Ahjumma Next Door [Chapter 25] : Look After You

Author        : silentapathy
link            : asianfanfics
Indotrans   : dillatiffa

~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~

 

(Backsound: Ugly by 2ne1)

 

Dara tidak bisa mengeluh tapi dia merasa malu pada orang-orang disekitarnya.

Demi keberadaan surga, dia hanya mengenakan jubah sutra – yang pastinya tipis, dan tidak mengenakan apapun selain pakaian dalamnya dibawah jubah itu.

Dia tidak pernah seterekspos ini, sekarang ini dia benar-benar ingin menangis jika tidak karena teman-temannya juga berada di ruangan yang sama.

“Jangan…” Dara mencoba menghentikan staf itu, tapi dia tidak berdaya.

“AAAAAAAAAAAAAH!!!” Dara berteriak saat menasakan sakit saat mereka mencabut wax sheet dari kakinya. (T/N: saya bingung mau menyebutnya apa, tapi tahukan yang saya maksud?? >///<)

“Tidak mau!!!” dia memperingatkan pegawai yang sedang me-manicure kukunya. “Aku tidak bisa bekerja dengan kuku panjang!”

 

“Ini hanya untuk sementara Dara-ssi.” Dara mendengarnya menjawab.

“Biarkan ramburku terutai!” dia memberi tahu stylist.

“Aigoo, Dara-ssi. Wajah cantikmu itu seharusnya perlu mendapat banyak perhatian. Kita tidak bisa terus menyembunyikannya dibawah ini… ini… Oh boy! Tolong siapkan minyak untuk treatment rambutnya!”

 

Dara menutup matanya. Semua tim pekerja yang datang kemari benar-benar dalam kondisi kacau.

Dia mencoba memotivasi dirinya dengan memikirkan bahwa semua orang akan menyukai penampilannya setelah ini.

Dia mau melakukan semua persiapan ini untuk pesta nanti, jadi bisa tampil layak.

Sehingga dia tidak akan mempermalukan keluarganya.

Dia berhenti memberontak setelah beberapa saat. ‘Toh semua itu tidak berguna,’ pikirnya.

==========

“Oppa! Kalian benar-benar datang!” Sully berkata saat mmepersilakan Jiyong dan Yongbae masuk. “Hai Yongbae oppa.” Dia membungkukkan badannya.

“Selamat ulang tahun Sully… Maaf kami baru tahu hari ini, jadi kami tidak menyiapkan hadiah.”

 

“Hei oppa, itu tidak masalah. Paling tidak kalian sudah datang.” Kata Sully.

Mereka berdua masuk kedalam apartemen dengan Sully mengarahkan mereka.

“Hai Krystal.” Yongbae menyapa gadis yang sedang sibuk menyiapkan makanan.

“Oh, oppa.” Dia tersenyum, mencoba untuk tidak tergagap.

“Maaf sebelumnya karena kami memakai pakaian seperti ini. Kami masih harus menghadiri acara lain setelah ini.” Kata Yongbae.

“Oh… Jadi itu berarti kalian akan pergi kapan saja?” Krystal bertanya padanya, tidak bisa menyembunyikan kekecewaan atas apa yang dia dengar.

“Neh.”

 

“Dimana tamumu yang lain?” Jiyong bertanya pada Sully.

“Mereka mungkin masih dalam perjalanan kemari.” Jawabnya dengan senyuman lebar terpasang di wajahnya, tidak bisa mempercayai keberuntungannya – pria yang dia idam-idamkan berada didalam rumahnya sekarang.

==========

Mobil-mobil mulai memasuki pelataran parkir Seoul Grand Hotel, salah satu properti keluarga Gong, saat waktu mulai bergulir mendekati pukul 7 malam.

Para tamu undangan tidak akan melewatkan acara ini. Ini acara yang sangat penting bagi para kelas sosial atas.

Tidak ada media yang diijinkan masuk, kecuali beberapa yang telah ditunjuk langsung oleh keluarga Park.

“Saya belum melihat kedatangan cucu-cucunya, sajangnim.” Kaya pria yang berada di balik kemudi kepada Dongwon.

“Mari kita lihat apa benar dia bilang dia tidak lagi peduli.” Dia menyeringai sambil menurunkan kaca jendela mobil. “Kamu sudah terlalu tua untuk permainan ini, Youngjin.”

 

 

==========

“Omo! Omo! Bagaimana penampilanku?” Minzy terus saja membenahi penampilannya dan berputar didepan cermin.

“Yah, kamu sudah kelihatan cantik. Berhenti berputar-putar, kamu membuatku pusing.” CL memberitahunya. “Aku jadi penasaran, dimana si rat itu sekarang! Aisht! TOP oppa dan Daesung oppa sudah sidini! Apa yang membuatnya lama?”

 

“Kulihat seseorang mulai tidak sabar!” Bom menggoda.

“Bukan aku!” sembur CL.

“Ooh… Aku tidak bilang itu kamu…” Bom menertawakannya. “Aigoo CL-roo. Jangan katakan kamu mulai jatuh cinta pada bocah itu…”

 

“Tentu saja aku— F*CK!” CL baru akan membalas perkataan Bom tapi pintu penghubung dengan ruangan sebelah terbuka, menampakkan sosok Dara.

Dia tidak bisa mengatakan hal lain selain mengumpat.

“Whoah…” kata Minzy sambil mengucek matanya – apa yang dilihatnya ini nyata atau tidak.

“KYAAAAAAH! Kamu melakukannya dengan sangat baik unnieeee! Daebak!!!” Bom melonjak kegirangan sambil menghapiri sang kepala stylist, yang tampak seperti habis dihantam badai.

“Unnie… kamu terlihat… Aku sama sekali tidak bisa mengatakannya…” kata CL sambil berjalan mendekati unnie-nya.

“Hentikan ini girls… Aigoo…” Dara terkekeh. “Apa kita bisa pergi sekarang?”

 

“Serius nih Darong… Kamu terlihat mengagumkan!” Bom memujinya.

“Tapi kalian bertiga terlihat jauh lebih baik, tentu saja.” Kata Dara malu-malu. “Hanya saja aku merasa tidak nyaman dengan kuku ini…”

 

 

“Agassi…” seseorang mengetuk pintu. “Seungri-ssi sudah datang.”

 

“Arasso. Kami akan segera turun.” Jawab CL.

“KYAAAAAH!!!” Minzy menjerit kesenangan.

