[Series] DaraGon Tv : Married – Part 1

dgtv married

DaraGonTV: Married

Author: Ano Dragonpop

Main cast: Kwon Jiyong and Sandara Park

And other

.

.

Series, fiction, typo is everywhere, fluffy, family, and whatever pleases.

.

.

Note’s  “Hanya sebuah kisah fiksi yang mewakili sebuah harapan. Harapan tentang kisah fiksi ini yang akan menjadi kenyataan di kemudian hari.

.

*Happy reading and enjoy watching*

Hari ini memasuki minggu kedua di musim semi. Musim di mana semua tumbuhan memancarkan warna indahnya. Bunga-bunga bermekaran dengan warna-warna yang meciptakan gradasi yang begitu menyejukkan mata. Juga, dengan aromanya yang menyeruak bercampur bersama udara hangat yang mengambang di udara.

Semua orang di kota Seoul terlihat senang, sembari menikmati harinya di hari libur ini. Tak terkecuali, Sandara Park. Perempuan bertubuh ramping, berwajah cantik dengan dahinya yang indah itu juga terlihat senang. Senang, karena hari ini adalah hari di mana ia akan dipersunting oleh pria impiannya. Pria yang mampu menghangatkan hatinya, juga terkadang bisa membolak-balikkan perasaan sekehendaknya. Tapi sebentar lagi, pria itu benar-benar akan menjadi miliknya, dan dirinya akan menjadi milik pria itu.

“Dara, bagaimana perasaanmu hari ini?” Jiyeon, wanita berusia tigapuluh empat tahun yang dipilih Dara untuk meriasnya, bertanya.

Dara, yang sedari tadi mendongak karena Jiyeon sedang memoleskan eyeliner di matanya menjawab, “Entahlah. Rasanya, semua perasaan sedang bergumul dalam dadaku.” Ia mengedipkan matanya beberapa saat. “Perasaan senang, cemas, sedih, semuanya.” Sambungnya.

Jiyeon selesai memoles mata Dara, dan beralih pada meja rias untuk mengabil blush on lalu kembali mendekati Dara. “Wae? Seharusnya kau merasa senang.” Ia berujar. Wanita itu memilih blush on berwarna pink natural, dan segera mengusapkannya di kedua pipi Dara.

Mata Dara memandang wajah Jiyeon yang tepat berada di atasnya, karena ia kembali diperintahkan untuk mendongak. “Ya, memang seharusnya begitu.” Dara mengembuskan napasnya, ada perasaan gusar di dalam dadanya. “Aku senang akhirnya bisa menikah dengan Jiyong, setelah melewati banyak ujian dalam hubungan kita. Tapi aku juga tak memungkiri ada perasaan sedih yang aku rasakan. Sedih karena harus meninggalkan Appa, Eomma, Doorami, Sang Hyun, dan Dadoong.” Dara menunduk setelah Jiyeon selesai memberi perona pada pipinya. Ia terlihat sangat sedih.

Melihat itu, Jiyeon berusaha menghiburnya. “Hei, setiap wanita pasti akan berpisah dengan keluarganya. Tapi bukan berarti tidak bisa bertemu lagi.” Jiyeon mengambil lipstik berwarna soft pink. Sambil mengoleskan lipstik pada bibir Dara, ia kembali berujar, “Kau pun bergitu, kau masih bisa menemui keluargamu kapanpun kau mau. Dan Jiyong tidak akan mungkin melarangmu.”

“Kau benar, Eonni.” Dara menarik napasnya dalam, seraya memandang bayangan dirinya di cermin. Kegugupannya naik dua kali lipat dibanding sebelumnya, ketika melihat wajahnya selesai di-make up oleh Jiyeon. “Ini hanya masalah waktu dan keadaan saja.”

Jiyeon mengangguk, membenarkan perkataan Dara. “Jadi kau tak perlu merasa cemas,” ia menjauh dari Dara dan berjalan mendekati sebuah baju pengantin yang digantung tak jauh dari jangkauannya. “Tunggulah sebentar, Si Hyun akan menata rambutmu.”

