Gonna Get Better [Chap. 15]

untitled-1

.

.

“He’ll make you happy. He loves you… What do you think?…Don’t doing something that will make you hurt. Don’t falling in love with a man who doesn’t even hesitate to leaving you. And you know Jiyong is one of them.”

“Aku seperti ini karena kau, aku seperti ini karena aku sangat kesal kepadamu, aku marah dan aku membencimu jadi pergi dari hadapanku karena aku tidak ingin melihatmu lagi.”

.

.

     Dara langsung mencari Jiyong setelah dia masuk ke dalam ruangan pesta karena setelah Jiyong masuk ke kamar hotelnya Dara belum bertemu lagi dengan Jiyong. Dia ingin menjelaskan apa yang terjadi tadi siang kepada pria itu namun tiba-tiba Donghae muncul di hadapannya lalu langsung merangkul pinggangnya dengan sedikit posesif.

     Awalnya Dara merasa tidak nyaman dengan apa yang pria itu lakukan dan akan melepaskan diri dari rangkulan mesra Donghae namun dia menghentikan usahanya saat melihat beberapa orang menghampiri mereka, Dara hanya tidak mau membuat masalah di acara ini karena walau bagaimana pun dia membawa nama baik perusahaannya jadi dia mulai berhenti melawan dan membiarkan Donghae melakukan apa yang dia inginkan tapi di dalam hati dia membuat catatan bahwa ini terakhir kalinya Dara membiarkan Donghae melakukan ini dan akan segera berbicara kepada neneknya untuk tidak berusaha menjodohkan mereka lagi.

     Dara baru bisa melepaskan diri dari Donghae setelah pria itu memamerkannya ke semua partner bisnisnya. Tanpa menunggu waktu lama Dara langsung berjalan menjauh dari Donghae dan mulai kembali mencari Jiyong yang tidak dia temukan di mana pun, Dara langsung menghampiri Tiffany saat melihatnya yang sedang duduk dengan seorang pria di meja bar, Dara langsung menanyakan keberadaan Jiyong kepada wanita itu, walaupun terlihat enggan namun wanita itu menunjuk sebuah ruangan dan mengatakan bahwa Jiyong berada di sana.

     Dara langsung berjalan menuju ruangan itu, saat dia membuka pintu dia bisa melihat Jiyong yang sedang duduk bersila sambil menghembuskan asap rokok. Dia sedikit berdesis ketika melihat Jiyong kini kembali menghisap rokoknya. Dara lalu berjalan pelan kemudian duduk di samping pria itu.

     “Aku mencarimu dari tadi Ji, ternyata kau ada di sini.” Ujar Dara ketika dia telah duduk di samping Jiyong namun pria itu tidak membalas perkataan Dara. Dara lalu mengambil rokok yang Jiyong pegang. “Bukankah aku sudah bilang bahwa merokok itu tidak baik untuk kesehatan? Kenapa kau masih menghisapnya sih?” ujar Dara sambil membuang rokok itu setelah sebelumnya dia mematahkannya.

     Dara mendengar Jiyong mengumpat keras karena apa yang dia lakukan itu. Dia sedikit memicingkan matanya ketika Jiyong merogoh saku jasnya lalu mengambil rokoknya lagi. Sebelum Jiyong berhasil menyalakannya dengan pematik Dara langsung merebutnya kemudian kembali membuangnya.

     “Apa maumu huh?” Dara sedikit tersentak ketika mendengar bentakkan Jiyong kepadanya.

     “Ji apa sesuatu terjadi? Kenapa kau terlihat kacau? Kau mabuk?” tanya Dara dengan sedikit cemas karena khawatir dengan keadaan Jiyong yang sedikit aneh namun tanpa diduga reaksi Jiyong malah membuat Dara mengerutkan keningnya.

     “Bisakah kau pergi? Aku ingin sendirian.” ujar Jiyong lagi dan kali ini Dara mendengar Jiyong merendahkan suaranya namun nada bicaranya terasa berbeda dan hal itu membuat Dara semakin khawatir.

     “Ji ada masalah ap,-”

     “Aku bilang pergi!” Dara sedikit terkesiap ketika kembali mendengar Jiyong berteriak, dia mulai kesal karena perlakukan Jiyong kepadanya sekarang padahal Dara hanya ingin memastikan bahwa pria itu baik-baik saja.

     “Apa kau marah kepadaku Jiyong? Apa aku telah membuat kesalahan sehingga kau berteriak seperti itu kepadaku? apa yang salah denganmu?” tanya Dara yang tidak bisa menahan kekesalannya saat ini.

     “Apa yang salah denganku? Apa yang salah denganmu Dara. Kau sama sekali tidak berbicara kepadaku sejak kita sampai di sini, kau yang mengacuhkanku terlebih dahulu dan sekarang kau bertanya kenapa aku seperti ini?” Jiyong terdengar sangat emosi saat berbicara. “Aku seperti ini karena kau, aku seperti ini karena aku sangat kesal kepadamu, aku marah dan aku membencimu jadi pergi dari hadapanku karena aku tidak ingin melihatmu lagi.” Matanya terbuka lebar setelah mendengar apa yang Jiyong katakan itu dan rasa sakit tiba-tiba dia rasakan, pertama karena Jiyong membentaknya dan kedua karena apa yang pria itu ucapkan.

     Dara sama sekali tidak percaya dengan apa yang dia dengar, dia tidak percaya bahwa Jiyong akan mengatakan hal seperti itu jadi dia diam selama beberapa saat, menunggu Jiyong untuk menarik semua perkataannya lagi namun tidak ada kata yang kunjung terucap dari bibir pria itu. Dara hanya terus menatapnya dan tanpa sadar air matanya langsung jatuh saat dia tahu bahwa Jiyong sama saja dengan pria lain, hatinya tidak salah saat dia merasa bahwa Jiyong akan dengan mudahnya meninggalkan Dara jadi tanpa berpikir panjang Dara langsung bangkit lalu berjalan cepat untuk keluar dari ruangan itu. Dara menyandarkan punggungnya pada pintu yang saat ini tertutup rapat setelah dia keluar. Dia masih tidak menyangka dengan apa yang Jiyong katakan.

     Jiyong membencinya? tapi kenapa tiba-tiba? Kenapa dia tidak mau lagi melihatnya? Apa Jiyong berkata seperti itu karena dia sedang mabuk? Tapi Jiyong terlihat tidak terlalu mabuk walaupun tercium aroma alkohol dari mulutnya dan lagipula jika Jiyong benar-benar mengatakan hal itu karena dia mabuk berarti apa yang dia katakan adalah apa yang dia rasakan, karena ketika sedang mabuk seseorang biasanya mengatakan kejujuran.

