The King’s Assassin [30] : Under Your Spell

assassinc

Author :: silentapathy
Link :: asianfanfiction
Indotrans :: dillatiffa

~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~  

 

“Apa kau yakin dia nyaman disini?” Jiyong bertanya pada Eunuch Seunghwan tanpa memandang pria itu. Dia masih membaca sebuah buku, mencoba fokus hingga akhirnya sang eunuch menjawabnya.

“Yeh, Jeoha. Anda boleh mengunjunginya sekarang, jika Anda bersedia,”

Sebuah senyuman tersungging di wajah Jiyong, namun dia berusaha untuk tetap terlihat datar, tapi sang eunuch meliriknya dengan tatapan tahu pasti.

“Apa? Kenapa kau menatapku seperti itu?”

“Tidak ada apa-apa! Tidak ada apa-apa, Jeoha. Jadi… apakah kita harus kesana sekarang?”

Berjalan menuju kearah deretan kamar yang mengelilingi area terbuka yang diperuntukkan bagi pasukannya, Putra Mahkota pergi kebagian tengah dimana ruangan terluas yang merupakan tempat tinggal sang komandan pasukan.

Yang tidak lain dan tidak bukan adalah wanita yang telah membuatnya jatuh hati. Dia menentang hal ini sebenarnya, tentu saja. Tapi inilah satu-satunya jalan untuk mengikat Dara tetap disisinya. Dara sangat menginginkan ini. Teramat sangat.

Dan apa daya Jiyong untuk berkata tidak?

Jiyong sudah berkali-kali berkata pada dirinya sendiri. Bahwa dia akan melakukan apapun demi untuk bersama Dara. Hanya untuk menjaga gadis itu tetap aman.

“Putra Mahkota telah tiba,” Eunuch Seunghwan mengumumkan didepan pintu sebelum mereka mendengar suara lembut mengijinkan mereka masuk. Eunuch Seunghwan tidak ikut masuk, karena dia tahu Pangeran ingin menemui Dara seorang diri setelah seharian bekerja;  dan setelah sang Pangeran masuk, Eunuch Seunghwan segera menutup pintu dan menuruni tangga kayu dan kemudian duduk di tangga terbawah.

“Aigoo… aku tidak pernah melihat Jeoha sebahagia ini lagi,” kata sang Eunuch sambil bertepuk tangan.

**

“Apa yang membawa Anda kemari, Jeoha?” tanya Dara merasa tidak enak sembari menyisir rambutnya ke sebelah, lalu meletakkan sisirnya kembali ke meja. Dia sudah berganti pakaian tidur dan dia baru dipindahkan ke kamar ini semalam.

“Kenapa, aku aku tidak boleh mengunjungimu setelah sekarang kau dipindahkan ke kamarmu sendiri?” tanya Pangeran sambil duduk. “Aku ingin minum teh bersamamu.” Katanya, mencoba mencari alasan.

Dara tersenyum dan kemudian berdiri perlahan, berhati-hati agar tidak terlalu banyak bergerak sehingga luka di pinggangnya tidak akan terlalu sakit. “Akan saya ambilkan untuk Anda, Jeoha.”

Dara mengambil jubah luarnya dan baru akan memakainya, memutuskan untuk pergi ke dapur dan membawakan teh untuk Pangeran, namun sang Putra Mahkota lebih dulu berdiri dan menghentikannya.

“Aku berubah pikiran.” Kata Pangeran. “Aku datang kemari, karena aku hanya ingin bertemu denganmu,” katanya menggenggam tangan Dara membuat gadis itu membeku.

“Jeoha…”

“Aku merindukanmu…”

Dara menatap wajah Jiyong dengan kening berkerut, namun Pangeran hanya mengelus tengkuknya dan menggigit bibir mencegah senyuman yang mengancam akan muncul. “Berhenti menatapku seperti itu,”

“Mianhe,” Dara menunduk mali.

“Apa yang kau lakukan padaku, Sandara?” tanya Jiyong menyentuh wajah Dara, lalu membuat gadis itu menatapnya, mengelus dagu gadis itu dengan ibu jarinya.

