RETURN 1/2 [Twoshoot]

retrunAuthor    : VA Panda
Genre     : Angst and Romance
Cast       : Sandara Park and Kwon Jiyong

Puehehe…maaf yah ff showdown nya belum dipost, yah karena datanya ada dilaptop sedangkan laptop aku rusak hehe. Oke mau jelasin kalo dipart pertama ini  Sandara POV semua yah,  ^^

Terinspirasi dari lagu 2ne1 – Ugly and Big Bang – bad boy

Dikota mungil ini, saat sebagian dari mereka menampilkan pesona pada kecantikkan wajahnya, aku hanya diam menatap segilintir orang yang terus berlalu lalang dihadapan rumahku. Tak jarang juga saat aku melihat pemandangan dibalik celah tirai dirumahku, aku akan mendapati mata itu, mata yang hanya mereka tujukan padaku.

Matahari semakin menjulang pada sinarnya yang teduh dimusim semi, suatu musim yang indah dengan kuntum bunga yang mulai bermekaran. Semua sangat indah, sama halnya dengan kupu-kupu yang terus menghirup nektar bunga tepat dihalaman depan rumahku, tanpa sadar aku memoleskan senyuman halus dan beranjak dari tepat dudukku, hingga akhirnya kupastikan lengan ini mulai membuka tirai dijendela kaca sampai sinar mentari memantul cerah memasuki ruangan gelapku sendiri.

Sekali lagi aku menghirup nafas dalam dengan sedikit memejamkan mata, tidak seperti biasanya, aku mulai berani membuka pintu untuk menghirup aroma bunga kesukaanku. Pintu mulai terbuka dan aku melangkahkan kaki dengan ragu. Mereka kembali berulah, merekalah yang terus menutup matanya bahkan mengacuhkan pandangan mereka saat sekelibat melirik kearahku serta tak lupa terkadang mereka meluncuti sejata dengan lidahnya yang jarang dapat kudengar.

“Jadi dia gadis yang kau bicarakan tadi,” sebuah suara seorang pria tertangkap oleh telingaku saat aku tengah membungkukkan badan untuk meraih alat penyiram bunga.

“Jangan terlalu berisik, dia menakutkan.” Kembali kutajamkan pendengaranku hingga mendapati suara bisikkan yang terdengar mengiris hati.

Aku mendongkakkan kepalaku dan berusaha tersenyum cerah melalui mataku kearah mereka namun salah satu orang tadi menarik seorang disampingnya. Mereka mulai berlalu dan aku hanya mendapati punggung keduanya yang mulai menjauh dipersimpangan jalan, bersamaan dengan itu senyumku mulai memudar bagaikan cat yang terguyur hujan deras.

“Setidaknya aku sudah berusaha tersenyum,” ujarku pada diri sendiri. “Apa syal ini kurang menutupi wajahku ?” sambungku dengan membenarkan syal yang sebenarnya telah menutupi hingga sebagian dari wajahku.

****

Malam mulai menampilkan sinar rembulan yang redup, semilir angin lembut yang masuk dari jendela kaca memolesku dengan kesejukannya. Kini aku bersandar pada sofa diruang tamu, suara yang berasal dari tv diruangan ini sedikit membuat suasana hidup dirumahku, setidaknya benda itu berguna menjadi teman bicaraku dan hanya dari kaca ditv itulah aku lebih berani menatap orang.

Aku mulai beranjak dari posisiku saat aroma biskuit panas mulai terhirup oleh hidungku. Seperti biasanya biskuit yang baru dibuat diselingi dengan coklat hangat selalu menemaniku dimalam hari, bedanya dia tak akan pernah berada disampingku.

Langkahku terhenti saat kilau bayanganku terlukis dicermin usang yang sangat sering aku jadikan luapan amarahku hanya dengan mematung dihadapan cermin itu. Aku terus membeku ditempat ini dan mulai menatap bayanganku didalam sana, wajah itu adalah wajah baru yang aku terima dari peristiwa kelam dimusim panas.

“Buruk rupa,” ucapku dengan parau sembari mengelus tekstur wajahku yang tak mulus seperti dulu.

“Mereka benar.” Lanjutku dengan seulas senyuman yang menyakitkan.

Bersamaan dengan lukisan wajahku dicermin itu aku kembali mengingat kecelakaan yang pernah aku alami dengan kekasihku dulu. Sebagian dari wajahku rusak karena seretan aspal saat tubuhku ikut berguling dikehangatan aspal musim panas lalu. Kecelakaan itu telah berlangsung cukup lama, setidaknya aku sudah mengalami musim gugur dan musim dingin yang terbilang amat berat hingga mereka menganggapku kejam karena teriakan yang selalu kulontarkan pada mereka yang menatapku dengan kasihan. Mereka diluar sana persis dengan pria yang telah meninggalkanku karena wajah buruk rupaku. Mereka semua menganggapku gila karena terpuruk dengan keadaanku yang menyedihkan.

