HELIOS [Chap. 2]

~~~

Setelah kepulangan Mino, Jiyong yang masih berada di tempat kerjanya masih juga belum bisa menutup mata untuk sekedar mengistirahatkan badanya. Dia terus memikirkan hal apa yang menimpa adiknya.

‘Semoga apa yang kupikirkan tidak benar’ pikirnya.

Jiyong gelisah, dia tidak bisa tidur dan tidak bisa berhenti berpikir. Memang kelihatanya berlebihan, namun entah mengapa dia mencium sesuatu yang membuatnya tidak bisa bernafas saat bersama Mino beberapa menit yang lalu.

Dia merasakan aroma yang tidak sewajarnya. Aroma yang sebenarnya tidak boleh disebutkan. Tapi, mengapa itu keluar dari aroma badan Mino? Tidak mungkin dan sangat mustahil Mino memiliki Aroma yang seperti dia cium.

Bolak-balik Jiyong berpikir sembari menggigiti kukunya.

“Apa sebaiknya aku katakan saja pada Dara?.” lirihnya.

Jiyong lantas mengambil ponsel yang berada di meja kerjanya. Dia menekan Dial-up untuk menghubungi Dara.

Dering ketiga Dara belum juga mengangkat panggilan Jiyong. Dia mengerutkan dahi ‘Apa dara tidur?’

‘Mungkin dia sudah tidur.’ pikir Jiyong saat mendengar nada panggilan tidak terjawab.

Dia kembali meletakan ponsel miliknya diatas meja dan pergi keluar ruangan untuk mengambil air didapur.

Kepalanya terasa begitu pening belakangan ini. Masalah yang dihadapi perusahaan yang dipegangnya makin kesini semakin rumit. Bahkan, Jika saja dia lengah sedikit dia bisa saja bangkrut.

Ya, Jiyong adalah seorang pengusaha muda. Dia bersama perusahaanya bergerang dibidang IT. Bersama Dara, dia membangun perusahaanya. Tentu saja mulai dari nol.

Mereka berdua bekerja keras untuk dapat membangun sebuah perusahaan. Masa-masa pahit sudah menjadi makanan sehari-hari mereka waktu itu. Kelaparan sampai tidak tau mau tidur dimana juga mereka alami.

Jiyong dan dara yatim piatu. Mereka berdua adalah korban wabah virus yang menyerang kota busan 10 tahun yang lalu. Keluarga mereka semuanya mati dan kota mereka hancur. Bangunan bangunan sudah tidak bisa digunakan lagi semenjak diratakan oleh pemerintah. Daerah mereka juga sudah tidak aman. Virus masih terus ada disana sampai sekarang. Virus yang tidak bisa dihilangkan atau dimusnahkan.

Mengerikan jika mengingat masa itu. Jiyong tidak bersama Mino saat itu. Beruntung Mino saat itu tengah melakukan kunjungan rekreasi bersama teman sekolah menengahnya ke Seoul. Hingga Mino tidak terkena wabah yang menyerang desa mereka. Sementara Jiyong dan Dara, mereka melarikan diri. Mereka berdua saat itu panik dan tidak tahu mana yang mau menyelamatkan mereka, atau mana yang mau menyakiti mereka.

Jiyong dan Dara terus berlari. Hingga mereka sampai di sebuah kawasan tak berpenghuni. Mereka tak sadar ketika kaki mereka sendirilah yang mengantarkan mereka pada takdir pahit yang harus mereka hadapi.

Dan Jiyong yakin penciumanya masih baik. Dia yakin aroma itu adalah aroma yang sudah lama dia lupakan dan dia buang dari ingatanya.

 Ponsel Jiyong berdering, Jiyong mendengarnya dari dapur. Dengan langkah pelan Jiyong berjalan kearah ruang kerjanya dan mengangkat telfon tanpa melihat siapa yang menelfonya,

“Ji…”

Jiyong sedikit tekejut mendengar suara diujung sambungan. Dia menjauhkan ponselnya untuk  melihat siapa yang tengah berbicara padanya.

‘Dara’  itu yang tertera dilayar ponselnya.

“Emm..”

“Ada apa kau memanggilku?.”

Jiyong Pov

“Ada apa kau memanggilku?.” Ucap Dara saat aku masih bingung apa yang harus aku katakan.

“…….”  aku diam, haruskah aku jujur padanya sekarang?

“Ji? Kau mendengarku?.”

“Ya, aku dengar.”

“Lalu?.”

“Bisakah kau menemuiku nanti siang? Ada hal yang harus aku katakan.”

Dara diam. Sepertinya dia bingung dengan apa yang baru aku katakan. Tidak biasanya memang aku memintanya menemuiku. Karena biasanya, akulah yang menemuinya.

“Emm.. okey. Jam berapa?.”

Sekilas aku melirik jam yang tertempel disebelah pintu ruangan.