“A-a-pa yang sedang Anda bicarakan, Jeoha?”

“Kau pergi sangat lama… tapi kau tidak pernah meninggalkan tempat ini.” katanya sembari menarik tangan Dara dan meletakkannya di dadanya, dimana jantungnya berdetak cepat. “Kau sudah membuatku tunduk pada mantramu. Dan tidak ada penangkalnya, kurasa,”

Dara merinding dengan sentuhan Jiyong, dia merasa tubuhnya hilang kekuatan dibawah tatapan pria itu. Tapi dia tidak boleh lemah. Tidak sekarang.

Dia balas menatap dengan berani, berusaha mengintimidasi sambil melangkah mendekat untuk menyentuh wajah Jiyong. Dia tersenyum.

“Terima kasih.”

Jiyong mengerutkan alisnya pada Dara.

“… karena sudah dengan senang hati mau jatuh dalam mantra saya. Dan ya, tidak ada penangkalnya.” Kata Dara, berjinjit untuk mendaratkan sebuah kecupan di pipi Jiyong – membuat Pangeran itu terkejut.

“Lady…” Jiyong tersenyum setelah nyawanya kembali dalam tubuhnya. “Sejak kapan kau mempelajari seni merayu?”

“Tidak ada yang sulit untuk dipelajari, khususnya saat Anda menyukai seseorang, bukan begitu Jeoha?” tantangnya. Dan sekali lagi, Jiyong jatuh terperangkap dalam jebakan gadis itu. Dalam.

Jiyong menangkup wajah Dara dan menariknya mendekat, menutup jarak mereka dengan sebuah ciuman di bibir. Dia kembali merasakannya, perasaan yang sudah dikenalnya, manis yang sudah dia kenal, rasa ingin memiliki, berhasrat untuk merasakan gadis itu lebih dekat – dan Dara menyambutnya dengan senang hati.

Dara berpegangan pada pakaian sutra Jiyong, meremas kuat-kuat saat merasakan lidah Jiyong menerobos masuk kedalam mulutnya, merasakan setiap detail sudut mulutnya – seolah dia adalah permen manis, menciuminya dengan penuh gairah, seolah Dara adalah candu dan Jiyong adalah seorang pecandu.

Bagi Jiyong, dia memang seorang pecandu. Dia sangat merindukan gadis itu selama bertahun-tahun dan tujuh tahun masa perpisahan mereka sudat terlupakan olehnya; setelah kini Dara berada dihadapannya, dalam dekapannya, menantangnya.

Nafas keduanya terengah-engah mengakhiri ciuman mereka, mencoba memenuhi rongga paru-paru mereka dengan oksigen – tapi Jiyong tidak akan pernah merasa cukup. Dia melanjutkan menghujani bibir Dara dengan ciuman-ciuman lembut yang membuat gadis itu merinding sampai ke tulang.

Dia sama tersesatnya dengan pria itu.

“Dara… Dara…” gumam Jiyong dalam sela nafasnya, menciumi wajah Dara lembut. “Jangan pernah mencoba untuk merusak mantra ini, aku bersumpah aku akan memburumu. Inilah tempatmu. Tepat disini. Disisiku.”

“Saya tidak akan merusaknya,” katanya. “Saya tidak akan pernah berani, Jeoha.”

“Akan kupegang janjimu,” tutur Jiyong kemudian menempelkan keningnya pada kening Dara.

“Jeoha… kenapa Anda sangat mempedulikan saya? Banyak wanita bangsawan lain diluar sana. Yang lebih cantik… lebih muda… tidak seperti saya yang telah terbuang dari kelas sosial saya sebelumnya, seorang putri dari orang yang disebut-sebut melakukan pengkhianatan…”

