The King’s Assassin [3] : The Real World

TKA

Author :: silentapathy
Link :: asianfanfiction
Indotrans :: dillatiffa

~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~

 

“Tuan Muda!!!” Daesung berlari dibelakang Seungri saat mereka menuju ke sekolah Seungri. Sebenarnya itu adalah sebuah lembaga pendidikan yang dibentuk khusus untuk siswa-siswa yang akan mengambil ujian masuk di Sungkyunkwan. Meskipun setiap pria kecuali dari kasta terendah memiliki hak untuk belajar, hanya para Yangban lah yang mampu membayar untuk sekolah persiapan semacam itu.

“Tuan Muda! Tuan Muda!” seru Daesung masih mencoba mengikuti langkah Seungri.

“Awww diamlah Daesung! Aku sedang mencoba berdoa kepada para leluhurku!” jawab pria itu, menghentak-hentakkan kakinya sambil mengepalkan tangan. Hari adalah hari ujian lain, benar dan Seungri tidak bisa menenangkan dirinya sendiri. Dia sudah gagal dalam dua dari tiga ujian yang ada. Sekali gagal lagi dan dia akan ditolak dari sekolah itu.

“Aigoo! Saya pikir Anda meminta saya untuk memberi tahu Anda begitu saya melihat putra Penasehat Kerajaan!” Daesung menggaruk kepalanya dan memanjangkan leher, mencoba menemukan pria yang dia maksud.

“Omo! Kau melihatnya? Dimana??? Dimana???” tanya Seungri dan memalingkan kepalanya kesegala arah. Dia terkesiap saat pandangan matanya matanya mendarat pada pria muda sebaya dengannya.

“Orang itu! Haha! Orang itu akan menjadi jawaba dari masalah-masalahku! Kyahahaha!” Seungri tertawa histeris sambil mengibaskan rompinya dan menggosok hidungnya, sembari bergerak mendekati Sanghyun.

**

Chaerin POV

“Omo!” aku terkesiap sambil berbalik dan buru-buru menyembunyikan wajahku menggunakan mantel saat tiba-tiba dia berbalik kearahku.

Aku hanya berharap aku bisa memberinya ucapan semoga berhasil untuk ujiannya hari ini. Aku sangat ingin menunjukkan dukunganku padanya. Tapi aku tidak tahu bagaimana caraku mendekatinya – aku bahkan tidak sadar kalau aku mengikutinya!!!

OTTEOKKEE???

Aku tidak menyangka dia akan berbalik!!! Bagamana kalau dia melihatku???

Heol!

Seorang wanita bangsawan harus bersikap elegan… harus dihormati… harus bisa menjaga perasaan… harus mendengarkan pria… harus… harus…

Oh, Tuhan… daftar itu masih terus bertambah saja.

Tapi aku benar-benar tidak tahu apa yang terjadi padaku semenjak Sanghyun memberiku hadiah – sebuah hiasan rambut berukiran indah, saat ulang tahunku. Kami adalah teman sejak kecil dan semuanya menjadi canggung setelah itu terjadi. Kenapa aku tidak bisa berbicara secara normal sejak saat itu?

Aku menggigit bibir dan memejamkan mata, yakin pada mantel yang menutupi kepalaku, menarik rapat sampai menutupi wajahku – berharap dia tidak menyadari keberadaanku.

Satu… dua… tiga…

Aku menghitung beberapa kali… sampai sekitar satu menit.

Inilah saatnya.

Dia tidak menghampiriku… (melihat kesamping-samping)… kurasa dia tidak melihatku.

Aku menarik nafas dalam dan menghembuskannya dengan lagi kemudian perlahan bibirku membentuk senyuman. Kau baru akan berbalik saat…

“Apa kau tidak apa-apa, Chaerin?”

Chae…

Ch-ch-ch-…

Ch-ch-ch-ae…

Perlahan aku menelan ludah dan memejamkan mataku erat-erat, bedoa kepada para leluhur untuk membawaku ke surga bersama mereka sejenak dan mengembalikanku lagi ke bumi setelah aku bisa pulih dari keterkejutanku atas situasi yang kaku ini.

“A-pa kau baik-baik saja? K-k-kenapa kau mengikutiku?”

Aku merasa jantungku copot dan darahku mongering.

Dia… melihat… ku…

Aku mulai panik. Aku harus bersembunyi.

Aku perlu berlari kabur.

Satu… dua… tiga!!!

“Sanghyun-ah!” aku membeku mendengar seseorang memanggil namanya.

