FATE [Chap. 6]

12346798_1016594028383065_2142506412_n

Author : dinasptvd

Main Characters:

Kwon Jiyong [26th] ; Sandara Park [28th].

Support Characters:

Dina Park [22th] ;Song Daehan [2th] ; Kiko Mizuhara [26th] ; Kim Jaejoong [26th] ; 2NE1 Members ; BIGBANG Members.

******

Note:

Hei, my beloved readers!

Sebelumnya mau respon komentar kalian nih, untuk spacenya sorry sebenernya udah ada Cuma entah waktu diposting itu semua menghilang T__T

Dan, untuk Kiko-chan. Rencananya aku ngga akan bikin dia antagonis disini hihi karena jujur dia adalah role model aku, aku menyukainya secara pribadi [tapi ngga kalo buat jd pcr Jiyong ya] jadi.. aku udh cukup ‘memantau’ dia dr beberapa acara tv Jepang. She’s so adorable and a cheerful person! Mungkin akan kubuat dia mendekati pribadinya yang asli.

Enjoy!

 

“Dara..”

Suara seraknya membuat nafas Dara tercekat. Ia pun menggenggam ponselnya lebih erat.

“Buka..pintumu.”

“M-mwo?”

“Hanya buka..pintumu.”

Mata Dara terbelalak sempurna karena terkejut. Tanpa berpikir panjang ia pun segera berlari kecil keluar dari kamarnya menuju ke pintu utama. Saat ia membukanya..

Kwon Jiyong dengan turtle-neck strips sweater black-rednya menatap Dara dengan raut wajah yang sulit dipahami. Tubuhnya basah kuyup. Berpegangan pada sisi pintu untuk menahan dirinya agar tetap berdiri tegak. Namun namja itu jelas sedang mabuk berat di hadapan Dara saat ini.

“Jiyong? Astaga kau, ada apa denganmu?” Dara dengan sigap menahan tubuh Jiyong.

Namja itu mendongak, menatap manik matanya lekat-lekat dan tersenyum samar.

“Dara.. bolehkah aku..mencintaimu?”

Itulah ucapan terakhir Jiyong sebelum segalanya berubah menjadi gelap beriringan dengan tubuhnya yang jatuh ke pelukan yeoja itu.

Dara terpaku, menatap namja yang tengah terkulai lemas menyandarkan dagu di pundaknya dengan mata terpejam. Kedua tangan kurusnya memeluk erat pinggang Jiyong untuk menjaga tubuhnya agar tetap berdiri tegak. Dara berkedip beberapa kali dan nafasnya tercekat, mencoba untuk mengulang kembali kata-kata yang didengarnya beberapa saat  lalu.

“Mencintaiku?” ucapnya pelan. Dan tanpa sadar tangannya bergerak menyentuh punggung Jiyong, kini ia benar-benar memeluknya.

“Kau…mencintaiku?”

Dara merasa Jiyong bergerak di pelukannya, sebuah isakan kecil terdengar dan membuat Dara segera melepaskan diri dan mendapati namja itu menangis. Seorang Kwon Jiyong yang hebat, menangis di hadapannya.

“Tidakkah kau menyadarinya, huh? Aku sangat..mencintaimu, Dara. Noona..Baby girl. 10 tahun..10 tahun i’ve been fucking damn inlove with you!Ara..?” suara Jiyong perlahan meninggi, bersama dengan butir air matanya yang mengalir keluar. Mata tajam Jiyong menatapnya lekat dan itu menunjukkan bahwa ia masih sadar.. meski Dara tau, Jiyong sedikit memaksakan dirinya.

Tidak sampai disitu, kini Jiyong mendekat. Menempelkan keningnya pada kening Dara dan menggenggam erat kedua sisi pundaknya.

Ia menghela nafasnya, memejamkan matanya lagi untuk mengatur detak jantungnya yang berdetak sangat kencang saat ini.

“Jiyong-a..”