“Yah, dia itu kencanku, bukan kencanmu!” CL memarahi maknae.

“Aigoo… Aigoo… Kamu sangat posesif! Aku hanya merasa senang untukmu.”

 

“Jadi hanya kurang Yongbae dan Jiyong… Kemana mereka berdua?” kata Bom.

Dara mengerutkan alisnya dan merasakan sesuatu dalam dirinya saat mendengar Jiyong belum ada disana.

Sully juga sedang menyelenggarakan pesta. Mungkinkah…

==========

“Bro aku akan turun duluan dan menyiapkan mobil.” Yongbae memberi tahu Jiyong setelah berpamitan pada Krystal saat mereka tidak bisa menemukan Sully.

Jiyong menepuk lengan Yongbae dan mengangguk.

Jiyong mengedarkan pandangan, mencoba menemukan Sully – dan disana lah gadis itu, sedang berdiri di balkon.

“Sully…” Jiyong memanggil, mengalihkan perhatian gadis itu.

Sully sedang meminum wine dengan teman-temannya yang baru saja datang ke rumahnya. Dia berpamitan pada teman-temannya dan berjalan kearah Jiyong yang menunggunya di pintu.

“Neh oppa?”

 

“Maaf Sully, tapi kami harus segera pergi. Kami mungkin akan terlambat.”

 

“Sepertinya aku tidak bisa melakukan apapun tentang hal itu.” Kata Sully. “Terima kasih sudah datang oppa—– AAAACCCK!!!”

 

“OMO!!!”

 

 

Mata Jiyong membelalak lebar ketakutan.

Sully baru akan memberinya ciuman selamat tinggal, tapi dia terpeleset. Tapi untungnya Jiyong cepat menangkapnya.

Tapi terlalu terlambat bagi Jiyong untuk menyadari wine yang ada di gelas Sully membasahi jasnya.

“Omo, oppa! Sorry!” kata Sully, tapi dalam hatinya, dia tersenyum penuh kemenangan, berpikir bahwa dia bisa menghalangi Jiyong pergi.

Sully mengambil kain lap dan buru-buru mengelapkannya ke jas Jiyong yang basah.

“Aku tidak bermaksud mengotori jasmu! Aku minta maaf oppa!” katanya.

“Aku harus segera pergi.” Jiyong menghentikan tangan Sully.

“Tapi… Jasmu…”

 

“Tidak masalah. Aku harus segera pergi.”

 

Dan dengan begitu, Jiyong langsung berlari keluar dari apartemen Sully, meninggalkan gadis itu ternganga.

Dia melihat ke jam tangannya – mengecek jam berapa sekarang.

15 menit sebelum jam 7 malam.

Bagaimana caranya dia bisa sampai sana tepat waktu? Buru-buru dia menelepon Yongbae.

“Man, aku mendapat masalah.” Katanya sambil berkutat memasukkan kunci pintu apartemennya.

“Pergilah duluan dan jempu ahjumma. Aku harus mengganti pakaianku… Neh… Terima kasih. Aku akan segera menyusul.”

 

===========

“Hahahaha! Itu menggelikan! Aigoo, maksudku, gadis-gadis itu sudah seperti saudara!” kakek Park tertawa keras saat pasangan Lee menceritakan masalah yang membuat mereka selalu cemas tentang CL – apalagi kalau bukan rumornya sebagai lesbian.

“Tepat sekali! Maksudku, itu semua hanya rumor tapi tetap saja kami sedih mendengarnya.” Mrs. Lee berkata.

“Oh ngomong-ngomong,” kakek tua itu beralih ke pasangan Gong. “Kudengar Minzy juga berinvestasi pada DB & Co… Dia masih sangat muda tapi dia sangat bijaksana, dia tahu dimana dia harus menyimpan uangnya.” Pujinya.

“Itulah kenapa kami tidak lagi memaksanya untuk ikut kami ke Jepang. Disamping itu, gedung apartemen yang kami serahkan padanya sudah terisi penuh. Suamiku sempat berpikiran untuk menyerahkan urusan disini padanya, tapi tentu saja kami masih harus membicarakannya lagi.”

 

“Gadis-gadis itu… Mereka benar-benar membuat kita bangga.”

 

“Sajangnim…” seorang pria bersetelan jas hitam membungkukkan badan pada si kakek dan membisikkan sesuatu.

“Pesmisi sebentar.” “Pesmisi sebentar.” Youngjin berkata pada kedua pasangan itu.

==========

“Kamu sudah tumbuh besar sekarnag, Teddy. Kamu dulu masih sangat kecil. Baru lima tahun saat terakhir kali aku menginjakkan kaki di rumah kalian.” Hyunsuk memberi tahu Teddy.

“Aigoo paman, aku selalu menjahilimu. Aku tahu dulu aku ini anak yang nakal.” Teddy terkekeh.

“Syukurlah kamu masih ingat, kamu selalu mengencingi mobil yang baru saja kucuci, dasar anak nakal!”

 

“Yaaah… hahaha… Aigoo. Itu sangat memalukan paman.” Teddy tertawa.

Keduanya berheni bernostalgia saat pintu akhirnya terbuka, menampakkan kakek Park.

Hyunsuk melihat si kakek, dan rahangnya langsung mengeras.

Kenangan itu masih segar dalam ingatannya.

Rasa sakit, takut, dan penderitaan serta kesepian.

Tapi pria tua yang berdiri dihadapannya sekarang ini terlihat sangat berbeda dengan yang dikenalnya dulu.

Hilang sudah auranya yang dingin – wajahnya menakutkan dan hanya dalam sekali lihat akan terlihat betapa tak berperasaannya dia.

Tapi sekarang… yang terlihat adalah, seornag pria tua yang… sedih… frustasi… mungkin merasa bersalah… dan

KOSONG.

Hyunsuk baru akan berdiri menyambutnya tapi Youngjin mencegah.

“Silakan duduk.” Katanya.

“Aku pergi dulu, harabeoji.” Teddy membungkuk hormat pada kakeknya. “Paman.” Kali ini pada Hyunsuk.

 

Sepeninggal Teddy, ruangan menjadi sunyi.

 

 

“Bagaimana kabarrmu, Hyunsuk?” kakek tua itu bertanya, memecah kesunyian yang terasa mencekam.

“Baik… Aku harus berterima kasih pada Anda. Semuanya berjalan dengan baik dan bahkan aku bisa berada di posisiku sekarang, semuanya terima kasih pada ejekan Anda.” Ujar Hyunsuk pahit.