     Mengingat kejadian barusan, mengingat kata-kata yang Jiyong lontarkan kepadanya dan membayangkan Jiyong benar-benar membencinya membuat mata Dara kembali memanas lalu air mata langsung turun membasahi wajah cantiknya.

     “Sandy?” Dara langsung menghapus air matanya dengan sedikit kasar ketika dia mendengar suara Donghae. “Apa yang terjadi? Kenapa kau menangis?” tanya Donghae kini dengan suara sedikit khawatir setelah dia melihat mata Dara yang kini telah sembab.

     “Aku tidak apa-apa.” Jawab Dara. Dia tidak ingin berlama-lama berdiri di depan pintu itu jadi dia langsung kembali berjalan namun langkahnya terhenti ketika dia merasakan tangannya ditahan oleh seseorang. “Apa?” tanya Dara sambil berbalik lalu menatap Donghae yang saat ini sedang memegang pergelangan tangannya, menahan Dara untuk melangkah.

     “Kau ingin kembali ke kamarmu?” tanya Donghae lagi sambil menatap Dara dengan tatapan sangat khawatir. Dara diam sebentar lalu beberapa saat kemudian dia menggelengkan kepalanya sambil melepaskan tangan Donghae dari pergelangan tangannya.

     “Temani aku, aku ingin minum.” Ujar Dara dan tanpa menunggu jawaban dari lawan bicaranya, Dara langsung berbalik lalu kembali berjalan. Donghae sedikit menghela napas berat namun dia mengikuti langkah wanita itu yang kini telah beberapa langkah di depannya.

     Sementara itu Jiyong masih duduk di tempatnya tadi, matanya masih terpaku pada pintu yang saat ini telah tertutup rapat. Dara, wanita itu kini telah pergi karena dia mengusirnya. Jauh di dalam lubuk hatinya yang terdalam Jiyong merasakan kebencian kepada dirinya sendiri karena telah menyakiti wanita yang selalu menjadi penyemangatnya selama ini namun harga dirinya mengatakan bahwa Dara pantas merasakan hal itu. harga dirinya mengatakan bahwa tidak apa-apa Dara terluka karena toh wanita itu saja sudah memberikan luka yang lebih dalam dari yang dia rasakan.

     Jiyong langsung menutup kedua matanya dengan rapat dan ada setetes air mata yang keluar dari salah satu sudut matanya, dia tidak mengenali dirinya sendiri yang untuk pertama kalinya merasakan kehampaan di dasar hatinya, merasakan ketidak-berdayaan dan keputus-asaan karena dia tidak bisa memiliki satu-satunya wanita yang sangat dia inginkan. Apa ini karmanya? Karena selalu menyakiti wanita yang menginginkannya jadi kini saat dia menemukan wanita yang dia inginkan wanita itu dengan mudah menolak dan meninggalkannya sendirian, hampa dan tidak tertolong.

     Setelah hampir lima belas menit Jiyong akhirnya bangkit dari posisinya, dia berjalan sedikit gontai sampai akhirnya mencapai pintu, setelah dia membuka pintu dia bisa merasakan bahwa acara pembukaannya masih berjalan dengan meriah. Dia mengedarkan matanya untuk mencari sosok Dara, namun dia tidak menemukannya di mana pun jadi dia pikir bahwa Dara pasti sudah kembali ke kamar hotelnya.

     Jiyong lalu memutuskan untuk kembali ke kamarnya juga, dia akan mandi lalu langsung memejamkan matanya. Secuil harapan konyol tiba-tiba muncul di kepalanya, harapan bahwa apa yang terjadi malam ini adalah mimpi buruk yang dia alami dan saat dia bangun esok pagi mimpi buruk ini akan hilang, dia berharap saat dia bangun maka dia akan melihat Dara lagi, sebagai wanita yang dia kagumi, wanita yang dia inginkan dan juga menginginkannya dengan sama besar, harapan yang selamanya mungkin hanya akan menjadi harapan.

****

     Mata Jiyong langsung berkedut saat dia mendengar suara pintu kamarnya diketuk, dia yang tadinya sedang menikmati mimpi indah di mana ada Dara di dalamnya langsung berdesis kesal karena suara itu benar-benar mengganggunya. Dengan sedikit kesal Jiyong membuka matanya lalu langsung menatap pintu itu dengan tatapan tajam.

     “Aishhh siapa yang menggangguku?” ujar Jiyong sambil mengumpat. Dia melebarkan matanya lalu melihat ke sekeliling dan mulai sadar bahwa saat ini dia sedang berada di kamar hotel. Dengan cepat dia menolehkan kepalanya ke arah jam dinding dan dia langsung bernapas lega saat melihat jam kini masih menunjukkan pukul delapan pagi, itu berarti masih ada beberapa jam sebelum acaranya dimulai pukul sepuluh.

     Tok…tok…tok

     Jiyong kembali mengalihkan tatapannya pada pintu saat dia kembali mendengar suara ketukan. Dia kembali mendengus namun kali ini dia langsung menyingkap selimbut lalu bangkit dan berjalan menuju pintu. Jiyong langsung melihat wajah Tiffany yang sedang tersenyum saat dia membuka pintu kamarnya.

     “Oppa Apa aku mengganggumu?” tanya Tiffany langsung ketika dia melihat Jiyong menguap. Jiyong memang sedikit kesal karena wanita itu telah mengganggu mimpi indahnya namun dia tidak mengatakan hal itu dan lebih memilih untuk menggelengkan kepala.

     “Kenapa kau mengetuk pintu? Apa ada sesuatu yang penting?” tanya Jiyong yang masih belum membuka lebar pintunya.

     “Aku ingin meminjam ponselmu, ponselku mati total sedangkan aku belum menghubungi ibuku, dia pasti khawatir sedangkan aku lupa membawa charger.” Ujar Tiffany lagi. Jiyong mengangguk mengerti lalu mulai membuka pintunya dengan sedikit lebar untuk membiarkan wanita itu masuk ke dalam kamarnya.

     Jiyong sedikit mengerutkan keningnya ketika dia melihat Tiffany masih memakai gaun tidurnya yang sedikit menerawang namun dia tidak mengatakan apapun. Jiyong lalu mengambil ponselnya kemudian memberikannya kepada Tiffany yang saat ini telah duduk di sisi tempat tidur.