“Aku tau kau tidak akan mungkin bisa melupakannya begitu saja. Aku tau kau begitu mencintainya. Aku tau, Dara.. Damn.. Tapi aku tidak bisa lagi menahan perasaan ini.. ini sudah lebih dari cukup.”

Dara terdiam, merasakan keheningan di antara mereka. Merasakan deru nafas Jiyong di hadapannya.. merasakan keseriusan dari setiap kalimat yang ia katakan kepadanya.. merasakan tatapan lembutnya yang memohon padanya.

“Beri aku waktu, Jiyong..hm?”

Yeoja itu menangkup kedua pipi Jiyong dengan lembut, lalu tersenyum samar.

“Kau tau ini tidak mudah bagiku.. jadi, bisakah kau memberi aku waktu?”

Suara hujan terdengar dari ruangan redup cahaya itu, menghiasi keheningan di antara mereka.

Jiyong tersenyum, menganggukkan kepalanya pelan tanpa sekalipun mengalihkan pandangannya dari Dara. “Gomawo..geurigo mianhae. Mian karena kau harus melihatku seperti ini. Mianhae..mianhae”

Air mata namja itu mulai mengalir lagi. Wajahnya yang basah kini nampak sedikit pucat, tubuhnya pun mulai menggigil. Ia kembali merasakan rasa pening di kepalanya sehingga membuat tubuhnya kehilangan keseimbangan.

“Jiyong?!” Dara segera membantunya berdiri, merangkul lengan kirinya dan membawanya perlahan menuju ke lantai dua.

Uh-oh. Hanya ada tiga kamar disini.

Kamar Dina Park, adiknya. Kamar Daehan, putranya. Dan…kamarnya sendiri. Dan Dara tidak memiliki pilihan lain..

***

Dina Park baru saja terbangun dari tidurnya. Oh…dia menyadari bahwa semalaman ia telah tertidur di atas meja tulisnya yang penuh dengan sketsa.

Jam di dindingnya menunjukkan pukul 06.30. Dan itu artinya ia harus segera membangunkan kakak perempuannya untuk menyiapkan sarapan, sedangkan ia akan membantunya untuk mengurus Daehan. Setelah merenggangkan tubuhnya sesaat, Dina bangkit dan berjalan keluar dari kamarnya.

“Hoam..tubuhku sakit sekali. Betapa pabo-nya diriku ini hingga lupa dimana tempat tidurku!” ucapnya sebelum mengetok pelan kamar Dara dan membukanya perlahan.

“Eon-“

HEOL……

THIS IS EPIC!

Kedua mata Dina Park terbelalak dengan sempurna setelah melihat pemandangan langka di hadapannya. Melihat kakaknya tengah tertidur lelap di sisi tempat tidurnya sendiri, dengan KWON JIYONG, BIGBANG LEADER, IDOLA TAMPANNYA yang bertelanjang dada berada di atas tempat tidur. Dan saling.. berpegangan tangan.

Kesadaran perlahan memasuki seluruh pikirannya dan dengan sangat semangat ia mulai berlari menuju kamarnya, mengambil ponselnya, lalu kembali dan segera mengabadikan moment indah itu.

SNAP! “Asssaaa! Ini adalah harta karun dan keajaiban dunia yang ke-8 bagiku. Mm,apa yang akan terjadi bila Bommie eonni dan yang lainnya tau tentang ini..” ucapnya sembari tersenyum, memainkan rambut pendeknya dengan jari telunjuk.

Hm, Dina memutuskan untuk tidak membangunkan kakaknya kali ini. Ia segera mencari secarik kertas dan pensil di sekitarnya lalu menuliskan beberapa kata, menempelkannya di balik pintu.

Berjinjit keluar dari kamar dan menutup pintunya perlahan dengan sangat hati-hati. Senyuman tulus menghiasi bibirnya. “Jiyong oppa, kuharap kau bisa membuat eonni bahagia selamanya.”

