Bad Boy For Bad Girl [Chap. 4]

BFB Cover

Script Writer by : ElsaJung

Tittle : Bad Boy For Bad Girl

Duration : Series/Chaptered

Rating : Teen (T)

Genre : AU, Comedy, Romance, a bit Sad

Bab 4

Tiba-tiba, dari arah belakang seseorang menepuk bahu Dara. “Sandara Park,”

Dara berbalik, kemudian mengerutkan keningnya. “Ada apa, Jessica?”

“Kau ada waktu luang hari ini? Aku ingin mengajakmu pergi ke bioskop.” Ujarnya tersenyum.

Belum sempat Dara menjawab, Bom sudah mendahuluinya. “Waktu Dara hanya untukku.”

Jessica melipat wajahnya kecewa. “Maaf, kukira kau bebas hari ini.”

“Bom tidak memiliki pasangan, jadi dia menganggapku sebagai kekasihnya. Dia sangat sensitif ketika seseorang mendekatiku. Kau sudah tahu jawabannya, aku tidak bisa. Aku tidak bisa meminta maaf karena ini bukan murni kesalahanku.” Dara menepuk bahu Jessica, lalu menunjukkan ekspresi sedihnya yang malah terlihat mengejek. “Don’t cry, girl.”

Bom menarik Dara segera menjauh dari Jessica, kemudian berjalanan menuju kantin sekolah. Sejak hari pertama, Bom sudah mencium perihal buruk yang akan terjadi. Ia tahu sepenuhnya, Jessica bukan gadis baik dan Jessica tidak pernah menghabiskan waktunya untuk bersikap baik. Anehnya, gadis berambut coklat muda itu bersikap baik pada Dara. God! Hal buruk apa yang akan terjadi?

Gadis barbie itu mengerucutkan bibirnya. Dia tahu akan seperti ini jadinya. Dara bergaul dengan Jiyong dan sudah wajib hukumnya bagi Jessica untuk membenci gadis itu. Tapi, Bom tidak akan pernah membiarkan Jessica menyentuh kulit Dara meski hanya sepersekian detik. Bom mengerti, Dara memang kuat dan tangguh, tapi Dara tidaklah selicik Jessica. Tidak ada yang bisa menebak kapan Jessica akan melakukan serangannya dan tak ada yang bisa mengalahkan perangai liciknya. Dia yang terkuat nomor dua setelah BigBang.

“Pembasmi murid baru? Pembasmi gadis yang menyukai Jiyong?” tanya Dara mengaduk supnya.

“Ya, begitulah. Dia tidak memiliki teman. Aku tak akan membiarkanmu berteman dengannya.” Bom menangkup pipi Dara, membuat pemiliknya merasa risih. “Hei, Dara. Aku sangat mengenalmu. Kalau kau tersakiti, aku pasti akan segera bertindak. Dia licik dan lebih kuat darimu.”

“Andai saja ibuku sepertimu, tapi itu tak akan terjadi.” Ujarnya meringis. Entah apa yang membuat Dara senang. “Aku tidak akan berteman dengannya, Bommie. Tak ada alasan untuk itu. Orang gila macam apa yang bisa menjadi psikopat karena menyukai seseorang. Apalagi, dia jadi gila karena Jiyong. What a crazy girl she is!

“Bahkan, dia baru saja membuat masalah baru dengan adik kelas. Kau tidak tahu?”

Dara mengangguk. “Aku tahu. BigBang membicarakannya kemarin.”

“Lalu, apa yang terjadi antara kau dengan Jiyong. Cepat jelaskan!” tuntut Bom tidak sabar.

Wajah Dara mulai menunjukkan ekspresi tidak terbaca. Antara sebal, marah, kesal dan sedih. Ia terlihat menyedihkan sekarang. Dara tidak suka mengungkit permasalahannya dengan Jiyong, tentang sandiwara dan ciuman itu. Ya, memang Dara tidak pernah mengungkitnya ketika berbicara dengan orang lain, tapi ia selalu mengingatnya kapan pun dan di mana pun. Sayangnya, kalau Dara memilih bungkam di hadapan Bom, itu akan lebih mengerikan. Dara tidak ingin Bom marah padanya seperti peristiwa yang terjadi dua tahun lalu. Hanya karena Dara lupa hari ulang tahun Bom, gadis itu marah besar selama hampir sebulan.

Di dunia ini ada tiga orang yang tidak bisa ditaklukkan oleh Dara ketika mereka menginginkan sesuatu. Pertama neneknya, kedua Nyonya Kwon dan terakhir Bom. Dara menyerah. Ia menceritakan segalanya. Mulai dari asal mula berawalnya persetujuan aneh, rencana dan sandiwara bodoh serta ciuman mengerikan itu. Dara tidak berhenti bergidik saat bercerita. Ia juga bercerita dengan volume suara sangat pelan demi memperkecil kemungkinan orang lain bisa mendengarnya.

Setelah cerita berakhir, tawa Bom tiba-tiba meledak. Ia tampak histeris, senang dan khawatir di waktu yang bersamaan. Sangat sulit dibayangkan dan dijelaskan, tapi inilah adanya. Dalam diri Bom, ia tidak menduga hal sebodoh itu akan menimpa Dara. Terjebak bersama Jiyong selama setahun? Itu kabar paling mengerikan. Hanya beberapa hari dan Bom sudah bisa merasakan bagaimana menderita-nya Dara. Keduanya memiliki watak yang hampir sama. Akan sangat sulit menjaga suasana agar peperangan tidak terjadi.