Dara hanya bergumam, dengan pancangan matanya yang terarah pada cermin di hadapannya. Namun, selang beberapa detik pandangannya beralih ke arah pintu berwarna cokelat berpelitur yang terayun dan terbuka secara perlahan.

“Maaf, aku terlalu lama di toilet. Perutku benar-benar bermasalah.” Wanita yang tadi sempat disebutkan namanya oleh Jiyeon mucul. Dialah wanita muda bernama Kim Si Hyun, yang akan menata rambut Dara hari ini.

“Apa sekarang perutmu masih sakit?” Dara bertanya dengan mimik wajah khawatir. Dia selalu begitu.

Si Hyun menggeleng, membuat rambutnya yang berpotongan boob berayun mengenai pinggiran wajahnya. “Ah, tidak. Sekarang lebih baik karena aku sudah minum obat. Bisa jadi masalah kalau aku menata rambutmu dengan keadaan perutku yang tidak baik ini.” Jawab Si Hyun, seraya menepuk pelan perutnya.

“Itu karena kau terlalu banyak makan tadi pagi.” Jiyeon menyahuti.

Si Hyun menoleh ke belakang, melihat Jiyeon yang merapikan beberapa sisi gaun pengantin yang akan dikenakan oleh Dara. “Kau juga makan banyak, Eonni.” Balas Si Hyun, dengan nada sengit. Ia tak terima dengan ucapan Jiyeon barusan.

Jiyeon justru terkikik mendengar balasan anak buahnya itu. “Tapi tidak terlalu banyak, Sayang.” Ia mencubit gemas dagu lancip Si Hyun, sambil tetap terkikik.

Si Hyun yang masih sibuk menata rambut Dara pun mengerang sebal. Namun kemudian, ia beralih menatap Dara lewat cermin yang memantulkan bayangan dirinya dan Dara. Dan dari cermin itu, ia bisa melihat wajah Dara yang terlihat sangat cemas dan begitu gugup. Itu terlihat sekali.

“Apa kau tidak senang dengan pernikahan ini?” Si Hyun bertanya dengan nada yang terdengar hati-hati, takut kalau pertanyaannya terlalu menyinggung.

“Aku hanya gugup,” jawab Dara.

“Ah, tentu saja kau gugup. Ini adalah acara yang sangat penting dalam hidupmu. Wajar saja kau merasa seperti itu.” Si Hyu berkata menenangkan, seraya tangannya yang berjari runcing itu dengan lihai menata rambut panjang Dara yang kali ini dibiarkan berwarna hitam legam.

“Ha! Cara bicaramu seperti kau pernah mengalaminya saja,” Jiyeon mencibir pendapat Si Hyun.

Si Hyung membalas. “Eonni, pengalaman itu bukan hanya apa yang pernah kita alami sendiri. Tapi juga apa yang dialami oleh orang lain, yang dengan kejadian itu kita dapat mengambil sisi yang bisa dijadikan sebagai pelajaran.” Ucapnya dengan gaya sok dewasa.

Dara geleng-geleng kepala melihat perdebatan kecil tapi terasa begitu sengit itu, tapi tak memungkiri ia sangat setuju dengan apa yang Si Hyun ucapkan.

Berbeda dengan Dara, Jiyeon justru mencebikkan bibirnya karena tak suka dengan gaya sok pintarnya Si Hyun. Ya, walaupun ia ikut membenarkan perkataan gadis yang sudah dua tahun berkerja dengannya.

“Selesai!” Si Hyun berseru, ketika rambut Dara selesai ia rapikan dan dibentuk menyanggul ke atas dengan melilitkan ikatan rambut berhiaskan bunga-bunga plastik kecil berwarna putih. “Bagaimana menurutmu?” Si Hyun bertanya kepada Dara.

Dara mengangguk dan mengulas senyum puas di bibirnya. “Kerjamu sangat bagus dan tidak mengecewakan.” Jawabnya.