***

Lee Seungri nampak sedikit kesusahan saat melangkah memasuki butik bernuansa elegan pagi itu. Ia membawa sebuah boneka rilakuma raksasa dengan senyuman yang mengembang.

“Chaerin-aa, aigoo ini berat sekali.”

Seorang yeoja dengan seragam formal berwarna hitam menghampirinya, membungkuk hormat lalu menutupi mulutnya dengan tangannya yang mungil. “Omo! Seungri Oppa majayo?! Daebak.. do wanneyo?!” [kau datang lagi ya?!]

“Ah, ne..ne. Tapi bisakah kau kecilkan sedikit suaramu? Bukankah kita sudah pernah bertemu..” Namja dengan kacamata hitam dan rambut blondenya itu nampak sedikit panik karenanya namun segera dialihkan dengan senyuman.

“Aigoo, tapi aku tidak sempat menyapamu saat itu oppa! Jo, Lee Hayieyo, hanbonman selca jum..” [bisakah kita selca sekali saja..]

Sebelum Seungri menjawab kalimat itu, pintu ruangan Chaerin terbuka. Menampakkan sosok sang pemilik yang nampak sangat sexy dengan moschino crop top dan pencil skirt miliknya. Rambut silvernya dibiarkan terurai dan itu semakin menambah kecantikannya.

“S-seungri?”

Seungri yang dipanggilnya lantas tersenyum lebar, “Annyeong, Chae.”

Slurrrrp, Dina Park menyesap minumannya sambil mengawasi Daehan yang tengah bermain dengan Bobby di atas bar table. Sejak kejadian pagi tadi ia berinisiatif untuk mengurus keponakan tampannya dan membawanya kemari. Oh, lagi. Pandangan Dina berganti sesekali, dari Daehan.. lalu ke Bobby. Bila eonninya adalah seseorang yang setia, dongsaengnya adalah kebalikannya. Dina Park is such aflirt. Memang lebih pantas menjadi adik perempuan Seungri.

Bom berdiri di sisi Dina, mengusap rambut Daehan dan mencium seluruh wajahnya.

“Daehani ulge mandeulmyeon, eonni neo chukneunda~!” [bila kau membuatnya menangis ku bunuh kau, eonni!]

Bom hanya mengerling tajam namun kembali mencium keponakannya sekali lagi.

“Aish.. hanya buat milikmu sendiri, Bommie eonni!”

“Geurae,geurae.”

Dina Park mengerucutkan bibirnya dan tertawa, kemudian memandang ke depan. Ke arah namja dan yeoja yang mulai dapat disebut sebagai ‘calon-pasangan’ baru dengan kategori “serasi”.

Lovey-dovey, angeurae Bommie eonni?”

Bom mengikuti arah pandangnya lalu mengangguk. Lee Chaerin sahabatnya nampak begitu bahagia memeluk boneka besarnya yang diberikan Seungri untuknya dan terkadang pula tertawa menanggapi ucapan namja itu.

“Kurasa kalian semua adalah para jodoh BIGBANG.” Ucap Dina Park lagi. Membuat Bom menoleh, “Kalian semua? Hanya aku sejauh ini, dan mungkin sebentar lagi Chaerin. Siapa lagi eoh?”

“Oops..”

Bom memicingkan kedua mata barbie-nya. “Kau tau sesuatu, gejiii?”

Dina tersenyum licik. “Aaaaaani~”

“Marhae.. geunyang marhae, Dina-ya.” [Hanya katakan itu]

“Ogu~ Arasseo, eonni. Akan kuberitau satu hal mengejutkan karena aku tau kau berada di pihak yang sama.” Balasnya membuat Bom semakin penasaran dan melupakan sejenak makanan yang digenggamnya. Dilihatnya Dina Park tengah merogoh kantung celana dan mengeluarnya ponselnya, mengayunkannya di depan wajah Bom.

