The King’s Assassin [6] : A Warning

TKA

Author :: silentapathy
Link :: asianfanfiction
Indotrans :: dillatiffa

Hehehe, sebelumnya saya bener2 minta maaf.. saya nggak ngebayangin akan selama ini akhirnya baru bisa update TKA ini.. tadinya saya mikirnya bakal bisa update dalam satu atau dua hari, tapi ternyata..
dari hasil poling kemarin mayoritas mintanya langsung update begitu proses translate selesai, jadi selanjutnya saya tidak akan menunggu sampai semua akar konflik dijelaskan untuk bisa posting..

~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~

 

“S-s-i-a-pa k-k-au???”

“Seorang pria tua seperti saya tidak perlu dikenal, Jeoha. Suatu kehormatan untuk bisa melayani calon Raja Joseon.”

Jiyong sedikit memiringkan kepalanya kekanan, mencoba melihat bocah kecil yang tadi baru kabur darinya, yang sekarang bersembunyi dibelakang si pria tua. Bocah kecil itu mengintip sejenak lalu buru-buru bersembunyi lagi saat tatapan mata mereka bertemu – menyadarkan Jiyong akan situasinya saat ini.

“Apa yang kulakukan disini?” tanya Jiyong sambil membenarkan pakaiannya bagian dalam. “Aku harus kembali kepada orang-orangku… Ayahku… apa—,”

“Mereka baik-baik saja.” kata pria tua itu tersenyum. “Saat ini, saya rasa mereka sudah sampai di istana dengan aman.” Tambahnya sambil perlahan berjalan mendekati Jiyong. Dia berlutut kemudian meraih tangan Jiyong, memeriksa luka dan memar yang terdapat disana.

“Aaaaah! Sakit! Yah!” Jiyong menepis tangan pria tua itu tapi sang pria tua memegangi tangannya dengan kuat, mencegah Jiyong bergerak.

Mata Jiyong terbelalak kaget. Perlahan dia menundukkan wajahnya memperhatikan wajah sang pria tua, dengan seksama memperhatikan tatapan kosong pria itu. Jiyong memiringkan kepalanya ke kanan dan pria tua itu melakukan hal sama. Jiyong memiringkan kepalanya ke kiri dan pria itu pun menirukan gerakannya. Jiyong berdecak lidah kesal, mencoba mengenyahkan pikiran bahwa pria tua dihadapannya sekarang ini buta. Dia mencoba menarik lepas tangannya, tapi tidak bisa. Tiba-tiba saja muncul ide dalam kepalanya. Jiyong baru akan menendang pria tua itu namun belum apa-apa serangannya sudah ditangkis sementara lengan kanannya menahan kedua pergelangan tangan Jiyong, erat  – hanya dengan satu tangan. Jiyong berniat melemparkan dirinya kearah pria tua itu, namun lagi-lagi tanpa banyak usaha keras pria itu berhasil menggagalkan apa yang akan Jiyong lakukan – kini kaki kanannya mendarat di dada Pangeran yang pasti sebentar lagi mengamuk.

“Aaaarrrghhh!!!”

Jiyong terbatuk akibat jatuhnya barusan dan setelah batuknya berhenti, dia hanya bisa mendelik pada pria tua itu – melihat kaki kotor pria itu berada diatas dadanya.

“Lepaskan kaki kotormu itu dariku, pria tua!”

“Aiyoo… padahal aku sudah menghormatimu. Tsk, tsk, tsk… kau sama sekali tidak punya sopan santun pada pria tua yang buta ini.”

“Apa yang—,”

“Menjauh, Master! Menjauh darinya! Anda bilang kepada saya kalau dia adalah naga dan dia akan segera menyemburkan api! Ppalli, Master! Dia bisa menghanguskan—,”

“Aww, hentikan ocehanmu itu Harang, aigoo!”

“Kubilang jauhkan kaki kotormu itu dariku! Yaaah!!!”

“Tsk… temperamen buruk.”

“AAAACCKK!!” Jiyong meringis kesakitan saat pria tua itu mendorongka kembali ke kasur dengan kakinya.

“Paling tidak belajarlah caranya berterima kasih. Kurasa, Raja perlu mendidikmu dengan lebih keras, ehh?”

**

Pagi yang cerah dan Chaerin sedang berada di halaman belakang, melambaikan tangannya sambil mengumamkan sebuah lagi. Saat dalam perjalanan pulang kemarin, dia melihat sekelompok gisaeng menampilkan sebuah tarian dan dia tidak bisa untuk tidak terpesona pada keindahan mereka.

Dia selalu mengagumi seni – lukisan, puisi, sulaman, musik.. walaupun ayahnya sering memarahinya, dia sangat suka menari. Dia ingin kemampuannya bisa membaik dan dia kerap kali menyusup keluar untuk melihat pertunjukan para gisaeng – meski nantinya orang tuanya akan marah jika dia sampai ketahuan.

Dan hari ini, dirinya bebas melakukan apapun yang dia inginkan. Ibunya sudah pergi ke toko mereka di kota dan ayahnya baru saja pergi ke istana karena sebuah panggilan penting.

Chaerin tersenyun senang sambil terus terbuai dalam musik di kepalanya, dia melenggokkan tubuhnya dalam iramanya sendiri. Dia berputar dan menggerakkan kaki tangannya dengan gemulai. Masih dengan mata tertutup, dia mendesah lega tanpa menyadari sepasang mata menatapnya lekat dalam setiap gerakan.

KRAK!

Mata Chaerin langsung terbuka lebar mendengar suara dahan pohon yang patah.

KRAK!

BRUK!