Si Hyun bertepuk senang dan tersenyum sangat puas. “Begitulah aku.” Ia berkata girang, yang terdengar begitu sombong di telinga Jiyeon.

Bukan, bukan berarti Jiyeon tidak menyukai Si Hyun. Ia hanya tidak suka dengan Si Hyun yang suka melebih-lebihkan sesuatu. Tak mau terus bergelut dengan perasaan tidak sukanya itu, karena Jiyeon juga tidak mau ambil pusing dengan sikap Si Hyun, ia berseru, “Dara, sebaiknya kau segera mengganti pakainmu itu dengan gaun ini.”

Dara mengangguk patuh. Ia segera beranjak dari duduknya dan melangkah mendekati Jiyeon yang sudah menyodorkan gaun pengantin berwarna putih gading ke arahnya. Sebelum meraih gaun itu, Dara terlebih dulu mengamatinya.

Gaun berukuran panjang yang menjuntai hingga ke lantai itu terlihat bergitu sederhana namun sangat anggun. Gaun itu berpotongan one shoulders, dengan satu tali terbuat dari kain yang kira-kira selebar tiga jari di bagian bahu kanannya. Untuk penghiasnya, gaun ini dipercantik dengan bunga-bunga putih kecil di bagian dada hingga perut. Untuk bagian bawahnya, bagian itu dibiarkan polos.

Dara tersenyum puas melihat gaun itu, gaun yang dipilihkan Kwon Jiyong, calon suami yang sebentar lagi akan menjadi suaminya. Setelahnya, Dara segera meraih gaun itu dan membawanya ke ruang ganti.

***

“Dara!”

“Eonni!”

Teriakan yang terdengar bersamaan itu, serta-merta membuat Dara yang tengah menyiapkan diri dibantu dengan Si Hyun dan Jiyeon itu pun menoleh dengan wajah kaget. Pun dengan Si Hyun yang merapikan beberapa bagian rambut Dara, dan Jiyeon yang masih merapikan sisi-sisi gaun Dara di bagian bawah.

“Kalian ini mengagetkan sekali!” Dara balas berteriak, namun tak sekencang suara teriakan ketiga temannya itu.

Si Hyun dan Jiyeon mengangguk, menyetujui apa yang diucapkan Dara.

Park Bom, Lee Chaerin, dan Gong Minzy yang baru muncul dengan menjeblak lebar pintu ruang make up itu pun hanya meringis. Kemudian, mereka mendekati Dara dengan wajah senangnya.

Eonni, kau cantik sekali…” Minzy memuji, dengan matanya yang berbinar kagum melihat penampilan Dara kali ini.

Chaerin menyela, “Dara Eonni memang selalu terlihat cantik.”

“Memang, tapi aku tidak setuju kau mengenakan gaun itu di hari pernikahanmu ini.” Bom ikut menyela, dengan pandangan matanya yang meneliti setiap bagian gaun yang dikenakan Dara.

Wae?” Minzy dan Chaerin bertanya bersamaan.

Bom pun mendelikkan wajah ke arah mereka berdua. “Kau tidak lihat, gaun itu terlihat sangat sederhana. Padahal kan Jiyong bisa membelikan gaun yang lebih mahal dan lebih mewah.”

“Ah, tapi itu pantas untuk Dara Eonni. Justru sangat terlihat anggun.” Seru Minzy tak setuju.

“Jangan samakan seleramu dengan Dara Eonni.” Sela Chaerin.

Bom mendesah kecewa dengan pendapat kedua temannya itu. “Ah, kalian ini.”

“Sudahlah, tapi aku sangat menyukainya.” Sahut Dara, yang ingin melerai ketiganya. Ia heran, kenapa di hari pernikahannya ini banyak perdebatan-perdebatan kecil yang terjadi.

“Kau memang selalu suka dengan semua yang Jiyong Oppa pilihkan.” Chaerin mengedipkan sebelah matanya, menggoda Dara.