“Bukalah gallery-ku, eonni. Foto terbaru di sana akan membuat harimu terasa indah.”

Dengan tergesa Bom merampas ponsel itu dan melakukan apa yang harus ia lakukan.

Hana..

Dul..

Set..

“KYAAAAAH”

Seungri, Chaerin dan pegawai cafe seketika menoleh karena terkejut. Namun segera menggelengkan kepala mereka. Itu Park Bom. Dan berteriak adalah hobi utamanya.

“Aish, waeyo eonniiiii?!” ucap Chaerin.

“Igeo! Igeo! DAEBAK, Chaerin-a, Seungri-a!” Bom pun mendekati calon-pasangan yang tengah menatapnya penasaran itu, dan segera memperlihatkan apa yang baru saja ia dapatkan.

Chaerin dan Seungri menutup mulut mereka bersamaan, menahan masing-masing suara agar tidak terdengar padahal berteriak seperti Bom adalah hal yang sangat dibutuhkan setelah melihat foto itu saat ini.

“Mereka..”

“Bersama..”

“Tadi malam..?”

Ketiganya mengalihkan pandangan ke arah Dina Park, yang dijawab dengan anggukan singkat lengkap dengan senyuman nakal di bibirnya.

Bom tersenyum, dirinya merasa lega karena mungkin perlahan takdir akan membawa sahabatnya itu ke arah yang lebih baik.

“Mungkin inilah saatnya.” Ucapnya lirih, namun masih dapat didengar oleh Chaerin dan juga Seungri. Keduanya mengangguk dan turut tersenyum senang.

“Aku akan menceritakan ini pada Seunghyun!”

“Dan aku juga akan menceritakan ini pada Youngbae dan Daesung!” Seungri tertawa sembari meraih ponselnya.

***

April, 2009: 3 bulan setelah upacara penerimaan murid baru.

 

ParkSandara dan Park Bom baru saja keluar dari ruangan kepala sekolah setelah mengumpulan contoh aransemen lagu. Keduanya berjalan melewati koridor dan saling bergurau sepanjang jalan mereka ke arah kafetaria. Dara tertawa mendengarkan berbagai lelucon Bom di sampingnya, sesekali pula ia menyelipkan helaian rambutnya ke belakang telinga.

“Eonnideuuuuul!” Maknae mereka menyapa dari kejauhan, sambil menggandeng lengan Lee Chaerin yang hanya menguap malas di sampingnya.

“Kalian sudah menemui CEO? Bagaimana?” tanya Minzy.

“Itu bagus! CEO bilang lagu-lagu yang kami pilih sesuai dengan harapannya. Kurasa aku dan Dara tidak perlu lagi bingung memikirkan pentas kelulusan.” Bom terdengar sangat senang.

“Chukhae, eonnideul. Jjangiya!” kini Chaerin memainkan matanya ke arah Dara dan Bom, yang dibalas dengan sebuah pelukan erat dari keduanya.

Raut wajah yeoja berambut blonde keemasan itu berubah menjadi sedikit terganggu karena pada dasarnya ia adalah tipikal orang yang tidak terlalu menyukai ‘skinship’. Namun meski begitu ia tidak pernah mengeluh atas sikap mereka, Chaerin memang sangat mencintai ketiga sahabatnya.

Tiba-tiba saja terdengar riuh ramai para siswa yang kini berlarian menuju ke arah taman pusat. Semua murid nampak tergesa dan membuat keempat yeoja itu merasa penasaran.

“Jeogi? Mwusuniriya” tanya Chaerin pada salah satu namja.

“Oh, teman-teman Seunghyun seonbae sedang melakukan pertunjukan kecil. Kudengar mereka semua masih junior tapi skill mereka sangat mengagumkan.” Jawab namja itu, membuat mata Bom terbuka lebar.

“Maksudmu, Choi Seunghyun?”

Namja itu mengangguk, Chaerin segera mengucapkan terima kasih dan namja itu pun pergi.