“Omo! Seungri!” jawab Sanghyun dan aku hanya bisa dalam hati mencatat namanya.

Aku akan selamanya berterima kasih karena kau sudah menyelamatkanku hari ini!!! kamsahamnida… uhh, Seungri-ssi?

Aku cepat-cepat melangkah sepelan mungkin dari sana sambil melirik kebelakang. Kedua orang itu masih bercakap-cakap. Pria yang satunya lagi – aku tidak bisa melihat wajahnya dengan jelas karena tangannya terus bergerak kesana kemari saat dia berbicara. Sanghyun terlihat agak canggung, dan aku penasaran dengan apa yang mereka diskusikan.

Aku mendesah sebelum akhirnya mulai berlari menjauh. Aisht! Aku tidak sempat mengucapkan semoga berhasil untuk ujiannya!

Ya ampun, semoga dia akan melupakan kalau hari ini aku mengikutinya.

**

Ilwoo POV

“Omona oppa! Lihat!”

Aku menoleh kearah gadis disebehku yang dengan bahagianya bertepuk tangan, jelas terlihat dia terpesona dengan pertunjukan boneka yang sedang kami tonton. Ini adalah pertunjukan yang bagus, tapi aku sama sekali tidak peduli dengan yang lain asalkan aku bisa melihat senyumnyam dan yang bisa kudengar hanyalah suara tawanya.

“Booyah! Ini sudah berakhir?” dia complain dan aku hanya bisa tersenyum melihat tingkah gadis ini. Semua pada dirinya memang layak untuk diperhatikan.

“Oppa?”

Aku melongo melihatnya menatapku dengan kedua alisnya berkerut dan bibirnya cemberut, aku hanya bisa mendesah senang. Dia ini seperti angin, sesuatu yang kuat dan bisa menghancurkan, namun lebih sering tenang.

“Apa kau menikmati pertunjukannya?”

“Nah! Itu adalah pertunjukan yang bagus oppa! Aiyoo, sayang sekali Chaerin dan Sanghyun tidak ada disini. Bagaimana denganmu? Apa kau menyukainya?” tanyanya dan berdiri tiba-tiba membuatku kehilangan kata-kata.

“Apa aku menikmatinya?”

“Neh… Kenapa? Kau tidak menikmatinya?”

“ANIII-ANIYO!” aku panik dan ikut berdiri, semua penonton sudah mulai meninggalkan pertunjukan mereka termasuk pelayan kami yang duduk tepat dibelakang kami. “Aku menikmati menonton!” kataku, dan hampir saja, aku hampir menyertakan kata ‘kamu’.

“Oh, kureyo? Aku senang mendengarnya!” serunya membuatku penasaran kenapa.

“B-w-oh?”

“Kubilang aku senang kau menikmatinya karena sebentar lagi kau akan kembali ke Sunkyunkwan dan akan dipaksa untuk belajar lebih keras dan akan kembali dibandingkan dengan si siswa baru yang jenius itu, Dong Yongbae.”

“Aisht! Aku tidak butuh dibanding-bandingkan. Kurasa Seunghyun lebih panas karena skandal yang muncul sebelum ini. Kau tahu kan, kalau ayahnya itu sangat menakutkan. Itulah kenapa Seunghyun harus membuktikan dirinya kepada Menteri Pertahanan.” Ujarku, meskipun aku mengenalnya, Seunghyun masih seperti misteri, walau kelakukannya sepert itu. Terkadang aku melihatnya menatapku dengan seksama dan aku tidak bisa mencegah pikiranku kalau-kalau dia benar-benar gay. Itu membuatku merinding! Tapi… dia ahli bermain pedang, aku harus memujinya karena itu.

“Aku penasaran, dimana Seunghyun oppa sekarang…” kata Dara dan matanya memandang berkeliling.

“Mungkin dia sedang bermalas-masalan, mungkin sedang tidur entah dimana, bersikap selayaknya pemalas sesuai jiwanya, aisht, pria itu!” katanya sebelum berdecak lidah, membuatnya terkikik geli sambil menutupi mulutnya dengan punggung tangan.

“Agassi, ayo pulang.” Pelayannya mendekatinya dan aku hanya bisa mendesah kecewa. Dalam beberapa jam aku sudah harus kembali ke Sunkyunkwan.

“T-t-api…”

“Tidak apa-apa, Dara-ah… pergilah. Lagipula, aku masih harus mengemasi barang-barangku.” Kataku mencoba menatapnya dengan senyumnya yang biasa. “Kau tentunya tidak ingin membuat omma-mu cemas, iya kan?”