Dara terkikik geli mendegarnya.

“Sudah siap!” Jiyeon berkata senang, sambil memandang puas penampilan Dara.

Si Hyun pun begitu.

“Ini akan menjadi hari yang begitu sempurna.” Minzy bertepuk kegirangan.

“Tapi aku tetap tidak setuju dengan gaun ini.” Bom menggeleng kesal. “Dan kenapa juga Jiyong memilih acara pernikahan di luar ruangan yang jelas-jelas akan membuatku kepanasan.” Ia menggeretu, seraya membalikkan tubuhnya dan melangkah keluar.

“Aku yang memilihnya, Bom.” Ucap Dara membenarkan.

Dan itu, membuat langkah Bom terhenti dan kemudian berbalik. “Kalian berdua memang, ya!” Lagi, Bom menggerutu.

“Ah, sudahlah. Sebentar lagi acara akan dimulai, ayo kita segera ke sana.” Chaerin melerai, sebelum gerutuan Bom menjadi lebih parah.

Minzy dan Dara menurut. Akhirnya, mereka bertiga berjalan menuju tempat acara dengan Bom yang berjalan di depan.

“Bom Eonni, apa kau masih berniat menjadi pendamping wanita?” tanya Minzy.

Tanpa berbalik Bom menjawab, “Tentu, aku justru menantikan hari ini. Dan aku juga menyiapkan gaun ini agar aku terlihat sangat cantik dan menakjubkan sebagai seorang pendamping.” Ucapnya dengan nada menggebu-gebu.

” Oh, iya. Memangnya siapa yang akan menjadi pendamping prianya?” Minzy kembali bertanya.

“Semoga saja bukan Seungrat.” Chaerin tiba-tiba menyeletuk. Hal itu membuat ketiga temannya tertawa.

Sampai-sampai Bom pun membalikkan badan dan beralih berjalan di sisi kiri Chaerin. “Chaerin-ah, kau cemburu, eoh?” Bom menggoda, dengan sebelah tangannya menyikut pelan perut Chaerin.

“Tidak akan!” Chaerin menyangkal dengan nadanya yang meninggi. Tapi itu justru terdengar lucu yang membuat teman-temannya tertawa. Bahkan Bom sampai terbahak.

“Sudahlah, ini bukan waktunya untuk bercanda.” Rengek Chaerin yang sangat kesal bercampur malu mendengar tawa mengejek temannya.

“Iya, Chaerin Eonni benar. Saat ini, seharusnya kita lebih serius.” Minzy menyetujui.

Bom pun terdiam, dan Dara kembali gugup. Jujur saja, peristiwa menggelikan barusan membuat membuat Dara melupakan perasaan gugupnya. Ya, walaupun akhirnya kembali teringat juga.

***

Di lain tempat…..

Tepatnya di sebuah ruangan yang letaknya tak jauh dari ruangan yang ditempati oleh Dara. Hanya saja, ruangan itu berada lebih dekat dengan taman yang ada di samping gedung, tempat di mana pernikah Dara dan Jiyong diselenggarakan.

“Kau gugup?” TOP atau yang bernama asli Choi Seunghyun, bertanya. Ia berdiri di belakang Jiyong yang masih sibuk mengamati penampilannya di depan cermin yang tingginya hampir menyamai tubuhnya.

Sekali lagi, Jiyong mebetulkan letak dasi kupu-kupu hitam yang melingkar dikerah kemeja putihnya. “Sedikit gugup.” Katanya, untuk menjawab pertanyaan TOP barusan.

“Benarkah?” Seungri menyela. “Tapi dari wajahmu terlihat kalau kau gugup sekali, Hyung.”

Dan karena ucapannya itu, semua mata menatap Seungri. Dan tatapan paling tajam dilemparkan Jiyong untuk magnae bawelnya itu.

Daesung menyikut rusuk Seungri. “Jaga ucapanmu. Yang kau ucapkan barusan justru membuat Jiyong Hyung semakin gugup.” Ia berusaha mengingatkan.

