[DGI FESTIVAL 2016_PARADE] If You #3

cover

Author : Rmbintang

Main Cast : Kwon Jiyong, Sandara Park

Genre  : Romance

.

Chapter 3

.

Jiyong Pov

Salah satu alasan kenapa aku memutuskan untuk menjadi seorang dokter adalah karena ayahku. Ayahku meninggal saat aku berusai 10 tahun, dia meninggal karena suatu penyakit yang dia derita sejak lama namun keluarga kami tidak menyadarinya sehingga penyakit itu merenggut nyawa ayahku dengan tidak terduga.

Saat itu aku berpikir ayahku pasti masih bersama kami jika seandainya aku dan ibuku bisa menyadari penyakitnya lebih awal sehingga kami bisa membawanya ke rumah sakit dan mengobatinya. Saat itu juga aku memutuskan untuk giat belajar sehingga bisa menjadi seorang dokter hebat. Aku tidak ingin jika orang yang paling aku kasihi pergi meninggalkan aku lagi karena penyakit yang dideritanya.

Itu juga adalah alasan kenapa aku selalu marah setiap kali Dara mengacuhkan perintahku untuk beristirahat dan menjaga kesehatannya. Aku tidak ingin Dara tumbang seperti saat ini karena jadwal kerjanya yang sangat parah.

Aku sedang menunggu Dara yang kini sedang terlelap di ranjang rumah sakit. Aku bersyukur karena keadaannya tidak separah yang aku khawatirkan. Saat aku sedang memandangi wajah damainya tiba-tiba aku mendengar suara pintu kamar rawat Dara yang dibuka.

“Kau sudah datang?” Tanyaku kepada Bom. Sepupu Dara yang tadi aku hubungi. Bom mengangguk sambil sedikit berjalan cepat kearahku.

“Bagaimana kondisi Dara?”

“Dia sudah baik-baik saja.”

“Jiyong kapan Dara akan bangun?” Tanya Bom dengan raut wajah penuh kekhawatiran sambil memandang Dara.

“Sebentar lagi dia pasti bangun.” Kataku sambil membenahi letak selimbutnya. “Aku sengaja memberinya obat tidur sehingga dia bisa beristirahat seperti ini.” Kataku lagi sambil melihat kepada Bom.

“Sebenarnya Dara kenapa?” Tanya Bom kemudian dia menutup mulutnya dengan kedua tangan. “Jangan-jangan Dara seperti ini akibat bola itu.” Ujarnya lagi. “Jiyong Dara tidak terkena geger otak seperti katamu itu kan?” Tanyanya lagi dengan menggigit bibirnya karena khawatir.

“Untungnya tidak. Aku sudah melakukan CT Scan dan MRI. Dara pingsan karena penyakit vertigo yang dia derita tiba-tiba kambuh lagi.”

“Tapi dia baik-baik saja bukan?” Tanya Bom lagi yang aku balas dengan anggukan. “Tapi bagaimana bisa kau tahu Dara sedang pingsan di apartemennya?” Tanya Bom dengan penuh selidik.

“Dara menghubungiku tadi, dia bilang kepalanya sakit dan tubuhnya sangat lemas jadi aku datang ke sana untuk melihat kondisinya dan saat tiba disana ternyata Dara sudah tergeletak pingsan di dekat tempat tidur.” Jelasku yang Bom balas dengan anggukan mengerti.

“Tapi kenapa Dara menelponmu saat dia sakit?” Tanya Bom lagi. Aku mengedikkan bahuku tidak mengerti. Aku tidak terlalu memikirkan itu karena yang terpenting sekarang kondisi Dara sudah jauh lebih baik. “Jiyong seandainya tidak ada yang menemukan Dara pingsan kira-kira apa yang akan terjadi kepadanya?” Tanya Bom lagi dengan serius. Aku sedikit tersenyum karena Bom walaupun dia menyebalkan tapi dia sangat menyayangi Dara yang tumbuh besar bersamanya.

“Jika pingsannya berlangsung lama maka bisa saja Dara terkena geger otak ringan bahkan sampai geger otak berat.” Kataku.

“Kau yakin?” Tanya Bom lagi. Aku mengangguk.

“Itu sebabnya aku menyuruh Dara untuk beristirahat karena aku tahu hal ini akan terjadi.” Kataku kepada Bom. “Bomie aku mohon bicaralah dengan Dara dan bilang kepadanya bahwa dia harus menjaga kesehatannya. Dia sangat keras kepala jika aku yang menyuruhnya.”

“Baiklah aku akan mencoba bicara dengannya nanti tapi aku tidak yakin apakah dia akan menurut atau tidak. Seperti yang kau katakan tadi, dia sangat keras kepala.”

“Aku juga minta tolong kepadamu untuk lebih memperhatikan makanan yang dia makan karena itu juga dapat mempengaruhi kondisi tubuhnya.” Kataku lagi yang Bom balas dengan anggukan.

