THE PROTECTOR [8] : Trouble With The Boys – 2

protect copy

Author :: Rachi
Length :: Chapters

 Annyeong ^_^
Chinguuuu, gomawo yg msh mw menunggu ff ini. Ceritanya msh mw dilanjut?
Klo mau monggo dibaca lanjutannya, chekidot…
Met reading…

~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~

Sandara POV

“Ji-Jiyong..?” Aku meletakkan kedua tangan didepan dadanya. Aku berusaha melepaskan cengkeraman tangan yang memelukku namun pelukannya makin erat. I’m trapped!!

“Kali ini aku serius.” Ucapnya sembari menatap bibirku. Tak lama kemudian, aku merasakan sepasang bibir sudah menempel ke bibirku. Eotteoke? Eotteoke? Aku tidak bisa berpikir. Aku sedikit ragu apakah akan membalas ciumannya atau tidak. Tapi bibirku berkata lain. Aku sudah membalas ciumannya, oh my god… Saat ia akan memiringkan kepalanya, tiba-tiba,

PRANGGGG

Kami segera berhenti dan menengok ke arah jendela. Serpihan pecahan kaca beterbangan kemana-mana. Kami berdua melihat beberapa pria berbaju hitam-hitam membawa pistol di tangan masing-masing masuk ke dalam ruangan dan mulai menembaki kami. Jiyong segera melepas paksa infus ditangannya dan menyuruhku tiarap.

“KYAAAHHH!?!?!”

Aku menjerit ketakutan. Oh my goodness, baru saja aku merasakan kesenangan dan kalian para pria berbaju hitam mengangguku?! Damn it.

“DARA MENUNDUK!!!”

Jiyong membalikkan ranjang tempat tidurnya dan mengambil pistol di dalam lemari. Beruntung ruangan itu cukup besar jadi kami bisa sedikit leluasa bergerak.

“Berlindung di belakangku!”

Aku melakukan perintahnya dan memeluknya dari belakang. Kami tidak bisa memanggil bantuan karena handphoneku dan Jiyong terlempar ketika Jiyong membalikkan ranjang tadi.

DORR DORR DORR DORR

Kami masih duduk berlindung dibalik ranjang dan beradu tembakan dengan para penjahat itu. “Shit!!!” ujar Jiyong. Sepertinya kami mulai berada dalam masalah karena pistol yang Jiyong gunakan pelurunya sudah habis. Ku lihat nafas Jiyong ngos-ngosan dan tanpa sengaja tanganku menyentuh perutnya yang masih diperban mengeluarkan darah.

“Jiyong, lukamu berdarah!” seruku.

“Ti-tidak apa-apa.” Ucapnya sembari memegangi perutnya.

Jiyong memberikan tanda padaku untuk berlari ke arah pintu. Saat kami akan bangun, salah seorang dari mereka berhasil menangkap bahu Jiyong dari belakang. Ia memaksanya untuk berdiri dan memukul perut Jiyong hingga terdorong ke belakang dan jatuh terjengkang. Kedua temannya menyeretku dan membenturkan tubuhku ke dinding. Aku merasakan sakit di punggungku.

Jiyong mendapat pukulan bertubi-tubi. Sampai akhirnya ia jatuh terhuyung kesamping. Aku tak tega melihatnya. Kulihat Jiyong menahan rasa sakit yang luar biasa. Ia meringis kesakitan dan tidak mampu berdiri. Aku tidak bisa menggapainya karena kedua tanganku dipegang oleh dua orang pria berbaju hitam lainnya.

“Sandara Park, ucapkan selamat tinggal pada pengawalmu yang tampan ini.”

Seseorang yang kupikir adalah pemimpinnya maju ke depan dan menggenggam pistol di tangan kanannya yang sudah terisi dengan peluru. Menempelkannya di pelipis kepala Jiyong. Tinggal mengokang dan menarik pelatuknya maka nyawa Jiyong bisa melayang. Oh my god!! Apa dia akan membunuh Jiyong? Aku berusaha melepaskan diri dari cengkeraman pria-pria berbaju hitam itu tapi tenaga mereka jauh lebih kuat.

“TIDAKKKK!!!” jeritku. Tangan pria berbaju hitam bersiap-siap menarik besi hitam itu perlahan-lahan.

“Aku akan lebih dulu membunuh pengawalmu, setelah itu bersiap-siaplah kau untuk menyusul. HAHAHAAA” tawanya makin kencang.

BRAKKKK.

“Jatuhkan pistolmu sekarang juga!”

