[Oneshoot] Coming Home

scalecopy2_zps37303d9f

Writer : repaprie

Title : Coming Home

Casts : Kwon Jiyong, Sandara Park

Genre : Romance

Length : Oneshoot (1,448 words)

Summary : She’s older, and she always sees me as his younger brother. When will you look at me as a man, noona?

 

***

 

“How long does it take for someone to realize that the word love will never come easy?”

Pertanyaan sahabatnya itu mengejutkan Kwon Jiyong. Dia menunduk sesaat dan tersenyum pahit.

“I realized it since day one, my friend,” jawab Jiyong dengan nada datar. Choi Seunghyun menggeleng-gelengkan kepalanya. Ia melempar dart terakhir di tangannya. Bullseye.

“You’re stupid, Jiyong-ah.”

“I know that already. Please stop stating the obvious, Mr. stupid number two.”

“Asshole,” Seunghyun meninju pelan bahu Jiyong sementara laki-laki itu hanya tertawa. “Dan kau butuh waktu yang sangat lama untuk membuat perasaanmu itu terbalas, do you know that?”

Jiyong menghentikan tawanya. Ia mengangguk-angguk, sebuah senyum kecut kembali terpasang di bibirnya. Matanya menatap papan di hadapannya, tajam. Tangannya siap melempar dart.

“Even if it requires forever, I will take it.”

Bullseye.

**

“Noona!” Jiyong berteriak nyaring saat melihat gadis berambut panjang berwarna cokelat tua melangkah menuju rumahnya. Gadis itu tersenyum dan melambai-lambaikan tangan. Dengan semangat, Jiyong menghampirinya.

“Baru pulang kerja?”

“Yep! Kau mau main basket?” gadis itu menatap bola basket di tangan Jiyong. Laki-laki itu mengangguk, tersenyum lebar.

“Ugh! Kau ini sudah jauh lebih tinggi dariku, apa lagi yang ingin kau buktikan kalau kau sudah besar sekarang?” erang sang gadis, setengah kesal dan bercanda. But it’s not enough for you to look at me as a man, noona. Kata Jiyong dalam hati. “Dan aku benci karena aku tidak bisa mengacak-acak rambutmu lagi. Sini menunduk!” gadis itu memerintah. Jiyong tergelak dan mengikuti perintahnya. Tangan kecil itu mengelus rambut Jiyong kemudian mengacaknya sampai berantakan.

“Ayo kita main sama-sama. Biar noona bisa lebih tinggi lagi. Tinggi badan noona tidak berubah sejak kelas 2 SMA,”

“YAH!”

“Hahahahahaha! Ayolah noona, kan sudah lama tidak main bersamaku. Hm?”

“Aku tidak bisa.”

“Waeyo?”

“Aku akan pergi kencan dengan Minho nanti. Aku butuh istirahat, rasanya badanku ingin patah karena capek!” ujar sang gadis. Tubuh Jiyong membeku seketika saat mendengar nama itu disebut. Lagi-lagi dia. Brengsek. “I’m sorry, kiddo,” ujar gadis itu tulus. Ia mengelus lengan Jiyong. Sejujurnya, Jiyong mulai membenci panggilan itu sejak lima tahun yang lalu. Ketika ia menyadari bahwa perasaan yang dimilikinya untuk gadis di hadapannya ini memang tidak biasa.

“Hey, kau marah ya?” bibir gadis itu mengerucut. Stop it, angel, I want to kiss you damnit!

“Hanya kecewa,”

“Kecewa?”

“Noona jadi jarang pergi bersamaku sejak punya Minho-hyung.” Jiyong tak menyembunyikan alasannya. Sandara Park, nama gadis itu, tertawa keras-keras.

“Kau lucu sekali, kiddo!” Dara mencubit dagu Jiyong, gemas. Jiyong hanya tersenyum samar. “I will make it up to you later, okay?”

Wajah Jiyong cerah seketika. “Promise?”

“Promise.”

**

Alasan mengapa Jiyong sangat membenci promises adalah… they are meant to be broken. Janji dan aturan hanya dibuat untuk dilanggar. Kalau tidak sekarang, mungkin nanti, atau the days after that. Hingga detik ini, Dara belum ‘mengganti’ hutangnya. Mereka harusnya menonton film terbaru di bioskop terdekat, tapi kemudian batal karena Lee Minho, pacar Dara, mengalami kecelakaan. Tentu Dara langsung panik dan melesat pergi, memilih meninggalkan Jiyong seorang diri. Lagi dan lagi.