     “Maaf karena aku merepotkanmu.” Ujar Tiffany sambil menerima ponsel Jiyong. “Aku ingin meminjam ponsel Dara unnie tapi dia belum kembali ke kamarnya sejak tadi malam.” Jiyong langsung menoleh kepada Tiffany setelah mendengar apa yang wanita itu katakan.

     “Dara belum kembali?” tanya Jiyong dengan kening berkerut. Tiffany menganggukkan kepalanya lalu mulai menggerakkan tangannya di atas layar ponsel Jiyong.

     “Dia pasti sedang bersama tunangannya sekarang. Kalau aku jadi dia aku juga pasti akan lebih memilih tidur di penthouse daripada di kamar biasa seperti milik kita saat ini.” ujar Tiffany sebelum dia mendekatkan ponsel Jiyong ke dekat telinganya.

     Dada Jiyong langsung bergejolak setelah dia mendengar apa yang Tiffany katakan. Memikirkan Dara tidur bersama lelaki lain membuat hatinya terasa panas dan sakit. Tapi Jiyong langsung menggelengkan kepalanya, dia mengenal Dara dan Dara bukan wanita yang bisa tidur begitu mudah dengan seorang pria, namun Jiyong langsung menghela napas saat dia mengingat bahwa Dara bahkan pernah tidur dengannya dan pria yang saat ini sedang bersama Dara adalah tunangannya jadi bukan tidak mungkin jika apa yang Tiffany katakan memang benar. Rasa cemburu kembali Jiyong rasakan, kepala dan hatinya kini semakin panas dan sakit.

     “Tapi aku rasa kita bisa mendapatkan keuntungan dari keadaan ini.” ujar Tiffany yang masih menunggu telponnya tersambung. “Dara unnie mungkin sengaja melakukan hal itu untuk membuat tunangannya itu memenangkan kita jadi kita tidak perlu berusaha terlalu keras.”

     “Dara tidak mungkin melakukan hal seperti itu.” jawab Jiyong langsung yang Tiffany balas dengan senyuman sambil mengedikkan bahu.

     “Siapa yang tahu. Dia bahkan tidak memberitahu kita bahwa kekasihnya a           dalah salah satu orang yang mempunyai pengaruh besar dalam tender ini.” ujar Tiffany lagi. “Bisa saja dia setuju untuk membantu karena dia tahu akan bertemu dengan kekasihnya di sini. Hal itu bukan tidak mungkin, kan?” tanya Tiffany yang sama sekali tidak Jiyong balas.

     Jiyong tahu hal itu tidak mungkin terjadi karena dia sendirilah yang membuat Dara ikut dengannya dan sekarang dia menyesal karena telah membawa Dara ke sini. Semua ini tidak akan terjadi jika bukan karena idenya. Dia sendiri adalah orang yang paling bertanggung jawab terhadap rasa sakit yang dia rasakan saat ini.

     Dia ingin memukul sesuatu, dia ingin memukul seseorang untuk melampiaskan rasa sakit yang saat ini dia rasakan tapi Jiyong sadar bahwa dengan melakukan hal itu tidak akan bisa membuatnya tenang, dia tahu apapun yang dia lakukan tidak akan bisa membuatnya kembali memutar waktu ke belakang. Akhirnya Jiyong memilih untuk pergi ke kamar mandi, dia harap air dingin bisa mendinginkan kepala dan hatinya dan membuatnya bisa melupakan semua rasa marah dan menyesal yang kini berkecambuk di dalam dirinya.

     “Kau bisa langsung pergi setelah kau selesai. Aku akan mandi.” ujar Jiyong yang saat ini sedang berjalan menuju kamar mandi. Tiffany mendengar nada bicara Jiyong kini sudah mulai berubah, wanita itu langsung tersenyum senang. Dia bersorak karena rencananya untuk membuat Jiyong kesal kepada Dara sepertinya berhasil.

Dara Pov

     Mataku mulai berkedut saat aku merasakan seberkas cahaya yang mengenai kelopak mataku dan beberapa detik kemudian aku merasakan sakit kepala yang teramat sangat, perutku mual dan aku juga merasakan haus yang tidak seperti biasanya. Aku langsung membuka mataku namun pandanganku masih kabur karena rasa sakit yang saat ini aku rasakan di kepalaku. Aku memegangi kepalaku dengan salah satu tangan lalu tangan satunya lagi aku gunakan untuk mengambil air putih yang berada di atas nakas.

     Aku meminum air putih itu sampai habis lalu mulai menggeliatkan tubuhku yang terasa pegal. Sambil menguap aku kembali memegangi kepalaku lalu mulai mengedarkan pandanganku. Aku mengerutkan kening ketika melihat ruangan yang sangat luas dengan berbagai perabot yang terbilang mewah, aku terus mengedarkan pandanganku dan saat itulah tiba-tiba aku mendengar suara sebuah pintu yang dibuka. Aku langsung menoleh pada asal suara itu lalu langsung membulatkan mataku saat melihat Donghae muncul dari balik pintu. Rambut dan badannya basah dan dia hanya memakai sebuah handuk di pinggangnya.

     “Suka dengan apa yang kau lihat?” Aku langsung mendongkak lalu menatap Donghae ketika mendengar suaranya dan saat itulah aku mulai sadar dengan apa yang terjadi. Tadi malam aku memintanya untuk menemaniku minum karena aku sangat kecewa dengan perlakukan Jiyong kepadaku tadi malam. Tapi kenapa aku berakhir di sini? Kenapa dia membawaku ke penthouse miliknya?

     Dengan sedikit panik aku mulai membuka selimbut dan kembali membelalakkan mataku saat sadar bahwa kini aku hanya memakai pakaian dalam saja. Secara repleks aku membungkus diriku sendiri dengan selimbut itu lalu berusaha mengingat apa saja yang telah aku lakukan tadi malam. Kenapa aku hampir tidak berpakaian? Apakah mungkin kami telah melakukan itu? Aku menggelengkan kepala dengan sangat keras untuk menyingkirkan pemikiranku itu. Tidak mungkin hal itu terjadi!

     “Donghae-ah kenapa aku berada di sini?”tanyaku langsung ketika aku kembali menatap Donghae yang masih berdiri di tempatnya tadi.

     “Kau lupa? Aku membawaku kemari karena kau bilang tidak ingin kembali ke kamarmu.”

     “La-lalu apa yang ki-kita lakukan tadi malam?” tanyaku lagi kini dengan terbata.

     “Kenapa kau terbata huh?” Donghae kembali tersenyum kini sambil mulai berjalan ke arahku, aku menjadi semakin panik karena hal itu.