“Hentikan,” kata Pangeran menyentuhkan ibu jarinya di bibir Dara. “Jangan bandingkan dirimu dengan wanita lain karena tidak ada yang lain selain dirimu. Selama bertahun-tahun ini. Tidak seorang pun… hanya kau Dara… kenapa dan bagaimana, aku tidak tahu. Aku minta maaf aku tidak bisa memberimu jawabannya. Yang aku tahu adalah bahwa aku mencintaimu. Sejak kita kecil. Aku menyukai kebaikan hatimu, tutur katamu yang bijak, sifatmu sebagai seorang wanita, keberanianmu, kepolosanmu, dan bagaimana bisa aku melupakan ini?” tanyanya mengusap bibir Dara sebelum kembali mendaratkan sebuah ciuman manis. “Pertama kalinya aku merasakan manis… kau membuatku ketagihan, mengharapkanmu lagi dan lagi,”

Dara merasakan lututnya lemas, tidak bisa menahan emosinya sekarang karena Pangeran bersikap seperti ini. Dia sendiri yang berkeinginan untuk masuk Istana karena beberapa alasan personal dan jatuh cinta – lebih tepatnya menyalakan kembali rasanya yang pernah ada untuk Jiyong – bukanlah salah satu hal yang dia persiapkan. Jiyong telah menangkapnya tanpa persiapan.

Bagaimana bisa dia menolak pria yang perlahan membawa kembali perasaannya yang telah lama dia pendam setelah apa yang terjadi padanya ini?

Bagaimana dia bisa melanjutkan rencananya jika pria ini terus bersikap begini? Dara tidak pernah menyangka hal ini akan terjadi. Dia telah terjebak. Terjebak dalam rencananya sendiri.

Tak lama, air mata mulai mengalir dari sudut matanya – dia telah menerima ketidakberdayaannya; dan hal itu disadari oleh sang Pangeran.

“K-k-enapa? Apakah ada yang salah?” Jiyong mengerutkan kening dan menghapus air mata Dara. “Kenapa? Apa aku telah menyakitimu? Tuhan, apakah karena aku telah menciummu? Aku minta maaf…”

Dara menggelengkan kepalanya.

“Ani… Jeoha, apapun yang saya rasakan, itu bukan masalah. Anda berkata pada saya, bahwa Anda mengklaim ketundukan saya kepada Anda, benar begitu bukan? Apa yang telah saya janjikan pada Anda sebelumnya. Saya datang kemari karena saya ingin memenuhinya. Saya minta maaf. Saya menangis karena kata-kata Anda terlalu besar untuk bisa saya tanggung. Saya tidak layak menerimanya,”

“Tentu saja kau layak. Aku minta maaf karena sudah membuatmu bersedih karenanya. Aku tidak akan melakukannya lagi sampai kau siap. Aku minta maaf karena sudah memaksamu, Dara,”

“Tidak… jangan berkata maaf. Saya hanya merasa terharu,” katanya. “Anda terlalu baik untuk menjadi kenyataan,”

“Sebesar inilah rasa cintaku untukmu, Dara. Kuharap kau bisa menerimaku segenap hatimu dan mencoba untuk menghapus masa lalu.”

Dara menggigit bibirnya. Tidak ada gunanya memprotes. Tidak ada gunanya berkata-kata dan membuktikan diri kali ini. Tapi dia tidak mau menerima kekalahan.

Seolah hati dan pikiran Dara tengah bertarung sekarang dan yang bisa dilakukannya hanyalah menangis karena rasa frustasi.

Dara tidak tahu lagi apa yang harus dia lakukan. Dia tahu lagi apa yang harus diikutinya.

Dara menganggukkan kepalanya. Tidak yakin apakah ini keputusan yang diambil oleh hati atau pikirannya. Dia melingkarkan lengannya di pinggang Jiyong dan membenamkan wajahnya di dada pria itu.

“Kau benar-benar bisa membuatku gila dengan berbagai macam cara. Kau membuatku sangat cemas,” sang Pangeran tersenyum dan mencium puncak kepala Dara, kemudian balas memeluk tubuh gadis itu.

“Jeoha…”

“Hmm?”

“Bolehkan saya menemui para prajurit besok?” dia mencoba mengalihkan topik pembicaraan.

“Tidak. Kita sudah membicarakannya. Sudah kubilang padamu. Kau bisa memulai minggu depan.”

“Tapi Jeoha, saya sudah merasa lebih baik sekarang.”

“Tidak. Itu adalah keputusanku. Tidak akan ada yang bisa merubahnya.”