Si kakek itu hanya bisa mengangguk.

“Dimana Eunju?” semburnya tiba-tiba.

“Disuatu tempat di Eropa. Dia sangat baik. Dia membuka butiknya sendiri disana. Tapi aku belum mendengar kabarnya lagi akhir-akhir ini.”

 

Sekarang giliran Hyunsuk yang hanya bisa mengangguk.

“Aku memintamu datang kemari karena dua alasan.” Si pria tua itu berkara sambil memejamkan mata.

“Pertama adalah untuk menceritakan sebuah rahasia padamu… Dan satunya lagi adalah aku ingin meminta tolong padamu.”

 

 

Hyunsuk merasakan jantungnya berdetak cepat.

“Aku tidak berpikir ini akan mudah tapi…”

 

“Katakan saja.” Hyunsuk memotong ucapannya.

Membuat si kakek menghela nafas.

“Kamu dan Eunju… Kalian memiliki seorang putrid. Dan dia masih hidup.”

 

Hyunsuk tidak bisa mempercayai pendengarannya.

Dia sudah menduga hal ini, tapi mendengarnya langsung dari mulut kakek tua ini, sama sekali tak terduga.

“Park Sandara…” Hyunsuk tidak bisa menahannya lagi. “Diakah putriku?” dia memberanikan diri bertanya – tenggorokannya terasa tercekat.

Pak tua itu mengangguk – membenarkannya, matanya masih terpeham, tapi setetes air mata keluar – dan itu tidak luput dari pandangan mata Hyunsuk.

Tidak sanggup lagi menahan emosi yang bergejolak dalam dirinya, Hyunsuk menutup wajahnya dengan tangan.

Marah.

Bahagia.

Lega.

Gembira.

Takut.

Dia tidak bisa berpikir denagn baik, dia hanya menyadari bahwa dia menangis hebat.

“Apa yang membuat Anda begitu lama memberitahukan hal ini padaku!!!”

 

“Maafkan aku…” kata si kakek… “Maafkan aku…”

 

“Bagaimana dengan Eunju? Kenapa dia meninggalkan anak kami begitu saja?”

 

“Dia tidak tahu… Aku mengambil bayi itu dan memberitahunya bayinya meninggal.:

 

“KAMU IBLIS!” Hyunsuk berdiri dan menunjuk orang tua itu tepat di wajahnya. “Bagaimana kami bisa melakukan hal itu pada putrimu sendiri? Dan kepada putriku???!!!”

 

“Dia juga cucuku!”

 

“Tapia pa kamu memperlakukannya sebagai cucumu, huh???”

 

“Aku harus melakukannya… Aku tidak punya pilihan lain… Semuanya terjadi begitu saja… Aku akan menceritakan semuanya padanya, jika kamu mau mendengarkan.”

 

Hyunsuk kembali duduk dan menguatkan harinya untuk semua hal yang akan disampaikan.

==========

Gadis-gadis itu akhirnya turun – kecuali Dara yang masih mengeluh soal kukunya yang terlalu panjang, dan meminta untuk mengatasi hal itu.

“Aisht! Inilah kenapa aku tidak mau punya pacar! Wanita selalu repot dengan penampilan mereka!” kata TOP yang hampir menjambak rambutnya, tapi urung setelah ingat rambutnya sudah tertata rapi.

“Wanita memang seperti itu, hyung. Tentu saja mereka tidak mau terlihat jelek di mata pria!” kata Seungri dengan bangga, menyombongkan diri karena dia tahu banyak hal tentang wanita.

“Untukku tidak masalah untuk menunggu selama apapun, yang terpenting aku bisa melihat Minzy-ku yang manis… Aigoo…” Daesung berangan-angan.

“Eewww. Kamu membuatku jijik hyung!” Seungri bergidik dan menjulurkan lidahnya.

“Jadi wanita itu merepotkan ehh???” kata Bom sambil menuruni tangga.

“Dan wanita tidak mau terlihat jelek di mata pria?” CL melihat ke Seungri dengan menaikkan alisnya.

“Dan… Dan… Kamu bisa menunggu selama apapun…” kata Minzy dengan kepala tertunduk, pipinya merona.

“Yah!” Bom memarahi Minzy. “Kenapa kamu mengacaukan kemunculan kita. Aisht!” kata Bom.

“Mianhe unnie, tapi itu apa yang Daesung oppa katakan.”

Gadis-gadis it uterus saja berdebat, lupa pada TOP, Seungri, dan Daesung yang terperangah.

(A/N: bayangkan saja… ini baju yang dipakai Bom…)

 

(A/N: … Dan ini pakaian CL-roo)

(A/N: … Dan yang ini Minzy)

==========

Daesung mengulurkan lengannya pada Minzy saat memasuki grand ballroom hotel, yang diterima Minzy dengan senang hari.

“Kamu terlihat sangat mengagumkan malam ini, Minzy-yah.” Daesung memberitahunya setelah mereka berjalan beriringan, membuat gadis itu merona.

“T-t-erima kasih oppa…” katanya.

“Aku hanya penasaran… Apakah orang tuamu sangat ketat? Maksudku, mereka mungkin akan melihatku… Kita… Dan…”

 

“Mereka memang ketat… Tapi mereka rasionable. Dan aku yakin mereka percaya padaku.”

 

Percakapan mereka terhenti saat jepretan blitz kamera menyorot mereka.

“Kamu terlihat sangat hot dengan pakain hitam, cat.”

 

“Berhentilah melihat tubuhku, kamu mungkin tidak sadar tapi kamu sudah berliur.” Kata CL dengan cool-nya.

“Pshhhh… Sombong.” Kata Seungri sambil memanyunkan bibir sebelum mengalihkan pandangan.

Dia merasakan CL menggandeng lengannya.

“Yah!” dia menoleh ke samping, tapi gadis itu tetap menatap lurus kedepan dengan dagu terangkat.

“Pers. Waktunya berakting sedang kasmaran. Eww.” Kata CL sebelum mengaitkan lengannya dengan lengan Seungri.

“Berakting apanya. Kamu hanya ingin menyentuhku.”

 

CL tersenyum didepan kamera.

“Ingatkan aku untuk membunuhmu nanti, rat.” Dia menggertakkan giginya.

“Dengan penuh kasih sayang.” Seungri menggodanya.

“Haruskah kita?” TOP mengulurkan lengannya.

Bom membersihkan tenggorokannya sambil membuang pandangan sebelum mengaitkan lengannya dengan lengan TOP.