Kulihat Seungri datang dari arah pintu dan mengacungkan pistol yang ia pegang pada pria itu. Namun pria itu malah tersenyum sinis.

“Jangan macam-macam padanya!”

Kwangsoo dan Daesung ikut bergerak maju sambil membidikkan masing-masing pistol mereka ke arah pria berbaju hitam yang menawanku.

“Lepaskan nona Sandara  dan tendang pistolmu!”

Namun tak satupun dari mereka yang bergeming. Mataku lalu berpaling memperhatikan Jiyong yang tubuhnya penuh luka lebam dimana-mana. Kulihat pria tadi mulai melepaskan moncong pistolnya dari pelipis Jiyong. Ia memberikan aba-aba pada pria-pria yang memegangiku.

“Sepertinya teman-temanmu datang untuk menyelamatkanmu, pengawal. Tapi justru kematianmu akan disaksikan oleh mereka, HAHAHAAA…” serunya dengan tertawa penuh kebencian.

DORR… DORR.. DORR

Tiga kali tembakan terdengar dari arah belakang kepala Kwangsoo hingga mengakibatkan pria berbaju hitam tadi jatuh tersungkur dengan kepala dan dadanya bersimbah darah. Seorang gadis bertopi maju melewati Kwangsoo dan Daesung yang melongo melihatnya. Ia tersenyum sinis pada mayat pria berbaju hitam yang sudah tergeletak didepannya. Lalu ia menatap pria berbaju hitam lainnya dan mulai mengarahkan pistol ke kepala mereka.

“Jangan macam-macam denganku atau kalian akan bernasib sama dengan pria bodoh ini.” Ujarnya dingin sambil menendang tubuh pria yang ditembaknya tadi.

Kedua pria yang memegangiku terlihat sangat marah. Salah satu dari mereka mencoba menyerang gadis bertopi itu dengan cara memukul tangan gadis itu tapi dengan mudah dipelintirnya dan tubuhnya jatuh ke lantai.

“Siapa lagi?” tanyanya.

“Aku akan membunuhmu gadis sialan!!” teriak satu pria berbaju hitam lain yang memegangiku. Ia menyerangnya dengan membabi buta. Tapi gadis itu masih terlihat tenang bahkan mampu memukul dagu pria itu dengan keras hingga ia terjatuh tak sadarkan diri. Melihat kedua pria tadi tak berdaya melawan gadis itu, aku langsung menggunakan kesempatan ini untuk berlari ke arah Jiyong dan membantunya untuk berdiri walaupun dengan susah payah.

“Selesai.” Katanya dengan nada bicara yang dingin. Gadis bertopi itu berjalan mendekati kami dan tiba-tiba menodongkan pistolnya ke dada Jiyong.

“Jika kau bukan pemimpin tim SWAT, mungkin dia akan membunuhmu dengan sangat mudah.” Ucap gadis bertopi itu sembari menarik pistol dari dada Jiyong dan memasukkannya ke dalam sarung kemudian menaruhnya di samping celananya.

***

“Apa yang terjadi?!” tanya Youngbae yang baru saja datang.

Ia terperanjat melihat keadaan ruangan yang penuh dengan pecahan botol-botol obat dimana-mana dan sisa-sisa bantal yang sudah tidak berbentuk lagi akibat adu tembakan. Youngbae berjalan menuju Jiyong melewati serpihan kaca yang berserakan di lantai dan beberapa mayat yang tergeletak begitu saja.

“Oh God, apa yang terjadi padamu Ji?” Youngbae memperhatikan tubuh Jiyong dari atas kepala hingga ujung kaki. “Kau benar-benar, berantakan.” Ucapnya. Jiyong hanya tersenyum kecut mendengarnya.

“Dan kau Dara, apa kau baik-baik saja?” Youngbae menanyakan keadaan Dara yang di jawab dengan anggukan.

“Jika kau ingin tanya kenapa aku tidak bersama Bom, dia sudah lebih dulu pergi bersama tunangannya. Si Choi-choi meneleponnya berkali-kali.” Ucap Youngbae sedikit kesal sambil melirik gadis bertopi disebelah kiri Jiyong.

“Siapa kau?” Youngbae bertanya pada gadis itu yang dibalas dengan wajah tanpa ekspresi.

“Ehemm, hyung, perkenalkan dia adalah ata…?” selak Kwangsoo.

“Hey, aku bertanya padamu. Dan kenapa kau membawa pistol?” Youngbae melihat pistol di samping celana  gadis itu yang kali ini hanya dibalas dengan herdikkan bahu.

“Hyung, jangan macam-macam dengannya.” Bisik Seungri di belakang telinga Youngbae.