     “Stop!” ujarku yang membuatnya berhenti. “Tunggu di sana!” ujarku lagi kali ini berhasil membuatnya berhenti.

     “Kenapa kau malu-malu seperti itu huh?” tanyanya sambil mengedipkan salah satu matanya. “Padahal tadi mal..”

     “Stop…stop.. stop..” kataku lagi dengan sedikit keras. Aku tidak ingin mendengar apa yang dia akan katakan selanjutnya.

     “Jangan bilang bahwa kau lupa dengan apa yang telah kita lakukan tadi malam.” ujar Donghae lagi.

     “Yang kita lakukan tadi malam? apa maksudmu kita…” tanyaku ragu-ragu yang Donghae balas dengan anggukkan sambil tersenyum. Aku mengerang keras setelah melihat reaksinya itu. Ya Tuhan aku pasti sudah gila. Bagaimana bisa aku melakukannya saat sedang mabuk. Aku harus berhenti minum mulai saat ini. Dara, hidupmu sungguh sangat kacau! Aku sedang merutuki diriku sendiri saat tiba-tiba saja aku mendengar suara tawa lepas Donghae.

     “Kau lucu sekali, seharusnya aku merekam tampangmu tadi.” ujar Donghae lagi masih sambil tertawa dan hal itu membuatku mengerutkan kening.

     “Yah kenapa kau tertawa huh?” tanyaku sambil sedikit merenggut.

     “Kau mudah sekali tertipu, ya Tuhan Dara kau seharusnya melihat tampangmu tadi.” ujarnya lagi kali ini sambil memegangi perutnya.

     “Ada apa?” tanyaku yang masih bingung.

     “Kau benar-benar berpikir bahwa kita melakukan itu?” tanyanya lagi masih sambil tertawa lepas.

     “Jadi kita tidak melakukan itu?” tanyaku dengan penuh harap.

     “Ya Tuhan Dara, walaupun kau memohon kepadaku aku tetap tidak akan melakukan hal itu dengan wanita yang mabuk berat. Hanya pria brengsek yang melakukan hal itu.” kata Donghae yang membuatku akhirnya bernapas dengan lega.

     “Syukurlah kalau begitu.” Kataku sambil sedikit tersenyum lalu aku kembali tersadar dengan kondisiku yang hampir bertelanjang. “Lalu kenapa aku hampir tidak memakai baju?” tanyaku yang Donghae balas dengan decakan.

     “Yah apa kau memang selalu lupa dengan apa yang terjadi saat kau mabuk?” tanyanya masih sambil berdecak. “Kau bilang kau kepanasan jadi kau membuka bajumu lalu langsung tidur nyenyak,” ujar Donghae. “Meninggalkan aku yang sama sekali tidak bisa tidur.” Tambahnya lagi kali ini dengan suara sedikit pelan.

     “Kenapa pula kau tidak bisa tidur?” Kataku sambil mendengus. Dia diam selama beberapa saat sambil menatapku sebelum akhirnya kembali berbicara.

     “Bagaimana aku bisa tidur, kau menghabiskan semua ruang di tempat tidurku.”

     “Ah mianhae,” ujarku sambil sedikit tersenyum malu. “Aku mau memakai baju jadi berbalik lah.” Ujarku lagi karena mulai merasa tidak nyaman dengan apa yang aku pakai. Donghae mengangguk lalu akhirnya berbalik membelakangiku. “Jangan berbalik!” Kataku lagi sambil membuka selimbut lalu mengambil gaun milikku yang ada di lantai kemudian langsung memakainya. Donghae sama sekali tidak bergerak dari posisinya selama aku memakai baju, aku tersenyum karena ternyata dia gentleman juga. “Terimakasih karena telah menjagaku dan membiarkanku tidur di ranjang, aku mau kembali ke tempatku.” Ujarku sambil mengambil sepatu hak tinggi milikku.

     “Yah kenapa kau langsung pulang? Tunggu saja, kita bisa sarapan bersama.” ujar Donghae sambil berbalik namun aku langsung menggelengkan kepala.

     “Aku belum mandi dan lagipula aku ingin menghilangkan hangover yang masih melandaku sebelum sarapan. Bye!” kataku lagi lalu bersiap untuk pergi.

     “Kalau begitu aku akan menunggumu, pokoknya kita sarapan bersama.”

     “Kau pasti akan kelaparan saat menungguku, lagipula aku ingin sarapan dengan Jiyong untuk membicarakan sesuatu dengannya.” Kataku sambil berjalan menuju pintu.

     “Siapa dia?” aku mendengar suara Donghae ketika aku memegang pegangan pintu. “Kenapa kau ingin berbicara dengannya? Aku akan terluka jika kau mengkhianatiku. Aku tidak mentorerir segala bentuk perselingkuhan.” Katanya lagi dengan penuh penekanan. Aku langsung tertawa lalu berbalik kepadanya.

     “Selingkuh atau bukan kau sama sekali tidak punya hak untuk terluka karena di anatara kita tidak ada hubungan lain selain pertemanan.” Kataku sebelum aku berbalik lagi lalu mulai berjalan.

     “Yah aku ini tunanganmu.” Aku kembali mendengar suara Donghae.

     “In your dream.” Jawabku tanpa berbalik.

***

     Dara masih memegangi kepalanya yang terasa sangat sakit dengan salah satu tangannya sedangkan tangan satunya lagi kini sedang menjinjing high heel, dia baru saja terbangun dengan keadaan hangover makanya sekarang dia sedang merasa tidak baik dan rasa terkejutnya saat dia menyadari bahwa dia tidur di penthouse Donghae membuat kepalanya malah bertambah pusing, tapi setidaknya Dara bisa bernapas lega karena mereka tidak melakukan ‘itu’.

     Saat akan membuka pintu kamarnya Dara tanpa sadar melirik ke pintu kamar Jiyong yang berada beberapa langkah dari kamarnya. Dara mengingat kejadian tadi malam, kejadian yang membuatnya mabuk berat. Dara tidak tahu apa yang salah dengan Jiyong, kenapa dia bisa bersikap seperti itu kepada Dara, dia bahkan tidak tahu apa kesalahannya namun entah kenapa Dara merasa ini adalah salahnya sendiri. Dia mengenal Jiyong, pria itu tidak akan bersikap seperti itu secara tiba-tiba jika tidak ada yang terjadi. Dara berpikir sejenak lalu tiba-tiba dia melepaskan tangannya yang sedang memegangi pegangan pintu lalu berjalan pelan ke arah kamar Jiyong.