Aku melihatnya mendesah sebelum akhirnya menjatuhkan bahunya.

“Arasso.” Ujarnya singkat. “Kamsahamnida oppa. Sampai bertemu lagi.” Katanya dan membungkukkan badan padaku. Aku melakukan hal serupa dan sebelum dia bergerak, aku menepuk kepalanya membuatnya langsung mundur.

“Yah… omma bilang aku bukan gadis kecil lagi! Aku tidak boleh membiarkan seseorang menyentuh rambutku khususnya seorang pria!” katanya membuatku menyyadari kebenyataan itu.

Dia telah tumbuh menjadi seorang wanita. Pelahan, dan sangat cantik. Tidak heran dia menjadi pembicaraan di kota… khususnya para pejabat tinggi, Kudengar abeoji mengatakan itu kepada kami saat makan malam. Dia bilang hampir sebagian pejabat ingin putra mereka menikahi Putri atau gadis dihadapanku ini – putrid dari pejabat tertinggi di Joseon.

Dan itu membuatku bertanya-tanya…

Apa abeoji juga mengharapkan agar aku menikah dengannya suatu hari nanti?

Aisht!!! Apa yang kupikirkan!

Dara dan Chaerin sudah seperti adikku sendiri! Benar. Hal itu harus tetap seperti itu!

“Oppa?” panggilnya, membuatku tersadar dari lamunanku.

“Oh… mianhe.” Aku meminta maaf. “Mianhe, Dara-ssi.” Godaku membuatnya mengernyitkan hidung, kebiasaan yang sering gadis ini dan sahabatnya – Chaerin – lakukan, saat mereka merasa kesal.

“Kalau begitu, aku harus pergi oppa. Jaga dirimu, neh?”

Aku mengangguk sebelum mengisyaratkan padanya dan pelayannya untuk pergi. Dia menganggukkan kepalanya lagi dan aku hanya berdiri diam disana menunggunya untuk menoleh sekali lagi. Aku menunggu dan menunggu sampai aku tidak bisa melihatnya di tengah keramaian.

Jantungku langsung mencelos.

Apa yang kuharapkan?

“Tuan Muda, ayo pergi. Kita masih harus kembali ke universitas siang ini.” pelayanku mengingatkanku dan aku hanya bisa menganggukkan kepalaku dengan hati berat dan melangkah perlahan, menuju ke rumah.

**

“Appa Mama… K-k-kenapa kita… A-a-pa yang kita lakukan ditempat ini?” tanya JIyong saat mereka mencoba menyembunyikan diri mereka di belakang sebuah rumah tua.

Mengenakan pakaian yang biasa dikenakan oleh para Yangban, ayahnya, sang Raja, dengan beberapa pengikut yang juga menyamar meminta dirinya untuk ikut pergi ke Provinsi Utara dan mereka membutuhkan waktu hampir seharian untuk sampai disana. Tempat itu merupakan sebuah tempat yang Putra Mahkota sendiri tidak pernah membayangkan seumur hidupnya.

Jiyong mengedarkan pandangannya keseluruh tempat itu. Semuanya kacau; pengemis berbaring di jalanan meminta-memaninta, beberapa pedagang menyimpan barang-barang yang menjadi mata pencaharian mereka, para ibu dan anak-anak menangis seharian, jalanan berdebu, dan Pengawal Kerajaan menyebar disegala tempat menghancurkan segala sesuatunya dengan pedang atau tangan atau kaki mereka seolah semuanya hanyalah sampah.

Raja tidak menjawab dengan kata-kata. Melainkan, Jiyong menemukan ayahnya memandangi orang-orangnya dengan penuh rasa terluka dan sedih di matanya. Jiyong melihat rahang ayahnya mengeras dan bibirnya membentuk segaris tipis dan tangannya terkepal, seketika itu juga setetes air mata jatuh dari sudut matanya, mengalir turun dari wajahnya membasahi tali topinya.

“Appa Mam—,”

“Saat kita hidup berlimpah dan penuh kemewahan, dalam balutan sutra, emas, dan permata, makanan lezat yang tiada habisnya yang bisa memberi makan ribuan orang… ini, inilah Joseon yang sesungguhnya, Nak. Inilah dunia yang sesungguhnya.”

Putra mahkota menoleh untuk melihat orang-orang itu sekali lagi dan melihat mata mereka penuh ketakutan dan rasa sakit. Inikah Joseon yang sesungguhnya? Jauh dari istana dimana semuanya hanya tinggal perintah?

