SECRET : Tres

secret

Author :: Sponge- Y
Main Cast :: Kwon Jiyong (26 th) | Park Sandara (26 th)
Support Cast :: Bae Soo Bin (27 th) | Seungri (23 th) | Lee Chaerin (22 th) | etc
Genre :: Sad | Romance

Sebelumnya saya minta maaf, bukan maksud saya untuk membuat Jiyong jahat disini. Tapi mau gimana lagi? Mungkin sudah tuntutan peran 😀 Selamat membaca^^

~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~

Sandara POV

Aku hanya duduk di meja kerjaku sambil melihat Myungsoo dan Eunjung yang sedang sibuk dengan laptopnya. Sebenarnya apa yang mereka kerjakan? Kenapa aku tidak mengerjakan apa- apa dan malah mereka yang sibuk?

“ Apa yang sedang kalian kerjakan?” Tanyaku. Mereka hanya menatapku sekilas lalu fokus lagi ke laptop mereka masing- masing. Oke, apakah aku diabaikan disini?

“Ya! Apa kalian mendengarkanku?”Kataku dengan suara yang agak kukeraskan.

“Sssttt Unnie. Jangan berisik. Kami diminta Hyun Suk sunbaenim untuk membantu menyelesaikan kasus yang sedang ditanganinya.” Jawab Eunjung.

“Lalu mana kasus yang harus aku kerjakan?”

“Aigo noona, bersabarlah. Saat ini belum ada kasus baru yang masuk.” Kata Myungsoo.

“Ne,ne. Arasso. Lanjutkan saja apa yang sedang kalian kerjakan.” Balasku kesal. Lalu apa gunanya aku berada disini? Tapi sepertinya sebentar lagi jam makan siang. Apa  sebaiknya aku mengajak Jiyong makan siang saja? Aisht.. aku bisa mati bosan jika terus berada disini. Kuambil handphoneku dan mulai menelepon Jiyong.

“Yeobseyo chagiya?” Tak lama kemudian aku mendengar Jiyong menjawab teleponku.

“Ji, apa kamu sibuk?”

“Tidak juga. Wae?”

“ Maukah kamu menemaniku makan siang? Aku bosan berada dikantor terus.”

“Baiklah. Mau makan dimana?”

“Bagaimana kalau di kedai depan kantor kejaksaan waktu itu?”

“Emm.. oke. Aku pergi sekarang. Kamu tunggu disana neh?”

“Ne.” Kataku lalu mengakhiri sambungan telepon. Aku melirik Eunjung dan Myungsoo. Kulihat mereka masih tetap sibuk dengan laptopnya masing- masing.

“Aku pergi dulu neh?” Kataku sambil beranjak dari dudukku.

“Kamu mau kemana Unnie?” Tanya Eunjung.

“Makan siang. Aku keluar dulu.” Jawabku cuek sambil berjalan keluar.

—-

Saat ini aku sudah berada di kedai depan kantor kejaksaan. Ini adalah kedai yang aku kunjungi bersama Jiyong di hari pertama kali kami bertemu. Aku senyum- senyum sendiri mengingat bagaimana pertama kali kami bertemu.

“Apa aku membuatmu menunggu terlalu lama?” Tanya Jiyong yang datang tiba- tiba.

“Anni. Aku baru saja sampai.” Jawabku dengan senyum yang kubuat semanis mungkin.

“Tapi kenapa kamu senyum- senyum sendiri? Apa yang sedang kamu pikirkan? Apa angan- jangan kamu memikirkan namja lain?” tanyanya lagi sambil duduk di hadapanku.

“Mwo? Ya! Mana mungkin aku memikirkan namja lain selain Kwon Jiyong?” Cibirku.

“Jinjja?” tanyanya sambil menaik turunkan alisnya. Aisht… ada apa dengannya? apa dia sakit?

“Ne. Cepat pesan makanannya, aku sudah lapar.” Rengekku.

“Baiklah, kamu mau pesan apa?”

“Aku mau bibimbap lagi sama jus apel.”