     Dara berhenti tepat di depan pintu kamar Jiyong, Dara mengangkat tangannya lalu akan mengetuk pintu itu namun masih ada sedikit keraguan di dalam dirinya. Dia tahu Jiyong pasti masih sangat marah kepadanya, tapi setidaknya Dara pikir mereka harus bicara, dia ingin tahu apa kesalahannya sehingga dia bisa meminta maaf kepada Jiyong dan meluruskan masalah mereka. Tidak bisa Dara sangkal bahwa apa yang Jiyong lakukan kepadanya tadi malam adalah hal tersakit yang pernah Jiyong lakukan kepadanya, Dara bahkan tidak pernah menyangka bahwa hatinya akan sangat terluka hanya karena Jiyong membentaknya.

     Saat Dara akan mengetuk pintu tiba-tiba saja pintu kamar Jiyong terbuka, Dara sedikit tersenyum karena dia bisa berbicara dengan Jiyong sekarang.

     “Ji, ak-” Ucapannya terhenti ketika dia melihat bukan Jiyong yang membuka pintu, tapi seseorang yang dia sebut musuh bebuyutannya. Dara melebarkan matanya karena sedikit terkejut dengan kenyataan bahwa Tiffany berada di dalam kamar Jiyong, kini bukan hanya matanya yang melebar tapi mulutnya pun ikut melebar ketika dia melihat gaun tidur Tiffany yang menerawang, Dara bahkan bisa melihat bra hitam yang wanita itu kenakan.

     “Eh Unnie,” ujar Tiffany yang bereaksi seolah dia terkejut dengan kehadiran Dara.

     “Apa yang kau lakukan di kamar Jiyong pagi-pagi seperti ini?” tanya Dara yang masih tidak percaya dengan apa yang dia lihat. alih-alih menjawab pertanyaan Dara, wanita itu malah melihat penampilan Dara dari pangkal kepala sampai ujung kakinya, lalu dia menyunggingkan sebuah smirk ketika melihat high heel yang masih Dara jinjing.

     “Apa kau juga tidak tidur di kamarmu?” tanya Tiffany yang membuat Dara kembali melebarkan matanya.

     “A-apa m-maksudmu?” tanya Dara dengan sedikit terbata. “Kau t-tidur d-di sini?” tanya Dara lagi yang membuat Tiffany menyunggingkan senyuman puas.

     “Menurutmu?” tanyanya sambil menyilangkan tangannya di depan dada.

     Kepala Dara bergolak ketika mendengar apa yang Tiffany katakan. Hatinya terasa sangat sakit, rasa sakit yang sama yang selalu dia rasakan jika Jiyong bercerita tentang wanita yang menjadi one night stand-nya. Kepalanya semakin sakit, tangan dan kakinya kini mulai bergetar, Dara tidak ingin wanita itu tahu dengan apa yang saat ini dia rasakan jadi Dara memutuskan untuk berbalik dan pergi ke kamarnya.

     “Aku pikir kau sudah pergi,” Dara mematung ketika dia mendengar suara Jiyong. “Apa kau sudah selesai?” Dara berbalik ketika dia kembali mendengar suara Jiyong lalu kini dia melihat Jiyong hanya memakai handuk yang meliliti pinggangnya. Dara merasakan sedikit rasa tenang saat akhirnya mata mereka berdua bertemu. “Dara?” tanya Jiyong sambil mengerutkan keningnya, Dara tersenyum karena tatapan lembut Jiyong berhasil menenangkannya namun beberapa detik kemudian tatapan Jiyong berubah tajam ketika dia melihat penampilan Dara.

     “Aku baru saja akan pergi.” Dara langsung mengalihkan tatapannya pada Tiffany dan matanya kembali membulat sempurna saat dia melihat Tiffany berjinjit lalu mencium salah satu pipi Jiyong. “Itu sebagai ucapan terimakasih,” ujar Tiffany lagi sambil tersenyum puas namun Jiyong sama sekali tidak menatapnya, mata Jiyong kini sedang menatap tajam kepada Dara.

     Dara yang semakin merasa pusing karena semua hal yang terjadi pagi ini tidak mampu lagi menahan dirinya, dia merasakan rasa mual yang teramat sangat lalu dia merasakan dorongan kuat dari dalam perutnya yang bergerak cepat sampai pada tenggorokannya, Dara melepaskan high heel yang tadi dia pegang lalu kedua tangannya kini langsung menutup mulutnya dengan rapat karena dia sadar dengan apa yang akan terjadi selanjutnya namun desakan itu sama sekali tidak bisa ditahan dan tanpa bisa dia cegah akhirnya dia memuntahkan semua isi perutnya.

     “Yah!!!” Dara mendengar Tiffany berteriak penuh kemarahan, Dara menatap Tiffany yang menatap jijik pada gaunnya yang kini telah basah karena Dara tidak sengaja memuntahkan isi perutnya pada gaun wanita itu. “Aish kau ini jorok sekali, apa kau tah-” Dara tidak mampu lagi mendengar suara Tiffany saat tiba-tiba dia merasakan sebuah tangan yang kini menyentuh bahunya.

     “Dara kau tidak apa-apa?” Dara kali ini mendengar suara Jiyong. Dia menggelengkan kepalanya masih dengan tangan yang menutup mulutnya namun dia merasakan kembali desakan yang ingin dikeluarkan. Jiyong yang menyadari hal itu langsung menuntun Dara dengan cepat ke dalam kamarnya, membawanya ke dalam kamar mandi dan sama sekali tidak menghiraukan teriakan Tiffany yang mungkin saja bisa membangunkan semua penghuni hotel.

     Dara langsung berjongkok lalu kembali memuntahkan semua apa yang telah dia makan kemarin ke dalam kloset, Dara bisa merasakan Jiyong terus mengusap lembut punggungnya selama dia muntah, hal itu membuatnya sedikit merasa lebih baik dan malu secara bersamaan. Kenapa kejadian memalukan seperti ini harus terjadi di depan Jiyong?

     “Kau tidak apa-apa?” tanya Jiyong saat Dara mulai kembali berdiri. Dara mendengar nada khawatir dan dia juga bisa melihat tatapan khawatir dari mata Jiyong. Dara menggelengkan kepalanya pelan karena kini kepalanya kembali merasa pusing lalu mengambil air dari westafel untuk membersihkan mulutnya. “Kau terlihat pucat Dara, kau yakin kau baik-baik saja?” tanya Jiyong lagi. Dara diam-diam tersenyum karena bahagia dengan kekhawatiran Jiyong kepadanya.

