Hati-hati dijalan.” Katanya dan melambaikan tangan.

Hyunsuk mengangguk dan beralih pada Dara dan Eunju. “Aku akan menemui kalian besok!” katanya membuat kedua wanita itu tersenyum.

Mereka menatap mobil Hyunsuk hingga menghilang di ujung jalan, lalu kemudian Jiyong membungkukkan badan kepada mereka.

“Terima kasih untuk makan malamnya, bibi.” Katanya… sebelum akhirnya beralih pada Dara. “D-d-ara.” Dia sempat berdebat dalam hati apakah dia masih bisa memanggilnya ahjumma.

Dara agak berjengit saat mendengar namanya disebut oleh Jiyong. Ini adalah pertama kalinya.

“Terima kasih karena kamu selalu ada untuk melindungi Dara-ku, Jiyong. Hyunsuk telah membesarkanmu menjadi pria yang baik.” Kata Eunju pada Jiyong.

Jiyong hanya tersenyum sopan dan membungkukkan badan sekali lagi.

“Aku harus pergi sekarang. Selamat malam.”

 

 

“Berhati-hatilah dijalan.” Dia mendengar kedua wanita itu berkata.

Eunju berbalik pada putrinya dan melihat wajah khawatir Dara.

Khawatir atau bimbang, Eunju tidak begitu yakin.

“Apa ada yang salah sayang?”

 

“Apakah kita akan t-t-inggal disini mulai sekarang?” tanya Dara pada ibunya.

“Hanya sementara waktu sayang. Aku dan ayahmu sedang berusaha untuk mengatur semuanya dan kita tidak bisa menyelesaikannya dalam semalam kan?” jelas Eunju pada Dara sambil menyelipkan helaian rambut Dara yang terlepas dari ikatannya kebelakang telinganya.

“O-o-mma, apa aku bisa bicara padanya sebenta?” tanya Dara.

“Jiyong? Tapi dia baru saja pergi dan—-“

 

“Hanya sebentar omma… Aku akan segera kembali.”

 

“Oh tentu. Hanya saja—-“

 

 

Tapi sebelum Eunju bisa menyelesaikan kalimatnya, Dara sudah berlari keluar, mencoba menyusul Jiyong.

==========

(Backsound: Don’t Let Me Fall by Lenka)

 

 

Jiyong memasukkan tangannya kedalam saku dan melihat langit malam yang penuh bintang.

‘Cantik,’ pikirnya.

Tapi sejak malam ini, malam-malamnya di apartemen akan sangat membosankan.

Hanya memikirkan tentang Dara yang mungkin saja tidak akan kembali ke apartemennya membuatnya merasa sesak.

Dia tidak akan bisa sering melihat gadis itu lagi.

Dia mendesah dan melanjutkan langkahnya.

Underneath the moon, underneath the stars, here’s a little heart to you.

Up above the world, up above it all, here’s a hand to hold on to…

 

 

“Jiyong!!!”

 

Dara mencoba berlari secepat yang dia bisa dengan tubuh lemahnya.

“Jiyong!!!”  dia berteriak kencang saat akhirnya sudah keluar dari kurungan pagar.

Jiyong menghentikan langkahnya saat mendengar suara samar dibelakangnya.

Perlahan, dia berbalik dan disambut oleh Dara yang mendekat kearahnya.

Dia ingin tersenyum – secara otomatis, tapi dia berhasil menghentikan diri, berpikir mungkin saja gadis itu akan bertanya tentang Dadoong.

“Jangan khawatir aku pasti akan memberinya makan—“

 

 

… but if I should break, if I should fall away, what am I to do?

I need someone to take a little of the weight or I’ll fall through…

 

 

Jiyong tidak bisa melanjutkan kalimatnya lagi saat dirasakan rasa hangat menghantam tubuhnya, memeluknya erat hingga membuatnya takut untuk bergerak karena mungkin dia akan mengacaukan momen ini.

“Terima kasih Jiyong… Terima kasih.” Katanya sambil mencoba menangkap oksigen, masih dengan memelukny erat, wajahnya dia benamkan dalam dada Jiyong.