“Pelayan.” Katanya memanggil salah satu pelayan. “Bibimbap dan jus apel dua porsi.” Katanya kepada pelayan tadi.

“Baik Tuan.” Balas pelayan tadi lalu pergi meninggalkan kami.

“Ji, besok kamu harus datang ke acara ulang tahun perusahaan Appa.”

“Mwo? Apakah itu harus?”

“Ne. Besok juga aku akan memperkenalkanmu kepada Appa.” Kataku dan aku melihat ada perubahan pada raut wajahnya. Sepertinya dia tidak menyukai apa yang baru saja kukatakan.

“Wae Ji? Kamu tidak menyukainya?” lanjutku.

“Bukan begitu Dara. Aku hanya takut Appamu tidak akan menyukaiku.”

“Kenapa kamu bisa berpikiran seperti itu Ji?”

“Tentu saja aku berpikiran seperti itu Dara. Aku hanya orang biasa. Bahkan aku sudah tidak memiliki orang tua lagi. Kemungkinan besar Appamu tidak akan menyukaiku.”

“Ya! Jiyong-ah! Appaku bukan orang yang seperti itu. Dia tidak akan menilai seseorang hanya dari materi saja. Aku yakin, Appa akan menyukaimu.”

“Apa kamu yakin?”

“Ne. Percayalah padaku.” Kataku sambil menggenggam tangannya.

“Gumawo, Dara-yah.”

“Ne. Tapi Ji, bisakah kamu mengantarkanku pergi ke butik nanti sore? Aku belum menyiapkan baju untuk pesta besok.”

“Mian Dara, sepertinya aku tidak bisa.”

“Wae?”

“Aku akan pindah apartemen nanti. Aku harus membawa barang- barangku ke apartemen baruku.”

“Mwo? Kamu pindah apartemen? Ya! Kenapa tidak memberitahuku?”

“Bukankah ini aku sudah memberitahumu hah?”

“Tapi kenapa tidak memberitahuku sejak kemarin? Bahkan aku bisa membantumu mengemasi barang- barangmu.”

“Ah.. itu tidak perlu. Aku bisa melakukan semua itu sendiri.”

“Kamu yakin tidak membutuhkan bantuanku?”

“Ne. Bagaimana kalau ke butiknya malam saja? Sepertinya kalau malam aku sudah selesai memindahkan barang- barangku.”

“baiklah kalau begitu.”

“Nanti juga sepertinya aku tidak bisa menjemputmu pulang. Kamu pulang sendiri neh?”

“Ne. Aku bisa pulang sendiri Ji.”

—-

Setelah makan siang dengan Jiyong aku kembali ke kantor lagi. Hufft.. ternyata menjadi jaksa tidak semenyenangkan yang kubayangkan dulu.

“Noona, darimana saja kamu?” Tanya Myungsoo ketika aku sampai di ruanganku.

“Makan.” Jawabku cuek. Jujur, aku masih kesal dengannya.

“Bom noona tadi mencarimu, dia bilang ada kasus baru yang harus noona tangani.”

“Jinjja? Dimana dia sekarang?”

“Di ruangannya.” Tanpa pikir panjang lagi aku langsung bergegas ke ruangannya Bom. Akhirnya, aku mendapatkan tugas juga. Aku sudah tidak sabar lagi mengerjakan kasus pertamaku. Setengah berlari aku menuju ruangannya Bom. Tapi beberapa langkah sebelum aku sampai di depan pintu ruangan Bom, tiba- tiba aku merasakan ada seseuatu yang menabrak tubuhku.

Bruuukkkhh

“Aduh.” Seruku. Kini aku sudah terjatuh di lantai dengan posisi mengenaskan. Aisht.. ini gara- gara aku terlalu bersemangat sehingga tidak begitu memerhatikan jalan.

“Mianhe. Aku sedang terburu- buru tadi. Gwenchanayo?” kata seorang namja sambil membantuku bangun. Kenapa dia yang minta maaf? Bukankah ini semua salahku? Aku mendongak untuk melihat siapa namja itu. Omo!! Aku diam membeku melihat namja yang sedang membantuku berdiri ini dan kulihat dia juga terkejut melihatku.