“Kalian sama saja.” Taeyang mencibir Daesung dan Seungri, yang keduanya duduk di sofa yang sama dengannya.

“Ah, kalian semua sama!” Jiyong menyela tajam. Terlihat sekali ia sedang menutupi kegugupannya. Dan setelah itu, ia meraih jas hitam yang digantung di dekat cermin. Sambil mengenakan jasnya dan kembali bercermin, Jiyong bertanya pada Taeyang tanpa menatapnya. “Hyung, kau yang akan menjadi pendamping pria, kan?”

Taeyang, yang sempat tertunduk menekuri ponselnya pun mengangkat wajahnya. “Oh, mianhae, Ji. Aku tidak bisa. Hyorin tidak setuju.” Ia menghela napas sejenak. “Dia sedang hamil, dan dia begitu sensitif kali ini. Biar yang lain saja yang menjadi pendamping.”

“Aku saja, Hyung!

“Ah, aku juga bisa diandalkan sebagai pendampingmu, Hyung!

Seungri dan Daesung saling berebut. Tapi TOP segera menyela. “Tidak bisa. Yang lebih tualah yang sangat pantas menjadi pendamping.” Ia mengerak-gerakkan telunjukknya ke arah anggota Big Bang yang lebih muda darinya itu. Kemudian, ia kembali menatap Jiyong. “Aku yang akan menjadi pendamping.”

Cara berkata TOP terdengar sangat menjijikkan di telinga Seungri. “Lagi-lagi menggunakan status tuanya. Seharusnya yang lebih tua kan sudah menikah.” Seungri mengejek.

Dan Daesung, terkikik sebagai tanda menyetuji perkataan Seungri itu.

“Dae, ingatkan aku untuk mencekik Seungri setelah acara ini selesai.” Nada suara TOP terdengar datar, tapi terasa begitu menakutkan bagi Seungri.

***

Di sebuah taman dengan rumput-rumputnya yang hijau terpotong rapi, terdapat sebuah altar berlantai putih dan berbentuk bulat di tengahnya. Altar itu berhiaskan bunga mawar putih di tiga sudut bagian belakang dan dua di bagian depan. Dan bunga-bunga tersebut ditempatkan di sebuah pot yang bentuknya memanjang dengan beberapa ukiran di sisinya.

Di bagian atas, altar itu beratapkan kain putih tipis transparan yang ditata rapi hingga terlihat begitu indah. Tak jauh dari altar, banyak terdapat kursi-kursi yang terbungkus kain putih berjejeran di atas rerumputan. Kursi-kursi itu dibagi menjadi dua bagian, yang di tengahnya menjuntai panjang sebuah kain putih yang bertaburkan kelopak bunga mawar yang juga berwarna putih.

Para tamu undangan hampir semuanya sudah datang dan menempati kursi-kursi yang disediakan. Ada seratus undangan, karena Jiyong dan Dara memang sengaja hanya mengundang keluarga dan sahabat terdekatnya saja.

Di altar, Jiyong berdiri dengan gelisah menanti kedatangan Dara.

“Kau terlalu gugup, Ji.” TOP yang sedari tadi berada di samping Jiyong, membuka suara.

“Kau tidak merasakan apa yang aku rasakan, Hyung. Karena kau tidak berada di posisiku.” Ujar Jiyong, dengan nada suaranya yang terdengar gugup dan terlihat kegelisahannya.

TOP menyela ringan. “Nanti aku akan merasakannya juga.”

Jiyong tak menghiraukan ucapan tersebut. Ia justru sibuk menolehkan kepalanya ke belakang, sambil terus merasakan kegugupan dalam dirinya.

“Tidak usah terlalu gugup. Percayalah semuanya akan berjalan dengan lancar.” Pendeta yang sedari tadi hanya berdiri terdiam, kini menegur.

Jiyong berbalik, dan beralih menatap pendeta yang rambutnya mulai memutih itu. “Ya, semoga semuanya berjalan lancar.” Jiyong berkata dengan penuh harap.