“Kamu terlihat gugup…” TOP mengamati. “Ada yang salah?”

 

“Tidak… Well… Kamu tahu kan…. Aisht!”

 

“Tenanglah…” TOP menariknya melalui lengan mereka yang terkait.

”Aku hanya cemas pada Dara.”

 

“Kita semua cemas. Tapi hanya malam ini saja, cobalah untuk mengurangi kadar kecemasanmu, arasso?” kata TOP dan Bom membelalakkan mata saat merasakan TOP melepaskan kaitan lengan mereka dan langsung menggenggam tangannya.

“Apa yang kamu—“

 

“Jika ini membuatmu merama tidak nyaman—“ TOP mencoba berkata tapi Bom mengeratkan genggaman tangannya – mereka tersenyum dihadapan kamera.

“Tuan-tuan dan nyonya-nyonya…” suara Teddy menggema dipenjuru ruangan. “Selamat malam.”

 

“Mala mini, kami ingin merayakan kerjasama antara tiga nama besar yang yang tidak asing lagi di bidang malls and development, perhotelan, dan desain interior. Tiga perusahaan ini bergabung untuk membangun hotel terbesar di Seoul yang dilengkapi dengan segala yang mungkin Anda semua butuhkan. Hotel mewah, mall penuh toko dan butik, lengkap dengan atraksi rekreasi – semuanya dalam satu gedung.”

 

“Mala mini ini, adalah suatu kehormatan bagi saya untuk memanggil mereka… G-Hotels and Properties!” suara tepuk tangan menggema di seluruh ruangan saat pasangan Gong naik ke panggung dan membungkuk pada para hadirin.

“Lee Interior yang berbasis di Prancis!” orang tua CL berjalan ke panggung dan melambaikan tangan mereka.

“Dan terakhir… Tapi tentu saja, bukan yang paling terakhir… dan saya sangat bahagia karena bisa menjadi bagian dari ini…” Teddy tersenyum pada para hadirin. “Park Malls and Development!”

 

Perlahan kakek Park naik ke panggung.

“Unnie…” Minzy menoleh pada Bom yang tersenyum dengan bangga.

“Neh?”

 

“Dara unnie… Dia belum sampai sini!”

 

Daesung mendengar Minzy dan ikut menoleh pada Bom.

“Tunggulah disini.” Kata Daesung pada Minzy.

“Aku akan pergi mencarinya. Dia harusnya sudah berada disini. Mobil Yongbae tepat dibelakang kita tadi.”

 

“Aku akan pergi bersamamu.” Ujar TOP.

“Kamu tetaplah disini dengan mereka.” Katanya pada Seungri sebelum beranjak dari sana.

“Kami baru saja kelaur dari lift.” Kata Yongbae. “Ada banyak wartawan diluar! Kami perlu mencari pintu masuk yang lain.” Tambahnya.

“Acara sudah dimulai dan gadis-gadis itu cemas pada Dara. Kamu yakin dia baik-baik saja?” TOP yang berada di ujung satunya bertanya.

Yongbae melihat ke gadis yang berdiri di sebelahnya. “Sangat baik…” jawabnya sebelum mengakhiri panggilan.

“Dimana Jiyong?” tanya Dara tiba-tiba.

“Oh, dia akan datang sedikit terlambat. Tadi kami masih bersama saat mampir ke tempat Sully. Saat aku kebawah untuk menyiapkan mobil, tapi dia lalu menelepon katanya ada masalah. Itulah kenapa dia memintaku untuk datang duluan. Tapi dia pasti datang. Jangan cemas.” Yongbae tersenyum padanya.

‘Jadi dia benar-benar dengan gadis itu,’ pikirnya.

“Aku tidak cemas.” Jawab Dara dan menundukkan kepalanya.

Yongbae hanya bisa tersenyum memikirkan kedua orang itu. Setelah apa yang terjadi kemarin, dia tahu Jiyong sangat peduli pada gadis ini. Dan gadis ini jelas-jelas sama sekali tidak mengerti apapun.

Mereka sudah dekat dengan pintu masuk saat telepon Yongbae bordering, panggilan masuk dari Jiyong.

“Yo bro, dimana kamu?” tanyanya.

Dara mendengar itu dan tahu bahwa itu telepon dari Jiyong.

“Oke. Acaranya sudah dimulai kata TOP hyung. Neh… Kami juga terlambat. Sampai ketemu nanti… Bye.”

 

“Kamu siap? Yongbae bertanya sambil memasukkan teleponnya kedalam saku. Dara hanya mengangguk. Dia sangat gugup hingga tidak bisa mengatakan apapun saat pintu masuk semakin dekat.

“Aigoo. Betapa tidak beruntungnya Jiyong. Harusnya dia yang ada disini sekarang.” Kata Yongbae sambil mengulurkan lengannya.

“Ani… Toh dia bukan pendampingku. Lagi pula dia punya… Urusan lain yang mungkin lebih penting.” Katanya sambil menundukkan kepala.

“Yah, berdiri tegak. Lihat kedepan. Dan berjalanlah dengan percaya diri.” Yongbae mencoba menyemangatinya.

Keduanya memasuki ruangan. Untunglah acanya sudah dimulai, jadi tidak ada kamera yang mengarah kepada mereka berdua.

Tapi orang-orang tidak luput melihat gadis yang baru saja masuk.

“Yah, siapa gadis itu?” seorang wanita bertanya.

“Aku belum pernah melihatnya….” Kata yang lainnya.

“Dia terlihat elegan… Aku penasaran, putri siapa dia itu…”

 

 

 

“Baiklah kita panggil keluarga Park, Lee, dan Gong untuk berfoto bersama? Terima kasih.”

 

Perlahan, Dara melihat CL dan Minzy berjalan naik keatas panggung. Bom masih memandang sekitar – seperti sedang mencari seseorang.

Dia ragu-ragu, haruskah dia juga pergi kesana, atau tetap diam ditempat.

“Apa kamu tidak mau naik?’ tanya Yongbae.

“Tidak… Tidak perlu.” Jawabnya.

Dara mencoba untuk bersembunti di belakang punggung Yongbae tapi sebuah suara tersengar jelas sampai ke telinganya.

Dan dia tidak bisa mempercayai pendengarannya.

“Aigoo, dimana cucu perempuanku yang satu lagi? Foto ini tidak akan lengkap tanpumu. Yah, Dara kemarilah. Lututku sudah sakit.” Kakek tua itu bercanda, membuat para hadirin tertawa.