“Tapi kenapa kau begitu mengkhawatirkan Dara?” Tanya Bom dengan memasang sebuah senyuman menggoda.

“Dia pasienku.” Kataku dengan tenang. “Aku memang selalu mengkhawatirkan pasienku yang sakit. Memangnya kenapa?” Kataku menyembunyikan kenyataan bahwa aku memang sangat mengkhawatirkan Dara melebihi pasienku yang lain.

“Jadi begitu?” Tanya Bom sambil mengangguk-anggukan kepalanya. “Tapi Jiyong apakah pasienmu hanya Dara? Kenapa daritadi kau hanya diam di sini dan tidak pergi untuk melihat pasienmu yang lain?” Tanyanya lagi.

“Sebentar lagi aku akan pergi kok.” Kataku sambil menggaruk leher. Aku akan pergi berjalan saat tiba-tiba aku mendengar suara parau Dara yang bergumam. Aku berbalik untuk melihat kondisinya yang sepertinya sudah mulai sadar. Selama beberapa saat dia menggerak-gerakan kelopak matanya lalu beberapa detik kemudian dia membuka matanya.

“Bomie?” Katanya dengan suara parau sambil berusaha untuk bangkit dari posisinya.

“Dara kau sudah bangun?” Tanya Bom sambil sedikit berjalan cepat mendekat kesamping Dara. Aku memasukan tanganku pada saku jas dokter yang aku kenakan. Bersyukur karena dia sudah baik-baik saja.

“Bomie kenapa aku ada di sini?” Tanyanya setelah menyadari selang inpus yang tertanam di lengannya.

“Kau pingsan jadi Jiyong membawamu ke sini.” Katanya. Dara secara otomatis melihat kepadaku yang masih berdiri tidak jauh dari ranjang rumah sakit.

“Kau yang membawaku ke sini?” Tanya Dara kepadaku yang aku balas dengan anggukan.

“Apa yang kau rasakan sekarang?” Tanyaku kepada Dara yang tidak dia balas.

“Kenapa kau membawaku ke sini?” Tanya Dara sambil menatapku tajam.

“Kau sakit jadi aku membawamu ke tempat yang seharusnya.” Kataku dengan tenang. “Dara tubuhmu sangat ringan saat aku menggendongmu tadi.” Kataku sambil berdecak. “pasti kau jar-”

“Ya!” Teriak Dara yang memotong perkataanku. “Kenapa kau harus membawaku ke sini huh? Kau tahu aku tidak suka berada di sini.” Sungutnya dengan suara tinggi kepadaku. “Apa kau sengaja untuk membuatku marah seperti ini huh?” Sungutnya lagi.

“Ya Tuhan Dara kenapa kau marah-marah seperti ini?” Kata Bom yang sedang memandang Dara dengan tidak percaya. Dara tidak memperdulikan perkataan Bom. Dia masih memandangku dengan tatapan sengit.

“Dara aku hanya melakukan yang terbaik untuk menolongmu.” Kataku dengan nada setenang mungkin. Aku memang sedikit kesal tapi aku masih berusaha untuk menahannya.

“Kau sengaja membawaku ke sini sehingga kau bisa melihatku tersiksa iyakan?” Tanyanya lagi. “Aku ingin pulang Jiyong aku tidak ingin melihatmu dan diobati oleh dokter brengsek sepertimu.” Katanya lagi. “Aku akan pergi ke rumah sakit lain.”

“Kau tahu rumah sakit ini rumah sakit terbaik di Seoul. Tetaplah di sini Dara, jika kau tidak ingin melihatku maka aku tidak akan datang sekalipun ke sini.” Kataku dengan tenang kemudian berbalik lalu pergi meninggalkan Dara dan Bom.

Aku terluka dengan sikapnya kepadaku tadi. Apa salahku sehingga dia bisa sekasar itu setiap kali kami bertemu?Kenapa dia bisa sangat membenciku padahal kami dulu saling mencintai. Jika alasan kenapa dia bersikap seperti ini kepadaku adalah karena perpisahan kami maka seharusnya yang bersikap seperti itu adalah aku. Karena dia yang memintaku untuk mengakhiri saja semuanya.

Dara Pov

“Dara apa kau tahu kau sangat keterlaluan kepada Jiyong barusan?” Tanya Bom yang kini sudah menarik kursi lalu duduk disamping tempat tidurku. “Kau harusnya berterimakasih karena Jiyong sudah menyelamatkanmu.” Kata Bom lagi. Aku diam saja tidak menanggapi apa yang Bom katakan. Aku keterlaluan? Dialah yang keterlaluan karena sudah membawaku ke tempat ini. Surganya yang merupakan neraka untukku. “Dara minta maaflah kepada Jiyong. Kata-katamu sangat kasar.” Aku melirik Bom dengan tidak percaya.