“Astaga, Dara. Perutku sakit.” Seru Bom yang mulai menitikkan air mata akibat tawanya.

“Berhenti tertawa! Tidak ada yang lucu, Bommie!”

“Apanya yang tidak ada?” Bom berusaha mengontrol dirinya. “Dia menciummu tiga kali dalam seminggu? Wah, tidak kusangka, orang sepertinya melakukan hal itu denganmu. Kalian sangat cocok. Apa dia menyukaimu? Apa kau sepemikiran denganku?”

“Tidak mungkin, Park Bom. Bajingan itu melakukan hal yang sama pada semua gadis.”

Di tempat yang berbeda, Seunghyun dan Jiyong beserta anggota BigBang lainnya sedang bersantai menikmati waktu istirahat di kafetaria khusus. Mereka berkumpul, bercanda dan melakukan hal lain bersama-sama. Bahkan, Youngbae saja rela meninggalkan buku matematikanya. Bagi mereka-atau mungkin semua pelajar-waktu istirahat adalah sesuatu yang sangat menyenangkan.

“Aku tidak bisa menghentikan tawaku.” Seunghyun tertawa dengan suara menggelegarnya.

Bukan hanya Seunghyun, semua anggota BigBang tertawa keras.

“Aku bertaruh, Jiyong menyukainya.” Ujar Youngbae menjentikkan jarinya.

“Tidak.”

“Kau bahkan menciumnya, Jiyong. Kau tak akan melakukannya kalau kau tidak gila.”

Benar. Jiyong menceritakan hal itu pada teman-temannya.

“Ini akan menjadi berita menghebohkan di sekolah.” Daesung bersiap dengan ponselnya.

Jiyong melirik tajam. “Jangan coba-coba, Dae.”

“Tidak, kalau kau memperbolehkan aku bermain bersama gadis di club itu.”

“Ambil saja, aku tidak punya urusan dengannya. Jangan menyebarkannya, mengerti?”

Hyung, aku menyukai Dara. Kau jahat!”

Diketahui akhir-akhir ini Seungri sering bersikap manis pada Dara. Dia yang berkata Dara adalah gadis mengerikan, dia juga yang berkata Dara menggemaskan dan mempesona. Seungri berusaha mendekati Dara dengan segala cara. Membawakannya makanan, minuman, duduk di dekat Dara dan sesuatu semacamnya. Saat ini bukan kali pertama Seungri melakukan kegilaan yang sama. Seungri tidak bisa tinggal diam setelah melihat gadis cantik. Dia akan menyukai gadis itu, lalu bersikap seperti biasa setelah tidak memiliki ketertarikan yang kuat.

“Seungri, kau menyukai semua gadis, bukan begitu?” Youngbae mengelus rambut Seungri.

“Bisa dikatakan itu benar.” Ia meringis. “Aku juga tidak berpikir menjadikannya kekasihku. Dara sangat mengerikan dan otakku tidak bisa menghapus pemikiran itu. Dalam usahaku mendekatinya, aku sudah mendapat banyak sekali tinju darinya. Mengerikan.” Seungri bergidik ngeri.

“Jiyong, kau menyukainya. Titik!” tukas Seunghyun.

“Tidak, hyung! Diamlah! Aku tidak menyukainya, sama sekali tidak. Dia hanya hiburan bagiku.”

***

“Dia setiap hari bersama Jiyong. Bahkan, aku pernah melihatnya masuk mobil Direktur Kwon.”

“Benarkah? Apa mereka dijodohkan?”

“Tidak! Jangan sampai itu terjadi. Begitu banyak orang yang menyukai Jiyong.”

“Benar. Sandara akan mendapat banyak haters, aku yakin!”

“Ya! Dan aku salah satunya.”

“Aku juga.”

“Aku sangat membencinya.”

Seluruh siswi perempuan selalu berkicau setiap Dara melintas di hadapan mereka. Sekarang belum seberapa karena Dara pulang sekolah sendirian tanpa Jiyong. Hari ini Jiyong sedang ada janji dengan teman-temannya di BigBang dan sesungguhnya Dara sangat bersyukur bisa terbebas dari gangguan Jiyong. Tapi, ia cukup badmood setelah mendengar cacian yang didengarnya. Dara tidak peduli kalau cacian itu didengarnya sesekali. Bedanya, dia mendengar kalimat itu setiap waktu. Entah itu di kantin, di jalan dan di seluruh tempat di sekolah. Jiyong membawa pengaruh buruk dalam hidupnya.

“Tutup mulut kalian atau aku akan merobeknya!” seru Dara menarik kerah mereka satu per satu.

Dara melangkahkan kakinya menuju taman sekolah. Ia semakin sebal mengingat peristiwa yang terjadi kemarin. Tidak masalah. Hari ini Dara ingin mengistirahatkan pikirannya sejenak. Kaki Dara melangkah dengan sendirinya, memilih kursi taman yang dirasanya cukup nyaman untuk menghirup udara hangat di musim semi. Semoga saja beban hidup Dara bisa menghilang bersamaan dengan hembusan angin.

Dara tidak benar-benar sendirian di sana. Sebenarnya, ada seorang gadis yang duduk di kursi yang tak terlalu jauh darinya. Mungkin Dara tidak menyadarinya karena sedang sibuk dengan masalahnya. Gadis itu terus memperhatikan Dara. Sebuah senyum lebar tergambar di bibirnya. Tidak lama, ia tampak menyeringai.