Kaki Dara terpaku di lantai. Dia tidak bisa bergerak.

“Cucuku…” ulangnya.

Apakah kakeknya sedang mencarinya?

“Dara… yah…” Yongbae menggugahnya dari lamunannya. “Mereka mencarimu.”

 

 

Perlahan orang-orang disekitar menyadari siapa yang dicari oleh kakek Park.

Dan disana, dari sudut ruangan yang dekat dengan pintu masuk, Dara perlahan berjalan.

Perlahan dan tidak yakin dia terus melangkah.

Orang-orang melihatnya dengan penuh kekaguman. Dia bisa mendengar mereka mengaguminya.

(A/N: aku ingin Dara terlihat seperti ini… >_>)


Kencantikannya.

Sosoknya.

Kulitnya.

Semua yang ada pada dirinya.

Dan untuk pertama kali sepanjang hidupnya.

Rasanya sungguh menyenangkan untuk menjadi cantik.

Untuk melihat kekaguman di mata orang-orang kepadanya.

Perlahan, tapi sekarang pastu, dia mengingatkan dirinya tentang pelajaran yang telah CL berikan.

Dia berdiri tegad dengan pandangan mata kedepan.

Berjalan dengan berkelas.

Dengan penuh ketenangan.

Membuat orang-orang yang ada disana terkesima padanya.

Saat dia mencapai panggung, Teddy mengulurkan tangannya dan Dara tersenyum pada oppa-nya saat menerima uluran tangan itu.

Dia kemudian dituntun kepada kakek Park.

Segera setelahnya, dia merasa diselimuti oleh pelukan hangat… Pelukan pertama yang dia terima dari kakeknya.

Dihadapannya adalah orang-orang terbaik dalam hidupnya, semuanya memandang dengan mata berkaca-kaca atas reuni cucu-kakek itu.

Tidak ada yang kata-kata yang diucapkan saat pelukan itu.

Tapi meskipun demikian, itu adalah pelukan yang dia harapkan dari kakeknya.

Pelukan yang selalu dia impi-impikan.

Perlahan, dia membiarkan rasa sakitnya berkurang.

Tidak, selama ini dia tidak pernah membenci kakeknya.

Dia menerima semuanya itu adalah bagian dari takdirnya yang rumit.

Dia merasa tidak tahan, air matanya mengancam keluar kapanpun.

Tapi dia menahannya.

‘Jangan sekarang, Dara.’ dia memberi tahu dirinya sendiri.

Kakek melepas pelukan itu dan mendorongnya untuk menghadap ke orang-orang.

Terdengar sebuah klik kamera, diikuti yang kedua, ketiga, dan seterusnya, para fotografer terus mengambil gambar mereka tanpa henti.

Untuk pertama kali dalam hidupnya, Dara merasa menjadi bagian dari keluarga Park.

Sayangnya dia tidak menyadari keberadaan Hyunsuk, ayahnya, di salah satu sudut ruangan, mengusap air matanya.

“Sebentar lagi, sayang… Kita akan berkumpul sebentar lagi…” katanya sebelum berbalik dan pergi meninggalkan tempat itu.

==========

“F*ck!” Jiyong mengumpat saat dia membawa tubuhnya berlari menuju ke hotel.

Taksi yang dia tumpangi terjebak kemacetan dan sama sekali tidak bisa bergerak.

“Kuharap dia baik-baik saja… Kumohon… Semoga dia baik-baik saja…” katanya sambil berlari lebih cepat.

==========

“Sajangnim, orang tua itu meminta gadis itu untuk ikut berfoto bersama. Dan juga, Komisaris Umum Yang Hyunsuk juga ada didalam.” Pria dihadapan Dongwon melaporkan.

“Kureyo? Jadi dia benar-benar telah mempersiapkan semuanya ehh. Beritahu semuanya untuk menjalankan rencana kita.”

 

“Nehh???”

 

“Apa kamu mendengarku?” Dongwon membentak pria itu.

“Neh sajangnim! Saya laksanakan segera!”

 

 

“Ini jadi semakin menarik. Aku penasaran bagaimana rupa gadis itu sekarang… Dan bukankah ini hebar? Aku bisa melempar dua burung dengan satu batu. Hyunsuk… Dan pria tua tidak berguna itu.” Dongwon menyeringai.

“Kaja! Kita pergi ke kasino.”

 

==========

“Terima kasih… Terima kasih atas ucapan selamat kalian!” kakek itu berkata setelah semua orang menyanyikan lagu selamat ulang tahun untuknya. “Aigoo, aku sudah terlalu tuauntuk hal seperti ini. Mari kita nikmati mala mini.” Katanya sebelum menyerahkan mikrofon kepada Teddy.

“Nikmati mala mini, semuanya!” kata Teddy sambil mengangkat gelasnya.

Semua orang yang ada di panggung turun.

“Omma! Aku merindukanmu!” kata Dara sambil mencium pipi Mina.

“Aku lebih merindukanmu sweetheart.” Katanya. “Kamu terlihat sangat cantik malam ini, kamu tahu itu?” tambahnya lagi memberi tahunya.

“Tidak sampai omma yang bilang!” jawabnya.

Bom dan Teddy datang kearah mereka lalu mencium pipi ibu mereka.

“Dara-yah, terima kasih karena telah mau datang.” Kata Teddy sambil meletakkan sebelah lengan dan mengusap bahu Dara. “Kamu harus terus seperti ini mulai sekarang. Kami sangat bangga padamu.” Kata Teddy.

“Kami melatihnya dengan keras!” Bom mengaitkan lengannya pada Dara. “Dan dia belajar dengan sangat cepat!” tambahnya membuat Dara terkekeh.

“Itu sudah mengalir di darah kita…” kata Teddy.

“Kamu tidak bergabung dengan kami di panggung omma…” Dara kemudia memegang tangan Mina.

“Aigoo… Aku tidak mau menjadi beban untuk siapapun. Lihat kursi roda ini.” Jawabnya. “Teddy-yah, dimana Kiko?” wanita itu bertanya pada Teddy.

“Kiko juga disini?” tanya Bom.

“Ah, neh… Aku akan mencarinya.” Kata Teddy.

“Yah! Bukankah harabeoji-mu sudah memintamu untuk menjaganya selama dia tinggal di Seoul? Aisht… kamu benar-benar tidak tahu bagaimana caranya mengurusi wanita, itu sebabnya kamu tidak pernah memiliki pacar.” Mina memarahinya.