Dia berbalik begitu mendengar suara gedebuk keras diatas tanah dan dia matanya hanya bisa membulat lebar karena kaget, tangannya langsung menutupi mulutnya.

“Unnie!!!’ Chaerin langsung berlari menghampiri sosok yang sedang berusaha berdiri dari tanah. “Ada apa denganmu?! Sejak kapan kau belajar memanjat pohon! Aisht!”

Chaerin berlutut di tanah untuk mengecek keadaan ‘unnie-nya’, namun dia terkesiap kaget begitu membuka mantel yang menutupi orang itu.

“Ouuuccchhh!!!”

“A-a-a-pa yang kau…” Chaerin kehilangan keseimbangan dan jatuh terjengkang sambil menutup mulutnya. Pipinya memanas dan merona karena malu.

“Aisht! Aku minta maaf! Noona memintaku untuk menjemputmu, tapi aku ada kelas hari ini! Aku sampai harus kabur dari rumah dan pelayanku, jadi noona memintaku memakai ini! Ini sangat memalukan!” kata Sanghyun menendang ke tanah. Dia lalu menggaruk kepalanya kemudian membersihkan tangannya yang kotor dari tanah sebelum akhirnya mengulurkannya pada Chaerin.

Chaerin tidak bisa berkata-kata. Mulutnya terbuka lebar dan dia tidak bisa berhenti berkedip, masih tidak percaya Sanghyun baru saja memergokinya melakukan hal memalukan – untuk kesekian kalinya.

“Yah…” kata Sanghyun menyadari kebisuan gadis itu. “Jangan cemas. Aku… aku tidak melihat apapun.” Sanghyun tertawa sambil menundukkan badannya, menyejajarkan pandangan dengan gadis yang tak bisa berkata-kata itu.

“Kau… kau… melihat…”

“Aku tidak melihat apapun… well… yeah. Aku tidak melihat apapun.” Katanya sambil mengulurkan jari kelingkingnya, senyuman lebar terpasang diwajah pemuda itu.

Chaerin ternganga menatap Sanghyun. Lalu kemudian gadis itu mendengus, memukul kepalanya sendiri, tidak bisa mempercayai ketidakberuntungannya karena pemuda ini selalu melihatnya melakukan hal-hal memalukan.

“Kau tidak melihat apapun, arasso?” kata Chaerin, mengaitkan jari kelingkingnya pada kelingking Sanghyun. Pemuda itu hanya tersenyum dan mengangguk.

“Kenapa tadi unnie ingin bertemu denganku? Apa ada masalah?” tanya Chaerin, menerima uluran tangan Sanghyun dan membiarkan pemuda itu menariknya berdiri.

“Kurasa sebaiknya kau bertanya langsung padanya…” jawab Sanghyun sarat dengan nada sedih.

“Wae? Apa ada yang serius? Dimana dia?”

“Dia mengurung diri di kamar. Dia tidak bisa keluar karena matanya bengkak seperti disengat lebah. Noona terlihat mengerikan. Lebih dari itu… dia benar-benar punya masalah.”

“Apa yang kita tunggu lagi? Ayo pergi!”

“Semoga saja orang rumah tidak ada yang melihatnya. Atau aku dalam masalah. Aisht!” kata Sanghyun sambil kembali mengenakan jangot noona-nya, membuat Chaerin terkekeh.

“Ini cocok untukmu, Sanghyun-ah. Kau terlihat manis.”

“Berhenti menggodaku!”

“Tapi ini memang cocok untukmu, chincha!”

“Chaerin!”

“Kau terlihat cantik, Sanghyun-ah.”

“AISHT!!!” Sanghyun mendelik pada Chaerin, namun langsung menyeringai begitu mengingat sesuatu.

“Kenapa kau mengikutiku kemarin, huh? Aigoo… well aku akan membiarkan soal itu… kau menari dengan baik hari ini… kau harus menunjukkan tarian itu padaku padaku lain kali. Hahaha!!!”

“Sanghyuuuun!!!”

**

“Appa!!! Appa Mama!!!” Bommie menangis sambil berlari menghampiri sisi ayahnya. “Appa… apa Anda baik-baik saja? Jiyong? Bagaimana dengan Jiyong?”

Raja hanya bisa mengepalkan tangannya erat merasa sedih. Masih segar dalam ingatannya, tentang kejadian semalam. Malam dimana mereka diserang oleh para bandit itu. Meskipun pasukannya dilengkapi dengan senjata, namun mereka kalah jumlah.

Dia benar-benar putus asa.

Sebagai seorang ayah, dia hampir saja tidak bisa menyelamatkan putranya sendiri.

“Kembali ke kamarmu.”

“Appa, apa yang terjadi? Dimana Jiyong?”

“Bawa dia kembali ke kamarnya.” Perintah Raja kepada para dayang istana, dirinya bisa merasakan putrinya tidak akan segera patuh. Dirinya perlu segera mempersiapkan dirinya untuk menghadapi para pejabat dan melihat putrinya merasa cemas seperti ini justru semakin membuatnya merasa terbebani.

“Appa! Saya perlu tahu dimana saudara saya! Apa dia terluka? Apa dia baik-baik saja? Dia tidak ada di kama—,”

“KUBILANG KEMBALI KE KAMARMU DAN JANGAN DATANG KEMARI KECUALI KUMINTA!!!”

Bom menutup mulutnya karena kaget dan rasa takut. Untuk pertama kalinya dalam hidupnya, dia mendengar ayahnya sendiri meninggikan suara kepadanya.

Raja baru saja menyadari apa yang dia lakukan. Pikirannya sudah penuh dengan kecemasan akan keadaan putranya dan apa yang dia tahu tentang kejadian semalam semakin membuatnya khawatir.