“Ahjumma… Maksudku… D-d-ara……….” Jiyong tidak sanggup menyembunyikan senyumannya lagi.

“Terima kasih!” kata Dara lagi.

“Y-ah… Aku tidak melakukan apapun…”

 

“Kamu tidak tahu bagaimana kamu membuatku jauh lebih berani tadi. Aku ingin berlari dari sana dan pulang. Aku ingin memintamu untuk membawaku pulang tapi… terima kasih karena sudah ada disini malam ini.”

 

 

You’re just one I’ve been waiting, I’ll give you all that I have to gove and more..

… But don’t let me fall

 

 

Jiyong tersenyum dan mengelus punggung Dara. “Sekarang tenanglah… Semuanya sudah baik-baik saja sekarang, benar kan?” katanya sambil menepuk kepala Dara.

Dara hanya mengangguk dan melepaskan pelukannya. Dia kemudian menghapus air matanya dan mengalihkan pandangan.

“Apakah aku masih bisa bertemu denganmu?” tanyanya. Dara tidak tapi kenapa, tapi hal itu sangat mengganggu pikirannya.

Keberan yang terungkap mala mini mungkin menyebabkan banyak perubahan, dia hanya ingin tahu.

“Apa yang membuatmu menanyakan hal itu? Tentu saja kita masih bisa saling bertemu. W-w-ell, tidak sesering sebelumnya yang pasti, tapi kita masih bisa bertemu.”

 

Dara hanya mengangguk.

“Apa hanya itu?” tanya Jiyong.

“N-n-eh…”

 

Jiyong menatap Dara… Gadis itutidak pernah mau menatap matanya lama-lama, seolah merasa enggan atau takut, sehingga Jiyong tidak bisa mengartikan ekspresinya.

 

“Ada yang ingin kuminta darimu…” Jiyong merasa penasaran dan sesuatu dalam dirinya mendorongnya untuk lebih berani.

“Yang ingin kuminta…” Jiyong berhenti sejenak dan membiarkan tangannya bergerak sesuai dengan hatinya – menangkup wajah Dara, memaksa gadis itu menatap kearahnya. Jiyong melihat ketakutan diwajah Dara dan gadis itu langsung memejamkan matanya.

“… yang ingin kuminta padamu dari dulu.” Lanjutnya. “Lihat aku… Apa aku terlihat mengerikan? Menakutkan? Kenapa kamu tidak mau memandangku?”

 

 

DUGUN! DUGUN!

 

 

Dara mencoba menenangkan diri dengan mencengkeram dadanya tapi tidak ada gunanya. Dia menggigit bibir bawahnya keras hingga hampir berdarah.

“Berhenti melakukan hal itu!” suaranya naik beberapa oktaf membuat Dara berjengit. Jiyong kemudian mengelus bibir Dara dengan ibu jarinya.

“Kenapa?”

 

 

BADUMP! BADUMP!

 

 

Dara merasakan jantungnya berdetak lebih cepat saat mereka saling pandang. Sakit, senang, dia tidak yakin, tapi yang pasti itu tidak tertahankan – dia harus mengalihkan pandangannya, tapi tidak bisa. Dia harus menghancurkan mantra yang menyelimuti mereka sekali lagi. Dia butuh sesuatu yang keras untuk dipukulkan ke kepalanya dan membuang semua perasaan aneh yang Jiyong berikan padanya.

Dara sudah mulai sesak nafas. Jika bukan karena lengan Jiyong, dia sudah akan jatuh ke tanah sejak tadi.

Dia memikirkan untuk membenturkan kening mereka – sekali lagi.

Tapi sebelum dia bisa membenturkan keningnya ke kening Jiyong, pria itu menutup mata Dara dengan tangannya.

“Lebih baik?” tanya Jiyong tapi gadis itu sama sekali tidak bergerak.

Memandang wajahnya, Jiyong tidak bisa menahannya lagi,

Apakah dia telah menakuti gadis itu? Kenapa?

Itulah, yang ingin dia tahu.

Perlahan, dengan satu tangan lain masih menutupi matanya, Jiyong melepaskan tangan yang satunya dari pinggang Dara dan mengangangkatnya ke wajah gadis itu, memegangnya dan sedikit mendorong kepala Dara kepadanya. Saat dia tidak merasakan penolakan, dia menutup jarak yang mengganggunya sejak gadis itu berlari padanya tadi.