“Kau membelanya?” Tanyaku kepada Bom. “Dia tahu Bomie seberapa besar aku tidak suka berada di sini. Tapi sekarang dia membawaku ke sini. Itu pasti karena dia ingin menyiksaku di sini.”

“Dara kau tidak seharusnya berkata seperti itu.” Kata Bom lagi dengan serius.“Jiyong sangat mengkhawatirkanmu dan keadaanmu akan semakin parah jika Jiyong tidak membawamu ke sini.”

“Memangnya apa yang terjadi denganku?” Tanyaku kepada Bom. Aku takut sekarang, takut jika apa yang Jiyong katakan waktu itu menjadi kenyataan.

“Vertigo mu kumat lagi, itulah kenapa akhir-akhir ini kau sering sakit kepala dan tadi sepertinya vertigo mu menjadi lebih parah karena kau sama sekali tidak meminum obat dan beristirahat.” Kata Bom menjelaskan seperti seorang profesional.

“Jadi aku tidak terkena geger otak kan?” Tanyaku untuk memastikan. Bom mengangguk membuatku bernapas lega.

“Tapi kau bisa saja terkena geger otak jika Jiyong tidak menemukanmu pingsan Dara.” Aku menatap Bom dengan pandangan tidak percaya. Aku baru saja bernapas lega karena mendengar aku tidak terkena penyakit geger otak namun sekarang aku mendengar bahwa ada kemungkinan aku akan mengalami itu karena penyakit vertigo yang aku derita selama beberapa tahun terakhir dan ini pertama kalinya penyakit ini kambuh setelah sekian lama.

“Bomie.” Kataku kepada Bom setelah ingat apa yang dia katakan tadi. “Kenapa Jiyong bisa menemukanku pingsan?” Tanyaku kepada Bom dengan raut wajah penasaran.

“Kau tidak ingat?” Tanya Bom kepadaku yang aku balas dengan gelengan kepala. “Kau menelpon Jiyong sebelum kau pingsan. Kau bilang kepadanya bahwa kepalamu sangat sakit dan tubuhmu lemas makanya Jiyong datang ke apartemenmu.”

“Aku yang menelponnya?” Tanyaku dengan tidak percaya kepada Bom. Bom mengangguk dengan pasti. “Kau jangan bohong.” Kataku lagi kepada Bom.

“Aku tidak bohong. Jiyong yang mengatakannya kepadaku.”

“Mana ponselku?” Tanyaku kepada Bom sambil mengulurkan tangan. Bom merogoh saku mantel yang dia kenakan kemudian mengeluarkan ponselku.

“Kenapa?” Tanyanya bingung sambil menyerahkan ponselku.

“Aku akan mengecek apa yang Jiyong katakan itu benar atau tidak. Aku tidak mungkin menghubunginya.” Kataku kepada Bom sambil menunduk dan menggeserkan layar ponselku untuk melihat call history. Aku terpaku saat melihat nomor Jiyong ada dibarisan paling atas. Itu berarti aku memang menghubunginya. Tapi kenapa aku menghubungi Jiyong? Apa saja yang aku katakan kepadanya?Kenapa aku tidak ingat apapun?

“Bagaimana?” Tanya Bom kepadaku. Aku memperlihatkan ponselku kepada Bom untuk menjawab pertanyaannya. “Jiyong tidak bohong.” Katanya setelah melihat ponselku.

“Tapi Bomie kenapa aku menghubungi Jiyong?” Tanyaku kepada Bom.

“Entahlah.” Kata Bom sambil mengedikkan bahu. “Mungkin hanya nama Jiyong yang kau ingat saat kepalamu dalam keadaan sakit.” Kata Bom lagi. Aku diam setelah mendengar apa yang Bom katakan. Apakah Jiyong menjadi satu-satu orang yang aku ingat saat aku dalam kondisi setengah sadar? Tapi kenapa harus dia orang yang aku ingat saat itu?

***

Aku terbangun dari tidurku saat mendengar suara langkah seseorang. Aku menggerak-gerakan kelopak mataku lalu ketika membuka mata aku tahu bahwa suara langkah itu ternyata adalah suara langkah seorang suster.

“Anda sudah bangun?” Tanya suster itu dengan sopan yang aku balas dengan anggukan lemah kemudian berusaha bangun dan duduk sambil bersandar pada bantal.

“Kapan aku bisa pulang?” Tanyaku kepada suster itu.

“Dokter akan datang sebentar lagi. Anda bisa bertanya kepada dokter langsung saat dia datang.” Sambungnya sambil mengganti kantong inpus dengan yang baru. Setelah beberapa saat aku mendengar pintu ruanganku dibuka. Aku pikir itu Jiyong karena suster itu mengatakan bahwa dokter akan memeriksaku namun ternyata yang datang adalah seorang dokter wanita.

“Bagaimana keadaannya?” Tanya dokter wanita itu kepada suster tadi.