Dia melangkah maju untuk menenangkan putrinya, namun Bom buru-buru melangkah mundur. Raja hanya bisa menatapnya, mata putrinya sudah digenangi oleh air mata, tangannya masih menutupi mulut.

“Putri… aku…”

Bom menggelengkan kepalanya dan berbalik dari hadapan Raja lalu mendorong para pelayan menjauh. Dia berlari, secepat mungkin dan tanpa disadari, dia telah sampai di gerbang timur.

Dia terus berlari dan beralri, tidak bisa mengerti kenapa ayahnya berteriak kepadanya untuk pertama kalinya padahal yang dia lakukan hanyalah merasa peduli. Dia baru akan melewati gerbang penghubung saat dia menyadari seorang gadis muda berlari kearah berlawanan dengan sebuah mangkuk ditangannya. Gadis itu berhenti dan meletakkan mangkuknya di tanah, kemudian dia meraih celemeknya dan mengusap wajahnya. Juga menghapus air matanya, Bom berjalan mendekat perlahan kearah si gadis, gadis itu memunggunginya. Dia baru akan memanggilnya, namun telinganya menangkap gadis itu terisak. Tak berapa lama, gadis itu kembali berlari dan Bom tidak bisa lepas dari aroma yang tertangkap oleh hidungnya.

“M-m-akanan…” katanya sambil kembali mengendus. Perlahan kakinya melangkah kearah gadis itu tadi pergi, hingga akhirnya dia sampai ke tempat dimana aroma lezat itu berasal.

“Kandang babi???” matanya melebar namun terus saja mengikuti instingnya. Tak lama, dia kembali bisa mendengar isakan.

“Selalu saja seperti ini, chingu. Wae?” kata Minzy menghapus air matanya, berbicara kepada sekelompok babi yang sudah dianggapnya sebagai teman. “Kurasa sebaiknya aku meminta Lady Han untuk memindahkanku ke departemen rumah tangga. Tapi otteoke?”

“K-k-k-au kenapa?”

Minzy langsung menegakkan badannya begitu mendengar suara itu. Dia menghapus air mata di wajahnya dengan lengan baju dan meletakkan mangkuk yang dibawanya ke tumpukan jerami.

“Y-y-ang… Y-y-ang…” Minzy tidak bisa berkata-kata. Tidak pernah dia bertemu dengan sang Putri sebelumnya. Ini adalah, ini adalah kali pertama dia berada sedekat ini dengan Putri.

“Yah!”

“Mianhe, Yang Mulia!” MInzy langsung membungkukkan badan begitu dia tersadar. Dia berdiri dengan kepala tertunduk dalam, menantikan luapan kemarahan.

“Berapa usiamu? Siapa namamu?”

“Saya berusia dua belas tahun, Yang Mulia… nama saya Gong… Minzy.”

“Gong Minzy…” Bom menganggukkan kepala dan berjalan mendekat. “Apa yang kau lakukan disini? Bukankah seharusnya kau berada didapur?”

“Maafkan saya, Yang Mulia! Tapi Lady Choi meminta saya membuang makanan yang telah saya masak. Maafkan saya karena sudah membuang-buang makanan. Saya benar-benar minta maaf. Saya mohon, jangan hukum saya.” Kata Minzy dengan terus menggosok-gosokkan tangannya.

“Apa yang kau bicarakan? Aku tidak punya urusan dengan dapur dan urusan disana! Aku kemari karena…” kata Bom sambil melirik mangkuk yang berada diatas tumpukan jerami. “Aku melihatmu berlari membawa itu. Uhh itu makanan, kan? Apa itu?” tanyanya menunjuk ke mangkuk.

Minzy perlahan mendongakkan kepalanya dan mengikuti arah yang ditunjuk oleh Putri. Dia kemudian mengambil mangkuk itu. “I-i-ni?”

“Apa ada yang kelihatan seperti makanan disekitar sini selain itu? Apa kau pikir aku ini manusia kanibal yang akan memakan babi hidup-hidup?”

“Mianhe… mianhe Putri!”

“Lalu apa itu? Jawab aku!”

Minzy langsung membuka tutup mangkuk, yang langsung membuat aroma yang sangat menggugah selera terkuar disekitar mereka, membuat mereka lupa dimana mereka berada sekarang, dan Bom menelan ludah. “Ini adalah sarapan yang saya masak… omelet keju dan jagung, Yang Mulia.”

“Ja-ja-gung dan keju??? Dalam omelet???”

“N-n-eh…”

“Berikan itu padaku!”

“Aniyo, Lady Choi bilang rasanya menjijikkan! Saya tidak berani memberikan makanan seperti ini kepada Anda.”

“Yah, kubilang, berikan itu padaku!”

“Yang Muli—,”

Minzy kehilangan kata-kata karena Putri sudah merebut mangkuk dari tangannya dan mengendur isinya. Tidak puas, Bom langsung merobek sepotong kecil dan memakannya – membuat Minzy terkesiap kaget.

“Omona! Saya mohon jangan—,”

“SHHHHH!!! Diam.” Kata Bom kembali merobek sepotong.

“Tapi…”

Bom terus memasukkan makanan itu sesuap demi sesuap – dia sudah duduk diatas tumpukan jerami – memakan makanan itu tanpa ingat akan hari esok, Minzy hanya bisa ternganga melihat hal itu. Tapi kemudian air mata mulai menggenangi mata sang Putri.