“Oppa?”

“Dara?”

Hening

Hening

Hening

“Dara, apa yang sedang kamu lakukan disini?” Tanya Bom memecah keheningan kami.

“A-aku.. emmmm.. a-aku.. oh iya, myungsoo bilang tadi kamu mencariku?” jawabku gugup.

“Ne. Kamu tahu Dara? Ada kasus baru yang harus kamu tangani.” Kata Bom dengan semangat.

“Mwo? Jadi kamu jaksa baru disini Dara?” Tanya namja tadi. Aisht… aku hampir saja melupakan keberadaannya.

“Jadi kalian sudah saling mengenal?” Tanya Bom.

“Ne. Dara teman lamaku.” Jawabnya.

“Lalu apakah kamu juga jaksa disini oppa?” tanyaku pada namja tadi.

“Ne. Kita bertemu lagi Dara. Bagaimana kabarmu? Aku tidak menyangka kami bisa satu kantor seperti ini.”

“Baik. Tapi sejak kapan kamu kembali dari Amerika?”

“Sudah satu tahun yang lalu. Maaf karena aku tidak memberitahumu.”

“Tidak masalah oppa. Mungkin juga karena kamu terlalu sibuk.”

“Aisht.. apakah aku diabaikan disini?” Kata Bom tiba- tiba.

“Ahh.. mian Bom-ssi. Kami tidak bermaksud begitu.” Balas namja ini.

“Sepertinya aku harus pergi. Ada urusan yang harus kuselesaikan. Sampai ketemu lagi Dara. Mari Bom-ssi.” Lanjutnya.

“Ne.”

“Ne oppa.”

“Apakah kamu dekat dengan Soo Bin Dara?”

“Mwo? Anniya. Bukan seperti itu, kita hanya teman lama.”

“Jinjja? Tapi kenapa kamu memanggilnya oppa?”

“Itu karena dia lebih tua dariku.”

“Benarkah? Kamu tidak menyukainya kan?”

“Ya! Mana mungkin aku menyukainya. Bahkan aku sudah memiliki namjachingu sekarang.”

“Ne, Arasso.”

“Kamu bilang ada kasus yang harus aku tangani?”

“Ahh.. ne. Kalau begitu kamu tunggu dulu di ruanganmu. Akan kuambilkan berkasnya dulu.” Katanya lalu berjalan menuju ruangannya. Aku menurutinya dan kembali ke ruanganku.

Aku teringat kembali dengan namja yang menabrakku tadi. Bae Soo Bin oppa. Aku tidak menyangka bertemu kembali dengannya. Bisa dibilang dia adalah cinta pertamaku. Kami sahabat sejak kecil, mungkin karena orang tua kami juga sangat dekat. Kami bersekolah di SD, SMP, bahkan SMA yang sama. Dia kakak kelasku karena umurnya satu tahun lebih tua dariku. Dulu aku selalu merengek pada Appa dan Eomma untuk dimasukkan ke sekolah yang sama dengannya. Dan saat kami SMP, aku mulai sadar bahwa aku mencintainya. Mungkin karena terbiasa bersama dengannya dan perhatian yang diberikannya padaku. Aku tidak berani mengatakannya secara langsung. Aku takut jika dia tidak memiliki perasaan yang sama denganku. Tapi jika dilihat dari sikapku kepadanya anak kecil pun tahu jika aku menyukainya. Dan Soo Bin oppa tidak pernah menyadari itu. Dia benar- benar namja yang tidak peka. Perasaan itu berlanjut saat kami duduk di bangku SMA. Banyak dari teman- temannya dan teman- temanku yang menganggap kami sebagai sepasang kekasih. Tapi dia selalu mengelaknya. Kurasa bukan karena dia tidak menyadari perasaanku, tapi mungkin karena dia hanya menganggapku sebagai seorang sahabat. Dan karena nya juga tidak ada namja yang berani mendekatiku.