Segaris air hangat mulai mengalir dari sudut mataku yang sayu. Terkadang aku selalu menjelma sebagai karang yang kuat bahkan dengan hantaman ombak dilaut, tapi kini bahkan lebih menyakitkan namun sanggup aku jalani karena terbiasa. Kadang aku bergelut dalam fikiranku sendiri, lidah seorang manusia lebih pandai mengiris hati dibandingkan peristiwa yang aku alami mulai dari kematian kedua orangtuaku hingga terakhir kekasihku meninggalkan aku saat mendapati sosok buruk rupa ini.

“Takdir,” ujarku dengan menatap langit ruangan saat mengerti bahwa ini adalah garis takdir yang telah tertulis untukku.

****

Matahari kini mulai menyimbulkan pesonanya dalam rengkuhan awan tipis dilangit indah, terkadang aku selalu berandai pada bintang malam untuk mengembalikan wajahku yang dulu, tapi kenyataan pahit selalu dibalas dari sebuah harapan kosong. Saat ini aku masih enggan untuk keluar dari tempat persembunyianku diruangan ini, setidaknya sikap dari kedua orang yang lewat kerumahku kemarin semakin meyakinkanku bahwa aku tak pantas ditatap oleh mata mereka.

Aku semakin menggeliat dalam selimut dan baru mulai mengerjapkan mataku saat mendengar suara ketukan pintu dari luar. Aku mulai terbangun untuk duduk menyandar pada kepala diranjang kayuku tapi suara ketukan pintu itu semakin berteriak memecahkan suara sejuk dari kicauan burung diluar sana.

“Siapa ?” tanyaku saat berhasil membuka pintu. Mataku memincing kearahnya dan menatap orang asing yang berada dihadapanku.

“Aku Kwon Jiyong, Aku juga orang Korea sama sepertimu,” sapanya dengan mengulurkan tangan kearahku, bibirnya masih melukiskan segurat senyum saat aku mulai membuka pintu tadi.

“Tapi aku tidak mengenalmu, maaf.” Balasku dan hendak menutup pintu saat sebuah tangan seolah menyuruhku mengurungkan niat itu.

“Tunggu, apa kamu yakin tidak mengenalku ? Kemarin siang kita baru saja bertemu.” Lanjutnya dengan satu tangan menahan daun pintu.

“Tidak, aku tidak mengenalmu.” Ujarku dengan menarik knop pintu untuk menutupnya.

“Aku beda dengan mereka !” teriaknya yang berhasil membuatku menatap pria ini dengan tajam.

“Aku hanya ingin berteman.” Sambungnya dan berhasil membuka pintu lebar karena aku malah terdiam menatapnya.

“Kamu tidak perlu memakai ini kan ?” ujarnya menarik syalku yang membuatku mencoba membenarkan syalku lagi saat lengannya mencegahku, “udara tidak dingin dan kamu terlihat tidak sakit, jadi untuk apa kamu mengenakan syal hingga menutupi wajahmu.” Lanjutnya.

Aku tercekat dengan tindakannya, “jangan mengganguku.” Bisikku kecil padanya. Entah mengapa tatapan dari kedua manik matanya berhasil membuatku nyaman dan seolah memberikan kehangatan tersendiri.

“Aku hanya ingin berteman, jangan menghindar seperti itu.” Ujarnya dengan manja padaku.

“Aku tidak mengenalmu,” ujarku yang kemudian mendapati balasan tatapan tajam dari pria ini.

“Maka dari itu kita harus jadi teman agar kamu mengenalku,” sambungnya.

Aku hanya menghela nafas dan hati kecilku kini berhasil mengambil langkah untuk membiarkan orang asing ini masuk kedalam kedalam kehidupanku. Senyumnya yang terlihat ceria selalu berhasil membuat rona wajahku merona tiap kali aku menghabiskan waktu bersamanya. Jiyong berhasil membuatku keluar dari bangunan pelindungku selama ini, pria itu selalu sabar dengan sikapku dan tak pernah memaksaku untuk membuka syal yang masih membalut setengah dari wajahku.