Bom menjulurkan lidahnya pada sang oppa sebelum kemudian bersembunyi di balik punggung Dara.

“Kami pergi dulu Dara-yah, Bommiee… Sampai ketemu nanti, oke?”

 

“Neh!”

 

“Jaga diri kalian.”

 

“Omma, kami bukan anak-anak lagi!” kata Bom tapi Teddy sudah mendorong ibu mereka menjauh.

“Unniiieeee!!!” Minzy melompat kegirangan kearah mereka.

“Kamu itu sedang memakai dress!” CL mengingatkannya, membuat Minzy cemberut.

“Noona! Noona!” Seungri memanggil Dara dan menunjuk-nunjuk pipinya.

“Omo!”

 

“Lihat ini! Kamu sangat cantik noona! Aku hampir tidak percaya bahwa ini benar-benar kamu!”

 

“Yah! Apa kamu sedang mencoba merayu unnie-ku?” desis CL.

“Kenapa? Apa kamu cemburu?” Seungri balik bertanya.

“Anak-anak, berhentilah bertengkar!” kata TOP yang muncul bersama dengan Daesung dan Yongbae.

Tiba-tiba, orang-orang terkesiap. Perhatian semua orang tertuju ke pintu masuk.

“Bukankah itu Park Eunju?” mereka mendengar seseorang berkata.

Mata Dara terbelalak melihat wanita yang memasuki ruangan.

Dia tidak mungkin salah…

“Bibi… Eunju…” Dara mendengar Bom berkata. Keempat pria itu hanya menatap bingung gadis-gadis disamping mereka lalu kembali menatap kearah pintu masuk.

“Sh*t… Dia kembali…” kata CL.

“Unnie…” Dara merasakan Minzy menahan lengannya.

Dara menolehkan kepalanya ke kakeknya dan melihat dia sedang sibuk berbicara dengan lawan bicaranya dan tidak menyadari keadaan.

Dara merasakan jantungnya berdebar keras. Apa yang harus dia lakukan?

Dia mencengkeram dadanya.

“Aunt… Eunju…” dia mendengar Bom berkata dan saat dia berbalik, dihadapannya telah berdiri Park Eunju.

“Bommie? Bommie-yah!!! Ya Tuhan kamu sudah sangat besar sekarang!” kata Eunju sambik memeluk Bom. “Well, bukan besar dalam artian ‘besar’, kamu sudah tumbuh dewasa! Lihatlah!” Eunju berkata pada Bom sambil menepuk kepalanya.

Bom melihat kepada Dara dan melihatnya sedikit mundur perlahan. Dia tidak bisa melakukan apapun, selain merasa iba pada sepupunya itu.

Dara berdiri mematung.

Itu ibunya…

Akhirnya…

Dia bisa melihatnya… Secara langsung… Bertatap muka. Sedekat ini.

Kakek tua itu langsung melesat kearah mereka saat dia melihat Eunju. Eunju melihatnya datang dan menghampirinya.

“Appa!!!” katanya dan memeluk pria tua itu.

“Aku tidak tahu… Aku sama sekali tidak tahu kamu akan datang.”

 

“Tentu saja aku ingin memberi kejutan padamu! Sayang sekali aku datang terlambat. Aku merindukan semuanya! Dimana Mina-unnie? Dan Teddy?”

 

Kakek tua itu hanya bisa memandangi Dara yang masih menatap Eunju.

Eunju mengikuti arah padangan ayahnya, dan melihat Dara.

“Siapa dia, appa?” tanya Eunju pada ayahnya.

Itu pertanyaan yang mudah sebenarnya, akan tetapi, hal itu membuat hati Dara hancur berkeping-keping.

Tentu saja, ibunya sama sekali tidak tahu tentangnya.

Tentu saja, ibunya tidak tahu bahwa dia masih hidup.

“Dia… Dia adalah…”

 

Dara melihat ketakutan dan keraguan diwajah kakeknya.

Dia telah bersembunyi sepanjang hidupnya.

Apa satu malam lagi akan membuat perbedaan?

Dalam hati dia menggeleng.

Dia tidak boleh mengacaukan mala mini.

“Dia adalah…”

 

 

“Annyeong haseyo, Park Sandara imnida.” Dara membungkukkan badan kepada Eunju. “Aku adalah anak angkat omma Mina. I-i-ni… Menyenangkan. Akhinya saya bisa ber-bertemu denganmu, bibi Eunju.” Kata Dara.

“Oh… Oh… Hai Sandara! Kamu sangat cantik… Aku sama sekali tidak tahu Mina unnie… Aisht, kamu mengingatkanku berapa lama aku pergi!” kata Eunju sambil memegangi wajah Dara, membuat gadis itu sedikit tersentak.

“Yah, apa Teddy dan Bom memperlakukanmu dengan baik huh? Karena jika tidak, katakan padaku.” Kata Eunju.

“Bibi Eunju…” Bom mencoba menyela.

“Ani… Mereka sangat baik padaku. Aku benar-benar berterima kasih karena telah dibesarkan oleh keluarga ini.” Kata Dara, berusaha menahan air matanya.

Semuanya hanya bisa menatap Dara yang menggenggam tangannya erat.

“Syukurlah kalau begitu.” Eunju tersenyum sebelum akhirnya kembali menatap ayahnya.

Dara kemudian berbalik dan menggigit bibirnya. Dia berjalan menjauh dari mereka. Bom hendak mengikutinya tapi Dara memberi isyarat dengan tangannya, “Aku akan baik-baik saja. Tolong jangan mengikutiku. Tolong jangan mencariku. Beri aku waktu untuk sendiri.” Katanya lalu langsung berjalan menjauh.

Dara setengah berlari, dan kemudian saat dia mencapai koridor, dia menabrak seseorang.

“ahjumma?” JIyong memanggilnya, tapi dia langsung berdiri dan berjalan pergi.

Tidak tahu apa-apa, Jiyong memutuskan untuk masuk kedalam dan mencari yang lainnya.

“Man, kamu sangat terlambat. Apa yang terjadi padamu?” tanya Yongbae.

“Nanti bro.” jawabnya.

“Bom noona!” Jiyong melesat kearahnya. “Apa yang terjadi? Aku melihat ahjumma barusan. Apa yang sebenarnya terjadi?”