“Kajja!” Bom melangkah mendahului ketiganya dan mereka pun ikut bergegas ke arah kerumunan murid tak jauh dari sana.

Dara berada di barisan paling depan setelah susah payah menerobos keramaian. Dengan ketiga sahabatnya, ia pun turut memandang sosok familiar yang kini tengah memainkan melodi-melodi indah melalui piano putihnya.

Dara terpaku.

Dia.. adalah namja yang pernah menolongnya beberapa minggu lalu saat akan terjatuh. Namja dengan kulit putih yang pucat di bawah matahari, rambut hitamnya yang kontras, bibir merahnya yang mengundang..

‘Tampan. Dia sungguh tampan.’ Ucap Dara di dalam hatinya.

“Wae, Dara-ya? Kau memandangnya seolah ia adalah seorang malaikat yang kau puja.”

“E-eo? Mm.. keu namja, nuguya?”

Bom menoleh, “Neo molla? Kim Jaejoong.. dulu dia murid di SM Hagyo. Salah satu SMA yang berada satu komplek dengan sekolah kita. Ah, Joongi bahkan pernah menolongmu. Aish, kau sangat cuek terhadap sekitarmu.”

Dara mengerucutkan bibirnya, dan kembali fokus pada permainan piano di hadapannya.

“Bethoven..”

Ucapan Dara membuat Bom tersenyum, “Kau tau, aku sering melihatnya diam-diam memperhatikanmu, Dara.”

“Mwo?”

“Hm, percayalah. Aku sangat sakti dalam menyelidiki seseorang. Bahkan, aku pernah melihatnya saat kau bernyanyi di kelas vocal beberapa hari yang lalu. Ia menatapmu sama seperti ekspresi yang tadi kau lakukan. Kurasa Joongi menyukaimu.”

“Joongi? Dan m-menyukaiku?”

“Aku hanya ingin memanggilnya dengan sebutan itu. Ya kurasa begitu. Joongi sangat pandai bermain piano, D.. kau terpesona, geji? Kudengar saat SMP dia banyak sekali memenangkan kontes di Eropa.”

Dara membentuk huruf ‘O’ dari bibirnya saat ia tau sedikit informasi tentang namja di hadapannya. Mengagumkan. Dan ia pun mengakui, bahwa Jaejoong begitu bersinar.

Kedua manik mata Jaejoong kini terarah padanya, namja itu menemukan keberadaan Dara. Tatapanya, caranya tersenyum.. membuat jantung Dara berdetak kencang. Sangat kencang. Sejak saat itulah, keduanya menjadi dekat. Berawal dari sentuhan saat menolongnya, berawal dari semburat merah jambu yang menghiasi pipi mereka kapanpun mereka bertemu, berawal dari kalimat-kalimat sederhana.. membawa keduanya pada kepastian. Mereka resmi berpacaran 4 bulan kemudian. Bahkan setelah Dara dan ketiga sahabatnya lulus dari akademi sekalipun, hubungannya dan Jaejoong tetap berjalan dengan baik. Hingga seiring waktu berjalan ‘Park’ berubah menjadi ‘Kim’ dan lahirlah putra mereka. Itu adalah hal yang sangat luar biasa.

Namun, Dara tidak ‘sempat’ menyadari arti kehadiran seorang Kwon Jiyong yang lebih dulu mencintainya, yang lebih dulu diam-diam mengamatinya dari jauh, yang diam-diam menangis saat melihatnya bahagia dengan sahabatnya sendiri, dan yang pada akhirnya belajar untuk merelakan. Karena memang sejak awal, ia memang sengaja untuk mengalah.

GASP.

Dara terbangun. Mimpi yang ia lihat masih terasa begitu jelas. Ia menyadari bahwa rentetan kenangannya sering sekali mengunjunginya dalam tidur. Ia berkedip beberapa saat ketika mendapati Jiyong di atas tempat tidurnya, mengerang pelan seraya membuka kedua matanya. “Nggh..Dara?”