“Mereka sudah datang,” TOP berbisik, setelah ekor matanya melirik ke belakang dan mendapati kedatangan Dara yang mengalungkan sebelah tangannya di lengan appa-nya.

Perlahan, Jiyong membalikkan tubuhnya ke arah di mana Dara datang. Jantungnya tak usah ditanyakan lagi, organ yang letaknya di dada itu berkali-kali lipat lebih cepat degupannya. Serasa ingin meledakkan dada Jiyong.

Berkali-kali juga, pria itu menghela napas beratnya dan mengembuskannya secara perlahan. Mencoba menguapkan kegugupan yang mendera dirinya. Ia bergumam, “Semoga semuanya lancar, ya Tuhan.”

Pun dengan Dara, perempuan itu juga merasakan kegugupan yang sama dengan Jiyong. Bahkan, tangannya yang menggenggam erat sebuket bunga mawar putih itu pun mengugeluarkan keringat dingin.

“Kau tidak usah terlalu gugup, Sayang. Appa yakin semuanya akan berjalan dengan lancar.” Appa Dara berucap menenangkan, seraya mengelus lembut punggung tangan Dara. “Bernapaslah dengan tenang, itu akan membuatmu lebih tenang juga.”

Dara mengangguk dan segera mengikuti apa yang baru saja appa-nya sarankan. Sembari mengatur napasnya, ia mengulas senyum bahagia menatap para undangan yang berdiri seiring dengan kedatangannya.

“Aku juga ikut gugup.” Bom, yang melangkah di belakang Dara bersama dua gadis kecil yang juga menjadi pendamping, berseru lirih.

***

Tangan kanan Jiyong terulur menyambut kedatangan Dara. Dengan senyum bahagia yang terus terukir di bibirnya, ia menarik pelan tubuh Dara dan membimbingnya menaiki altar. Sesaat sebelumnya Jiyong mengangguk sopan pada appa Dara yang akan menjadi ayah mertuanya, sebentar lagi.

Bom, yang kini berada di samping Dara memasang mimik terkejut dan ingin segera berlari menjauh dari altar. Ketika tahu bahwa yang menjadi pendamping prianya adalah TOP.

“Kenapa harus alien gila itu yang menjadi pendamping?!” Bom sempat-sempatnya menggerutu, saat acara yang begitu sakral akan dimulai.

Mendapati tingkah aneh Bom yang terlihat agak samar, TOP mengerlingkan matanya untuk menggoda gadis yang menurutnya seperti alien cantik itu.

Kalau saja suasananya tidak seperti saat ini, Bom ingin melemparkan sepatuk hak tingginya ke arah pria kurang ajar itu.

“Baiklah, marilah kita mulai acaranya.” Sang pendeta berseru dengan suara tenangnya. Dan itu, membuat semuanya terdiam dan bersikap tenang. Tak terkecuali TOP dan Bom.

Pendeta menatap sepasang pengantin di hadapannya. “Kedua mempelai, silakan saling berhadapan.”

Dengan perasaan senang bercampur gugup, Jiyong dan Dara saling beradu pandang. Pandangan mata yang tak bisa menampik adanya binar bahagia.

“Baik, kita mulai acaranya.” Pendeta berdeham sejenak. Dan kemudian menatap serius ke arah Jiyong. “Kwon Jiyong, hari ini kau menikah dengan Sandara Park. Apakah kau siap menjalani kehidupan barumu sebagai suaminya dan apakah kau siap menerima segala kekurangan juga kelebihan pada dirinya?”

Jiyong menghela napasnya dalam-dalam, menggenggam erat kedua tangan Dara. Dan dengan mantap menjawab, “Saya siap menerima semua yang ada pada diri Sandara Park. Dan saya begitu siap menjadi suaminya.”