 

 

==========

(Backsound: Look After You by The Fray)

 

 

I don’t say this now I will surely break…

 

 

Jiyong mengacak rambutnya frustasi saat dia mencari ke seluruh penjuru, mencari Dara.

“F*ck! Kemana kamu pergi sekarang?” tanyanya terengah-engah.

Dia sangat lelah. Dia telah berlari kesana-kemari seperti orang gila.

Saat Bom menceritakan apa yang telah terjadi. Jiyong hanya merasakan dua hal.

Merasa bersalah dan merasakan sakit.

Merasa bersalah karena seharusnya dia harus ada disisinya kapanpun Dara membutuhkannya.

Dan kali ini, dia sudah benar-benar gagal.

Sakit karena untuk beberapa alasan, dia selalu merasakan sakit yang gadis itu rasakan.

Akal sehatnya memberitahunya untuk berhenti peduli pada gadis itu. Tapi sesuatu dalam dirinya mendorongnya untuk melakukan lebih. Untuk terus menjaganya. Untuk melindunginya.

Forget the urgensi but hurry up and wait… My heart has started to separate…

 

Dia mungkin tidak tahu apapun, tapi hanya tahu tentang ibu gadis itu ada disana dan dia sendiri menolah mengakui dirinya sebagai putri yang disangka telah meninggal dunia dengan menceritakan kebohongan – sebenarnya malah membuat lukanya semakin dalam, dan hal itu membuat Jiyong juga merasakan luka yang sama.

29 tahun… 29 tahun dan sekarang adalah kesempatan gadis itu. Kenapa dia menyia-nyiakannya?

Jiyong berlari keluar, ke kolam renang, ke taman, ke setiap tempat. Dia mencoba menghubunginya beberapa kali tapi Dara tidak mau mengangkat teleponnya.

“AAAAAAAAH!!!” Jiyong berteriak. Perasaan ini membuatnya gila.

Dia kemudian memutuskan untuk menemui penjaga dan bertanya jika saja dia melihat Dara dengan cirri-ciri yang dia sebutkan.

Beruntung, salah satu penjaga mengenali ciri-ciri yang dia sebutkan.

“Pak, dia pergi ke kanopi depan.”

 

“Terima kasih!” JIyong segera membungkukkan badan dan berlari keluar.

Oh, oh, oh, oh, be my baby oh, oh, oh, oh…

Oh, oh, oh, be my baby… I’ll look after you…

 

 

Lalu kemudian angin bertiup semakin kencang, lebih dingin.

Tak lama setelah itu, salju mulai turun.

Jiyong mengingat pakaian yang Dara kenakan.

“D*mn*t!” umpatnya.

Tubuhnya mulai mengkhianatinya, dia benar-benar lelah.

Jiyong terus saja berlari, berjalan…

Dia melihat sebuah bangku, dan memutuskan untuk beristirahat sejenak. Dia masih terengah-engah, mencoba menghirup udara sebanyak mungkin untuk mengisi paru-parunya yang hampir kosong.

“Dimana kamu sekarang ahjumma? Kamu dimana?” katanya disela-sela usahanya mencari oksigen.

“Apa yang telah kamu lakukan padaku?” tanya lebih kepada dirinya sendiri dan mengusapkan tangan ke mukanya.

Jiyong menyipitkan pandangan mayanya saat merasakan sorot lampu sebuah taksi terarah padanya. Dia menoleh untuk melihat taksi itu. Taksi itu berhenti dihadapan seseoarang yang berdiri di halte yang tidak jauh dari tempatnya sekarang – dan dia langsung berlari menuju kesana secepat yang kakinya bisa.

Dara… dia berpikir. Itu Dara!

There now, steady love, so few come and don’t go…

Will you, won’t you be the one I’ll always know?

 

 

“Ahjummaaaa!!! Tunggu!” Jiyong memanggil Dara, membuat gadis itu menoleh padanya. Dia tidak mungkin salah. Itu benar-benar Dara…

Wajahnya sedikit membengkak dan ada jejak air maya di pipinya. Bibirnya juga membengkak. Rambutnya, jalinan rambutnya agak berantakan.

“Maaf ahjussi, tapi dia tidak jadi naik taksi Anda lagi. Mianhe.” Jiyong membungkuk pada sopir taksi.

“A-a-pa yang kamu…”

 

“Áyo kembali kedalam.” Jiyong memegangi lengannya.

Dara mencoba melepaskan diri – tapi Jiyong jauh lebih kuat.

“T-t-tidak mau… Lepaskan aku Jiyong! Biarkan aku sendiri! Aku butuh waktu sendiri…” katanya.

“Kenapa kamu tidak memperkenalkan dirimu padanya?” tanya Jiyong, mengejutkan gadis itu.

“Itu bukan urusanmu.” Katanya dengan suara bergetar.

“Dengar… Aku mungkin memang tidak tahu apa-apa, tapi… Itu tadi kesempatanmu… Kesempatanmu untuk bisa bersamanya. Kesempatanmu untuk-“

 

“Dan apa? Melihat wajah kecewanya? Aku bahkan tidak tahu bagaimana reaksinya nanti! Aku… aku tidak pernah tahu apakah dia akan senang dengan hal itu… atau dia akan…” Dara terisak. Dia tidak pernah membayangkan semuanya menjadi seperti ini.

“Paling tidak seharusnya kamu bisa mencobanya! Untuk sekali saja ahjumma, biarkan orang lain tahu apa yang sebenarnya kamu rasakan! Ayo kemb—“

 

 

When I’m losing my control, the city spins around…

You’re the only one who knoe, you slow it down

 

 

“Aku takut…”´katanya sebelum semakin menundukkan kepalanya. “Aku sangat takut tadi sampai-sampai aku tidak tahu apa yang harusnya kulakukan… Aku takut jika dia tidak akan menyukaiku. Aku takut dia akan menolakku… Bagaimana jika…” Dara menangis dan terus menangis menutupi mukanya dengan telapak tangan.

“Shhh…” Jiyong menariknya kedalam sebuah pelukan.

Dara, merasa lelah dengan luka yang dia rasakan, tidak menyadari bahwa tangannya secara otomatis melingkar di pinggang Jiyong.

“Aku minta maaf…” kata Jiyong… “Aku minta maaf aku tidak ada disana…” dia memegang belakang kepalanya dan semakin mendorongnya ke dadanya, tidak peduli jika pakaiannya telah basah karena air mata Dara.

Tangisan Dara semakin keras.

“Ini sakit… Ini sangat menyakitkan… Sangat…” Jiyong mendengarnya berkata.