“Kau sudah bangun?” ucapnya sembari menyentuh kening Jiyong dengan tangannya yang bebas, memeriksa suhu tubuhnya. “Hm, kau tidak demam.”

Sebenarnya Dara tidak dapat berbohong bahwa ia gugup. Tangan kirinya berada dalam genggaman namja itu namun anehnya, ia tidak merasa keberatan,

“Kurasa begitu. Aku baik-baik saja..” Jiyong berusaha bangun sambil memijat sisi kepalanya pelan.

Jam telah menunjukkan pukul 10 saat ini. Dara terkejut,pikirannya terarah padayeodongsaeng dan juga putranya. Ia pun melepas genggaman tangannya dengan Jiyong perlahan sembari tersenyum, “Kita kesiangan. Aku harus mengecek Daehan dan Dina.”

Saat berjalan menuju pintu, Dara menemukan secarik note tertempel disana.

‘Aku tidak tega merusak pemandangan. Akan kubawa Daehan ke butik dan tenang saja dia akan aman bersamaku sepanjang hari! Nikmati waktumu, eonni!’

Tulisan tangan Dina membuatnya tersenyum.

“Wae?” Jiyong telah berdiri di belakangnya saat ini.

“Dina bilang dia membawa Daehan ke butik Chae hari ini. Aigoo aku harap mereka makan dengan tepat waktu.”

“Mian, gara-gara mengurusku kau-“

“Aniya. Sudah seharusnya, mana mungkin aku membiarkanmu disaat kondisimu seperti itu, Jiyong-a.”

Keduanya diam dan saling menatap.

“Ini pertama kalinya.”

“Mwo?”

“..Pertama kalinya aku melihat wajahmu di pagi hari, Dara.”

Dara terpaku dan oh, tidak. Tatapan Jiyong membuatnya berdebar di pagi hari! Dan, dada telanjangnya… GULP. ‘DAMN OVARIUM! Berapa lama sudah kau tak tersentuh eoh?!’

“Gotcha.”

Jiyong mengeluarkan smirk-nya setelah menatap kedua mata Dara yang tengah mengamati tubuhnya dan.. oh apa dia baru saja menelan ludah?

“A-a-aku harus m-melepas bajumu semalam karena itu basah dan k-kurasa aku akan meminjamkanmu sweater oversized milikku. Jadi, ayo kita turun dan aku akan membuatkan makanan..untukmu.”

“Geurae? Gomawo.” balas Jiyong lagi sebelum keduanya bersama-sama keluar dari kamar menuju ke ruang makan.

Yeoja itu tidak sempat berbelanja banyak bahan makanan, lantas ia berpikir begitu keras apa yang bisa is siapkan sebagai late-breakfast mereka. Hingga akhirnya..

Dua Sandwich tuna dan juice kiwi telah terletak dengan manis di hadapan Jiyong.

“Sandwich?” Namja itu menatapnya dengan lembut.

“Hanya ini yang bisa kubuat saat ini. Kau..masih menyukainya, kan?”

Dilihatnya Jiyong tersenyum. “Tentu.”

Suasana hening dan canggung menyelimuti Dara dan juga Jiyong. Dara yang terus mengingat ucapan namja itu semalaman dan Jiyong yang menyadari kebodohan tingkahnya hingga ia harus menunjukkan sisi buruknya kepada yeoja itu.

5 menit..

10 menit..

“Jiyong-a-“

“Dara.”

Mereka mengucapkannya bersamaan, membuat nuansa canggung semakin kuat.

“Bicaralah.” Dara tersenyum.

….Jiyong menghela nafasnya, menghembuskannya perlahan, menunduk sesaat memikirkan kalimat yang akan ia katakan. Kalimat yang mungkin akan terkesan ‘nekat’ namun ia benar-benar tidak sanggup lagi menahan perasaannya.