Tapi aku dan Soo Bin oppa harus berpisah saat dia lulus SMA. Dia memutuskan untuk melanjutkan kuliah di Amerika. Jujur saat itu aku belum bisa merelakannya. Aku benar- benar merasa kehilangannya. Dan sejak itu pula dia tidak pernah menghubungiku lagi. Saat aku sudah masuk kuliah pun aku masih belum bisa melupakannya. Aku bahkan belum bisa membuka hatiku untuk namja lain meskipun banyak namja yang mendekatiku. Bagiku tidak ada namja yang seperti Soo Bin oppa. Tapi semua rasa itu hilang saat aku bertemu Jiyong. Jiyong lah satu- satunya namja yang bisa membuatku jatuh cinta lagi. Dan sejak saat itu pula aku bisa sepenuhnya melupakan Soo Bin oppa.

“Ya! Apakah kerjaanmu hanya melamun?” kata Bom membuyarkan lamunanku.

“Mengagetkan saja.” Gerutuku.

“Ini berkas kasus yang akan kamu tangani.” Kata Bom sambil menyerahkan tumpukan kertas.

“Kasus apa ini?”

“Percobaan pembunuhan.”

“Mwo? Percobaan pembunuhan?”

“Ne.Yang kutahu itu kasus percobaan pembunuhan seorang pembantu terhadap majikannya. Aku sendiri tidak tahu kebenarannya. Ini adalah kasus pertamamu Dara. Kamu harus memenangkannya di pengadilan neh?”

“Aku akan berusaha.” Balasku sambil tersenyum.

“Hwaiting Dara. Aku kembali dulu, aku harus menyelesaikan kasusku juga.”

“Ne.”

Percobaan pembunuhan? Sepertinya ini kasus yang tidak mudah. Aku lalu membaca berkas yang diberikan Bom tadi. Hwang Jang Eum, 45 tahun. Dituduh melakukan percobaan pembunuhan terhadap majikannya, Jo In Sung dengan alasan dendam.

“Kasus apa yang harus kita kerjakan Unnie?” Tanya Eunjung tiba- tiba.

“Percobaan pembunuhan.”

“Ya! Kenapa Bom noona yang memberikannya padamu? Bukankah seharusnya kasus itu disampaikan kepada kita?” gerutu Myungsoo.

“Mungkin karena kalian terlalu sibuk tadi.” Jawabku seenaknya.

“Tapi ini tugas kita juga kan?” katanya lagi.

“Aisht.. apakah penting membahas itu. Sekarang cari tahu informasi mengenai Hwang Jang Eum dan Jo In Sung. Aku akan mulai menyelidikinya. Dan Eunjung, buatlah surat panggilan untuk Hwang Jang Eum besok.” Perintahku.

“Ne, noona.”

“Baiklah Unnie.”

—-

Hwang Jang Eum, 45 tahun dan sudah bekerja bersama Jo In Sung selama lima tahun terakhir ini. Dia dilaporkan telah melakukan percobaan pembunuhan dengan alasan dendam. Hwang Jang Eum diduga dendam kepada Jo In Sung karena dia merasa Jo In Sung menjadi sebab kematian anaknya. Anak Hwang Jang Eum mengidap penyakit leukemia sejak lahir dan harus segera dioperasi. Tapi karena keterbatasan biaya, dia tidak bisa melakukannya. Dia lalu meminta bantuan kepada majikannya, Jo In Sung. Dan Jo In Sung menolak memberi bantuan kepada hwang Jang Eum hingga akhirnya anak itu tidak bisa diselamatkan lagi karena terlambat dioperasi. Sekarang Jo In Sung sedang terbaring koma di rumah sakit, dan satu- satunya orang ang bisa dimintai keterangan hanyalah Hwang Jang Eum. Aisht… kasus macam apa ini? Membuatku pusing saja. Semangat Dara, ini adalah kasus pertamaku. Aku harus melakukannya dengan baik.

“Unnie, kamu tidak pulang?” Tanya Eunjung tiba- tiba.