Gadis itu duduk di dekat Dara. “Dara-ah,

“Apa yang kau inginkan dariku?”

“Aku hanya ingin duduk di sini.”

Okay, nikmatilah.” Dara segera beranjak dari duduknya.

Jessica menarik Dara membuatnya terduduk. “Bukan begitu. Aku ingin duduk bersamamu.”

“Tapi, aku tidak mau duduk bersamamu.”

Cih, Jessica sangat membenci Dara. Gadis miskin, menjijikan dan sombong seperti Dara dekat dengan seorang Kwon Jiyong? Apakah dia menggunakan sihir? Kalau bukan untuk menyingkirkan Dara, Jessica tak akan sudi berbicara dengannya, apalagi duduk di dekatnya. Jessica ingin mencari kelemahan Dara. Setelah menemukannya, ia akan membuat Dara menderita karena kelemahannya sendiri. Itu adalah salah satu rencananya.

“Kau mau menghancurkanku, ‘kan? Kau tidak bisa melakukannya padaku, Jessi. Di dunia ini, aku salah satu orang yang terkuat. Meski aku tidak kaya maupun licik sepertimu, tidak ada yang mampu mengusikku, termasuk kau!” Dara tersenyum tanda meremehkan. “Aku tahu maksud dan tujuanmu mendekatiku. Sebelum kau bertidak dan memakan korban lain, sadarlah, kau menyedihkan.”

“Dara, apa yang kau bicarakan? Aku sama sekali tidak mengerti.” Ujarnya dengan nada lembut.

“Kau membuatku muak. Tunjukkan sikap aslimu, tidak perlu berpura-pura.”

“Sungguh, aku tidak mengerti. Kau pasti mendapat kabar burung dari seseorang.”

“Berpikirlah rasional! Hidupmu penuh drama. Membalas dendam dan semacamnya.”

Bibir Jessica mengerucut. “Padahal aku hanya ingin berteman.”

“Di dunia ini, ada dua hal yang harus kau tahu. Pertama, aku Sandara. Kedua, kau pecundang.”

Dara meninggalkan Jessica begitu saja. Ini memang sesuatu yang harus dilakukannya sejak tadi. Melayani Jessica, mengobrol dengannya dan hell, berteman dengannya, Dara tidak memiliki waktu untuk melakukannya. Dara sudah merasakan banyak pengkhianatan di dunia ini dan Dara tidak akan mempercayai siapa pun semudah itu. Berteman apanya? Dari tatapan Jessica, Dara tahu kalau gadis itu sama sekali tidak menyukainya. Sudah ketahuan, tapi masih berpura-pura baik? Dia tebal muka.

Tepat di depan pagar sekolah, sebuah mobil tampak terparkir rapi menghalangi jalan keluar. Dara tahu betul siapa pemilik mobil itu. Bagaimana tidak? Seorang laki-laki melambai dari dalamnya. Ia menggunakan kacamata hitam dan Dara yakin seratus persen kalau laki-laki itu bernama Kwon Jiyong. Tunggu. Apa yang dilakukan Jiyong di sana? Dara menengok, melihat ke belakang, barangkali Jiyong melambai ke arah orang lain. Tapi, anehnya, hanya ada dia dan Jessica yang belum beranjak dari duduknya jauh di belakang Dara. Bukannya Jiyong ada janji dengan BigBang hari ini? Jangan bilang harapan Dara untuk bersantai hari ini hancur karena Jiyong membatalkan janjinya.

***

Persetan dengan permintaan Jiyong. Beberapa jam lalu, Jiyong tiba-tiba membatalkan janjinya dengan anggota BigBang untuk bersenang-senang di club bersama. Hal itu sepenuhnya didukung oleh Youngbae yang harus belajar dibina guru les privatnya. Didukung pula oleh Daesung yang hendak berkencan dengan seorang gadis. Dukungan penuh juga berasal dari Seungri yang tidak mau kalah dari Daesung. Alhasil, hanya tersisa Jiyong dan Seunghyun yang selalu menganggur selama hidupnya.

Tidak tahu kenapa, Seunghyun sangat yakin kalau Jiyong memang kerasukan. Laki-laki itu meminta Seunghyun mendekati Bom untuk mencari informasi mendetail tentang Dara. Alasannya agar sandiwara yang dilakukan Jiyong dan Dara dapat terlihat lebih nyata. Tidak salah kalau Jiyong memiliki pemikiran Bom dekat dengan Dara. Tapi, sungguh salah besar meminta Seunghyun mencari informasi itu dari Bom. Bom adalah satu-satunya gadis teraneh di sekolah sebelum Dara bersekolah di sana. Dan, perlu memiliki kesabaran tinggi ketika berhadapan dengan Bom.

Sudah hampir satu jam dan Seunghyun benar-benar kesal.

“Hmm, cupcake memang sangat nikmat.” Ujarnya merebut sebuah cupcake dari tangan Seunghyun.

Laki-laki itu menggebrak meja. “Hei, Bom! Sudah berapa banyak cupcake-ku yang kau makan?”

“Sepuluh atau lima belas mungkin.” Jawabnya santai, terus mengunyah.

“Aku bisa gila. Kenapa ada gadis tidak normal sepertimu?”

“Pantaskah kau mengatakan itu padaku? Kau yang mengajakku bertemu di sini.”