     “Aku baik-baik saja,” balas Dara kini sambil kembali menatap Jiyong lalu tersenyum kepadanya.

     “Kau yakin?” tanya Jiyong lagi yang Dara balas dengan anggukkan mantap lalu dia mulai berjalan dari dalam kamar mandi lalu berjalan menuju pintu untuk kembali ke kamarnya.           “Tiffany pasti sangat marah, kau memu-” mendengar nama wanita itu keluar dari mulut Jiyong membuat Dara tiba-tiba merasa kesal dan kembali mengingat apa yang telah wanita itu katakan. Dara menoleh kepada Jiyong lalu menatap tajam kepadanya.

     “Yah apa kau dan wan-” Dara tidak melanjutkan pertanyaannya karena tiba-tiba dia mendengar suara seseorang yang memanggil namanya.

     “Sandy?” Dara dan Jiyong langsung menoleh ke asal suara itu dan kini mereka melihat Donghae yang sedang berdiri di depan pintu kamar Dara. “Apa yang kau lakukan di sana?” tanya pria itu lagi ketika dia melihat Dara sedang berdiri dengan Jiyong di depan pintu kamarnya yang terbuka.

     “Apa yang kau lakukan di sana?” Dara bertanya balik tanpa menjawab pertanyaan Donghae.

     “Aku membawakan obat pereda mabuk, kau minum sangat banyak tadi malam.” ujar Donghae lagi sambil memperlihatkan sebuah bungkusan kecil. Dara berjalan pelan ke arah Donghae.

     “Kau tidak perlu repot-repot.” Ujar Dara ketika dia telah berdiri di depan Donghae.

     “Aku hanya khawatir kepadamu.” ujar Donghae lagi sambil tersenyum. Dara hanya menganggukkan kepalanya lalu tiba-tiba dia ingat dengan tujuannya tadi.

     “Ji aku ingin berbicara denganmu nanti.” Ujar Dara sambil mengalihkan tatapannya pada pintu kamar Jiyong namun pria itu sudah tidak berada di sana lagi. “Kenapa dia cepat sekali menghilang?” tanya Dara dengan sedikit kecewa lalu wanita itu merenggutkan bibirnya, hal itu membuat Donghae yang sedang menatapnya langsung mengerutkan kening.

     “Apa ada sesuatu yang mengganggumu?” tanya Donghae yang langsung membuat Dara kembali mengalihkan tatapannya kepada Donghae. Dara menggelengkan kepalanya lalu berbalik untuk membuka pintu kamar. “Oh iya, aku telah menyuruh pegawai hotel untuk mengantarkan sarapan ke kamar ini jadi kau tidak perlu ke bawah, aku yakin pasti kau masih sangat pusing.”

     “Kau benar-benar tidak perlu melakukannya.” ujar Dara kini sambil kembali menatap Donghae. “Aku senang melakukannya untukmu,” Dara merasa tidak enak jika pria ini terus melakukan hal-hal seperti ini kepada Dara. Dara bukan orang bodoh yang tidak mengerti maksud dari kebaikan pria ini dan hal itu membuatnya sedikit berat karena jujur saja Dara mulai nyaman dengan kehadiran Donghae tapi tentu saja dalam konteks yang berbeda, Dara merasa bahwa Donghae benar-benar seseorang yang asik untuk diajak berteman. “Kalau kau merasa tidak enak maka biarkan aku sarapan denganmu, aku bisa menghubungi kembali pegawai hotel dan memintanya mengantar sarapanku juga ke mari.” Ujar Donghae dengan senyuman terhangatnya namun Dara langsung menggelengkan kepalanya.

     “Donghae-ah aku benar-benar berterimakasih karena kau sangat baik, tapi aku benar-benar tidak bisa bertunangan denganmu.” Ujar Dara langsung yang membuat senyuman pria itu langsung memudar, selama beberapa saat pria itu hanya menatap Dara namun beberapa detik kemudian pria itu kembali tersenyum.

     “Aku melakukannya dengan tulus, kau bilang bahwa kita bisa berteman maka sebagai teman yang baik aku hanya ingin membuatnya nyaman dengan pelayanan hotel ini.”

     “Baguslah kalau kau mengerti.” Ujar Dara sambil tersenyum, dia lalu membuka pintu kamarnya kemudian kembali menutupnya, meninggalkan Donghae yang masih terus berdiri di depan pintu kamar Dara. Menatap pintu itu dengan perasaan bercampur aduk.

     “Apa yang harus aku lakukan supaya bisa memilikimu?” gumamnya pelan setelah beberapa saat.

****

     Setelah mandi dan meminum obat pereda mabuk Dara langsung mengganti baju dengan pakaian rapi. Kepalanya masih terasa pusing namun setelah meminum obat rasa sakitnya tidak separah saat dia bangun tidur, perutnya pun tidak lagi terasa mual setelah dia menumpahkan semua isi perutnya. Dara sedikit tersenyum puas ketika dia mengingat kejadian tadi, dia tidak sengaja memuntahkannya pada pakaian Tiffany namun hal itu membuatnya tiba-tiba merasa sangat puas dan senang. Sudah lama Dara ingin muntah di hadapan wanita setiap kali mendengar wanita itu bicara.

     Dara sedang mengaitkan kancing roknya saat tiba-tiba dia mendengar suara ketukan pintu. Dara berjalan sambil menaikkan seleting di roknya kemudian langsung membuka pintu namun dia langsung memutar bola mata ketika dia melihat Tiffany kini telah berdiri di hadapannya. Dari cara Tiffany menatapnya sekarang Dara tahu bahwa wanita itu juga sebenarnya enggan untuk bertemu lagi dengan Dara, apalagi setelah kejadian tadi pagi. Mau tidak mau Dara kembali tertawa puas setelah mengingatnya membuat Tiffany langsung mendelik.

     “Apa maumu?” tanya Dara setelah tawanya reda lalu melipat tangannya di depan dada.

     “Aku hanya ingin memberitahumu pesan dari Jiyong oppa. Dia bilang kau tidak perlu turun untuk melakukan presentasi karena aku dan dia yang akan melakukannya.” ujar Tiffany yang langsung membuat Dara menatapnya tajam.

     “Yah apa kau bercanda?” tanya Dara. “Mana mungkin Jiyong mengatakan hal itu.”

     “Ya sudah kalau kau tidak percaya.” ujarnya sambil mengedikkan bahunya lalu dia berbalik kemudian berjalan meninggalkan pintu kamar Dara. Dara yang merasa ada yang aneh langsung keluar dari kamarnya kemudian berjalan menuju pintu kamar Jiyong. Dia langsung mengetuk pintu setelah sampai dan beberapa detik kemudian kepala Jiyong muncul di balik pintu. Dia menatap tajam kepada pria itu, sama sekali tidak menyembunyikan rasa kesal yang saat ini dia rasakan.