Hari berganti hari, kemudian memasuki bulan. Tanpa disadari sudah tiga bulan ini ia jarang berkomunikasi dengan Dara. Entahlah. Dia ingin mengobrol bersama Dara, ia juga sering berpapasan dengan gadis itu. But that’s it. Dara sepertinya tampak menghindar dari Jiyong. Padahal seharusnya, Dara harus merasa bersalah karena menelantarkan Jiyong begitu saja. Dia harusnya minta maaf, tapi hingga detik ini pun Jiyong sama sekali tak mendengar kalimat apapun dari Dara selain kalimat sapaan sekedarnya.

Bagi Jiyong, tiga bulan tersebut seperti neraka. Tubuhnya ngilu tanpa sebab. Ada tangan tak terlihat mencengkeram isi perutnya keras-keras setiap menengok rumah sebelah. Sangat dekat, tapi ia merasa harus menempuh ribuan mil hanya untuk mengetuk pintu rumah itu.

What happened to us, angel?

Hari itu, tanpa sengaja—atau entah jika memang telah menjadi kehendak Tuhan—ia berpapasan dengan Dara. Tidak, mereka tidak berpapasan tapi Jiyong menemukannya. Dara menangis seorang diri. Di bawah sebuah pohon besar yang membatasi rumah mereka. Ia duduk bersandar pada pohon dengan posisi memeluk kedua kakinya, sementara kepalanya ditenggelamkan pada lututnya.

“Noona?”

Dara mendongakkan kepalanya. Matanya sembab dan memerah.

“I broke up, Jiyong-ah. He left me….”

**

Lagi-lagi Jiyong sendiri. Dibacanya isi surat yang ada di genggamannya berkali-kali. Seunghyun bahkan mengejeknya bahwa ia yang baru membaca dua kali saja bisa hapal isi surat itu di luar kepala, apalagi Jiyong yang sudah membacanya ratusan—atau bahkan ribuan kali. Seunghyun meledeknya, sungguh kelewatan kalau sampai ia tak hapal setiap tanda baca dan bercak-bercak yang ada di surat itu karena terlalu seringnya ia membaca surat itu.

Jiyong tidak berniat menghapal surat itu. Ia hanya bingung dan kesal. Ralat: dia bingung, senang, tapi kesal. Kalau versi Seunghyun, mungkin akan bertambah menjadi: Jiyong bingung, senang, tapi kesal, dan dia sangat bodoh.

“Kau tidak lelah menunggu malaikatmu itu? Kau tahu kan kalau kemarin Sunhwa memintaku memberikan sekotak coklat ini padamu?” kata Seunghyun sambil mengunyah cokelat mahal yang seharusnya menjadi milik Jiyong itu. Jiyong menghela napas.

“Hentikan, Seunghyun. Kau sudah tahu jawabanku,”

“Easy, dude! Aku kan hanya bertanya. Oh well, sebenarnya aku berharap kau akan member jawaban yang berbeda,” jawab Seunghyun, tak berhenti mengunyah cokelat. “Oh, perlukah aku ingatkan? Sunhwa is not the only girl, dude. Bunch of girls lined up to be with you, yet here you are sulking and being your cold self. Rejecting every single offer,”

“Shutup Choi Seunghyun, go back to your Shin Minah if you have no better words!”

“I don’t want to hear that name again, you know we broke up and it was hella ugly!”

“You know I love Dara and please spare me your rants about my stupidity,” Jiyong membalas, nadanya semakin naik karena sebal. Seunghyun ingin membalas dengan kalimat panas lain tapi diurungkannya. Alih-alih makin panas, dia justru terkekeh.

“Kau benar-benar bodoh, Jiyong. Tapi aku bangga kau jadi sahabatku,” pujinya tulus. Jiyong menghela napas panjang kemudian tersenyum.

“Being gay, now?”

“Asshole as ever.” Seunghyun mengumpat membuat Jiyong tertawa. “So… kau percaya dengan yang disampaikan malaikatmu itu? Bahwa dia akan kembali di hari wisuda kita?”

“Kau pasti akan mengakui kepintaranku kalau aku tidak percaya, Seunghyun. Tapi aku masih ingin menjadi orang bodoh.”

**

Aku takut, Jiyong. Aku takut kalau yang dikatakan Minho benar. Aku takut mengakui bahwa sebenarnya selama ini aku menyukaimu. Aku takut karena Minho seringkali menegurku karena namamu sering kusebut di setiap kencanku bersama Minho. Aku takut karena sahabatmu yang temperamental itu mendatangiku dan mengadu padaku tentang perasaanmu. Aku takut semua akan serba berubah di antara kita.

