MEA CULPA [Chap. 13]

Author : Aitsil96

Pintu depan itu tertutup rapat dengan bunyi berdebum yang memekakkan telinga. Menyisakan keheningan yang menyeruak bagi dua orang di dalamnya yang masih mematung di tempat dengan raut tak terkendali. Sang gadis telah keluar dari sana, berlari bak orang kesetanan. Rahang gadis mungil itu mengeras dengan wajah merah padam menahan amarah. Di pikirannya, Sandara hanya ingin segera pergi dari tempat laknat tersebut yang telah mempertemukannya dengan dua orang terkutuk yang pernah hadir dalam hidupnya.

“Dia… siapa?”

Suara Ji Yong memecah keheningan. Tangan pria itu bahkan masih bergetar akibat pemandangan yang baru saja dilihatnya. Gadis itu. Gadis yang sama sekali tak pernah disangka untuk bertemu lagi dengannya. Terlebih di tempat ini. Di rumah penyewanya.

“Kalian saling mengenal?” tanya Hye Mi dengan tampang menyelidik.

“Tidak… hanya saja…”

Helaan napas berat terdengar dari wanita dengan raut frustasi itu. Ia berjalan gontai dan mendudukkan dirinya di meja makan, memunggungi Ji Yong yang masih terdiam di depan lemari es. “Dia putriku.”

Deg!

Dua kata bak peluru itu melesat menembus tempurung kepala Ji Yong. Mengoyaknya habis, menjadikannya lumpuh untuk sesaat.

‘Karena aku tak bisa mengenalinya lagi setelah ayahku meninggal. Aku tidak bisa menatapnya sebagai seorang ibu yang telah melahirkanku.

Entah darimana datangnya, namun kalimat itu dengan segera menghampiri benak Ji Yong. Kalimat yang pernah dilontarkan Sandara padanya saat ia menceritakan sedikit tentang asal-usulnya. Jadi… inilah yang dimaksud? Kilasan balik tentang Sandara kini memenuhi kepalanya. Membuatnya pening dan hampir meledak saking tak tertahankan.

Bayangan seseorang juga tiba-tiba muncul dalam benaknya. Seseorang yang tanpa ia sadari telah memperingatkannya jauh-jauh hari. Orang yang mungkin menjadi satu-satunya kunci yang telah mengetahui hal ini.

Seung Hyun!

*****

Dong Hae membanting kemudinya ke arah samping, menepikan mobilnya di tepi jalan yang cukup sepi setelah berkendara cukup jauh. Pria itu menghela napas. Panjang dan berat. Pandangan yang biasanya meneduhkan itu terlihat khawatir, menatap lamat-lamat gadis di sampingnya. Sandara tengah menunduk dalam. Semenjak keluar dari rumahnya beberapa saat lalu, gadis itu terus diam seraya tak mau menunjukkan wajahnya.

Ucapan terakhir yang terlontar dari mulutnya hanyalah perintah untuk segera pergi. Entah tujuannya kemana, namun gadis itu seolah hanya ingin pergi sejauh mungkin dari rumahnya. Dong Hae tahu ada yang tak beres saat Sandara memasuki rumahnya untuk mengambil beberapa barang, namun pria itu terlalu takut untuk bertanya. Terlebih dengan kondisi Sandara yang kini tak bisa dibilang baik-baik saja.

“Dara-ya?”

Dong Hae memberanikan diri untuk memanggil. Satu tangan pria itu terulur untuk menyentuh bahu kekasihnya, mencoba menenangkan karena kini bisa ia lihat Sandara tengah mengepalkan tangannya erat. Tanpa Dong Hae tahu, emosi tengah bergejolak di dada gadisnya itu. Entah untuk alasan apa Sandara merasa marah dan seolah… dikhianati? Bayangan pria lain kembali merasuki benaknya. Pria bajingan yang seakan menipunya mentah-mentah.

Pria itu tak lebih dari pria hina yang mencoba menjeratnya dalam sebuah jebakan keparat. Mungkinkah selama ini bahkan Ji Yong telah mengetahui bahwa ia adalah putri Hye Mi? Ck, bodoh! Seung Hyun mungkin telah memberitahunya jauh-jauh hari tentang asal-usulnya. Namun mengapa pria itu terlalu bisa untuk terlihat dipercaya? Mengapa Sandara dengan mudah dapat percaya bahwa Ji Yong adalah pria baik-baik yang tak akan menyakitinya?