“Mwo? Jam berapa sekarang?”

“Aigo, kamu terlalu serius Unnie. Ini jam 4, sudah waktunya pulang.”

“Ahh, ne. Aku akan segera pulang.” Kataku sambil membereskan barang- barang yang ada di atas meja.

“Aku pulang dulu neh? Myungsoo sudah menungguku diluar.”

“Ne.”

Huh, apakah aku terlalu serius tadi hingga melupakan waktu? Tapi bukankah hari ini aku harus pulang sendiri? Jiyong bilang tadi dia tidak bisa menjemputku pulang. Aisht… menyebalkan. Kumasukkan barang- barangku ke dalam tas lalu berjalan keluar. Kantor sudah sangat sepi, sepertinya semua orang sudah pulang.

“Kamu belum pulang Dara?” Tanya seseorang. Aku menoleh dan melihat Soo Bin oppa berjalan kearahku.

“Oppa? Kamu juga belum pulang?”

“Belum. Lihatlah ada apa dengan wajahmu itu? Apa kasus yang kamu tangani begitu sulit?”

“Anniya. Aku bahkan baru memulainya.”

“Arasso. Apa kamu pulang sendirian?”

“Ne. Wae?”

“Kajja. Aku akan mengantarmu pulang.”

“Gwenchana oppa. Aku bisa pulang sendiri. Aku tidak mau merepotkanmu.”

“Mwo? Sejak kapan kamu merepotkanku Dara? Lagipula bukankah sudah lama kita tidak bertemu? Aku merindukanmu.”

“Ya! Berhenti menggodaku.”

“Hahaha, kamu masih sama seperti dulu. Wajahmu selalu memerah jika sedang digoda.”

“Ya oppa! Kubilang berhenti menggodaku.”

“Arasso, arasso. Kajja kita pulang.” Ajaknya.

“Ne kajja oppa.”

Malam harinya aku mengajak Jiyong menemaniku ke butik untuk membeli baju buat acara besok. Dan dia menyuruhku untuk menunggunya di taman kemarin, taman kesukaanku dulu. Dia bilang apartemen barunya dekat dengan taman itu dan mungkin akan kemalaman jika harus bolak balik menjemputku dulu.

Saat ini aku sudah berada di taman menunggu Jiyong datang. Taman ini, taman yang memberikan kenangan menyakitkan. Dulu aku dan Soo Bin oppa sering bermain di taman ini. Hingga kami SMA pun, Soo Bin oppa masih sering mengajakku kemari. Bisa di bilang ini adalah taman kenanganku bersamanya. Dan di taman ini pula aku berpisah dengannya beberapa tahun lalu. Dia mengatakan akan melanjutkan kuliahnya di Amerika dan meninggalkanku begitu saja. Sejak saat itu, aku tidak berani lagi datang ke taman ini. Aku takut, aku akan selalu mengingat Soo Bin oppa jika datang kemari. Tapi kemarin tiba- tiba aku ingin mengunjungi taman ini. Dan aku berani datang kesini karena Jiyong bersamaku. Aku tahu, aku bisa melupakan semua kenangan di taman ini jika ada Jiyong disisiku.

Aisht.. kenapa aku selalu mengingat perasaanku kepada Soo Bin oppa? Bukankah aku sudah tidak mencintainya lagi? Sekarang aku hanya mencintai Kwon Jiyong. Tidak seharusnya aku memikirkan namja lain saat menunggu Jiyong seperti ini.

Tapi kemana dia? Sudah lima belas menit aku menunggunya dan dia belum datang juga. Tidak biasanya Jiyong terlambat seperti ini. Aisht.. aku sudah bosan menunggunya dari tadi. Aku lalu mengambil jepit rambutku dan menuliskan namaku dan Jiyong di bangku yang sedang kududuki ini. Lumayan lah daripada aku harus diam terus menunggunya.

“Apa kamu sudah lama menungguku?” Tanya Jiyong yang tiba- tiba datang.