“Kau terus mengunyah sejak tadi dan aku belum mencicipi satu cupcake pun. Sudah satu jam.”

“Memangnya, apa yang kau inginkan?”

“Ceritakan padaku segala yang kau ketahui tentang Dara.”

Bom berhenti mengunyah. Ia meletakkan cupcake yang telah digigitnya sebagian di atas meja. Ia bukan bersiap bercerita, tapi sedang memikirkan sesuatu yang mengganggunya sejak tadi. Bom tahu, cukup aneh ketika Seunghyun memintanya bertemu di cafe. Sudah dua tahun mereka berada di kelas yang sama dan ini yang ketiga tahun. Dan, selama itu baik Bom maupun Seunghyun tidak pernah saling menyapa apalagi berbicara. Mereka selalu bertengkar hanya karena tak sengaja bertatapan.

Ah, Bom tidak tahu kalau ia sangat bodoh. Benar! Kenapa tidak terpikirkan sebelumnya? Tidak salah lagi, Jiyong pasti meminta Seunghyun untuk mencari informasi tentang kehidupan Dara. Astaga, laki-laki itu memakai cara kotor. Okay, tak apa, Bom akan baik-baik saja kalau Jiyong meminta orang lain dalam melancarkan misinya, tapi tidak jika orang itu Seunghyun.

Bom mengangkat dagunya. “Kita bukan teman. Aku tidak akan bercerita.”

Seunghyun tahu, Bom akan mengatakan kalimat itu. Ia terpaksa harus menggunakan rencara kedua.

“Tidak perlu mendetail, cukup beberapa saja.”

“Kau dan Jiyong pasti mencari kesempatan untuk melakukan hal buruk pada Dara, ‘kan?”

Seunghyun mengerti, kuncinya memang ada pada Jiyong.

“Jadi, begini, kita tidak pernah berteman, tapi Jiyong adalah sahabatku.” Seunghyun memasang raut wajah seriusnya. “Pikiranku berkata, Jiyong menyukai Dara. Bukankah hal yang buruk berdiam diri ketika sahabatmu kesulitan? Jiyong menyukai Dara, sayangnya Dara sangat keras kepala dan acuh pada Jiyong. Maka dari itu, aku turun tangan untuk membantunya.”

Ekspresi Bom berubah seketika. “Aku memiliki pemikiran yang sama sepertimu.”

“Maksudmu?”

“Bukan hanya Jiyong. Sepertinya mereka berdua saling menyukai tapi tidak berani mengakuinya.”

Bingo! Kena kau! Terkadang Seunghyun tidak percaya dengan kecerdasannya sendiri.

“Aku akan mempersilahkanmu untuk bercerita.”

“Siapa bilang aku akan bercerita? Itu tidak penting! Sekarang, kita harus membuat rencana.”

“Kita?”

Entah mana yang benar, apa Seunghyun terlalu cerdas sampai terjebak dengan idenya sendiri, atau Bom terlalu bodoh untuk dijebak sampai pikirannya melesat ke tempat yang jauh? Ini berbeda jauh dari ekspetasi Seunghyun. Ia berpikir, Bom akan menceritakan segalanya sedetail mungkin tanpa tertinggal satu hal pun. Tapi, apa? Membuat rencana? Lalu, kita? Tidak! Seunghyun tidak ingin mengikuti jejak Jiyong. Setelah Jiyong terjebak dengan Dara, maupun sebaliknya, Seunghyun tidak mau harus terjebak dengan Bom.

***

Sandiwara ini adalah hal terbodoh yang pernah ada. Dara setuju, ia akan bersandiwara di hadapan Nyonya dan Tuan Kwon. Dara juga setuju, ia akan bersikap baik di hadapan mereka. Tapi, satu yang tidak pernah ada dalam perjanjian dan tak akan disetujui oleh Dara kalau hal itu dicantumkan di dalamnya, yaitu merubah gaya berpakaiannya.

Baik, bagi orang lain hal itu bukan sesuatu yang perlu diperdebatkan. Tapi, Dara berbeda dengan orang lain. Gaya berpakaian adalah identitasnya. Dan, Dara tidak ingin merubah apapun. Menjadi feminim? No way! Dara benar-benar menolak hal itu sekali pun ia dipaksa. Jika ia diminta untuk memilih, menjadi feminim atau mati sekarang, Dara dengan gamblang akan menjawab, ia mati detik ini juga. Sebesar itulah ketidaksukaan Dara terhadap sesuatu yang berbau feminim.

Tapi, sekali lagi, Jiyong-si brengsek itu kembali membuatnya kesal setengah mati. Jiyong berkata, dia akan membawa Dara ke cafe untuk membeli permen dan ice cream. Suasana hati Dara sedang buruk, jadi tak ada alasan untuk menolak. Ternyata, berbeda dari apa yang dikatakan Jiyong, laki-laki itu membawa Dara ke sebuah salon. Dara sempat memberontak sebelum seseorang membiusnya. Betapa terkejut dan marahnya Dara ketika terbangun, ia berpenampilan sangat feminim.

Terkutuk kau, Kwon Jiyong! Dara tak berhenti mengumpat dalam hati.

Sekarang, Dara tidak bisa melakukan apapun. Ia hanya perlu berjalan menuju ruang makan rumah Keluarga Kwon dengan memakai flounce dress diatas lutut berwarna peach lengkap beserta pumps shoes coklat yang memiliki heels setinggi 11 cm. Wajah Dara dihiasi oleh makeup natural, berbeda dari biasanya karena dia selalu menggunakan makeup smokey. Rambut coklat yang biasa digerai tak beraturan, kini diikat ke samping dengan tatanan tidak terlalu rapi.