Brengsek! Pria itu bahkan lebih hina daripada seekor kadal dungu yang mencoba mengelabuinya!

Gwaenchanna?”

Suara lembut itu seakan menyentakkannya kembali ke alam sadar, membuat gadis itu mendongak. Bisa Dong Hae lihat bahwa sedari tadi Sandara menangis dalam diam. Lelehan air mata itu masih berbekas dengan butiran kristal bening yang terus mengalir turun tanpa sanggup ia cegah.

Satu pergerakan sesaat kemudian dari Sandara membuatnya tersentak. Gadis itu memeluknya erat tiba-tiba, menumpahkan segala emosi yang berkecamuk dalam hatinya pada dada bidang kekasihnya. Dong Hae yang sempat mengerjap beberapa kali demi mengendalikan rasa kagetnya mulai merespon dengan mengelus surai kemerahan gadisnya. Pria itu balas memeluk dan menepuk-nepuk punggung Sandara demi menenangkan sang gadis yang tak lagi menahan isak tangisnya.

Wae?”

Sandara menggeleng dalam dekapan Dong Hae. “Aku sedang tak ingin menjawab apapun, Lee. Jebal…”

Suara parau sang gadis membuat Dong Hae mengerti bahwa Sandara sedang hanya ingin menumpahkan emosinya tanpa mendapatkan interupsi apapun. Dong Hae menurutinya hingga mereka yang berada di posisi itu cukup lama sebelum sang pria melepaskan karena suara tangis gadisnya yang mulai tak lagi terdengar.

Geurae,” ucap Dong Hae seraya membenarkan surai sang gadis di hadapan yang cukup berantakan. “Bagaimana kalau kita ke Busan?”

Mata sembab sang gadis membelalak lebar. “Eoh?”

Dengan telaten jemari pria itu menghapus bekas air mata yang berada di pipi gadisnya. “Kau sepertinya butuh ketenangan, Dara-ya. Bagaimana kalau kita mengunjungi eomma? Ia akan senang sekali jika kau datang. Akhir-akhir ini ia bahkan sering menanyakan kabarmu padaku.”

“Kita… menginap di sana?”

Dong Hae tersenyum seraya mengangguk. “Kau juga sudah bawa beberapa barangmu, kan? Kita bisa langsung pergi sekarang.”

Sandara yang seakan masih belum sadar sepenuhnya hanya bisa terdiam tanpa sanggup menjawab. Manik hazel itu hanya mampu menyaksikan sang kekasih mulai memasangkan sabuk pengamannya dan menyalakan deru mesin mobilnya.

*****

“Aku perlu bertemu denganmu. Sekarang.”

Tanpa membiarkan sang pria lawan bicaranya menyahut, Ji Yong telah mematikan sambungan telepon itu. Ia menggeram kesal lalu segera melesat keluar dari kamar. Sedikit membanting pintu hingga timbul bunyi yang cukup gaduh. Tentu saja itu bukan kamarnya, namun kamar penyewanya. Ya. Hye Mi.

“Ji Yong-ssi?”

Sang pria menghentikan langkah terburunya, menolehkan sedikit kepalanya melewati bahu. Kehadiran wanita itu tepat tengah berdiri tak jauh di belakangnya. Sang tuan rumah.

“Kau… akan pergi kemana?”

“Ada sesuatu yang harus ku selesaikan terlebih dulu.”

Alis Hye Mi berkerut samar dengan pandangan menyelidik. Ingin bertanya lebih jauh, namun raut wajah Ji Yong menunjukkan bahwa pria itu sedang tak ingin berlama-lama untuk diinterupsi. “Nanti malam kau akan kembali ke sini, kan?”

Hanya pertanyaan itu yang mampu Hye Mi lontarkan untuk saat ini. Setidaknya setelah kepergian Sandara yang terus membuat hatinya ketar-ketir, ia merasa ia tak boleh kesepian. Bukankah kehadiran Ji Yong juga memang untuk menemaninya? Wanita itu bahkan rela mengeluarkan kocek yang lebih dalam kali ini demi membawa sang pria dan membuat ia berada dalam kuasanya.

Tanpa ragu, sedetik kemudian Ji Yong hanya bisa mengangguk patuh. Apa boleh buat? Walau ingin menolak sekeras apapun, namun bukankah kini bahkan wanita di hadapannya itu memiliki kontrak yang terikat dengannya? Membuat ia kehilangan kendali bahkan untuk dirinya sendiri.

*****

Eomma!”