Dara cemberut, memikirkan cara untuk bisa meyakinkan sang Pangeran.

“Bahkan jika saya meminta Anda tidur disamping saya malam ini? Disini?”

Jiyong segera melepas pelukan mereka dan sedikit mendorong Dara menjauh, memegangi kedua lengan gadis itu – memeriksa wajahnya.

“Aigoo! Jangan memulai dengan tawaran menggiurkan itu, Sandara-ssi. Seberapabesarnya pun keinginanku untuk mengambil kesempatan itu, aku tidak bisa melakukannya. Kau belum sepenuhnya sembuh.”

“Tidak ada salahnya mencoba.” Bibir Dara semakin cemberut.

“Jangan cemberut.” Kata Jiyong memegangi tangan Dara. “Cobalah bersabar… semuanya akan kembali ke tempatnya masing-masing. Seperti yang telah kujanjikan padamu… aku akan segera menjadikanmu ratuku.”

“Bagaimana mungkin hal itu bisa terjadi,” dengus Dara.

“Kau tidak percaya padaku dan kemampuanku?”

“Tidak,” jawab Dara, menggoda Jiyong.

“Aigoo, lihat wanita ini – enggan mempercayainya prianya,”

Wajah Dara merona dan matanya berkedip beberapa kali menatap Jiyong.

Dara adalah wanita milik Jiyong… dan Jiyong adalah pria milik Dara. Terdengar bagus namun sangat salah pada waktu bersamaan.

“Jeoha, jangan berkata demikian. Saya ini hanyalah—,”

“Lanjutkan perkataanmu dan aku akan kembali menciummu.” Jiyong memperingatkan membuat Dara menutup mulutnya.

“Bagus. Sekarang, pergi tidur. Aku pergi dulu.”

“Saya akan mengantar Anda keluar,” ujar Dara pada Jiyong.

“Tidak perlu, aku akan baik-baik saja. Aku akan menemuimu lagi besok?” tanyanya.

“Tidak… kecuali jika Anda mengijinkan saya untuk bisa mulai menemui pasukan.”

“Jangan memaksakan hal itu. Cobalah lain kali, lady. Sekarang pergilah tidur.” Kata Jiyong membuat Dara kembali cemberut.

“Kau cemberut padaku,” kata Jiyong dan mengecup bibir Dara. “Hanya mengingatkan, aku suka saat kau cemberut begitu. Kau terlihat sangat menggemaskan.” Katanya tersenyum; Dara hanya bisa melongo.

Dara masih dalam posisi semula hingga saat Pangeran berpamitan, bahkan hingga pintu kamarnya tertutup dari luar.

Sebuah cengiran bodoh terbentuk di wajahnya, tidak bisa mempercayai bahwa dirinya bisa merasasakan perasaan seperti ini lagi setelah semua yang telah terjadi.

Apa misiku sebenarnya? Apa itu kekuatan? Apa itu keteguhan? Tanyanya pada diri sendiri.

“Anda pun telah menundukkan saya dibawah mantra Anda, dasar Pangeran bodoh. Saya membenci Anda karena sudah membuat saya merasa sebingung ini,” katanya dengan senyuman yang masih tak bisa hilang dari wajahnya; jemarinya bergerak menyentuh bibirnya, mencoba merasakan jejak saat Pangeran mengingatkan dirinya bahwa dia adalah milik pria itu.

**

“Menteri Kim!”

Salah seorang Penjaga Istana menghampirinya di markas. Pria itu terengah-engah, mencoba menarik nafas.

“Ada apa?”

“Salah seorang pasukan kita kembali ditemukan tewas! Tidak jauh dari Sungai Han, Menteri!”

“Panggil pasukanmu dan mulai lakukan investigasi!”

“Neh!”

Menteri Kim berdiri dan meraih pedangnya lalu keluar. Dia menuju ke kudanya dan mengendarai hewan itu sampai ke jalan setapak yang sudah sangat dikenalnya.

Begitu tiba di pondok tua kayu, dia mengetuk pintu berkali-kali dan seorang kakek tua segera membukakan pintu untuknya.