Penampilan yang sederhana dan membuat Dara cukup bersinar malam ini. Jujur, Jiyong-sebagai sang empu dalam merombak penampilan Dara sama sekali tidak ingin campur tangan. Ia juga tidak terlalu peduli dengan penampilan gadis aneh itu. Kalau bukan karena Nyonya Kwon yang memaksa-nya untuk mengajak Dara makan malam, mungkin Jiyong tengah bersantai di club bersama BigBang.

Jiyong dan Dara berjalan beriringan. Dara menlingkarkan tangannya di lengan Jiyong, berusaha menggambarkan ekspresi serileks mungkin agar semua orang mempercayai sandiwaranya. Selain itu, Dara berjalan ekstra hati-hati. Ia cukup sering mempermalukan diri di depan umum dan dia tidak mungkin mempermalukan dirinya di rumah Keluarga Kwon. Rumah besar itu lebih mirip tempat umum karena banyak sekali pengurus rumah yang memakai pakaian nanny di sana.

Jauh di hadapan mereka, Tuan, Nyonya dan Nenek Kwon beserta nenek Dara tengah duduk tenang. Sekretaris Tuan Kwon menjemput nenek Dara sejam lalu. Ya, mereka menyebutnya pesta keluarga. Dunia semakin gila dari hari ke hari.

Aigo, kau sangat cantik. Bibi Park pasti bangga memiliki cucu sepertimu.” Puji Nyonya Kwon.

Dara menaikkan sebelah alisnya. “Bibi Park? Anda mengenal nenekku?”

Bukan nenek Dara, kali ini Nenek Kwon yang angkat bicara. “Aku dan nenekmu berteman sejak kami kecil. Kami memiliki inisiatif untuk menjodohkan anak kami ketika kami sudah berkeluarga. Sayangnya, kami sama-sama memiliki anak perempuan.”

“Benar, Dara. Akhirnya, Nyonya Kwon dan ibumu berteman baik juga. Nenek baru tahu sekarang setelah Nyonya Kwon bercerita. Beliau berkata, sebenarnya ibumu menitipkanmu kepada Nyonya Kwon. Dengan senang hati Nyonya Kwon menyetujuinya. Sebab itulah beliau mengirim seragam sekolah untukmu. Dan, kabarnya, beliau ingin mewujudkan permintaan nenek dan nenek Kwon. Kami semua ingin menjodohkan kalian berdua.” Tambah nenek Dara tampak sangat gembira.

Jiyong memicingkan matanya bengis. Apa-apaan ini?!

“Ibumu sangat peduli padamu, Dara. Dia ingin kau hidup lebih baik dengan bantuan bibi.”

Sesekali, Jiyong melirik Dara. Aneh. Dara tenang sekali, berbeda dari hari-hari biasanya. Meski begitu, Jiyong menyadari tangan Dara yang berada di dekatnya tengah meremas dress pastel yang dipakainya. Jiyong bertanya-tanya, Dara sering sekali marah, tapi kenapa ia terlihat sangat marah saat ini? Apa karena perjodohan? Atau hal lain? Jiyong tidak mendengar sesuatu yang lebih menyebalkan dari kata perjodohan itu.

“Jangan terlalu menyalahkannya. Bibi Kwon pasti melakukan yang terbaik.” Tukas Tuan Kwon.

Tunggu. Apa hubungan semua ini dengan ibu Dara? Jiyong sama sekali tidak mengerti.

“Jangan menyalahkannya?” Dara menarik bibirnya ke samping. Semburat kekecewaan sangat jelas menghiasi wajah cantiknya. “Lucu sekali melihat kalian dengan mudah mengatakannya, tanpa beban. Kalian tidak mengerti apa yang kurasakan selama tiga belas tahun kebelakang. Menurut kalian, pantaskah seorang ibu menitipkan anaknya kepada temannya sedangkan ia hidup serba mewah, serba berkecukupan dan senang dengan uangnya? Aku hidup dalam kehidupan yang menyedihkan. Di dunia ini, aku merasa oksigen sangat terbatas untukku. Aku sesak dan ingin mati karena seseorang yang kupanggil ‘ibu’ tiga belas tahun lalu. Kenapa? Kenapa dia tidak peduli padaku? Kenapa dia lebih memilih uang daripada putrinya sendiri? Menjijikan!”

Semua orang terdiam, kecuali Nyonya Kwon yang berusaha menangkan Dara.

“Bagaimana pun juga dia ibumu, Dara.”

Shut up! Sudah kubilang, aku tidak punya ibu! Aku akan melakukan hal yang sama. Aku tidak akan sudi mengakuinya sebagai ibuku.” Dara menggebrak meja makan membuat situasi semakin mencekam. “Makan malam keluarga apanya?! Kalian hanya ingin aku tidak lagi membenci wanita itu, bukan begitu? I have to go.” Ujarnya melepas pumps shoes-nya sebelum menunduk, kemudian berlari meninggalkan ruang makan.

“Ayah, ibu, nenek, maafkan aku, aku akan menyusul Dara.” Seru Jiyong melesat pergi.

Tuan Kwon mengangguk. “Baiklah, kau harus menenangkannya, Jiyong.”