****

Jiyong Pov

     Aku menyesap kopi hitam yang beberapa saat lalu aku buat. Di hadapanku ada beberapa makanan yang telah di antarkan oleh pegawai hotel. Aku memutuskan untuk memakan sarapan di dalam kamarku, dan sudah hampir setengah jam berlalu namun makanan itu belum aku sentuh sama sekali. Aku masih memikirkan kejadian tadi malam antara aku dan Dara, masih belum mengerti kenapa dia tidak pernah mengatakan bahwa dia sudah memiliki tunangan. Aishh memikirkan hal itu malah membuat dadaku kembali berdenyut sakit.

     Aku bangkit dari tempat dudukku kemudian mengambil dasi lalu memakainya, akhirnya aku memutuskan untuk tidak sarapan karena tidak ada yang ingin aku makan saat ini. mengingat pria lain merangkulkan tangannya di pinggan Dara membuat semua seleraku langsung hilang, aku bahkan tidak merasakan lapar sama sekali, atau jangan-jangan aku sudah mati rasa karena terlalu terluka. Ya Tuhan, kenapa aku menjadi sangat melow pagi-pagi seperti ini?

     Saat sedang mengikat dasi tiba-tiba aku mendengar suara pintu di ketuk dengan sedikit keras, aku mengerutkan kening lalu langsung berjalan ke arah pintu itu. Aku sedikit terkejut ketika membuka pintu dan kini melihat Dara berdiri di hadapanku.

     “Apa Tiffany sedang bercanda saat dia mengatakan bahwa kau menyuruhnya untuk melakukan presentasi denganmu?” Tanya Dara langsung saat aku membuka pintu. Matanya sedang menatapku tajam dan aku sangat tahu dengan tatapan itu, tatapan yang selalu dia berikan saat dia marah kepadaku. Namun apa salahku hingga dia marah? bukannya aku yang seharusnya marah kepadanya?

     “Dia tida bercanda.” Kataku langsung yang membuatnya melebarkan matanya. “Apa ada masalah?” tanyaku lagi dengan suara santai.

     “Jelas ini masalah. Aku ada di sini karena aku akan melakukan presentasi denganmu, kau sendiri yang meminta bantuanku tapi sekarang apa yang terjadi? Ada apa denganmu?”

     “Kita harus memberi Tiffany kesempatan untuk berkembang lagipula aku rasa kondisimu sedang tidak baik saat ini, kau sebaiknya istirahat saja di dalam kamarmu.” Kataku lagi mengabaikan nada kesal yang Dara keluarkan.

     “Aish!!” aku mendengarnya mengumpat. “Apa kau sedang membuat alasan huh? Kenapa kau tiba-tiba melakukan hal ini kepadaku? Aku tahu kau marah kepadaku tapi itu bukan berarti kau bisa menendangku seperti ini dari tim. Kau harusnya bisa memisahkan masalah pribadi dengan pekerjaanmu.” Katanya dengan suara sedikit keras. Aku mulai terpancing emosi dengan apa yang dia katakan namun aku masih berusaha untuk bersikap tenang.

     “Kau seharusnya tidak boleh menceramahiku tentang profesionalitas karena kau sama sekali tidak memiliki hal itu. Aku tahu kau marah karena kau tidak suka dengan Tiffany dan sama sekali tidak ingin melihatnya melangkahimu, akui saja kalau kau marah karena hal itu.” ujarku juga dengan nada sedikit kesal.

     “Aku memang membencinya tapi dia sama sekali bukan alasan kenapa aku marah seperti ini. Aku marah karena sikapmu ini! Kau tiba-tiba bersikap dingin sesampaikan kita di sini dan sekarang kau bahkan mengatakan aku tidak profesional. Jika aku tidak akan berguna di sini lalu kenapa kau harus membawaku ke sini? Apa kau tiba-tiba berbelot dariku dan membela wanita itu setelah apa yang kalian berdua lakukan tadi malam?”

     “Mwo?” kataku dengan sedikit terkejut. “Apa yang kami lakukan? apa maksudmu?”

     “Sudahlah tidak perlu berpura-pura tidak mengerti.” Ujar Dara masih dengan menatapku tajam.

     “Aku memang tidak mengerti dengan apa yang kau katakan.” ujarku. “Dan berbicara tentang apa yang kita lakukan tadi malam, aku rasa kau harus berhati-hati dengan apa yang akan kau lakukan Dara. Apa kau tidak memikirkan apa yang akan orang lain katakan tentangmu dan tentang perusahaan kita saat mereka tahu bahwa kau tidur bersama tunanganmu itu? siapa namanya? Oh Lee Donghae, benar? Orang lain mungkin akan mengatakan bahwa perusahaan sengaja mengutusmu sehingga kita bisa memenangkan tender ini dengan sangat mudah berhubung salah satu karyawan yaitu dirimu adalah tunangan orang yang sangat berpengaruh pada tender ini.”

     “Mwo?” tanya Dara dengan tatapan tidak percaya. “Apa aku tidak salah mendengar hal itu keluar dari mulutmu? Apa kau berpikir aku akan tidur dengannya hanya karena untuk memenangkan tender ini?” tanya Dara lagi dengan suara sedikit pelan. Dia masih menatapku selama beberapa saat dan entah kenapa aku seolah melihat luka dari sorot matanya. Apa aku sudah sangat keterlaluan? Aku tahu seharusnya aku tidak mengatakan hal seperti itu. apapun yang dia lakukan itu sama sekali bukan urusanku dan aku sama sekali tidak mempunyai hak untuk melarangnya melakukan hal itu bersama dengan tunangannya sendiri. “Baiklah aku rasa kita sudah selesai. Aku tidak dibutuhkan jadi tidak ada alasan lagi untukku tetap berada di sini.” Ujar Dara masih dengan menatapku tajam dan kini aku melihat matanya mulai memerah. Aku langsung menahan lengannya saat dia akan berbalik karena aku mulai melihat matanya berkaca-kaca.

     “Dara aku min-” aku menghentikan apa yang akan aku ucapkan saat Dara menghempaskan tanganku lalu berjalan cepat ke arah kamarnya tanpa berbalik kepadaku. Aku menutup wajaku dengan kedua tangan, mengusapnya kasar dengan sedikit frustasi lalu mulai mengumpat keras. Ya Tuhan apa yang terjadi pada kami berdua?