“Aisht! Aku tidak mengerti kenapa beliau harus membentakku!” kata Bom disela-sela isak tangaisnya, sambil terus mengunyah omelet. “Aku melewatkan sarapanku hanya untuk bertemu dengan beliay! Apa appa tidak tahu itu adalah pengorbanan besar untukku? Tapi aku melakukannya! Aku melewatkan waktu makanku hanya untuk melihat Jiyong di kamarnya dan menemui appa, tapi appa malah membentakku! Apa beliau tidak ingin melihatku? Kenapa? Apa karena seorang Putri sepertiku tidak ada gunanya? Karena seorang Putri sepertiku tidak berharga seperti Putra Mahkota???? Hmp!!!” Bom menghentak-hentakkan kaki– mencurahkan isi hatinya, sembari memasukkan suapan yang lain.

“Yang Mulia…”

“Makan!”

“Bwoh?”

“Ini enak. Cobalah. Makan bersamaku.”

“Ani…”

“KALAU KUBILANG MAKAN, KAU HARUS MAKAN!!!”

“NEH!!!”

Minzy langsung duduk dihadapan Putrid an menyuapkan makanan kedalam mulutnya. Sesaat kemudian mereka berdua sudah sibuk makan tanpa saling berkata-kata apapun. Satu-satunya suara yang terdengar diantara mereka adalah… sendawa keras dari Putri.

“Aiyoo… rasanya sangat lezat!” kata Bom sambil mengelus perutnya. “Yah, tadi siapa namamu?”

“G-g-ong M-m-inzy…”

“Minay, rahasiakan hal ini, arasso?”

“Y-yeh… Yang—,”

“Ayo kita kembali bertemu disini besok! Aku akan menyusup keluar dari kamarku dan saat aku sampai, kau sudah harus berada disini, siap dengan makanan, arasso?”

“Kenapa Anda tidak meminta saja kepada—,”

“Aiyoo! Masakan mereka tidak enak! Jangan khawatir, aku akan meminta Omma Mama untuk mempromosikanmu sebagai juru masak pribadiku, Kekeke. Kau sangat pandai huh… kau ini masih muda tapi aku suka masakanmu. Sederhana dan lezat.” Puji Bom bangga.

“GONG MINZYYYYY!!!”

“OMONA!” Minzy terkesiap. “Yang Mulia, saya harus pergi! Lady Choi pasti sedang mencari-cari saya sekarang!” katanya sebelum membungkukkan badan kepada sang Putri.

“Annyeong! Sampai ketemu lagi besok!” kata Bom, tiba-tiba sudah lupa pada alasannya sampai berada jauh di tempat itu.

Tak lama, dia berjengit mendengar suara dengus babi disekitarnya.

Lalu dia tersadar.

“KYAAAAAAH!!! GWAAAARK!!! SIAL!!! AKU MAKAN DIDALAM KANDANG BABI!!! GWAAAAARRRK!!!”

**

“Aku tidak menyangka hal ini akan terjadi secepat ini.” Menteri Jung menggelengkan kepalanya sambil membenarkan ikat pinggangnya, berjalan berdampingan dengan Penasehat Park dan Profesor Lee.

“Aiyoo… untung saja kita segera mengetahui tentang masalah ini. aku berharap Putra Mahkota baik-baik saja.” kata Professor Lee.

“Aku mencemaskan tentang semua ini. Kita semua haruslah kuat, khususnya Raja.” Kata Penasehat Park, mempercepat langkahnya.

“Jadi dimana aku harus menunggu kalian?” tanya Professor Lee.

“Di ruang kerja Raja. Kurasa pertemuan ini tidak akan lama.” Kata Penasehat Park, kemudian dia berbelok kekanan menuju ke balai pertemuan bersama dengan Menteri Jung.

**

Menteri Choi menguap dan mengipasi wajahnya dengan bosan, sembari mereka menanti kedatangan Raja di depan balai pertemuan yang berada di tengah istana. Semua jajaran menteri dipanggil untuk berkumpul disana dan semua orang saling bergumam dan bertukar pendapat tentang kenapa mereka dipanggil.

“Aiyooo… Tsk. Tsk. Tsk… aku penasaran apa tujuan pertemuan kali ini.” Wakil Penasehat Kerajaan berkata sambil menggelengkan-gelengkan kepalanya.

“Yeah, kudengar Raja dan Putra Mahkota pergi ke Provinsi Utara kemarin dan mereka medapat serangan!” bisik Wakil Penasehat Kerajaan yanglain. “Itulah yang kudengar. Tidak ada yang berani berkata apapun.”

“Menteri Lee, kau kelihatan gelisah. Tenanglah. Tenangkan dirimu.” Menteri Choi berkata kepada Menteri Lee.

“Menteri Choi, aku mendengar mereka diserang semalam. Itu artinya Raja sudah tahu tentang penggulingan hakim!” kata Menteri Lee kepada Menteri Pertahanan.

“Oh… aku mendengar berita itu. Tsk. Tsk. Tsk.” Kata Menteri Choi sambil menggeleng-gelengkan kepalanya.

“Jangan berpura-pura tenang dan tidak bersalah, Menteri Choi. Kita berdua sama-sama tahu kalau kaulah yang memintaku untuk mengajukan tuntutan sehingga kita bisa menyingkirkan dia—,”

“Kusarankan, kau harus mengubur itu didalam kepalamu dan melupakannya seiring berjalannya waktu, Menteri Lee.”

“Kalau aku sampai mendapatkan hukuman karena hal ini, akan kupastikan aku membawamu serta bersama—,”

“Aku tahu kau tidak akan berani.” Menteri Choi memperingatkan rekannya. “Kau tidak akan mengatakan apapun… bahkan tidak sepatah kata pun, arasso?”