“Maaafkan Dara. Dia sangat sensitif ketika berbicara tentang ibunya.” Nenek Dara menitikkan air mata. Ia menunduk penuh penyesalan. “Aku tidak bisa merawatnya dengan baik. Kasih sayang yang kuberikan kalah dengan rasa bencinya. Maka dari itu, Dara sangat kasar dan aku tidak tahu harus berbuat apa. Aku tidak mungkin memarahi cucuku sendiri.”

“Bibi Park, menurutku, Dara tidak salah. Normal baginya bersikap seperti itu. Sebenarnya, hatiku tidak tega melihatnya hidup dengan penuh penderitaan. Aku pun pasti akan melakukan hal yang sama kalau aku jadi dia. Tidak perlu menangis. Dara hanya perlu waktu untuk berubah.”

Di lubuk hati yang paling dalam, sungguh, Nyonya Kwon merasa sedih. Menurutnya, apa yang dilakukan Nyonya Park kepada Dara selama ini salah besar. Benar apa yang dikatakan Dara. Apakah pantas seorang ibu menitipkan putrinya yang sudah dibuang kepada orang lain sementara dia sendiri hidup senang dalam kemewahan? Nyonya Kwon berpikiran seperti ini bukan karena ia merasa terbebani harus melaksanakan amanat itu, justru ia sangat senang bisa merasakan memiliki putri. Nyonya Kwon pun berulang kali menghubungi Nyonya Park, tapi wanita yang seumuran dengannya itu selalu berkata, ia sedang sibuk mengurus pekerjaan.

“Arggghhhh!!!! Aku benci hidup ini!”

Dara berjalan menyusuri jalan pinggiran kota sembari berteriak lantang seperti orang gila. Ia sama sekali tidak peduli, entah itu akan ada orang yang melaporkan bahwa ada pasien rumah sakit jiwa yang kabur, ada orang yang mendorongnya ke jalanan karena kesal atau semacamnya. Dara ingin meluapkan segala emosinya yang sudah terpendam terlalu lama. Kebencian Dara menggumpal dan membentuk bola besar yang sewaktu-waktu akan meledak.

Ia tidak mengerti. Siapa yang harus meminta maaf dan siapa yang harus dimaafkan. Siapa yang harus menyesal dan siapa yang harus kecewa. Siapa yang harus bersedih dan siapa yang harus marah. Yang Dara ketahui, ia tidak harus meminta maaf maupun memaafkan ibunya. Ia juga tidak menyesal membenci ibunya dan ia mungkin merasakan sedikit kekecewaan. Terakhir, ia tidak bersedih karena yakin, Nyonya Park juga tidak pernah bersedih telah meninggalkannya. Dara sangat marah. Bahkan, Dara tidak bisa menangis akibat rasa sakit yang terlalu dalam.

Sebuah suara klakson mobil membuat telinga Dara mendengung. Hal ini terjadi sejak Dara keluar dari rumah Keluarga Park. Siapa lagi orang yang membunyikan klakson hampir sepuluh kali dalam satu menit kalau bukan Jiyong? Ya, Dara berpikir, Jiyong pasti ingin meminta maaf karena dengan lancang memintanya paksa mendatangi makan malam membosankan itu, tapi Dara tidak berminat menggubrisnya. Bebicara dengan Jiyong malah akan membuatnya semakin frustasi.

Kepala Jiyong menyembul keluar dari balik kaca. “Orang-orang akan berpikir kau gila. Masuklah!”

Dara benar-benar tidak ingin berurusan dengan Jiyong sekarang.

“Kau marah pada ibumu, kenapa kau marah padaku juga?”

Tetap berpegang teguh pada pendiriannya, Dara terus berjalan tanpa menengok ke arah Jiyong.

“Kau membuatku kesal, Dara!”

Jiyong segera menghentikan laju mobilnya yang sebelumnya mengekor perlahan di belakang Dara. Cukup! Dara melakukan tugasnya dengan baik dalam membuat Jiyong kesal. Kenapa ada gadis yang sangat keras kepala seperti Dara? Jiyong bahkan sudah berusaha menjadi sedikit baik padanya karena menurut Jiyong, Dara tampak sangat menyedihkan.

“Kubilang, masuk!” Seru Jiyong menarik Dara, kemudian mendorongnya paksa ke dalam mobil.

“Apa-apaan kau?!” Dara berusaha mengibaskan tangan Jiyong yang mencengkramnya.

“Berhenti bertingkah bodoh, Dara!” Jiyong berteriak lantang dan pertama kalinya hal itu membuat Dara terdiam membeku. “Apa kau tidak pernah memikirkan perasaanmu, huh? Kenapa kau sangat keras kepala? Ketika kau tidak suka dengan sesuatu atau kau sedang marah, cobalah untuk bercerita.”

“Sebenarnya, apa masalahmu? Apa yang kau inginkan dariku?” Protes Dara. “Apa?!!”

Pada akhirnya, Dara menyerah. Gadis itu menitikkan air mata. Untuk pertama kalinya, ia menangis di hadapan orang lain. Dara tahu, banyak hal yang disembunyikannya. Salah satunya, berpura-pura kuat dengan menjadi berandalan. Apa yang salah? Apa yang salah ketika Dara mencoba meluapkan emosi yang sekian lama dipendamnya? Dara hampir gila harus memendam kekesalan yang tak pernah bisa diekspresikannya. Dan, Dara menyerah kali ini.