****

     Aku sama sekali tidak bisa mendengar apa yang sedang dikatakan oleh orang yang sedang melakukan presentasi saat ini. Di depan ada perusahaan lain yang sedang melakukan presentasi dan semua orang terlihat sedang fokus pada presentasi itu sedangkan aku sebaliknya. Tubuhku mungkin berada di sini namun pikiranku sama sekali tidak. Sejak aku duduk aku sama sekali tidak bisa mengalihkan pikiranku dari pertengakaranku dengan Dara tadi.

     Aku mengangkat kepalaku lalu langsung melihat Lee Donghae yang sedang duduk di meja khusus dengan beberapa orang lainnya, dia terlihat serius namun aku bisa melihat bahwa pria itu beberapa kali mengarahkan matanya pada arah mejaku, aku tahu bahwa dia pasti sedang mencari keberadaan Dara. sepertinya dia tidak tahu bahwa Dara tidak datang.

     Aku mengambil ponselku dan melihat waktu lalu sadar bahwa ini sudah hampir pukul dua siang, aku melihat nomor urut dan ternyata setelah perusahaan ini selesai maka akan sampai giliran perusahaanku. Aku merasa tidak bisa melakukannya presentasi ini dengan baik jika aku belum memastikan bahwa Dara baik-baik saja, aku sengaja menyuruhnya istirahat karena dia memang sedang tidak dalam kondisi yang baik, aku bisa melihat matanya sedikit sayu jadi aku pikir istirahatlah yang paling da butuhkan saat ini namun kami malah terlibat kesalahpahaman.

     Aku terus berpikir apakah aku harus melihat Dara terlebih dahulu? Atau meminta maaf karena apa yang aku katakan kepadanya tadi pagi? Aku tiba-tiba berdiri membuat Tiffany  yang duduk di samping langsung menatapku.

     “Kau mau ke mana?” tanya Tiffany dengan kening berkerut.

     “Aku harus ke kamarku sebentar, ada yang tertinggal.” Kataku berbohong, padahal aku ingin menemui Dara dan memastikan bahwa dia baik-baik saja. aku melihat Tiffany menganggukkan kepalanya.

     “Jangan terlalu lama, setelah ini adalah giliran kita.” ujarnya yang aku balas dengan anggukkan. Lalu aku mulai berjalan cepat ke arah kamar Dara.

     Setelah sampai aku langsung mengetuk pintunya namun Dara tidak kunjung membuka pintu. Aku kembali mengetuk pintu, kini sambil memanggil namanya namun masih sama saja. aku kemudian mengambil ponsel dan menghubungi nomornya namun Dara sama sekali tidak mengangkat panggilanku. Aku menjadi sedikit khawatir, aku berniat untuk mendobrak pintu namun aku ingat bahwa kini aku sedang berada di hotel, akan jadi masalah jika aku merusak properti. Aku akhirnya memutuskan untuk meminta kunci cadangan ke resepsionis namun aku sangat terkejut ketika resepsionis itu mengatakan bahwa Dara telah check out setengah jam yang lalu.

     Aku kembali mengambil ponsel dan mulai menghubungi Dara lagi, sambunganku tersambung namun Dara tidak mengangkatnya sampai panggilanku dialihkan. Aku akan mencoba lagi untuk menghubungi Dara namun kini ponselnya telah dimatikan. Dara mungkin saja memutuskan untuk pulang karena dia merasa bahwa dia tidak berguna di sini jadi aku langsung mengambil ponsel dan melihat jadwal penerbangan menuju Seoul dan ternyata penerbangannya masih nanti malam. Aku yakin Dara tidak mungkin berada di bandara, karena dia bukan orang yang sabar menunggu lama. Dia pasti pergi ke tempat lain.

     Tanpa menunggu lagi aku langsung berlari ke luar lalu mencegat taksi yang berhenti tepat di hadapanku, aku masuk ke dalam taksi dan menyuruh sopir untuk menjalankannya namun aku belum mengatakan tujuannya karena aku belum tahu di mana Dara kini sedang berada. Aku merutuki diriku lagi, kenapa aku bisa membuatnya terluka seperti itu? Aku mengatakan bahwa akan membuatnya jatuh cinta kepadaku saat kami berada di sini namun yang aku lakukan malah membuat hubungan kami menjadi semakin buruk.

     Di dalam taksi aku bisa mendengar suara ponselku terus berdering karena Tiffany terus saja menghubungiku, aku tahu bahwa mungkin kini sudah waktunya giliran kami untuk melakukan presentasi. Aku merasa bersalah karena meninggalkannya sendirian di sana tapi entah kenapa aku merasa yakin bahwa aku akan menyesal jika aku membiarkan Dara pergi begitu saja.

     Aku masih mencoba menghubungi Dara dengan ponselku namun ponselnya masih belum di aktifkan, aku menjadi sedikir frustasi saat ini dan tiba-tiba saja aku mengingat sesuatu yang Dara katakan di malam sebelum kami berangkat ke sini. Dia bilang bahwa dia sangat ingin pergi ke sebuah cafe terkenal di Jeju. Cafe milik idolanya, aku mengingat dengan sangat keras apa nama cafe tersebut dan setelah mengingatnya aku langsung mengambil ponsel dan mencari alamat cafe itu dengan bantuan google map. Setelah menemukan alamatnya aku langsung meminta sopir untuk mengantarku ke alamat itu. Aku tidak yakin Dara sedang berada di sana namun setidaknya aku harus mencoba memastikannya.

TBC

8 thoughts on “Gonna Get Better [Chap. 15]

  1. Waaaah..
    Gimana nich kok msih blum bersatu mereka ..
    Hmm mdh2n cpeet bersatu dech..
    Fighting..
    Di tunggu next chap ny Thor.. 😉

  2. Yaaakkk,knp konflik mereka makin gregeett sihh. Blm selesai yg satu salah paham eh tambah lg salah paham yg lain.
    Aahh keseell. Kpn jadian cobak–
    Nxt chp ditunggu moment daragon.

  3. Huhu kok jadi rumit gini sih, pdahal kan seharusny jdi so sweet gitu. Aishh ini mah gegara ad donghae, tpi dara kagak peka kalo ji cmburu. Sma sih dgn jiyong, mreka mah sama2 cinta tpi kagak peka aigoooooo.

  4. Kpn mereka bersatunya kak dan knp mereka malah makin sering bertengkar makin kesini kayanya malah makin banyak masalah deh buat mereka…. next chap aja deh kak…

Leave a comment