“Selamat pagi.” Penasehat Park, Kepala Penasehat Kerajaan berkata sambil memasuki ruangan bersama dengan Menteri Jung dari Kementerian Pajak. Semua pejabat berdeham saat Kepala Penasehat Kerajaan berjalan melewati mereka menuju ke barisan depan.

“Oh, selamat pagi, Penasehat Park.” Kata Menteri Choi tersenyum, yang hanya dibalas dengan sebuah anggukan. Menteri Jung menempatkan dirinya disebelah Menteri Lee tapi sang Menteri Keadilan hanya berdeham dan mengalihkan pandangan.

Tepat ketika itu, pintu utama terbuka menunjukkan sang Raja yang wajahnya tidak menunjukkan emosi apapun. Dia berjalan melewati karpet merah menuju ke kursi tahta-nya dengan penuh kemegahan, membuat ruangan sunyi seketika.

“Jusang Jeonha!” seru para pejabat itu serentak sambil berlutut dan membungkukkan badan dihadapan Raja. Sang Raja menatap mereka semua yang masih bersujud diharapannya. Sebuah senyum pahit tergaris di bibirnya, menahan diri untuk tidak langsung menghukum semua orang yang diduganya menjadi dalang penyerangan perjalanannya kemarin.

“Betapa menyenangkannya melihat kalian semua bersujud dihadapanku dengan penuh penghormatan. Aku mengagumi rasa hormat kalian.” Raja Hyunsuk berkata sebelum duduk di tahtanya. Para pejabat itu akhirnya mengangkat kepala mereka dan duduk diatas lantai.

“Ya, aku jelas mengagumi rasa hormat kalian… tapi aku jelas lebih menghargai kesetiaan dan kejujuran diatas sehalanya.” Kata Raja Hyunsuk penuh makna membuat Menteri Choi menaikkan alisnya, menunggu sang Raja melampiaskan kemarahannya dalam waktu dekat.

“Suatu kebanggaan bagi kami untuk berada dihadapan Anda dan memberikan penghormatan kepada Anda, Jeonha.” Kata Menteri Choi.

“Oh, kureyo?” Raja memiringkan kepalanya dan tersenyum. “Hmm, terima kasih Menteri Choi. Kupikir… berapa luas tanah yang harus kuberikan padamu karena pernyataanmu itu?”

“Ani, Jeonha. Hamba tidak membutuhkan—,”

“Kau pasti sudah mendapatkan banyak.”

“Y-y-eh, Jeonha?”

“Aiyoo… maksudku, kau pasti sudah memiliki harta berlimpah sekarang ini jadi kau tidak mau menerima hadiah lagi, apakah aku benar?”

“Jeonha—,”

“Disisi lain… karena kalian semua sudah memiliki banyak harta, dan karena aku yakin bahwa kalian akan percaya dengan keputusanku, aku akan memberikan sebagian dari gaji kalian kepada penduduk di Utara. Aku melihat mereka terbelenggu kemiskinan, bahkan para saudagar mulai merugi. Tidak ada makanan, rumah kebakaran, sawah dan ladang rusak. Semuanya berkat hakim YANG BARU. Aku penasaran bagaimana bisa seorang hakim baru bisa mendapatkan posisi itu, yang mana seharusnya – seingatku – adalah milik seseorang yang kutunjuk secara langsung.” Kata Raja tersenyum penuh arti membuat Menteri Lee dan Menteri Choi saling berpandangan bingung. Mereka membayangkan Raja akan sangat marah, namun sekarang justru Raja berkata dengan penuh percaya diri tanpa ada indikasi memendam kemarahan dan dendam apapun.

“Ngomong-ngomong, aku akan terus memberi perhatian kepada Provinsi Utara, sementara Keluarga Kerajaan mempersiapkan pengiriman hondam kepada keluarga calon Putri Mahkota.”

Ruangan dipenuhi oleh gumaman dan bisikan dari para pejabat yang sudah bisa menebak keluarga mana yang telah dipilih. Tebakan mereka semua sama – mengarahkan tatapan kearah Penasehat Park.

“Aku yakin, hanya itu yang perlu kusampaikan sekarang.” Kata Raja sekali lagi kemudian berdiri dan berjalan menuruni tahtanya. Dia sudah setengah jalan menuju ke pintu saat dia kembali berbalik menatap para pejabatnya.

“Oh, aku hampir lupa… anakku… Putra Mahkota sedang berlibur. Dia akan segera kembali kapanpun sebelum waktunya napchae.” Kata Raja sebelum akhirnya berjalan keluar balai pertemuan.

“Bagaimana rasanya, Penasehat Park?”

Penasehat Park berbalik dan langsung menemukan ekspresi gelap menaungi wajah Menteri Choi.

“Neh?”

“Bagaimana rasanya begitu tahu putrimu akan menjadi calon Ratu dari Joseon? Aiyoo… kau benar-benar akan sangat berkuasa.”

“Maafkan aku Menteri, tapi aku sama sekali tidak mengerti apa yang kau bicarakan. Permisi.” Katanya kemudian mengikuti Menteri Jung keluar dari balai pertemuan.

“Aisht… kau beruntung karena aku tidak memiliki anak perempuan.” Kata Menteri Choi sambil membenari topinya, kemudian keluar, menuju ke kediaman Ibu Suri.

**

“Hei,” kata Seunghyun sambil duduk disebelah Yongbae yang sedang membaca buku dibawah pohon.

“S-s-unbaenim…”

“Kenapa kau gemetaran begitu? Aigoo! Aku tidak akan memakanmu. Dan kenapa kau bicara formal begitu? Kau biasanya memanggilku hyung. Yah!”