Satu jeritan norak membuat sang wanita paruh baya yang tengah menyiram bunga itu terlonjak kaget. Itu Dong Hae! Pria yang melebarkan senyum sehangat mentari pagi dengan tangan terentang lebar. Pria dewasa yang terlihat kekanakkan itu tanpa membuang waktu segera menghampiri dan mendekap erat sang wanita yang dirindukannya. Ibu kandungnya. Kim Min Ri.

“Dara-ya?”

Min Ri menyadari kehadiran satu orang lain yang tengah berdiri di ambang pintu taman bunga berlapis kaca miliknya. Seorang gadis yang amat dikenalnya dan telah lama ia rindukan kehadirannya. Gadis itu mengangkat sedikit lengkungan pada sudut bibirnya. Mencoba menyembunyikan perasaan terkoyaknya dengan senyum palsu yang sebaik mungkin ia buat. Spontan Min Ri segera melepaskan pelukan Dong Hae dan melangkah untuk mendekati hingga kini mereka berdiri berhadapan.

Annyeonghaseyo, Eommoni,” sapa Sandara seraya membungkukkan badannya.

Pandangan wanita paruh baya yang masih terlihat anggun itu membelalak dengan rahang yang menganga lebar. “Astaga, kau datang… mengunjungiku?”

“Tak usah berlebihan begitu, Eomma.”

Sindiran asal Dong Hae sama sekali tak ditanggapi. Terbukti dengan Min Ri yang lebih memilih untuk meraih tubuh mungil gadis di hadapannya, mendekapnya erat seraya mengelus surai kemerahan itu dengan tangan lembutnya. Sikapnya memang selalu hangat dan mampu menenangkan dengan pandangan teduh khas. Hal yang bahkan telah wanita itu wariskan pada anak semata wayangnya, Dong Hae.

“Ish, kau bahkan mengabaikanku, huh?” Dong Hae makin bersifat kekanakkan yang dibalas dengan jitakan keras di kepalanya hingga membuat ia mengaduh kesakitan. Anggaplah itu sebagai salam hangat dari ibunya.

Min Ri mengalihkan lagi perhatian penuhnya pada Sandara. “Bukankah sudah lama sejak terakhir kali kau mengunjungiku beberapa bulan yang lalu? Kau berniat melupakanku, eoh?”

Sandara hanya bisa tersenyum canggung, merasa bersalah karena tak menyempatkan sedikit waktunya di tengah-tengah jadwal kuliahnya yang cukup padat. “Mianhae.”

“Kau tak usah minta maaf. Pria ini pasti tak pernah mengajakmu, bukan?”

Eomma!” seru Dong Hae tak terima dengan raut kesalnya. “Aku bahkan sudah sering mengajaknya, namun ia sendiri yang menolak.”

“Bagaimana mungkin gadis manis sepertinya menolak? Jangan beralasan!” Min Ri mencebik seraya mendelik tajam. “Kajja, kita masuk. Hari sudah hampir gelap.”

Dong Hae tidak bisa untuk tidak terperangah. Kejadian ini bukan yang pertama kalinya, kehadirannya bahkan selalu tak diacuhkan saat Sandara mengunjungi kampung halamannya. Min Ri memang selalu memprioritaskan Sandara melebihi dirinya. Menyebalkan? Mungkin… sedikit. Karena jauh dalam lubuk hatinya, pria itu sebenarnya merasa hangat. Bukankah menyenangkan ketika dua perempuan yang amat berharga dalam hidupnya terlihat akrab dan saling mengasihi?

“Yak! Eomma! Kau tak berniat untuk melupakan putra kesayangan nan rupawanmu ini, kan?”

*****

Wasseo?”

Ji Yong menatap wanita di hadapannya dengan pandangan datar seraya mengangguk lemah. Wanita yang tak dapat lagi ditatapnya dengan cara yang sama seperti saat pertemuan mereka untuk yang pertama kalinya pada pagi hari tadi. Jika awalnya Ji Yong cukup merasa cukup tergugah dengan wanita paruh baya yang masih terlihat anggun nan cantik itu karena wataknya yang terlihat tenang, maka kini perasaanya telah berubah seratus delapan puluh derajat. Ji Yong seakan lebih memilih untuk disewa oleh ahjumma agresif dengan hasrat meledak-ledak, seperti kebanyakan wanita sebelumnya.