Jiyong menarik nafas dalam – merasa frustasi. Seandainya ada yang bisa dia lakukan untuk Dara.

“Yah ahjumma…” Jiyong melepaskan pelukannya untuk bisa memandang wajahnya.

Oh, oh, oh… Be my baby I’ll look after you and I’ll look after you

 

 

“Jangan memandangku! Aku terlihat mengerikan.”

 

“Aisht! Kamu selalu bilang seperti itu dan aku masih saja memandangmu. Apa bedanya sekarang?” tanyanya.

Dara kembali menundukkan kepalanya. “Kamu benar-benar sangat keras kepala.” Kata Jiyong.

Jiyoang melepas jasnya dan memakaikannya pada Dara. “Jangan berpikir untuk melepasnya. Apa yang kubilang soal memakai… pakaian seperti ini?”

 

“Aku… tidak… Memilihnya…” katanya disela-sela isakannya.

“Yah berhentilah menangis… Aku tidak akan mempermasalahkannya lagi… Jika kamu tidak mau masuk kedalam, sekarang kita pulang, neh?” tanyanya sambil mengambil sapu tangan dari sakunya.

 

If ever there was a doubt…

My love she leans into me,,,

This most assuredly counts

She says most assuredly…

 

 

Dara hanya mengangguk dan hendak menghapus air matanya dengan punggung tangannya, tapi Jiyong menyingkirkan tangannya dan mulai menghapus air mata di wajah Dara…

“Y-y-ah…” Dara terkejut dengan sikapnya.

“BErhentilah bergerak.” Katanya dengan nada serius dan meneruskan pekerjaannya.

Dara hanya bisa mematuhi perintahnya dan mencoba mengalihkan pandangannya.

“Aku ingin pulang…” katanya…

Perjalanan pulang diisi dengan keheningan, tidak ada yang terdengar kecuali sesekali isakan Dara yang masih tersisa.

“Kupikir… Aku… Ku-kupikir kamu tidak akan datang…” kata Dara sambil berusaha mengendalikan suaranya yang bergetar.

“Apa yang membuatmu berpikiran begitu? Aku tadi terjebak macet—“ Jiyong tidak bisa meneruskan kalimatnya… Dia melihat Dara memanyunkan bibirnya untuk pertama kalinya. Jiyong hanya bisa tersenyum memandang betapa mengagumkannya gadis itu saat ini.

“Dasar bodoh! Kenapa kamu cemberut?”

 

“Aku tidak cemberut…” katanya sebelum akhirnya mengalihkan pandangan.

It’s always have add never hold, you’ve begun to feel like home…

 

 

Jiyong mengambil teleponnya didalam saku untuk mengirim pesan pada Bom. Dia perlu memberi tahu bahwa Dara sudah aman sekarang.

Setelah memastikan pesannya terkirim, Jiyong baru akan mengembalikan teleponnya ke saku saat dia merasakan ada sesuatu yang menimpa bahunya.

Dia menoleh ke kiri dan disana, dia melihat Dara… tertidur.

Sebantuk senyuman tercipta di wajah Jiyong.

Dia membenarkan posisi kepala Dara agar gadis itu bisa merasa lebih nyaman.

Jiyong memandangi wajahnya.

Tidak ada jejak rasa sakit di wajahnya. Mungkin gadis ini sudah tersesat di alam mimpinya, dia berpikir.

“Tidurlah… Tidurlah yang tenang, ahjumma…” katanya mengatupkan rahangnya keras.

What’s mine is yours to leave or take. What’s mine is yours to make your own…

 

 

Berapa banyak gadis ini merasakan sakit dalam hidupnya?

Apa lagi yang harus Jiyong tahu tentangnya?

Gadis ini… Gadis ini tidak pernah berhenti mengejutkannya… membuatnya khwatir… membuatnya gila setiap saat.

Dan dia tidak pernah tahu kenapa… Biarpun baru dua minggu… Dia tidak bisa menoleh kenyataany ini.

Dia semakin tertarik pada gadis ini.

Jiyong melihat Dara sekali lagi.

Siapa bilang dia jelek?

Jiyong membuat catatan dalam hati untuk membunuh siapa saja yang bilang begitu padanya.

Gadis ini tidak jelek… Faktanya, dia sempurna di mata Jiyong bahkan sejak pertemuan pertama mereka.

Dia terlihat dingin diluar, tapi jika berusaha untuk melewati dinding pembatas yang dia bangun, dia bisa menjadi sangat manis.

Jiyong menutup matanya dan menyentuh bibirnya – di bagian yang disentuh Dara pagi tadi.

Dara mungkin terlihat lemah tapi sekarang saat Jiyong mencoba mengenalnya lebih jauh, Jiyong bisa mengatakan bahwa gadis ini sangat kuat.

“Kamu sudah melewati banyak hal…” Jiyong berkata pada Dara sambil menyelipkan helaian rambut Dara yang menutupi wajahnya dibelakang telinga.

Oh.. oh oh be my baby… I look after you…

 

 

Jiyong menyandarkan punggungnya…

Terhitung sejak mala mini, dia berjanji pada dirinya sendiri dan untuk pertama kalinya, dia tidak lagi peduli pada apa pikiran rasionalnya katakan.

Dia tidak peduli betapa hal ini mungkin akan membebaninya nanti.

“Aku akan menjagamu ahjumma… Kamu akan baik-baik saja… Aku akan melindungimu…”

 

 

==========

A/N:

Aigoo, maaf untuk gambar-gambar aneh itu, tapi itulah pakaian yang kupikir cocok untuk masing-masing dari mereka…

 

——————-

 

T/N:

Mata berat… o.o…. tuh kan beneran…. Sampe 40 halaman word, tanpa foto… TT^TT ini panjangnya sama kaya dua chapter yang diatas2… TT^TT

Saya butuh tidur sekarang… ciao~~ (._ _)/~ *heavy eyelids* *waving*

p.s. maaf nggak kuat proofread… TT^TT

………………………………………………….……

~TBC~

<<back   next>>

59 thoughts on “Ahjumma Next Door [Chapter 25] : Look After You

  1. Jiyong oppa, jaga dara unnieku seumur hidupmu, oppa! #maksa. Dara unnie jangan sedih lagi, pasti ada kesempatan lagi utk ngomong ke bibi eunju kalo dara unnie itu anaknya bibi eunju. Omo, appa hyunsuk nangis 😂😭

Leave a comment