“Ani… hanya saja… apa yang sedang kau lakukan disini?”

“Hmm…” Seunghyun bergumam mencoba memikirkan jawaban yang tepat. Dia menyandarkan punggungnya di batang pohon dan menekuk sebelah kaki, mencoba mencari posisi duduk yang nyaman. “Bilang saja, aku merindukanmu.”

“H-h-yung…”

“Yah!” bentak Seunghyun mendelik kepada Yongbae. “Kalau kau sampai kembali salah paham dan menyebarkan berita aku menjadi seorang hyung dan sunbae yang tergila-gila padamu, aku serius akan akan menggunakan semua kemampuanku untuk menendangmu keluar dari sekolah ini, arasso? Pscht.”

“A-a-ni… aku tidak pernah seperti itu. terakhir kali saat kita dipanggil oleh professor, aku tidak tahu apa yang harus kukatakan karena aku menutup mulut. Aku tahu beberapa teman seangkatanku membenciku. Untuk alasan apa, aku tidak tahu. Maaf karena sudah melibatkanmu dalam hal ini.”

“Chincha? Kau tidak menyebarkan rumor itu? Yah, lihat ini. Aku sampai dipukuli oleh ayahku sendiri karena rumor itu. Lihat aku. Lihat wajah tampanku, huh. Lihat… lihat otot-otot ini… aku punya otot. Apa menurutmu aku memiliki penyumpangan orientasi seksual? Oh ayolah! Hanya karena aku bersikap baik dan mau berteman denganmu… aisht!”

“Maafkan aku sunbae, maksudku… hyung.”

Seunghyun kembali duduk dan mendesah. “Aku tidak punya banyak teman, Yongbae-ah. Aku mungkin memang bersikap seperti pria cerewet, tersenyum kesana kemari, bercanda,dan sebegainya; tapi orang-orang yang benar-benar dekat denganku hanyalah Jung Ilwoo, dan Park bersaudara. Faktanya, kadang-kadang aku lebih merasa dekat dengan mereka dibandingkan dengan keluargaku.” Kata Seunghyun dengan tertawa.

“Ah… ayahmu pasti seorang yang sangat keras, hyung.” Kata Yongbae sambil menutup bukunya dan kemudian meletakkannya disamping. “Tapi aku tahu dia hanya menginginkan yang terbaik bagimu.”

Seunghyun mendengus dan mengalihkan pandangan. “Yang terbaik untukku? Mungkin lebih tepat yang terbaik untuknya. Dia hanya peduli pada kekuasaan dan status sosial yang membuatku kadang-kadang merasa malu karena telah menjadi anaknya. Aku tidak pernah bertemu dengan pria yang lebih serakah dan ambisius darinya. Itulah kenapa aku sangat mengagumi Keluarga Park dan Keluarga Jung. Meskipun aku tidak bisa mengatakan hal yang sama tentang Profesor Lee. Kurasa dia sangat membenciku.”

“Jangan bilang begitu hyung. Kau salah satu siswa teladan disini. Aku yakin Profesor Lee pasti memiliki alasannya tersendiri tentang sikapnya padamu itu.” kata Yongbae mencoba meyakinkan.

Seunghyun tersenyum dan menatap pria berwajah lembut itu. Tidak butuh orang jenius atau seorang shaman untuk menebak kepribadian pria ini.

“Kau seorang pria baik, Yongbae-ah. Saat kita sudah lulus dari sekolah ini, pastikan kau memilih sisi mana yang akan tuju.” Nasehat Seunghyun.

“Neh, hyung. Terima kasih atas nasehatmu.”

“Jadi, sampai bertemu di kamar kita?”

“N-n-eh, hyung.”

“Kembali berteman?”

“N-n-eh…”

Seunghyun mengulurkan tangannya kepada Yongbae yang langsung menerimanya, beberapa bisikan langsung kembali terdengar.

“Omo, mereka kembali bersama!”

“Seunghyun sunbaenim pasti sangat menyukai Yongbae! Aigoo… saat kupikir lagi sekarang, berarti sudah ada Ilwoo sunbaenim dan dia!”

“Yah, berhati-hati dengan ucapanmu, Menteri Pertahanan bisa memotong lidahmu!”

Seunghyun mengerutkan keningnya mendengar bisikan-bisikan itu lalu menyeringai pada Yongbae.

“Biarkan saja mereka, dongsaeng.” Katanya lalu merangkul bahu Yongbae dengan sebelah tangan. “Kadang lebih baik untuk menjadi yang lemah… menjadi orang rendahan di mata mereka. Dan saat mereka selesai dengan ejekan mereka, kejutkan dengan apa yang telah kita dapat.” Katanya mengedipkan sebelah mata lalu berdiri dan memrapikan pakaiannya.

Yongbae mendongak menatap wajah muram Seunghyun. Dia melihat sunbae-nya itu mengeraskan rahang sebelum memaksakan sebuah senyum lebar. Perlahan Seunghyun berjalan menjauh dan tidak lupa melambaikan tangannya kepada para penggosip itu.

“Pria yang aneh… hyung terkadang benar-benar mengerikan. Aiyoo.” Kata Yongbae sambil mencengkeram dadanya.

**

“Aku tahu itu! jadi searang, Menteri Lee berada disisi Menteri Choi.” Kata Profesor Lee sambil berjalan mondar-mandir.

“Ini sulit dipercaya! Aku tidak menyangka dia akan mendengarkan si tua Choi itU! jeonha, apa yang harus kita lakukan? Negara belum siap untuk perubahan. Kita masih belum mengamankan Provinsi Selatan, meskipun setidaknya penduduk disana tidak seagresif penduduk Utara.” Kata Menteri Jung.