Dia mengijinkan dirinya untuk merasakan bibir lembut Dara. Jiyong menciumnya dengan sangat hari-hati – seolah jika dia salah bergerak sedikit saja hal itu bisa menghancurkannya. Dia merasakan lutut Dara bergoyang dan buru-buru dia melepaskan tangan yang menutupi mata Dara dan menangkap pinggangnya.

You’re juust the one I’ve been waiting for, I’ll give you all that I have to give and more…

… But don’t let me fall

 

 

Dara memejamkan matanya erat saat dirakannya sesuatu yang lembut menyentuh bibirnya. Dia merasa hatinya penuh dengan berbagai macam emosi yang belum pernah dia rasakan sebelumnya. Tanpa dia sadari, dia mulai menirukan apa yang Jiyong lakukan pada bibirnya. Itu sangat lembut dan hangat dan mengundangnya melakukan hal yang sama. Dia merasakan Jiyong menjilatkan lidahnya ke bagian yang tadi dia gigit dan perasaan itu hampir membuatnya hilang kesadaran. Dia sudah tenggelam dalam ciuman itu saat dirasakannya Jiyong menarik dirinya.

Jiyong bernafas terengah-engah, aroma lelakinya yang kuat terkuar berhembus diwajah Dara saat Jiyong menempelkan kening mereka. Dara perlahan membuka matanya dan baru akan berteriak karena merasa malu tapi Jiyong menahannya.

“Hentikan..” katanya disela-sela tarikan nafasnya. “Hanya sebentar.” Kataya lagi membuat Dara mengerutkan alis.

Dara baru saja melakukan ciuman pertamanya dengan pria ini.

Dia ingin berteriak histeris.

Tapi tubuhnya tidak bisa bergerak sedikit pun.

Dan yang mengagetkan, dia sama sekali tidak menyesalinya.

Dia membiarkan jarinya mengusap bibirnya sendiri dan dengan polosnya dia menyentuh bibirnya.

“Aku minta maaf…” Dara mendengar Jiyong berkata.

“Kumohon jangan marah padaku. Kumohon katakana sesuatu…” kata Jiyong tapi Dara masih terdiam.

“Ahj… D-d-ara?” Jiyong memegang lengannya sebelum menarik tubuh Dara kedalam pelukan. “Ya Tuhan… Aku minta maaf… Apa aku menyakitimu? Apa aku membuatmu merasa tidak nyaman? Kumohon katakanlah sesuatu.” Jiyong panil saat menyadari apa yang baru saja dia lakukan dan ingat betapa sensitifnya gadis ini.

Dara tersipu karena malu.

“Aku… Aku.. aku masuk dulu.” Katanya sebelum mebebaskan diri dari pelukan Jiyong dan berbalik pergi.

“Tunggu! Katakana padaku kamu tidak marah.” Kata Jiyong, sekarang merasa bersalah menggerogotinya. Harusnya dia tidak menyerah dan memaksakan perasaannya seperti ini.

“Aku… Aku tidak marah… Tidak ada yang t-t-terjadi kan?” kata Dara sebelum menghilang dibalik pagar kediaman keluarga Park, meninggalkan Jiyong yang tercengang.

You’re juust the one I’ve been waiting for, I’ll give you all that I have to give and more…

… But don’t let me fall

Dara menyandarkan tubuhnya begitu dia memasuki pagar. Dia menghapus setetes air mata yang jatuh. Dia mencoba menenangkan nafasnya tapi itu sulit.

“Kwon Jiyong, apa yang telah kamu lakukan padaku?” tanyanya pada diri sendiri sebelum mencoba kembali menenangkan diri dan berjalan ke bangunan manshion.

==========

A/N:

 

Omona!!! >.<

Mereka ciuman!

 

*etc

 

Terima kasih dan semoga weekend(mu) menyenangkan n___nv

………………………………………………….……

~TBC~

<<back   next>>

54 thoughts on “Ahjumma Next Door [Chapter 28] : The Moment Of The Truth

Leave a comment