“Tanda vitalnya baik-baik saja.” Kata suster sambil melihat papan yang dia pegang dari tadi.

“Sandara-ssi.” Kata dokter itu setelah melirik tulisan yang berada di depan ranjang. “Saya akan memeriksa anda.” Sambungnya kemudian dia berjalan mendekat kepadaku lalu mulai memeriksa denyut nadiku.

“Mana Jiyong?” Tanyaku kepada dokter itu yang ternyata bernama LeeSeungkyung. Aku tahu karena melihat namanya yang terukir di saku atas jas yang dia kenakan.

“Jiyong Oppa?” Tanyanya sambil terus memeriksaku. Oppa? Kenapa dokter wanita ini memanggil Jiyong dengan sebutan Oppa? Apa mungkin dokter ini adalah kekasih Jiyong yang baru?

“Iya dia.” Kataku. “Kenapa bukan dia yang memeriksaku?” Tanyaku lagi.

“Kami bertukar pasien.” Katanya kini sambil mendengarkan detak jantungku dengan stetoskop. “Bukannya anda sendiri yang meminta dokter lain selain dia?” Tanyanya kini sambil melihatku. Aku ingat sekarang bahwa tadi malam aku mengatakan bahwa aku tidak ingin diobati olehnya. Aku kemudian diam tidak bertanya kepada dokter ini lagi. Entah kenapa aku merasa sedikit tidak suka dengan dokter ini.

“Sandara-ssi.” Kata dokter Seungkyung yang membuatku kembali tersadar dari lamunanku. “Kondisi anda sudah lebih baik namun anda masih harus tetap di sini selama dua hari lagi.” Kata Dokter Seungkyung yang aku balas dengan anggukan. Dia tersenyum kemudian berjalan menjauh lalu keluar dari dalam kamarku.

Yang aku lakukan selama dia memeriksaku tadi adalah mengamatinya. Dia cantik dengan warna mata yang indah, dia juga tinggi, dan jika dilihat dari caranya berpakaian aku bisa menyimpulkan bahwa dokter itu memiliki selera fashion yang sangat baik. Dia cantik dan seorang dokter. Mengetahui kenyataan ini membuatku mendesah dengan perlahan karena aku merasa wanita ini merupakan tipe wanita yang akan Jiyong kencani.

Mereka pasti akan nyambung saat berbicara, tidak seperti aku yang sama sekali tidak mengerti apapun jika Jiyong bercerita kepadaku tentang pasiennya saat kami masih bersama. Apakah Jiyong selama ini betah berada di rumah sakit karena ada dokter cantik itu di sini? Apakah wanita itu adalah alasan kenapa Jiyong bisa dengan mudah mengatakan iya saat aku memintanya untuk mengakhiri hubungan kami? Tapi kenapa aku harus kecewa seperti ini?

Jiyong Pov

“Seungkyung-ah bagaimana kondisi Dara?” Tanyaku langsung kepada Seungkyung, salah satu dokter fellow yang ada di rumah sakittempatku bekerja. Aku sengaja menunggu Seungkyung di depan meja administrasi sehingga aku bisa langsung bertanya kepadanya tentang kondisi Dara setelah dia keluar dari ruangan Dara.

“Dia sudah baik-baik saja.”Katanya sambil terus berjalan. Aku mengikutinya dengan berjalan cepat sehingga kami sekarang berjalan berdampingan.

“Kau yakin?” Tanyaku lagi. Dia mengangguk.

“Jika kau tidak percaya kepadaku kau bisa memeriksanya sendiri.” Katanya sambil melirik kearahku.

“Dia tidak ingin aku memeriksanya.” Kataku dengan sedikit cemberut.

“Dia itu siapa?”Tanyanya tiba-tiba sambil menghentikan langkahnya membuatku ikut berhenti. “Kenapa kau sangat mengkhawatirkan keadaannya?” Tanyanya lagi kini sambil menghadap kepadaku. “Apakah dia kekasihmu?” Tanyanya lagi.

“Dia mantan kekasihku.” Kataku akhirnya sambil menggaruk leher.

“Apakah wanita itu adalah alasan kenapa kau selalu menolak ajakanku untuk berkencan?” Tanyanya lagi yang aku balas dengan senyuman simpul. “Kau masih menyukainya?” Tanyanya yang aku balas lagi dengan senyuman. “Kalau begitu kenapa kalian berpisah jika masih saling mencintai?”

“Huh?” Tanyaku karena sedikit tidak mengerti dengan apa yang dia katakan.

“Dia juga masih mencintaimu.”

“Dia membenciku.” Seungkyung menggelengkan kepalanya.

“Dia masih mencintaimu. Aku bisa melihat dia sedikit terganggu saat aku memanggilmu Oppa.” Katanya lagi.  Mendengar apa yang Seungkyung katakan membuat mataku langsung berbinar. “Dia juga tadi menanyakanmu, dia sepertinya sedikit kecewa karena aku yang memeriksanya bukan dirimu.”