“Mwo? Kamu sudah datang?” kataku sambil mencoba menutupi apa yang sedang kutulis tadi. Aisht… akan memalukan jika Jiyong mengetahuinya.

“Mianhe aku terlambat. Aku ada sedikit urusan tadi.”

“Ya! Aku sudah menunggumu selama dua puluh menit. Kamu tahu itu?” gerutuku.

“Ne, ne mianhe. Kajja kita pergi sekarang.” Ajaknya sambil menggandeng tanganku.

“ne.”

—-

Jiyong POV

Kami sudah berada di butik sekarang. Dara bilang ini adalah butik langganannya. Sepertinya semua baju disini cukup berkelas. Bayangkan saja, harga satu buah baju disini saja mencapai puluhan ribu won. Sekarang dia sedang memilih baju dan aku mengikutinya dari belakang seperti orang bodoh. Aisht… benar benar membosankan.

“ji, bagaimana dengan yang ini?” tanyanya meminta pendapatku.

“Mollayo. Kamu coba saja dulu di ruang ganti.”

“Baiklah, aku akan mengambil beberapa dan mencobanya di ruang ganti.”

Dia lalu mengambil beberapa potong baju dan membawanya ke ruang ganti. Beberapa menit kemudian dia keluar dan sudah mengganti bajunya.

“Bagaimana Ji?” tanyanya. Mwo? Apa dia yakin memilih baju yang itu?

“Emm.. aku tidak suka. Kamu terlihat seperti wanita berumur 40 tahunan.”

“Mwo? Aisht…” gerutunya lalu kembali masuk ke dalam untuk mencoba baju kedua.

“Kalau yang ini?” Dia keluar dan memakai sebuah gaun putih sepanjang lutut dan berlengan panjang.

“Aku tidak suka. Itu tidak cocok denganmu.” Kulihat dia masuk lagi ke dalam sambil mengerucutkan bibirnya. Kekeke, apakah dia kesal padaku? Beberapa menit kemudian dia keluar lagi dan memakai gaun tanpa lengan dengan panjang beberapa jengkal di atas lutut. Baju itu terlihat begitu ketat sehingga menonjolkan bagian lekuk dari tubuhnya. Ya! Apa dia begitu bodoh sehingga memilih baju yang seperti itu?

“Aku tidak suka. Itu terlihat sangat seksi.”

“Ya! Lalu baju seperti apa yang kamu inginkan?” bentaknya.

“Aigo, cobalah beberapa lagi Dara.”

“Ne, arasso.” Katanya sambil masuk lagi ke dalam.

“Bagaimana? Ya Jiyong-ah, aku sudah lelah.” Katanya setelah keluar dengan baju yang lainnya. Kali ini dia memakai gaun warna soft blue, dengan panjang selutut dan tanpa lengan.Aku sedikit tercengang melihatnya.  Entah kenapa dia terlihat sangat pas mengenakan baju itu.

“Bagus. Kamu sangat cantik memakai itu Dara. Aku menyukainya.” Tanpa sadar aku mengucapkan kata- kata itu. Aigoo.. sadar Jiyong, apa yang telah kamu katakan? Kenapa aku bisa mengatakan kata menjijikan seperti itu? Aisht… cantik? Cihh… Dara tetaplah Dara. Secantik apapun itu, dia tetaplah anak dari Park Tae Soo yang telah membunuh Appa. Dan aku akan tetap membencinya, sampai kapan pun.

 

….. ser continuado …..

Aigoo, maafkan saya. Sampai saat ini saya belum bisa membuat Jiyong jatuh cinta kepada Dara, huhuhu. Mungkin di chap selanjutnya 😀 , tapi saya sendiri belum yakin. hoho. Jangan lupa tinggalkan komentar ya chingu..gumawo^^

<< Atrás Próximo >>

65 thoughts on “SECRET : Tres

  1. Aigo bentar lagi jiyong bakal cemburu ni sama cinta pertama dara kekekeke dan disitulah dia sadar kalau dia udah jatuh cinta sama dara hahahah sotoy

Leave a comment