Tungkai jenjangnya memilih untuk segera mendudukkan dirinya di sofa ruang tamu dan menelungkupkan wajah kusutnya di balik telapak tangannya. Pria itu mengacak-acak surainya asal dan mendesah frustasi. Pertemuannya dengan Seung Hyun malah membuat semuanya makin rumit. Tidak ada penyelesaian yang berarti. Tidak jika Ji Yong bahkan bernegosiasi dengan pria bebal sepertinya.

“Hye Mi-ssi?” Suara parau Ji Yong memecah keheningan dengan reaksi bingung dari wanita yang telah duduk di sampingnya itu.

“Aku… tidak bisa.”

“Apa?”

Ji Yong membuang napasnya perlahan. Panjang dan amat menyesakkan. Ini kali pertama baginya. Kali pertama ia harus merasa tertekan dengan pekerjaannya, terlebih karena satu alasan sialannya. Karena seorang gadis. Gadis yang bayangan wajahnya bahkan selalu berkeliaran dalam benak hingga membuatnya jengah dan ingin membenturkan kepalanya saja ke arah dinding dengan hantaman yang keras.

Sebelumnya pria selalu bertindak profesional. Ya, tentu saja jauh sebelum pria itu bertemu dengan Sandara. Gadis yang kehadirannya mampu menjungkirbalikkan dunia Ji Yong dalam sekejap. Masalah pekerjaan sebelumnya tak pernah mencampuri kehidupan pribadinya, namun kini semuanya berbeda. Ia tidak bisa memisahkan urusan yang bahkan terlalu pening untuk dipikirkan.

“Aku… tidak bisa melanjutkan kontrak kita,” ucap Ji Yong setelah cukup lama terdiam. “Akan ku kembalikan semua uangmu yang telah kau transfer.”

Riak muka Hye Mi berubah, namun tidak menunjukkan keterkejutan yang kentara. “Kenapa?”

“Aku hanya tidak bisa.”

Hye Mi mendesah lalu meraih tangan Ji Yong, menggenggam seraya mengusapnya perlahan. Pria itu mendongak namun tak ingin berkata-kata lebih jauh atau bahkan menepis tangan Hye Mi. Tangan yang dilingkupi kehangatan itu cukup membuatnya tertegun cukup lama dengan manik mereka yang bersitemu. Entah untuk alasan apa, namun bisa Ji Yong rasakan ketulusan terpancar dari sana.

“Apa ini semua ada hubungannya dengan putriku?”

Deg!

Ji Yong tak menutupi rasa kagetnya dengan riak yang teramat jelas tergambar dari wajah rupawannya.

“Sandara. Kau mengenalnya?”

.

.

.

 

To be continued…

8 thoughts on “MEA CULPA [Chap. 13]

  1. Hhhuuuaaaa, nunggu hampir sebulan dan akhirnya dinext juga tapi kurang pnjgn chingu,huu.
    Kan,akhirnya gini.
    Aahh greget parah sma hubungan mereka.
    Keluarha donghae welcome bgt sma dara.
    Jiyong mau akhiri kontrak itu? Tp hyemi gamau? Demi dara?
    Pliissss next cepeettt. Ditunggu,gumawo^^

  2. Duh ya ampun susah amat Dara deket sama Jiyong 😢😢 saingannya sama Donghae lagi yg keluarganya baik2 aja bahkan welcome ke Dara. Logika sih harusnya ke Donghae kalo orang normal, tapi aku ga normal jd aku pilih Jiyong si pria simpanan yg HOT tiada dua wkwkwk
    Ditunggu bgt kelanjutannya thorrr fighting!💪💪

  3. Waduuhhhhhhj mkin ribet aja ne hbungan DG…eh aku kok bingung yah ma dongaekk..dia knal ma jiyong gtoe…kok ngomongnya cem udh knal lama 😏 ayulah dek djelesin entar 😄😄

    • Mereka ga saling kenal ko kak, kalo saling kenal entar tambah ribet wkwk. Eh btw meskipun telat dd mau ngucapin minal aidzin wal faidzin yaaa kakakuuuu. Maafkan kesalahan dd baik yg disengaja ataupun engga ^^ kisseu dr dd listia yg menggemaskan 😍😘☺😳

  4. Makin kesini makin rumit ni cerita…. wah sandara kelihatan marah bgt sama jiyong dan seunghyun jg bikin masalah tambah rumit…. semoga aja hyemi bisa ngerti sama keadaannya jiyong ya dan semoga hyemi nggak marah….. dan dara semoga jg mau dengerin penjelasannya jiyong dulu baru deh km bisa ngambil keputusan…..

Leave a comment