“Tapi dia bilang dia tidak ingin melihatku dan diobati olehku.”

“Mengatakan itu bukan berarti bahwa dia benar-benar ingin seperti itu. Biasanya wanita bersikap seperti itu karena ingin melihat bagaimana reaksimu atau apa yang akan kau lakukan.” Katanya panjang lebar. Aku mendengarkan Seungkyung dengan seksama. Aku mulai mengerutkan keningku karena mulai bingung.

“Jadi jika dia meminta putus apa itu berarti dia tidak benar-benar ingin putus?” Tanyaku kepada Seungkyung. Dia mengangguk.

“Bisa saja dia mengatakan itu karena ingin melihat seberapa jauh kau akan mempertahankan hubungan kalian.” Katanya. Aku terpaku sekarang setelah mendengar apa yang Seungkyung katakan. Apakah ini artinya Dara sebenarnya tidak pernah ingin putus denganku dan ingin melihat usahaku untuk mempertahankan hubungan kami? Apakah Dara membenciku sekarang karena aku dengan mudah mengatakan iya saat dia mengatakan ingin berpisah?

Flashback

Aku baru saja pulang dari rumah sakit sekitar pukul satu malam, aku membuka pintu apartemenku lalu langsung masuk kedalam dan saat itu aku melihat Dara yang sedang memakan ramen panas sambil membaca berkas yang dia pegang. Aku dan Dara sudah tinggal bersama sejak satu tahun yang lalu.

“Dee kau baru makan?” Kataku sambil membuka mantel yang aku pakai kemudian menyimpannya di Sandaran sofa. Dia melirik kearahku kemudian mengangguk. “Kenapa kau baru makan sekarang?”

“Di kantor sedang banyak pekerjaan. Kau tahu sendiri sebentar lagi akhir tahun jadi kami harus segera menyelesaikan pekerjaan yang masih belum selesai jadi tidak ada waktu untuk memikirkan makan.” Katanya sambil terus fokus pada berkas di hadapannya.

“Bagaimana bisa kau melupakan urusan makan huh? Bagaimana jika kau sakit karena hal itu?” Kataku dengan sedikit keras.

Mianhae.” Katanya sambil melihatku dengan tatapan merasa bersalah. “Aku tidak akan seperti ini lagi, aku janji.”

“Lalu kenapa kau masih belum tidur sekarang?” Tanyaku lagi.

“Pekerjaanku masih belum selesai jadi aku begadang supaya besok pekerjaannya sudah berkurang.” Katanya lagi. Aku berdecak mendengar jawaban yang dia berikan. Dia pasti tahu aku kesal karena dia begadang hanya karena masalah pekerjaan.

“Jam berapa kau pulang?” Tanyaku lagi. Dara hanya diam. “Aku tanya jam berapa kau pulang?” Tanyaku lagi dengan sedikit membentaknya yang membuat Dara sedikit tersentak kaget.

“Hampir jam sepuluh malam.”

“Kenapa kau lembur?” Kataku dengan sedikit keras. “Aku sudah bilang jam kerjamu hanya sampai jam tujuh malam kalau memang kau harus lembur.” Dia melirik lagi kearahku kemudian mendesah.

“Aku tidak enak jika aku pulang duluan.” Katanya. “Aku tidak enak karena mereka juga membutuhkan aku untuk membantu mereka.”

“Lalu sekarang apa gunanya lembur jika kau pulang masih dengan membawa pekerjaanmu?” Kataku lagi. “Harusnya kau tidur bukannya malah membaca berkas itu. Kalau kau sakit bagaimana?”

“Aku baik-baik saja Jiyong tadi aku sudah tidur sebentar ketika baru sampai di sini.”

“Dee aku tidak ingin mendengar alasanmulagi, pokoknya aku tidak ingin kau pulang larut malam lagi dan telat makan lagi seperti hari ini. Aku tidak ingin kau membawa sisa pekerjaanmu ke rumah, kita sudah sepakat masalah ini dulu.” Kataku dengan sedikit memaksa. “Aku akan bicara dengan atasanmu untuk masalah ini.”

“Jiyong.” Kata Dara kini sambil melihatku dengan raut wajah kesal. “Apa salahnya aku pulang malam? Toh kau juga sama saja, sudah beberapa bulan terakhir ini kau juga selalu pulang hampir menjelang pagi, apa yang kau lakukan itu lebih parah daripada apa yang aku lakukan.” Katanya sambil terus menatapku. “Jadi tolong biarkan aku menyelesaikan pekerjaanku dengan baik karena aku juga tidak mengganggumu dengan pekerjaanmu.”

“Tapi ini beda Dara. Kau tahu pekerjaanku ini sangat penting bukan hanya untukku tapi juga untuk orang lain.”