“Kita tidak tahu siapa dia.” Youngbae mulai mengeluarkan pistol dari saku celananya dan bersiap menodongkan pistol.

“Sebaiknya kau ikuti apa yang dikatakan Seungri Hyung.” Bela Daesung.

“Yah! Kenapa kalian malah membela gadis ini, memang siapa dia sebenar…” belum sempat Youngbae menyelesaikan kalimatnya, tangan gadis itu sudah memelintir pergelangan tangan Youngbae yang memegang pistol dan menendang pistol itu dengan kakinya. Dara yang melihatnya sangat kaget. Jiyong bahkan tidak menyangka Youngbae yang tubuhnya paling berotot diantara ia dan Seunghyun bisa dikalahkan dengan mudah.

“Apa yang kau lakuk… OUWWWCHHH!!!”

Youngbae berteriak kencang sambil memegangi ‘senjata nuklir’nya yang baru saja ditendang oleh gadis bertopi tadi. Ia menahan sakit yang amat sangat dan jatuh terduduk dengan tangannya yang memukul-mukul lantai rumah sakit.

“KAUUUU..!! teriaknya pada gadis itu.

“Aku tak suka pria yang banyak bertanya.”

Gadis bertopi itu berlalu meninggalkan Youngbae yang masih terkapar di lanta dan berjalan meninggalkan ruangan. Sedangkan Dara dan Jiyong hanya bengong melihat kejadian yang berlangsung cepat tadi.

“Si-siapa dia?” tanya Dara memberanikan diri.

“Goo Hye Sun. Salah satu Inspektur senior wanita di departemen kami.” Jawab Kwangsoo.

“Dan putri dari Kepala Inspektur kami.” Daesung menambahkan.

“Sudah kubilang jangan macam-macam dengannya, Youngbae hyung. Tapi kau tidak mendengarkanku.” Ujar Seungri.

“Ouw-ouw-ouwcchhh…” Tidak ada satupun kata yang keluar dari mulut Youngbe.

“Lee Seungri, Kang Daesung, Lee Kwangsoo, kemari kalian!!” teriak gadis bertopi dari luar ruangan.

***

Jiyong POV

“Hey..”

Hal yang pertama kali kulihat saat pertama kali membuka mata adalah senyum Dara yang mengembang di wajahnya. Aku mengedipkan mata berkali-kali dan baru merasakan sakit yang teramat sangat di sekujur tubuhku. Seluruh tubuhku hampir penuh dengan perban.

“Kau tertidur hampir 8 jam lamanya.” Katanya. Aku mencoba bangun dari tempat tidur tapi Dara menahan tubuhku..

“Kau masih perlu istirahat Ji.” Katanya lagi.

Mungkin benar apa yang ia katakan, kepalaku masih terasa sakit. Bukan hanya sakit fisik yang kurasakan tetapi sakit yang lebih dalam daripada itu. Aku merefresh kembali ingatanku saat salah seorang pria berbaju hitam menodongkan pistolnya ke pelipisku. Mataku menatap tajam pada senjatanya. Pistol itu adalah salah satu barang bukti yang pernah kukumpulkan dari salah seorang penjahat beberapa tahun lalu. Kenapa pistol itu bisa ada padanya? Setahuku barang bukti itu sudah disegel dan dipindahkan ke brankas pusat dan tidak ada satupun yang tahu, kecuali kami para tim SWAT dan para kepala inspektur kepolisian.

Aku meletakkan tangan kiriku yang masih dibalut infus diatas keningku. Aku menutup mata berusaha menghilangkan pikiran yang berkecamuk dalam kepalaku dan berharap dugaanku itu salah. Apakah ada orang dalam yang terlibat? Itu tidak mungkin. Itu tidak mungkin. Dan kenapa ia mengincarku? Berkali-kali kuucapkan kata itu dalam hati tanpa sadar kepalaku ikut menggeleng.

“Jiyong, jiyong, kau kenapa?” Dara berupaya menyadarkanku dan memegang erat tangan kananku.

Aku membuka mata dan perlahan bangun dari posisi tidurku. Aku menatap wajah cantiknya yang mungil. Senyumannya meneduhkan gejolak hatiku yang tak karuan.

“Dara…?” tanyaku.

“Hmmm…?” Jawabnya.