“T-t-api… kenapa Appa Mama? Kenapa semuaya kacau disini?”

“Orang-orang ini… mereka orang biasa dan menginginkan perubahan. Mereka mengajukan permohonan mereka adaku dan aku… aku berjanji kepada mereka aku akan melakukan yang terbaik yang bisa kulakukan untuk mereka, setidaknya untuk anak-anak mereka.”

“P-p-perubahan apa, Appa Mama?”

“Pembagian… kelas sosial dan standar… peraturan yang menimbulkan luka bagi yang lemah… perintah untuk memperkaya para elit… pajak… semuanya yang menunjukkan ketidaksamaan. Seorang budak akan selamanya menjadi budak sampai dia mati atau bahkan sampai seorang budak melahirkan budak yang lain. Semuanya berputar, seberapa kerasnya pun aku berusaha, semuanya selalu kembali seperti ini.

Jiyong merasakan kekecewaan dalam suara ayahnya. Kekewaan bukan karena kecewa akan apa yang mereka lihat akan tetapi kecewa atas kegagalannya sendiri.

Untuk pertama kalinya dalam 16 tahun hidupnya, Jiyong melihat ayahnya menangis dan mengungkapkan isi hatinya. Sang Raja, ayahnya adalah seorang pria riang, seseorang yang menjadi sandaran baginya. Mengingat akan semua senyumnya, Jiyong berpikir, bagaimana ayahnya bisa melakukan itu setelah melihat orang-orang hidup seperti ini.

Jiyong merasa bangga. Tidak, tidak ada kekecewaan sedikit pun atau hilang kepercayaan kepada ayahnya.

Malah dia semakin mengagumi ayahnya.

“Appa Mama… kita… kita masih bisa melakukan sesuatu untuk ini, benar kan?”

“Aku sedang mencobanya nak, aku sedang berusaha. Selama bertahun-tahun ini sampai aku merasa tulangku sudah semakin melemah dan melemah. Selama bertahun-tahun ini kerja kerasku bersama dengan penasehat dan teman-temanku. Dan masih saja, semuanya sama. Tidak… ini malah lebih buruk. Yangban dan hampir semua pejabat menolak keputusanku. Aku tidak bisa memaksa mereka atau masalah yang lebih serius akan muncul. Yang bisa kulakukan hanyalah mempercayakan Kepala Penasehat Kerajaan untuk melaksanakan rencanaku…” kata sang Raja sebelum berbalik menatap Jiyong. Dia mendekat dan memegang kedua bahu Putra Mahkota.

“… dan berharap padamu sebagai penerusku… calon pewaris tahtaku… harapanku satu-satunya untuk masa depan Joseon.” Kata sang Raja membuat Jiyong berusaha mengucapkan sesuatu tapi tidak bisa menemukan kata yang tepat.

“Inilah dunia yang nyata, nak. Jangan dibodohi oleh kenyamanan yang ada didalam dinding istana.”

**

Sepertinya masih banyak yang belum apal dan bingung sama sebutan-sebutannya… >.< okeh, baiklah.. untuk beberapa chapter kedepan, semoga saya tidak lupa menyertakan catatan ini..

Appa Mama = Panggilan Pangeran dan Putri kepada ayah mereka (Raja)

Omma Mama = Panggilang Pangeran dan Putri kepada ibu mereka (Ratu)

Jeonha = Panggilan untuk Raja

Jeon Jung = Panggilan untuk Ratu

Seja Jeoha = Panggilan untuk Putra Mahkota

Daebi Mama = Ibu Suri = Ibunda Raja

Mama = Panggilan kebangsawanan untuk anggota keluarga kerajaan

 

…………………………………………….

<< Previous Next >>

63 thoughts on “The King’s Assassin [3] : The Real World

  1. ilwoo mungkin bakal jadi tantangan juga buat jiyong dekat dengan dara.. omaygatt semoga mereka bisa bersatu. hwaiting jiyong oppaaa \(^0^)/

  2. Miris bgt baca’a,
    Sedih jg pas baca bagian raja ngajak putra mahkota mnyamar untuk mlihat k’adaan d’luar krajaan nd mngajarkan pada putra mahkota bhwa itulah yg t’jd jauh d’luar istana,
    Owalah,,,,ngmg apa q ini ???
    Lupakan !!!!
    Next

  3. Berat banget yaahh tugas seorang raja, hanya berdoa, jiyong oppa bisa memimpin rakyat joseon dengan adil #ngomong_apaan_sihh😄, dan semoga bisa makin deket sama dara unnie

Leave a comment