“Lalu apakah pekerjaanku tidak penting?” Tanya Dara kepadaku. “Apakah karena aku hanya karyawan di perusahaan biasa jadi kau bisa mengatakan bahwa pekerjaanku tidak penting?”

“Aku tidak mengatakan itu Dara.” Kataku masih dengan suara keras. Aku lelah setelah seharian melakukan operasi dan saat pulang ke rumah Dara malah membuatku marah. “Aku hanya mengatakan bahwa orang lain tidak akan terlalu terpengaruh jika kau tidak bekerja terlalu keras.”

“Aku tahu Jiyong uang yang aku hasilkan dari pekerjaanku memang tidak sebanyak uang yang kau berikan kepadaku.” Kata Dara masih dengan raut wajah yang kesal.“Tapi setidaknya pekerjaan ini membuatku merasa dibutuhkan karena kau sama sekali tidak peduli kepadaku selama beberapa bulan terakhir ini.” Katanya yang membuatku mengerutkan kening.“Kau terlalu sibuk dengan pekerjaanmu sehingga melupakan aku yang selalu menunggumu dirumah untuk pulang. Namun saat kau pulang aku sudah tertidur dan saat aku bangun kau sudah pergi lagi. Aku kesepian Jiyong jadi aku memutuskan untuk bekerja lembur sehingga aku tidak merasa sendirian saat menunggumu.”

“Jangan jadikan pekerjaanku sebagai alasan kenapa kau melakukan ini.” Kataku kembali membentaknya yang kembali membuat Dara tersentak.“Jika kau kesepian kau bisa meminta Bom untuk menemanimu, kau bisa bermain dengan Dadoong, atau kau bisa datang kerumah sakit saat jam makan malam jadi kita bisa menghabiskan waktu selama aku beristirahat.”

“Kau tahu aku tidak suka suasana rumah sakit.”

“Lalu tidak bisakah kau mengesampingkandulu rasa tidak sukamu itu untukku?”

“Jiyong kenapa kau sangat egois?”

“Aku seperti ini karena aku mengkhawatirkanmu Dara.”

“Kalau kau mengkhawatirkan aku seharusnya kau lebih memperhatikan aku dan pulang lebih awal bukannya diam di rumah sakit sampai menjelang pagi dan sama sekali tidak peduli kepadaku.”

“Aku bukan diam Dara, aku bekerja disana, kau juga tahu itu.” Kataku lagi. “Dan bagaimana bisa kau bilang aku tidak peduli kepadamu hanya karena pekerjaanku.? Kenapa kau jadi kekanakan seperti ini?”

“Aku bukannya kekanakan Jiyong.”

“Lalu apa? Apa sebutan yang tepat untuk menyebut sikapmu ini jika bukan kekanakan?” Kataku lagi sambil membentaknya.

“Jiyong ak-”

“Berhenti berdebat.” Kataku memotong berkataannya. “Aku tidak ingin lagi mendengar apapun darimu, dan keputusanku sudah tidak bisa kau bantah jadi aku harap kau akan menurut.”

“Jiyong kena-”

“Aku lelah Dara.” Kataku kembali memotong perkataannya.“Seharusnya kau menyambutku dengan hangat sehingga aku akan merasa lebih baik sekarang tapi apa hanya pertengkaran yang bisa kau berikan saat ini?” Kataku lagi. Aku melihat matanya mulai berkaca-kaca tapi aku tidak peduli karena aku terlalu marah saat ini. “Berhentilah menangis saat kita bertengkar karena kau bukan anak kecil lagi.” Kataku lagi kemudian berbalik lalu masuk ke dalam kamar meninggalkan Dara sendirian kemudian menutup pintu kamar dengan sedikit keras.

Flashback End

Tiba-tiba saja aku mengingat kembali pertengkaran kami. Menurutku pertengkaran terhebat antara aku dan Dara, kami bertengkar satu bulan setelah kami berlibur ke Singapura, dan sejak saat itu kami berdua semakin sering bertengkar, aku semakin sering membentaknya dan membuatnya menangis.

Kami terus bertengkar tanpa pernah ada penyelesaian karena saat itu aku yang baru diangkat menjadi dokter fellow di rumah sakit menjadi sering pulang larut sehingga tidak banyak hal yang bisa kami lakukan untuk menyelesaikan pertengkaran kami. Kami menjadi jarang berbicara satu sama lain karena saat aku pulang Dara sudah terlelap dan saat dia bangun aku sudah harus pergi ke rumah sakit.

Keadaan kami yang seperti inilah yang membuat Dara tidak tahan lalu memintaku untuk mengakhiri hubungan kami yang sudah kami jalani sejak lama. Aku juga lelah terus bertengkar dengannya makanya saat itu aku mengiyakan apa yang dia inginkan. Aku hanya berpikir bahwa Dara mungkin sudah jenuh dengan hubungan kami makanya dia meminta putus karena itulah aku mengiyakan keinginannya itu. Aku tidak ingin menahan seseorang yang sudah tidak mau hidup denganku.