“Urusan kita belum selesai.” Kataku sambil menarik tubuhnya jatuh dalam pelukanku dan tangan kiriku sudah bergerak ke belakang tengkuk kepalanya. Dara sedikit terperanjat dan menaruh tangannya di dadaku. Kami bertatap-tatapan cukup lama sebelum akhirnya tubuhnya mulai rileks dan kedua tangannya tak lagi tegang seperti tadi. Kedua matanya mulai terpejam. Aku mulai mendekatkan wajahku ke wajahnya dan bisa merasakan deru napas Dara. Bibir kami hanya berjarak beberapa senti lagi.

“Maafkan aku.”

Aku mulai menciumnya dengan hangat dan lembut. Aku ingin memastikan bahwa apa yang kurasakan saat ini bukan hanya sekedar perasaan yang timbul karena sesaat saja. Dara membalas ciumanku. Setidaknya untuk saat ini ia membalas perasaanku. Saat kami akan memperdalam ciuman,

BLAGGG

“Oops, maaf aku mengganggu acara bulan madu kalian. Tapi ada suster mencarimu Jiyong.”

Dara melepaskan ciuman kami dan wajahnya terlihat memerah. Aku menggeram kesal dan bersiap melempar vas bunga yang ada di sebelahku sampai sebuah sosok yang tak ingin kulihat datang membawa seikat bunga dan masuk ke dalam ruangan bersama seorang suster yang membawa kursi roda.

Daniel si Super Boo.

Mau apa dia kemari? Tak bisakah ia membiarkan Dara dan aku tenang? Damn it. Setelah pria berbaju hitam tadi menganggu kami, sekarang makhluk ini!?

“Op-oppa..” Dara menyapanya dengan tergagap.

“Oh hello Dara. Aku tak menyangka akan bertemu kalian dalam situasi seperti ini.” Sindir Daniel padaku. Kulihat Dara membetulkan rambutnya ke belakang telinganya menandakan bahwa ia sedang gugup.

“Apa maumu Daniel?” tanyaku sambil menaruh pergelangan tanganku ke pinggang Dara. Dara menoleh dan memberiku tatapan kagetnya.

“Aku mendapat kabar dari Inspektur Han bahwa kau tertembak setelah pulang dari restaurant kemarin. Jadi, bagaimana keadaanmu sekarang?”

“Aku baik-baik saja.” Aku tidak bisa mengatakan padanya bahwa tubuhku penuh dengan luka.

“Tuan Kwon, bisakah kau ikut denganku sebentar untuk pemeriksaan di laboratorium?” Suster itu bertanya padaku. Sebenarnya aku tidak mau pergi meninggalkan Dara dan makhluk pink ini tapi jika aku tidak pergi, lukaku tidak akan bisa sembuh dengan cepat.

“Baiklah, suster.” Suster memberikan kursi rodanya padaku.

“Dara, berhati-hatilah padanya.” Bisikku pelan padanya. Ia mengangguk.

“Jangan khawatir Jiyong, Dara akan aman bersamaku.” Ucap Daniel sambil menyodorkan pistol yang tersisip di pinggangnya.

***

Sandara POV

Setelah suster itu pergi bersama Jiyong, tinggal aku dan Daniel oppa di kamar ini. Aku tiak melihat Daniel oppa berbahaya. Dia tetap Daniel Oppa yang kukenal. Sepertinya Jiyong tidak perlu khawatir.

“Oppa, apa kau mau minum?” tawarku.

“No, thanks.” Ucapnya. Saat ia mengucapkan kata itu, aku melihat perubahan di raut wajahnya. Raut wajah ingin membunuh sama seperti pria berbaju hitam tadi.

Ia mengeluarkan pistol dari pinggangnya dan menarik-narik pelatuknya. Ia mendekatiku dengan perlahan hingga aku mundur beberapa langkah ke belakang.

“Sandara, kenapa kau mundur?” tanyanya masih memainkan pelatuk pistolnya.

“Op-oppa..?” kata-kataku tercekat di tenggorokan. Tubuhku sedikit gemetar dan mulai merasakan takut. Kulihat Daniel oppa mengacungkan pistolnya ke arah kepalaku.  Ia tersenyum sinis.

“Goodbye Sandara.”

***

 ……………………………………………….

– to be continue –

<< Back Next >>

80 thoughts on “THE PROTECTOR [8] : Trouble With The Boys – 2

  1. haa kan daniel jahat ?? jadi slama ini dia pria bercadar merah . aisshh jahatnya trus ada org dalam yaa yg mau ngincar jiyong? tapi siapa , aigoo sumpah crita ini trus buat aku mati penasaran

  2. Ya ampuuunnnn….
    Untuk kedua kalinya acara KI double S nya diganggu orang
    Hahaha
    Omo…dara mau ditembak???
    Daniel jahat ya
    Jiyong cepat kembali

Leave a comment