“Aku tidak suka ibuku! Dia membuang dan menelantarkanku begitu saja. Aku hidup susah selama ini. Salahkah jika aku membencinya?” Seru Dara dengan isakan tangis yang mengiringi kalimat-kalimatnya. “Mereka berkata aku tidak punya tata krama, tapi pernahkah ada yang berpikir aku seperti ini karena ibuku? Aku sangat membencinya, Jiyong.”

Tunggu. Dara menangis? Jiyong tidak suka melihat gadis yang menangis. Ia berpikir, menangis bukanlah sesuatu yang dilakukan ketika memiliki masalah. Jiyong tidak sudi mempedulikan gadis yang menangis. Melihatnya saja, ia tidak mau. Mata sembab, air mata yang mengalir, ingus yang keluar dari hidung mereka. Sangat menggelikan. Tapi, Jiyong merasakan hal yang berbeda saat dihadapkan pada situasi sekarang. Ia ingin Dara berhenti menangis.

Jiyong menarik Dara ke dalam pelukannya. “Kau membuatku khawatir, bodoh.” Ujarnya lirih.

***

“Ya Tuhan, Seungri!! Kubilang, menjauhlah!” Pekik Dara berulang kali meninju lengan Seungri.

Seungri meringis kesakitan. “Kenapa kau sangat kasar? Aku bersikap baik padamu, Dara.”

“Aku tidak memintamu bersikap baik. Aku benci orang yang bersikap baik.”

“Bagaimana kalau aku mencoba menjadi bad boy?” goda Seungri menggigit bibir bawahnya.

Dara menoyor kepala laki-laki itu. “Sudah gila, ya? Pergi!”

“Waahhh, Dara benar-benar garang. Aku merinding dibuatnya.” Bisik Daesung pada Seunghyun.

Seketika, sepasang mata Dara memicing siap menembak Daesung dengan sinar laser dari matanya.

Seunghyun menyikut perut Daesung. “Diam, Dae. Bisa-bisa kau dihajar nanti.”

Dari kejauhan, Jiyong menatap Dara secara seksama. Gadis berandalan itu memang tidak bisa dikatakan normal. Semalam, dia bertingkah layaknya orang gila, berteriak di pinggir jalan sembari menjinjing alas kaki. Selain itu, dia juga menangis histeris di pelukan Jiyong dengan ingus yang keluar hidungnya disertai air mata yang bercucuran. Dara kehilangan image garangnya. Jiyong tidak bercanda, ia melihat Sandara Park yang berbeda kemarin malam.

Tapi, pagi ini, Dara kembali dalam ‘wujud’ aslinya-garang, mengerikan, menyeramkan dan jangan lupa, gila. Dara bertingkah seakan tidak ada apapun yang terjadi. Tidak ada kemarahan, tangisan, maupun ingus menjijikan itu. Bahkan, saat berangkat sekolah bersama, Dara tidak mengungkit permasalahan kemarin. Dia hanya duduk di jok penumpang sembari mengunyah coklat. Itu saja.

Pada waktu yang bersamaan, Dara melirik ke arah Jiyong. Sekali dua kali Dara melirik. Kemudian, lirikan itu berubah menjadi tatapan. Dara menatap Jiyong. Pagi ini, Dara berusaha keras bertingkah seakan segalanya baik-baik saja. Menurut Dara, kemarin malam ia melakukan sesuatu yang sangat memalukan. Tentu saja ia tidak ingin Jiyong menindasnya karena peristiwa bodoh itu. Aish, Dara tidak akan memaafkan dirinya. Jujur, kemarin Dara lepas kendali.

DEG!

Dara merasakan jantungnya berdetak semakin cepat beriringan dengan Jiyong yang tak kunjung mengalihkan pandangannya. Mereka saling menatap cukup lama. Sungguh, Dara tidak kuat lagi. Ia tidak mengerti apa yang terjadi dengan dirinya sendiri. Astaga! Tuhan! Detak jantung Dara tidak mampu ditahan lagi. Okay, ia akan meledak sekarang. Dan, dalam tubuh yang berbeda, Jiyong juga merasakan hal yang sama. Hell, no! Apa ini?!

“Hei, Sandara, berhenti menatapku!” Perintah Jiyong berusaha menghilangkan kegugupannya.

“Apa? Kau yang berhenti menatapku!” sergah Dara tak mau kalah.

 “Cari mati kau rupanya.” Jiyong menampakkan wajah sengaknya.

“Kau pikir aku takut padamu?”

Di bangku paling depan, Youngbae menggelengkan kepalanya. “Aku tidak mengerti, sebenarnya apa yang terjadi diantara mereka berdua.” Ujarnya pada Daesung, Seungri dan Seunghyun yang kini tengah menyiapkan camilan. “Mereka keras kepala, egois dan mudah marah karena hal tidak jelas.”

“Hanya ada dua pilihan, mereka saling membenci atau saling menyukai.” Jawab Seunghyun.

“Tambahkan satu lagi. Mereka saling menyukai tapi tidak menyadari sehingga saling membenci.”

Seungri dan Daesung sangat antusias. Peristiwa saat ini adalah alasan kenapa membawa camilan di dalam kelas merupakan suatu kewajiban bagi pelajar. Tidak ada yang tahu, apa yang akan terjadi di sekolah, bukan?. Seperti halnya sekarang, tidak ada yang tahu kapan Dara dan Jiyong akan bertengkar. Perlu diketahui, pertarungan antara Dara dan Jiyong lebih seru dari adeganfilm action mana pun.