“Kita harus mengumumkannya secepat mungkin.” Kata Raja menggertakkan gigi dan mengepalkan tangan. “Jika bukan karena mantan Hakim Wu, kami pasti sudah mati sekarang. Untung saja orang-orang itu masih mau mendengarkannya, meskipun dia tidak bisa menampakkan diri sekarang karena hakim yang baru sedang memburunya, menuduhnya melakukan kejahatan yang tidak pernah dia lakukan.”

“Kejahatan seperti apa?”

“Kupikir seseorang menuduhnya sebagai dalang dari kekacauan yang terjadi antara yangban dan orang biasa. Master Wu sangat membela orang biasa dan budak itulah sebabnya para yangban menggunakan kekuatan mereka untuk menindas kaum yang lemah. Mereka membakar rumah-rumah, membunuh para keluarga, menghancurkan mata pencaharian… dengan menghancurkan pertanian, membuat orang-orang miskin harus mengiba kepada yang kaya. Aku sangat yakin Menteri Choi bertanggung jawab atas hal ini. Karena dia sangat menentang undang-undang yang tengah kita susun. Dia menentang keras.” Jelas Penasehat Park dengan wajah muram. Dia menoleh kepada Raja yang kini tengah memijit pelipisnya.

“Jeonha, sebaiknya kita menunda pertunangan dan pernikahan Putra Mahkota dan fokus pada hal ini. Ini sangatlah—,”

“Ani.”

“Maafkan atas kelancangan saya Jeonha, tapi…”

“Kita tidak bisa…”

“Saya mohon beritahu saya alasannya, Jeonha.” Pinta Penasehat Park. Disamping karena masalah yang baru saja muncul, dia juga merasa bersalah karena berancana putrinya sendiri, padahal gadis itu masih belum siap.

“Hakim Wu adalah seorang master dalam ilmu bela diri dan juga memiliki keahlian lain dari tanah leluhurnya, mereka terkenal sebagai klan peramal… seorang peramal yang jauh lebih hebat dari pada semua shaman digabungkan… dia bisa melihat masa depan… dia bahkan yang dulu melihat kematian ayahku… dan aku… dan…”

**

“Wae?”

“Karena aku bisa melihat kau tidak sabaran, anak muda.”

“Yah! Satu patah kata lagi darimu dan aku bersumpah untuk memanggil semua Penjaga Kerajaan untuk memasukkanmu kedalam penjara! Panggil aku dengan benar! Aku ini Putra Mahkota!” bentak Jiyong kepada pria tua itu.

“Aku menantangmu untuk melakukannya, anak muda. Aku menantangmu…”

“Kenapa kau…”

“Bersikaplah sebagaimana layaknya seorang yang terhormat agar dihormati. Kau tidak bisa memaksakannya, kau tidak akan pernah bisa.”

“Siapa kau berani berbicara seperti itu padaku?”

Pria tua itu hanya menyerinya dan berdiri. Perlahan dia berjalan lalu tiba-tiba dia berbalik menatap Jiyong, bahkan sebelum Jiyong bisa menyentuhnya.

“Jangan memulai denganku, anak muda.” Kata pria tua itu. “Ayahmu mungkin tidak akan menyukai sikapmu itu.”

“A-a-pa maksud—,”

“Simpan tenagamu. Harang akan menemanimu kembali ke istana besok sebelum matahari terbit.”

“B-b-bwoh??? Anak nakal ini???”

“Master saya tidak mau!!! Masterrrr!!!”

“Diam bocah kecil, lakukan seperti yang kuperintahkan. Kau tahu jalan pintas dan bawakan surat dariku untuk Raja.”

“T-r-api!!!” Jiyong dan Harang protes dalam waktu bersamaan. Keduanya langsung saling tatap satu sama lain dan sang bocah langsung mendur menjauh dari Pangeran.

“Jangan menilai rendah bocah ini, anak muda. Menurutku… dia jauh lebih terlatih darimu. Sekarang ayo pergi. Ayo kita cari sesuatu untuk dimakan.” Kata Master Wu kembali berbalik kedepan dan mulai berjalan, tangannya dia letakkan dibelakang punggungnya.

Pangeran mendelik dibelakan pria tua itu, namun akhirnya ikut berjalan dengan malas. Dia tidak bica percaya ayahnya mengenal seseorang seperti ini. well, dia seharusnya tidak kaget, pikirnya. Ayahnya mungkin sudah menyimpan banyak rahasia seumur hidpnya, dan sebagian sudah terbuka dengan kunjungan mereka ke Utara ini. Jiyong melirik pria tua itu yang melenggang dengan santai, seolah dia bisa melihat. Bagaimana bisa seorang pria buta bersikap seperti orang normal, dia sendiri hampir berpikir bahwa pria itu hanya berpura-pura! Jiyong menggeleng-gelengkan kepalanya membuatnya menyadari keberadaan bocah lelaki tak jauh darinya – juga mengikuti pria tua itu.

“Yah.”

“W-w-ae?”

“Berapa usiamu?”

Jiyong melihat bocah itu menelan ludah sebelum memasang wajah berani dan sedikit menjauhkan diri darinya.

“Tujuh tahun.” Jawab bocah itu singkat.

Jiyong mengangguk dan memikirkan pertanyaan selanjutnya… dia ingin tahu apa hubungan bocah ini dengan pria tua itu.

Namun dia hampir dibuat tersedak saat mendengar pria tua itu berbicara.

“Kami tidak memiliki hubungan apapun, jika itu yang ingin kau ketahui. Aku menemukannya dan memutuskan untuk merawatnya.”