Maaf, aku mengambil langkah ini. Aku diterima bekerja di Jeju dan aku mohon jangan mencariku. Aku pengecut karena aku kabur darimu. Tapi aku butuh waktu. Aku akan pulang di hari wisudamu, aku akan menjadi pendampingmu, aku akan mengakui perasaanku, itupun kalau kau tidak merubah perasaanmu padaku.

I will miss you, kiddo. Take care.

 

PS: Honestly, I hate calling you kiddo. It reminds me I’m old. Or older, to be exact.

Jiyong terpana saat melihat seseorang yang menunggu di depan mobilnya, membawa seikat bunga. Gadis itu membiarkan rambutnya tergerai jatuh begitu saja. Ia memakai dress lace cantik berwarna krem dengan pump berwarna senada. Gadis itu melambaikan tangannya yang mungil ke arah Jiyong.

“Kau datang,”

“Aku sudah janji, kan?”

“Thankyou, noona,”

“You’re welcome, kiddo.”

“Bukannya kau bilang kau benci memanggilku itu?”

“Yeah, aku benci itu. But calling you jagi all of sudden is weird.”

“Kau tidak akan bisa bayangkan kalau aku sangat senang mendengar panggilan barusan darimu.”

Mata Dara berkaca-kaca, namun bibirnya membentuk sebuah senyum. Jiyong memeluk pinggang Dara, memamerkan deretan giginya yang putih.

“Congratulations, Jiyong. Aku bangga padamu,”

“Aku sayang kau, Dara-yah,”

Dara tertegun mendengar kata-kata Jiyong. Wajahnya memerah. Tidak pernah ia semalu ini mendengar Jiyong memanggilnya tanpa sebutan noona. Ia mendehem kecil. “Meski aku membuatmu menunggu lama?”

“You are worth waiting for, jagi. I love you,” Jiyong mendekap erat tubuh Dara. Terlalu erat seakan ia takut Dara akan pergi lagi.

“You’re worth coming home to, jagi. I missed you,” bisik Dara tepat di telinga Jiyong membuat lelaki itu tertawa. Jiyong menarik pelukannya dan menatap mata Dara. Diciumnya kening gadis itu.

“Welcome home, angel.”

**

“Jiyong?”

Wanita itu menatap putranya yang terlihat aneh, seakan-akan dia terpana seperti melihat kartun favoritnya berwujud nyata. Putranya menggenggam erat kotak bening berisi cookies yang entah dari mana dia mendapatkannya. Tiba-tiba wanita itu khawatir kalau-kalau putranya itu diracun oleh orang asing yang memberinya kue-kue kering dalam kotak being itu. Baru saja ia akan membuka mulut, putranya sudah mendahuluinya.

“Eomma, barusan aku melihat malaikat,”

“Oh? Malaikat?” tanya wanita itu kebingungan.

“Iya. Dia barusan mengantar kue cokelat kacang ini dengan pakaian seperti peri,”

Sang Ibu melongokkan kepalanya ke arah jalan dan melihat seorang gadis kecil berambut cokelat tua dengan mini dress pink pastel berjalan riang menuju rumah sebelah. Tetangga baru mereka. Sang Ibu tergelak kecil dan mengacak-acak kepala putranya yang masih tersenyum-senyum seperti orang gila, still in a daze and completely bewitched.

**FIN**

 

Author Note:

Hola! Sejujurnya sih fanfic ini pernah gue post di blog pribadi dengan cast yang berbeda (sebenernya ini kado ultah untuk temen gue) tapi karena gue udah lengket banget sama nyongdal, jadinya yang terbayang cast awalnya sih Dara-Jiyong, kemudian gue ganti menyesuaikan dengan temen gue itu hehe. Jadi kalau ada yang pernah baca fic ini sebelumnya, mungkin lo pernah baca di blog gue yang udah gue nonaktifkan itu hehehe. Aaaanyway, gue harap kalian suka ceritanya. Thank you for reading and thank you a whole much more for leaving some comments for this piece. Be happy! J

45 thoughts on “[Oneshoot] Coming Home

  1. Oh pantesan dara menghindar mulu dari jiyong.. kirain dara udah tau perasaannya jiyong-,- ga ketebak kalo ternyata dara jg suka sm jiyong.. tp kok tetep nangis pas putus sm minho? :/ udah dari kecil temenan, tetanggan pula.. ga heran lah ya._. Anyway ff nya keren thor^^ aku suka alurnya..dan paling suka sm endingnyaa :’)

  2. Thank’s buat bacaan menariknya, endingnya okeh banget.
    Sahabat jadi cinta dan terbalaskan. Itu yg aku harepin.
    Tapi yg agak bingung, malaikat itu siapa si??

Leave a comment