“Apa yang membawamu kemari?”

“Sanghyun! Dimana Sanghyun?!”

“Dia baru saja pulang. Dia bilang dia terlambat karena pria itu sudah tewas saat dia sampai disana.”

Menteri Kim menerobos masuk kedalam pondok dan menemukan Sanghyun tengah makan di dapur.

“Menteri, selamat malam,” katanya.

“Seberapa besar keyakinanmu bahwa pria itu sudah tewas saat kau tiba disana?” tanya Menteri Kim. “Atau mungkin, kaulah yang membunuhnya?”

Sanghyun meletakkan sumpit di tangannya dan berdiri.

“Apa kau meragukanku, Menteri?” tanyanya.

“Aku bertanya padamu, Sanghyun!”

“Kau memintaku untuk menangkap orang-orang dalam daftar. Kau memintaku untuk menangkap mereka tanpa membunuh karena kau bilang kau akan membantuku mengatasi masalah ini. Aku tidak membunuh siapapun jika itu bisa menjawab pertanyaanmu. Aku tidak membunuh siapapun kecuali dua orang yang dulu hampir membunuhku. Hanya itu. Sekarang jika aku sudah boleh melanjutkan makan malamku,” Sanghyun menatap sang Menteri sebelum duduk dan kembali meraih sumpitnya sekali lagi.

“Hentikan ini, Menteri Kim. Biarkan anak ini beristirahat.” Sela Master Wu.

“Kapan aku bisa menemui noona?” tanya Sanghyun. “Apakah sekarang masih belum saatnya? Pangeran mungkin akan kembali membodohinya kali ini,”

“Jangan ikut campur dengan urusan noona-mu,” Master mengingatkan. “Ini adalah takdirmu, takdirnya ada di jalan yang lain. Ingat seberapa besar pengabdian ayahmu untuk Raja. Setidaknya hormatilah Putra Mahkota.”

“Ya, aku tentu ingat bagaiman ayahku mengorbankan nyawanya sendiri dan keluarganya untuk Raja dan semua itu pada akhirnya tidak berarti apapun,” balas Sanghyun.

“Sanghyun!”

“Baiklah,” Sanghyun menutup mulutnya dan berdiri. “Catatlah apalagi yang harus kulakukan. Toh disini aku hanyalah boneka.” Katanya dan pergi meninggalkan ruangan.

“Lihat bagaimana sikapnya! Aisht!” gumam Menteri Kim.

“Menteri Kim. Kau tidak seharusnya menuduhnya begitu saja seperti itu,”

“Tapi Master! Bagaimana kita bisa mengumpulkan semua informasi jika semua orang yang terlibat telah dibunuh? Kita memintanya untuk menangkap orang-orang itu dan membawanya ke gudang tanpa membunuh mereka! Tidak ada yang memiliki tujuan dan kemampuan untuk membunuh selain Sanghyun!”

Master Wu terdiam selama beberapa saat.

“Master?”

“Sebenarnya… ada. Selain Sanghyun, masih ada.”

**

“Jeoha, aigoo! Bagus akhirnya Anda keluar juga!” kata Seunghwan pada Pangeran yang baru saja keluar dari kamar Dara.

“Kenapa?”

“Anda dan Dara-ssi mendapatkan tamu,” Eunuch Seunghwan tersenyum. “Dia bilang dia telah menunggu saat yang tepat untuk masuk ke Istana dan instingnya berkata malam ini adalah saatnya,”

“Siapa?” Jiyong mengerutkan alisnya.

“Jeoha!”

Jiyong sedikit mencondongkan tubuhnya dan menyipitkan matanya saat seorang pemuda berjalan keluar dari kegelapan. Dia tidak yakin siapa yang tengah berjalan kearahnya itu, tapi sedikit banyak otaknya bisa mengenalinya.

“Siapa kau?”

“Aigoo, bagaimana Anda bisa melupakan saya? Aisht!”

“Dasar bocah tidak sopan! Yah! Panggil Penjaga Istana dan usir dia keluar!”