Mata Jiyong mengerling. “Kau bosan hidup, Dara?”

“Kau memintaku memulainya, orang gila!”

“Jangan memancing emosiku, sinting!”

“Beraninya kau, psikopat!” Dara menunjuk ke arah Jiyong.

“Nenek-nenek!” Jiyong balik menunjuk ke arah Dara.

“Laki-laki penggoda!”

“Jika aku laki-laki penggoda, kau tidak lebih baik dari ular!”

“Ular kepalamu! Hei! Kau memang suka menjual nyawamu!”

“Apa yang akan kau lakukan padaku, huh? Kau ini seperti nenek-nenek. Hanya bisa mengomel.”

“Jaga bicaramu, Kwon! Kau gila!”

Keadaan semakin memanas.

“Sudah kubilang, jangan meneriakiku gila kalau kau sendiri juga gila!”

“Apa maksudmu dengan juga?! Kau tidak lebih baik dariku!”

“Tidak lebih baik dari ular?”

“Kau yang memintaku memulainya, menyebalkan!”

Jiyong menyentuh hidungnya. “Apa kau sudah membersihkan ingus menjijikanmu?”

“Memang minta dihajar kau!!”

Dara melompati bangkunya bak pahlawan super yang sedang mengejar musuh. Okay, Dara marah sekarang. Jiyong menyebar aib begitu saja. Dara melipat almamaternya. Tunggu saja, Kwon Jiyong! Janji Dara akan terlaksanakan hari ini. Ia akan membunuh Jiyong seperti apa yang diinginkannya sejak dulu. Mungkin Dara memang gila dan Dara sendiri membenarkannya.

Tidak ada satu pun yang berani melerai ataupun melarang Dara. Asal tahu saja, ketika Dara marah, dia tampak seribu kali lebih menyeramkan dari Nenek Kwon. Belum lagi, Dara menjadi semakin kuat dan tak terkalahkan. Jadi, siapkan peti mati sesegera mungkin sebelum berani meredam kemarahan Dara. Ah, permen? Benda itu tidak cukup kuat jika Dara marah besar.

Jarak antara Jiyong dan Dara semakin dekat. Tanpa aba-aba, Dara mulai menyerang Jiyong. Ia memukul dan meninju tubuh Jiyong. Bahkan, Dara sempat menjambak rambut Jiyong beberapa kali. Jiyong tidak melakukan perlawanan sama sekali selain mencoba menghindar dan sesekali menepis tangan Dara. Bagaimana pun juga, Jiyong tidak ingin melukai harga dirinya dengan menghajar Dara.

Jiyong mencoba mendorong Dara menjauh. “YAK! YAK! Hentikan!!”

“Berani kau, huh? Berani kau?!” Teriak Dara histeris sembari memukul punggung Jiyong.

Omo! Bagaimana ini? Bom! Lakukan sesuatu!” perintah Seungri yang mulai panik.

Bom berulang kali mengerjapkan matanya. “Mana aku tahu?! Dara tidak bisa dikendalikan.”

“Ini tidak akan baik!” Seungri menutup matanya.

Saat ini Pak Kim tidak datang mengajar dan Dara semakin menggila. Kabar buruk untuk Jiyong!

Jiyong kehabisan akal. Kegilaan Dara bukan sesuatu yang mudah dihentikan layaknya anak kecil yang menangis minta dibelikan permen. Sekali Dara menyerang seseorang, ia akan membabi buta tak kenal kata ampun. Jiyong tidak bisa mencari cara lain selain mengunci pergerakan Dara. Akhirnya, Jiyong menarik tangan Dara, melingkarkan tangan gadis itu pada lehernya. Belum puas karena Dara masih memberontak, Jiyong mendorong kepala Dara sehingga kini jarak wajahnya dengan wajah Dara sangat dekat. Sontak hal itu berhasil membuat Dara diam seribu bahasa.

“Kena kau, Sandara Park!” tukas Jiyong menyunggingkan senyum menggoda.

***

next>>

Note:

Libur tlah tiba, libur tlah tiba, horeee!!! Aku berbagi kesenangan liburan ini dengan melanjutkan ff-ku yang sebenarnya kurasa agak gaje. Maafkan saya yang memaksakan beberapa bagian. Bagaimana pun juga, saya sudah berusaha yang terbaik untuk para readers DGI. So, kalau ada kekurangan atau kritik maupun saran, dapat dicatumkan di kolom komentar. Ai lap yu so mach, gays!! *edisiinggrisngasal* Don’t forget to commet, okay? I love you, you love me, we are happy family *oke,mulaingaco* pokoknya, terimakasih banyak untuk para readers yang senantiasa meluangkan waktu kalian yang berharga. Pyoonggg^^

24 thoughts on “Bad Boy For Bad Girl [Chap. 4]

  1. Kasian bgt kehidupan dara…
    Kasian juga neneknya dia juga pasti bingung. Knp smpe kaya gtu sih ibunya…

    Aigooo memng gd yg paling bisa klo menyangkut masalah dara…

  2. akhirnya apa yang di pendam dara keluar juga ,ibunya kok tega sih gituin dara,bom baik banget sih best friend forever ,perhatiannya sweet banget

  3. Tega banget ibunya dara,
    Jadi ikutan kesel
    Bom baik banget,walaupun disogok ttp ngejaga rahasia dara,nerima dara apa adanya sebagai sahabat

Leave a comment