****

Musim mulai berganti menjadi mentari yang mendominasi untuk menyorotkan kehangatannya pada tanah yang mulai hangat. Sebagian orang mungkin menghabiskan waktunya untuk tidur dibawah terik mentari hingga berhasil membuat kulit mereka menjadi coklat seperti yang diidamkan sebagian dari wanita New York sedangkan aku justru menyambut musim panas dengan menghabiskan waktu bersama Jiyong –yah aku memang seorang warga Seoul, namun aku sengaja menjauhi tempat yang hanya menyisakan air mata itu.

“Kamu lama menunggu ?” tanya Jiyong padaku. Pria itu terdengar berbicara dengan nafas tersenggal saat memasuki coffee shop, tempatku menunggunya.

“Tenang, aku baru datang.” Balasku dengan segaris senyum hangat untuknya.

Jiyong mulai menempati tempat duduk dihadapanku, “aku membawa beberapa teman kesini.” Ujarnya.

“Tapi aku malu, kenapa kamu tidak bilang sebelumnya ?” tanyaku dengan panik dan hendak berdiri saat lengannya menarikku untuk duduk kembali.

“Hanya beberapa orang,” sambungnya dengan menyinariku dengan senyuman manisnya.

Kami masih terdiam ditempat ini saat akhirnya pintu masuk berdering dengan kerincing penyambut tamu yang datang ketempat ini. Mataku membulat saat mendapati salah satu dari mereka adalah orang yang pernah bersama dengan Jiyong tempo hari saat dia melewati rumahku.

“Hai, Ji….” Tergur wanita berparas cantik dengan rambut sebahunya dan mulai duduk disamping Jiyong -aku berani jamin kalau ia keturunan Jepang namun tak dapat dipungkiri kalo wajah Amerikanya nampak sedikit.

Aku sedikit tersenyum kaku saat melihat tiap pasang mata menatapku yang bahkan terlihat layaknya orang yang geli menatapku.

“Bagaimana temanku menang taruhan bukan ? Ini bahkan sudah lebih dari 2 bulan.” Suara gadis itu kembali terdengar.

Aku hanya terdiam bahkan seperti tuli ketika itu juga, ucapan yang gadis itu katakan begitu tajam seperti samurai yang langsung menusuk hatiku. Mataku memanas dan cairan itu lolos hingga mengalir deras diwajahku yang telah tak ditutupi oleh syal.

“Ini bukan seperti itu,” ujar Jiyong berusaha meyakinkanku.

“Kamu jahat,” potongkuku dengan suara yang kubuat tak terisak sembari menghapus kasar air mataku.

“Maaf gadis buruk rupa, tapi mungkin kamu tidak punya kaca jadi tidak bisa membedakan gadis mana yang layak berada disamping pria setampan Jiyong ini.” Potong gadis tadi yang semakin bermanja kearah Jiyong.

“Kiko !” Yah sekarang aku tahu siapa nama gadis yang menuturkan kalimat ‘menakutkan’ kala itu.

Aku hanya menatap gadis itu dengan sorotan tajam dan berdiri dari tempatku dengan menatap lekat kearah kedua manik mata coklat Jiyong. Aku sedikit ragu, karena saat ia berteriak menyebut nama ‘Kiko’ seolah ada nada yang menegaskan bahwa ini bukan keinginannya.

Jiyong mulai berdiri dan hendak menahanku untuk pergi tapi aku menghindari sentuhannya. “Jangan mendekat, aku tak ingin perhatianmu lagi,” suara isakku akhirnya terdengar menyedihkan dan Jiyong terlihat memohon untuk aku mendengar alasannya. “Memang benar, dunia ini penuh dengan kebohongan.” Lanjutku dan akhirnya pergi dari kerumunan teman-teman Jiyong

Aku menutup kedua telingaku berusaha untuk tidak mendengar teriakan Jiyong yang memanggil namaku. Langkahku semakin pasti dan dari kaca luar ruangan ini aku melirik sekilas kearah Jiyong yang terlihat terduduk lesu menatap kepergianku. Aku menghela nafas berat dan terus melangkah serta semakin berfikir bahwa sudah seharusnya aku tak percaya kalau ada seorangpun yang harus berada disampingku.

~~Tbc~~

>>>next

33 thoughts on “RETURN 1/2 [Twoshoot]

  1. Kasian banget dara, emang wajahnya segitu buruknya ya, sampe mereka bilang kaya gitu?
    Sabar ya dara, ngomong2 siapa pacarnya dara itu yg ninggalin dia setelah wajahnya buruk rupa karena kecelakaan?.

  2. Kasian banget dara,
    Emang wajahnya buruk banget ya smpai dia selalu menyembunyikannya dan orang2 menatap kasihan padanya
    Kiko mulutnya minta dijahit kali ya,
    Kejam banget

Leave a comment