“B-ba-gaimana… b-ba-gaimana…”

“… aku bisa tahu apa yang kau pikirkan? Aku bertaruh aku mungkin akan membuatmu mali kalau aku mengatakan semua pikiran-pikran kotor yang ada dalam kepalamu, anak muda.” Kata pria tua itu sebelum berhenti, lalu berbalik.

“Itu hanya tipuan! Kau pasti penyihir, iya kan? Atau pemuja setan!”

“Kau terlalu cepat menilai. Tsk. Tsk. Tsk.”

“Master bukannya begitu. Dia hanya—,”

“Dasar bocah bermulut besar… berapa kali kubilang padamu untuk tidak ikut campir pada percakapan orang lain?” pria tua itu memarahi Harang.

“Mianhe, Master…”

“Aku menantangmu!” dengan berani Jiyong menantang pria tua itu. “Aku menantangmu untuk mengatakan apa yang sedang kupikirkan sekarang!”

“Apa kau yakin, anak muda?”

“A-a-pa aku terlihat tidak yakin? Berhenti bermain-main denganku, pria tua!” kata Jiyong. Harang hanya meringis menatap bergantian kearah master-nya dan si Pangeran bodoh ini.

“Seperti yang kau minta, Jeoha.” Ejek pria tua itu. “Aku bisa melihat strawberi…”

Jiyong mengerutkan alinya dan menyilangkan lengannya di dada.

“… strawberi… strawberi yang sangat lezat… merah… penuh… menggiurkan… manis.”

Jiyong menelan ludah. Rahangnya mengeras mendengar perkataan pria tua itu.

“Kau sudah pernah merasakannya… dulu sekali… dibawah pohon sakura… dan sekarang kau semakin menginginkannya. Tidak! Itu bukan strawberi biasa… itu…”

“TIDAAAAAAAAK!!! HENTIKAN!!! HENTIKAN!!!” Jiyong panik dan merasakan pipinya memanas karena malu.

“Kau bahkan masih memikirkannya bahkan dalam situasi seperti ini. aiyoo…” pria tua itu menggosok dagunya sambil menggelengkan kepala.

“YAH! HENTIKAN! SUDAH KUBILANG HENTIKAN!!!”

Harang berlari kearah sang pria tua dan berpegangan padanya, ketakutan pada Pangeran yang sedang marah. Pria tua itu hanya tertawa pada Jiyong. Dia mengelus punggung Harang dan berbalik, kembali melanjutkan langkah.

“Aku punya satu saran baik untukmu, anak muda.” Kata pria tua itu membuat Jiyong memiringkan kepalanya karena bingung.

“Kau sudah membuat keputusan dengan tepat. Kau telah memilih jalan yang tepat.”

“Bwoh?”

“Nikahi dia sekarang dan jadikan dia sebagai ratumu. Gadis ini seperti minyak… apapun yang dia lakukan, itu akan semakin memperkuat sang naga. Minyak yang bisa menyalakan nyala api terbaik. Tapi berhati-hatilah… harus cepat…”

“… sedikit saja kesalahan… sedikit saja terlambat, minyak itu akan terbuang, hilang dan dimakan oleh lubang dalam tanah. Jadikan itu sebagai pagangan… sebuah peringatan.

“Aku… aku… aku tidak mengerti! Apa—,”

“Kau harus mengerti! Kau harus segera bergerak! Kita hampir kehabisan waktu. Dia mulai menghilang dari pandanganku… dari kepalaku.”

“Dia? Dia siapa? Maksudmu—,”

“Kau tau dalam hatimu, anak muda. Kau tahu.”

Jiyong bisa merasakan tubuhnya mulai diliputi rasa takut. Dia merasakan keringat dingin mulai bermunculan di keningnya. Perkataan pria tua itu membuatnya merinding dan dia tidak bisa tidak mengkhatirkan – tidak lain dan tidak bukan – seorang gadis yang berada dalam kepalanya… dan hatinya.

“B-ba-gaimana kalau aku gagal? Bagaimana kalau—-,”

“Kematian… aku melihat kematian… banyak yang akan mati… pembantaian berdarah yang akan terus berlanjut.”

**

Udah mulai apal kan sama panggilannya, jadi nggak usah dicantumin lagi yaa~ kkkk
Kembali mengingatkan ini adalah drama kolosal, jadi jangan meninggalkan komentar yang isinya minta momen daragon *sumpah emosi saya baca komen begituan*.. dan lagi saya ini kan cuman translator, saya nggak ada hak buat merubah cerita disini.. :3
Ah, satu lagi.. kalo komen, tolong pastikan menggunakan identitas jelas ya.. ^^

<< Previous Next >>

59 thoughts on “The King’s Assassin [6] : A Warning

  1. Harang lucu bgt d’marahin sm master wu trs,,
    Oh t’nyata mster wu itu s’org hakim yg m’pnyai klebihan m’lbihi shaman toh,,,
    Hahaha jiyong oppa lucu bgt pas lg panik gara” isi pikiran’a d’baca sm master wu,,
    Kok ayah’a seungri sm ayah’a seunghyun jd org jahat si ???
    Ayo jiyong oppa cpt” nikahin dara eonni,
    Nd dara eonni bukalah hatimu untk mnerima prnikahan ini dgn lapang dada,ini smua untk rakyat yg t’lalu bnyk mnderita,,,
    Next

  2. Haduh kok bisa sih appanya seungri sama appanya seunghyun oppa jahat gitu nggak kayak anak anaknya yang baik😣😞 wahh harus berhati hati tuh dideketnya master wu, ntar dibaca pikirannya😄

Leave a comment