Di kursi depan bagian kanan, Kwon Dami, kakak perempuan Jiyong, menagis terharu melihat adiknya yang berdiri dengan kesungguhannya di altar. Begitu pula sang ibu. Dan ayah Jiyong pun menatap bangga pada anaknya. Yang dengan begitu jantannya mengucapkan janji suci tanpa cela sedikit pun.

Pandangan pendeta beralih, menatap Dara yang memejamkan matanya karena rasa bahagia yang menjalari setiap bagian dalam dirinya. “Sandara Park, apakah kau siap menerima Kwon Jiyong sebagai suamimu dan apakah kau juga siap menerima kekurangan juga kelebihannya?”

“Saya sangat siap.” Perlu beberapa detik lebih lama untuk Dara menjawabnya. Namun, ia begitu lega bisa mengucapkannya dengan lancar.

“Baiklah, kini kalian resmi menjadi sepasang suami-istri. Kwon Jiyong, sekarang kau boleh mencium istrimu.” Ucap pendeta.

Ini tidak seperti biasanya. Kali ini, butuh proses cukup lama untuk Jiyong mendekatkan bibirnya dengan bibir Dara. Ini semua karena perasaan bahagianya yang telah berhasil mempersunting Dara sebagai istrinya.

“Aku mencintaimu, lebih dari yang kau tahu.” Setelah mengucapkannya, Jiyong memejamkan matanya dan dengan perlahan menautkan bibirnya dengan bibir Dara.

Sorakan dan suara tepuk tangan mengema di udara, kala ciuman Jiyong semakin kuat pada bibir Dara. Semuanya ikut larut dalam kebahagiaan hari ini. Semuanya.

Hingga membuat mata Thunder terharu dan meneteskan sedikit air matanya. Juga Doorami, ia sudah terlebih dulu terharu. Dan appa juga eomma Dara ikut terharu bahagia.

Semuanya bahagia. Melihat dua orang yang tengah berciuman penuh cinta itu akhirnya menikah, setelah melewati begitu banyak rintangan dalam hubungan mereka.

Ini semua belum berakhir. Tapi, semuanya baru dimulai. Kehidupan Kwon Jiyong dan Sandara Kwon baru akan memulai lembaran barunya. Lembaran yang akan ditorehkan tinta-tinta kebahagian yang mereka rasakan di setiap detiknya, tanpa membiarkan satu jengkal pun penderitaan menyentuhnya.



 To be continue……



.

.

Apa yang kalian rasakan ketika membaca cerita ini? Aku senang bisa menulis kisah ini, aku bukan hanya sekadar menulis, tapi juga berharap dan membayangkan aku terlibat di dalam kisah ini. Juga dengan imajinasiku ini, aku selalu menciptakan DaraGon moment yang semoga suatu hari nanti menjadi kenyataan.

.

.

Annyeonghaseo ^.^ Naneun Ano Dragonpop imnida. Tapi cukup panggil dengan nama Ano. Aku sengaja menjadikan cerita ini series DaraGonTV. Karena aku ingin kalian bukan hanya sekadar membaca, tapi juga melihat. Mianhae untuk semua kekurangan yang tanpa sengaja tersaji pada tulisanku ini. Gomawo, kamsahamnida, thank you, and I love you.

35 thoughts on “[Series] DaraGon Tv : Married – Part 1

  1. aduh baru baca,,,, bgus ceritanya karakter tulisannya juga bagus…. smngt terus yahhh buat next chapternya… di tunggu lohhh hehehe

  2. Yahhh author ak sama dgn mu berharap ini akan benar2 terjadi suatu saat nanti *amin
    Thor jgn masukin org ke 3 buat ganggu daragon ya please
    Top – bom selalu lucu
    Wow taeyang oppa akan menjadi appa
    Ditunggu chap selanjutnya fighting

  3. baru baca…lama ga mampir DG indo..makin rame ternyata..ahh ni so sweet bgt…emg sekarang terserah lah apa kata publik..tp mimpi applers tu so sweet…sampe byk bgt penulis2 berbakat yg muncul…kkkk hengsho…

Leave a comment