“Anda sama sekali tidak berubah sedikit pun,” bocah itu mengulurkan tangannya, dan begitu tangannya dan tangan Jiyong bersentuhan, mata bocah itu berubah putih seolah dia tengah kerasukan; mata Jiyong melebar mengingat siapa dia.

Bocah itu melepaskan tangannya dari tangan sang Pangeran dan menyeringai nakal.

“Seseorang telah kembali merasakan manisnya strawberi!!!”

Telinga dan pipi Jiyong memanas dan berubah merah mendengar pernyataan bocah itu. matanya melebar kaget dan mulutnya terbuka lebar.

Bagaimana mungkin dia bisa melupakan bocah sialan ini?

“HARAAAAAAAAAAAANG!!!! TERNYATA KAU, DASAR KEPARAT!!!!” bentak Pangeran marah pada sang bocah.

“HAHAHAhA! JEOHA! SAYA MERINDUKAN ANDA! APAKAH ANDA JUGA MERINDUKAN SAYA?”

“KEMARI DAN KAU AKAN MENDAPATKAN BALASANNYA DARIKU!”

“HEOL! TAPI ANDA TELAH MENGECEWAKAN SAYA! ANDA BAHKAN TIDAK MENGENALI SAYA!” kata Harang berlari kabur dari sang Pangeran.

“JANGAN SAMPAI AKU MENANGKAPMU, DASAR BOCAH NAKAL!”

“BAGAIMANA RASANYA JEOHA? APAKAH MASIH MANIS? SAYA BERTARUH PASTI JAUH LEBIH MANIS DARI PADA YANG DULU!!! HAHAHA!”

“KENAPA KAU!!! KEMARI! AKAN KUBUAT KAU MERASAKAN AKIBATNYA!”

Eunuch Seunghwan meringis melihat betapa bahagianya sang Pangeran. Ya, dia memang terlihat kesal pada saat itu, tapi sang eunuch tahu jauh didalam lubuk hati Pangeran…

Pangeran tidak mungkin bisa lebih bahagia lagi. Semuanya mulai berjalan sesuai dengan apa yang telah Jiyong rencanakan, seolah seperti seorang teman lama telah memilih untuk berada disisinya.

Tapi mereka tidak menyadari ada seseorang yang menatap mereka dengan seksama. Tidak jauh dari mereka, sepasang mata diatas atap memperhatikan mereka, menggumamkan kemarahan sembari melompat turun dan keluar dari dinding istana.

**

<< Previous Next >>

39 thoughts on “The King’s Assassin [30] : Under Your Spell

  1. hahahahahahahha….ketahuan deh jiyong…..! harang hebat….!!!
    apakah dara akan melanjutkan balas dendamnya?atau dia lebih memilih bahagia bersama jiyong..?

  2. Daragon moment nya sweet banget ^^
    Apa dara akan ttp ngelanjutin misi balas dendamnya ?
    Dan siapa org yg mengamati harang dan putra mahkota itu ?

  3. jgn ingkari jnji yg udh km ucapkan pada jiyong oppa eonni !!!!
    jgn manfaatin k’tulusan pangeran hnya untk bls dendam,
    B’bahagialah nd lupakan dendam itu,hnya prcaya pada pangeran bhwa dy bsa m’beri k’adilan nd m’hukum yg b’salah s’suai dgn prbuatan’a d’masa lalu,
    waahhhhh ,,,akhr’a ada moment K.I double S juga, 😀
    harang bsa z nih nd tau bgt cara’a bikin pangeran malu nd kesal d’waktu yg b’samaan,,,,hihihihi
    Jd bukan sanghyun toh yg m’bunuh prajurit itu,
    Apa itu il woo oppa ?
    Siapa yg lg ngawasin mrk ???
    Apa itu il woo oppa ?
    Makin seru crta’a
    Next

  4. Harang mah langsung tau kalo jiyong oppa kembali merasakan manis strawberi😄 aigoo, manis bangef capt ini gara gara ada kemesraan daragon. Il woo oppa kah yg ngebunuh para penjaga penjaga? terus yg ngawasin mereka juga ilwoo oppa kah? kalo dugaanku salah, maafkan saya, unnie deul😍😄

Leave a comment