Tapi sekarang aku menyesal dengan keputusanku saat itu, harusnya dulu aku mencoba mempertahankan hubungan kami. Aku mengerti sekarang, kenapa Dara selalu mengatakan bahwa aku adalah pria brengsek setelah kami berpisah. Dara benar, aku adalah pria brengsek yang lari dari masalah kami tanpa mencoba mencari jalan keluar untuk membuatnya lebih baik.

Dara Pov

Aku terus memindahkan channel televisi dengan remoteuntuk mencari saluran yang menyiarkan acara-acara seru. Aku berhenti setelah melihatchannel yang sedang menyiarkan acara kecantikan. Aku menonton acara itu sambil memakan jeruk yang tadi dibawa oleh Bom tapi sekarang dia sedang pergi makan dengan Seunghyun kekasihnya yang juga bekerja sebagai dokter di rumah sakit ini sehingga kini aku sendirian karena ibuku belum datang.

Aku sebenarnya merasa bosan karena daritadi sendirian, apalagi Jiyong sama sekali tidak datang ke sini seharian ini. Dia selalu bilang bahwa dia mengkhawatirkanku namun apa sekarang? Dia sama sekali tidak peduli saat aku sedang menjadi seorang pasien.

Aku mendengar suara pintu digeser saat aku sedang mengupas satu jeruk lagi. Aku langsung mengalihkan perhatianku pada pintu itu karena aku berharap bahwa Jiyong yang datang namun aku harus kecewa ketika Il Woo lah yang muncul dari balik pintu. Tapi kenapa aku harus sekecewa ini? Dara berhentilah memikirkan dia! Perintahku pada diri sendiri.

“Ya Dara-ah kenapa kau terlihat kecewa saat melihatku datang?” Tanya Il Woo sambil berjalan mendekat kearahku. “Apakah kau berharap orang lain yang datangke sini?”Tanyanya lagi. “Apakah kau sedang menunggu seseorang datang?”

Anni.” Kataku sambil menggelengkan kepala. “Itu pasti hanya perasaanmu saja, aku senang kau menjengukku.” Kataku sambil tersenyum.

“Syukurlah kalau begitu.” Katanya kemudian dia menyerahkan sebuket bunga kepadaku. “Ini untukmu, aku harap kau suka.”

Gomawo.” Kataku sambil tersenyum ketika menerima bunga yang dia berikan kemudian menghirupnya dalam. “Sekarang aku merasa lebih baik karena bunga ini.” Sambungku sambil sedikit tertawa kemudian kembali melihatnya yang kini sedang tersenyum kearahku.

“Bagaimana keadaanmu?” Tanyanya sambil mengusap lembut kepalaku.

“aku sudah lebih baik.” Kataku sambil tersenyum.

“Maafkan aku. Seharusnya kemarin aku membawamu ke rumah sakit bukannya mengantarmu kerumah saat kau bilang kepalamu sakit.” Katanya dengan raut wajah merasa bersalah.

Anni.” Aku menggelengkan kepalaku. “Jika bukan karena terpaksa aku pasti tidak akan mau dirawat dirumah sakit seperti ini.” Kataku sambil sedikit cemberut.

“Kenapa?” Tanyanya. “Padahal di sini sangat nyaman, lihatlah ruangan ini sudah seperti hotel bintang lima. Fasilitas VVIP rumah sakit ini bagus sekali.” Katanya lagi sambil mengedarkan pandangannya keseluruh penjuru tempat ini. “Kau pasti mengeluarkan uang yang sangat banyak untuk bisa berada di sini.” Katanya lagi sambil tersenyum kearahku. Aku menyunggingkan senyuman simpul. Aku bisa di sini karena pengaruh Jiyong. Menurut Bom, Jiyong sendirilah yang meminta supaya aku diberikan fasilitas terbaik. Dia sangat berlebihan, padahal aku hanya sakit kepala saja.

“Il Woo-ah bagaimana pekerjaan kita?” tanyaku kepada Il Woo. “Mianhae karena aku sakit jadi membuatmu bekerja sendirian.” Ujarku lagi sambil memasang wajah merasa bersalah.

“Tenang saja Dara, bawahanmu membantuku sehingga aku tidak terlalu kerepotan.” Katanya masih sambil terus tersenyum. Senyuman Il Woo manis sekali. “Kau beristirahat saja jangan terlalu memikirkan masalah pekerjaan.” Sambungnya.

“Baiklah.” Ujarku sambil menganggukkan kepalaku.

“Dara apakah kau tahu bahwa kau sedang menjadi selebritis di rumah sakit ini?” Tanya Il Woo.

“Huh?” Kataku karena tidak mengerti.