“Dara.. maukah kau mendengarkanku?”

Yeoja itu terdiam beberapa saat, namun kemudian menganggukkan kepalanya.

“…aku, aku tau semalam aku sangat mabuk tapi.. aku serius dengan ucapanku. Aku mencintaimu, Sandara. Aku sangat mencintaimu. 10 tahun aku memendamnya dan merelakanmu karena kau terlihat begitu bahagia dengannya. Mungkin kau tidak memiliki perasaan yang sama denganku tapi aku benar-benar ingin kau tau bahwa aku, mencintaimu. Bisakah kau melihatku?”

Sandara Park tertegun, meremas ujung dress putihnya untuk mencegah kedua air matanya keluar.

“Wae? Kenapa kau mencintaiku, Jiyong? Itu akan lebih indah bila aku menemukanmu lebih dulu-“

“AKU. Aku menemukanmu lebih dulu, Dara. Tapi kau tidak pernah mengingatku bahkan setelah kita bertemu lagi di akademi 6 tahun yang lalu..”

Kening Dara berkerut, “A-apa..maksudmu, Jiyong?”

Namja itu berdiri dari kursinya dan berjalan mendekat, mendempet Dara hingga ia terpojok diantara dinding dan dirinya. Nafas mereka tak beraturan.

Hening..

“..2005년, kita bertemu pertama kali 10 tahun yang lalu. Di depan halte bus Mapo-gu. Kau tak sengaja terjatuh dan memungut buku-bukumu yang berserakan. Kau mengenakan pita rambut berwarna merah jambu dan ada permen lolipop besar di dalam tasmu. Kau bilang..itu pemberian dari dongsaengmu. Kau bilang.. dia memberikannnya agar kau selalu semangat…” ucap Jiyong lirih, menatap manik mata Dara dengan begitu dalam, berusaha untuk membantunya mengingat masa itu.

Dara mengerjap, butuh beberapa waktu sebelum ia harus mencari kenangan yang hilang di otaknya. Dan Jiyong tidak sekalipun berbicara di hadapannya, tetap menatapnya, tetap menunggunya untuk mengingat.

“Kau harus mengingatku. Karena aku yang lebih dulu menemukanmu, Dara..”

Kini suaranya nyaris seperti memohon, Jiyong lantas menutup kedua matanya dan menghela nafas panjang untuk kesekian kali.

Perlahan, rangkaian kenangan berputar di dalam kepalanya. Mengingat berbagai skenario sesuai dengan apa yang Jiyong katakan. Yeodongsaengnya, Dina Park.. memang suka sekali memberinya lolipop berukuran besar setiap ia akan berangkat sekolah. Dara selalu menyimpan permennya di bagian depan dan akan memakannya saat istirahat. Dara juga selalu berangkat ke sekolah dengan bus dan satu-satunya halte yang ditujunya adalah… halte di kawasan Mapo-gu. Meskipun dalam beberapa bulan terakhir menjelang ujian akhir, eommanya nekat mengantarnya setiap hari karena cemas ia akan kelelahan akibat pulang terlalu malam. Kursus dan aktifitas sekolahnya membuat Dara sering jatuh sakit.

Dara terus mengingat..dan mengingat.

Buku-bukunya yang berserakan, sepasang lengan yang menolongnya, namja dengan permen karetnya…

Mata Dara terbelalak dengan sempurna.

“Jiyong, kau..”

Namja di hadapannya mengerutkan kening. “Apa kau mengingatku sekarang?” yang dibalas dengan sebuah senyuman lebar.

“Kau, namja yang menolongku saat itu. Maaf aku samar mengingatnya karena itu sudah lama sekali tapi-” Sebelum Dara menyelesaikan ucapannya, tubuhnya telah dipeluk erat-erat. Kini dagunya bersandar di pundak Jiyong.

“God.. Aku senang sekali. Dara, gomawo..”