“Banyak suster dan dokter yang sedang membicarakanmu saat aku berjalan ke sini tadi.” Katanya kemudian tertawa. “Maafkan aku, aku tidak berniat menguping tapi ketika mendengar namamu disebut tiba-tiba saja telingaku langsung bereaksi.”

“Memangnya apa yang mereka bicarakan?” Tanyaku dengan sedikit penasaran.

“Mereka membicarakan tentang hubunganmu dengan salah satu dokter di sini.” Katanya, kemudian dia memutar bola matanya ke atas seperti sedang mengingat sesuatu. “Dokter Kwon?” Gumamnya. Dokter Kwon? Apa yang dia maksud itu Jiyong?

“Memangnya apa yang mereka pikirkan tentang dokter itu dan aku?”

“Mereka bilang kau mungkin kekasihnya karena kemarin malam dokter itu terlihat sangat khawatir saat mengantarmu ke rumah sakit ini.” Katanya. “Itulah yang aku dengar.” Sambungnya.

“Mereka mengatakan itu?” Tanyaku dengan sedikit heranyang dia balas dengan anggukan.

“Apa itu benar?” Tanya Il Woo.

“Apa?”

“Kau dan dokter itu pacaran?” Tanyanya lagi. Aku menggelengkan kepalaku. “Lalu?”

“Dia mantan kekasihku.” Kataku.

“Dia mantan kekasihmu?” Tanya Il Woo lagi yang aku balas dengan anggukan. “Lalu kapan kalian putus?”

“Kami sudah putus satu tahun yang lalu.” Kataku yang langsung membuatnya tersenyum senang. “Kenapa kau tersenyum?” Tanyaku sambil mengerutkan kening.

“Aku hanya senang karena itu berarti aku memiliki kesempatan untuk mendekatimu.”  Katanya yang langsung membuatku membuka mulutku karena terkejut dengan apa yang barusan aku dengar.

“Hahaha kau lucu sekali saat bercanda.” Kataku sambil tertawa canggung.

“Aku tidak bercanda.” Katanya lagi yang membuatku langsung menghentikan tawaku. “Aku menyukaimu sejak pertama kali kita bertemu.” Sambungnya lagi sambil menatapku dengan lekat. Aku mengedipkan mataku berkali-kali karena tidak tahu reaksi apa yang harus aku berikan dan aku tidak tahu kata apa yang harus aku katakan kepadanya saat ini. Dan anehnya yang aku pikirkan sekarang adalah reaksi Jiyong. Aku penasaran apa yang akan Jiyong pikirkan jika dia tahu bahwa ada pria lain yang bilang menyukaiku. Dia dulu selalu marah jika aku dekat dengan rekan kerjaku. Apakah dia masih akan marah jika tahu Il Woo dan aku sedikit dekat saat ini?

Author

Jiyong berjalan sambil membawa sebuket bunga kesukaan Dara dengan sesekali menyenandungkan lagu cinta yang dia hafal. Setelah dia selesai menyelesaikan semua jadwal dengan para pasiennya, Jiyong langsung pergi ke toko bunga di dekat rumah sakit dan membeli bunga kesukaan Dara. Setelah dia membeli bunga dan beberapa muffinkesukaan Dara Jiyong langsung kembali lagi kerumah sakit untuk menemui Dara.

Dia merindukan wanita itu padahal baru tadi malam dia melihatnya. Awalnya Jiyong tidak akan menemui Dara karena tadi malam Dara bilang tidak ingin melihatnya, namun setelah berbicara dengan Seungkyung Jiyong menjadi berpikir bahwa mungkin Dara tidak benar-benar ingin mengatakan hal itu kepadanya. Jadi setelah berpikir lama akhirnya Jiyong memutuskan untuk menemui Dara dan menungguinya semalaman.

Dia terus berjalan sampai berhasil sampai didepan kamar rawat Dara, ketika dia akan membuka pintu kamar itu Jiyong mendengar suara tawa Dara dan setelah membuka sedikit pintu itu Jiyong bisa melihat Dara yang kini sedang tersenyum sambil memegang sebuket bunga. Dihadapannya ada pria yang waktu itu dia lihat bersama Dara disebuah restoran.

Mood Jiyong langsung berubah setelah melihat pemandangan itu dan dia semakin kesal ketika melihat pria itu menyentuh kepala Dara dengan lembut, dan yang paling membuatnya lebih marah adalah karena Dara terlihat nyaman dengan apa yang pria itu lakukan. Melihat hal itu Jiyong langsung mengurungkan niatnya untuk menemui Dara. Dia membuang bunga yang dia bawa ke tempat sampah yang berada di depan kamar Dara kemudian kembali berjalan berlawanan arah dengan tujuannya yang sebenarnya. Moodnya berubah setelah melihat pemandangan barusan.

TBC

32 thoughts on “[DGI FESTIVAL 2016_PARADE] If You #3

Leave a comment