Dara tersenyum,”Mianhae Jiyong-a, mian karena baru sekarang aku mengingatmu.”

Jiyong menggeleng, melepaskan diri lalu menangkup pipinya. “Gwenchanha..”

Untuk beberapa saat pikiran Dara melayang entah kemana. Mengingat ucapan Bom kemarin malam,

“Look around. Cobalah untuk membuka hatimu..mungkin saja, sudah ada seseorang yang lain yang telah lama menunggumu untuk membukanya. Kau tau, kau telah menutupnya rapat-rapat. Tidakkah kau ingin..mencintai sekali lagi ng?”

Ia ingin. Ia ingin bisa mencintai seseorang sekali lagi. Dan Dara tau bahwa itu hanya dapat terjadi bila ia mau berusaha membuka hatinya.

“Jiyong..”

“Hm?”

“Tentang ucapanmu semalam.. tentang waktu yang kukatakan..”

Jiyong menatapnya intens, kekhawatiran nampak jelas disana.

“Aku pikir kita bisa mencoba untuk menjalaninya.” Dara tersenyum penuh arti. Sukses membuat jantung Jiyong berdegup begitu kencang dan kebahagiaan menguasai dirinya.

“J-jeongmal? A-apa itu artinya kita..?”

Dara mengangguk, menggenggam kedua tangan Jiyong.

Dengan cepat bibir Jiyong menyentuh bibirnya, memberinya kecupan singkat. Namun karena entah kenapa tubuh Dara tetap memilih diam, kecupan itu pun berubah menjadi sebuah ciuman. Ciuman yang berarti, ciuman lembut dengan penuh perasaan.Dara memeluk leher Jiyong, begitu juga dengan kedua tangan Jiyong yang melingkar di pinggangnya. Memeluknya, mempererat ciuman mereka.

Untuk pertama kalinya setelah begitu lama, Dara ‘menyentuh’ dan ‘disentuh’ oleh namja selain Jaejoongnya. Dan untuk kedua kalinya, ia merasakan senyuman seseorang menjadi begitu berarti  bagi dirinya.

Mungkin, takdir mulai menuntunnya pada Jiyong.

Mungkin ia memang diciptakan untuknya.

Dan mungkin, namja inilah yang akan menjadi kesempatan kedua untuknya agar dapat merasakan bagaimana rasanya dicintai begitu dalam..

Sekali lagi.

To be continued..

Next>>

30 thoughts on “FATE [Chap. 6]

  1. Duhh saya turut bahagia atas bersatu.y daragon ,,, chapter ini bikin terhura bgt,, mana ada adegan itu.y lagi hehehe ,mudah”an daragon ayem deh ,,,
    next keep fighting ya thor 🙂

  2. Omgggg kyaaaaaaaa akhirrr nyaaa daragonnn huhuhuhuuu bersatuuuu jugaaaaa, terharu bacanya 😢😗😗 Syukur deh ya kalau kiko nggak di jadiin antagonis disini, semogaa kiko nggak nimbulin masalah disini yaaa hehehhhe next chap thorrr fighting !!!! 💕

  3. Duh kapan ya kelanjutanya di post. Suka banget sama cerita ini
    Semoga takdir membawa jiyong dan dara bersatu bahagia selamanya baik di dunia fictions maupun di dunia nyata
    AMIN

  4. Finally…..seneng banget sampe bingung mau ngetik apa….
    Akhirnya mereka b2 bisa jujur dan memulai hubungan yg membuat satu sama lain nyaman

  5. huaaaa kebayang Dada seksi jiyong di tengah jalan. homaygahd aku butuh ovarium baruuu. aku nangis di awal, feelnya dapet banget.
    next chap!!! jjang jjang

  6. Ahhhhhh akhirnya Ji perjuangan mu gg sia” semua terbayar walau belum sepenuh nya seh tpi gpp semua kan butuh proses ^^
    ini para teman” ji Am Dara pada rempong semua , hahaha

Leave a comment