“Jam 9. kumohon datanglah tepat waktu.”

“B-baiklah, aku akan menemuimu jam 9.”

“Ya. Kutunggu.” Jawabku singkat.

Detik berikutnya Dara memutus sambungan telfon. Aku sepertinya memang harus mengatakanya pada Dara. Meskipun nantinya aku tidak berniat untuk melibatkan Dara, tapi aku merasa Dara juga berhak tau akan apa yang nanti aku hadapi bersama Mino.

Jam masih menunjukan pukul 6. masih ada waktu 3 jam untukku membersihkan diri dan istirahat sebentar.

 Aku lantas berdiri dan berjalan kearah kamarku untuk mengambil handuk kecil yang tersampri sembarangan dibelakang pintu.

Melangkah masuk kedalam kamar mandi.

Seperti biasa saat aku hanya sendiri, aku akan selalu memikirkan tentang kehidupanku yang dulu. Bayang-bayang tentang eomma dan appa selalu menggangguku. Aku, aku sungguh merasa bersalah pada mereka. Aku meninggalkan mereka adalah fakta yang menyesakkan.

Memang, saat kejadian Virus itu aku sedang bermain bersama Dara. Kami saat itu berada ditaman belakang sekolah. Sampai kemudian, seseorang berteriak dan berlari kearah kami.

Aku dan Dara yang tidak tahu apa-apa hanya bisa berlari.

Saat itu aku dan Dara berlari kearah rumahku. Dan saat itu juga aku melihat kedua orang tuaku meronta kesakitan. Aku saat itu tak bisa melakukan apa-apa. Aku ingin mendekat pada mereka, tapi aku juga takut untuk melakukanya.

Aku terus melihat kedua orang tuaku dalam diam, tidak melakukan apa-apa bahkan ketika  eomma meminta tolong padaku.

Aku yang cengeng dan tidak berguna hanya bisa menangis dan berpegangan erat pada tangan Dara. Sampai kemudian muncul orang-orang berbaju hitam rapat mendekat kearahku dan Dara.

Aku tidak tahu mereka siapa, tapi mereka membuatku takut. Aku tidak tahu saat itu, sungguh beku tubuhku.

Dan saat eomma tiba-tiba mengatakan sesuatu ‘L-LAR-RIIII JI-JIYONG-AH….’

Mataku membulat mendengar suara eomma, namun saat itu Dara menyeret tanganku dan berlari. Aku bingung, namun Dara masih menyeretku.

“Kau gila! Kenapa kita tinggalkan orang tuaku,Dara!.” Ucapku meninggi pada Dara saat menyadari apa yang dilakukan Dara. Saat itu aku dan Dara tengah beristirahat sebentar untuk mengatur nafas.

“Kau dengar apa yang dikatakan ibumu, Kwon?.” Ucapnya saat itu terlampau datar. Aku mendelik. Bagaimana dia mengatakan hal itu dengan mudah?

“Tapi bagaimana bisa kau..”

“Kau tahu, orang tuamu tak menginginkan kau mati begitu saja. Aku memang tak tahu siapa orang-orang berbaju hitam itu, tapi apa kau lihat apa yang dialami kedua orang tuamu? Mereka terkena Virus,Ji. Dan jika kau terus disana tadi.. kau juga akan terinfeksi.”

“Lalu memangnya ada yang salah? Biarkan aku juga terkena Virus itu! Kau tahu? AKU TIDAK BISA HIDUP TANPA MEREKA!.” Jawabku membentak Dara.

“Lalu bagaimana dengan Mino! BAGAIMANA DENGAN ADIKMU, KWON JIYONG! Mereka mengharapkan kau hidup juga karena mereka ingin kau menjaga adikmu! Kau satu-satunya harapan mereka! Kenapa kau begitu ceroboh dan egois!! cobalah bersikap seperti kakak dan anak yang bertanggung jawab!.” pukul Dara telak.

Aku terdiam. Jujur saat itu aku malu. Kenapa aku begitu egois? Kenapa aku tidak memikirkan nasib Mino?

Dara menepuk pundakku, dan dia memelukku. Menenangkanku.

Saat itu aku menangis, benar-benar menangis. Sampai aku yakin baju Dara habis basah karena aku.

Aku menggeram dan memukul kaca yang ada didepanku saat aku mulai kembali meningat ingatan itu. Darah mengalir turun saat buku jariku tertancap potongan kaca.

Aku, aku berjanji. Untuk eomma dan appa, aku akan menjaga Mino sampai kapanpun. Meskipun itu artinya aku harus merelakan nyawaku sebagai gantinya.

Jiyong Pov end

Author Pov

20 menit Jiyong berada didalam sampai akhirnya dia keluar dari kamar mandi. Dia melilitkan handuk kepinggang dan handuk kecil di gunakan untuk mengeringkan rambutnya.

Belum sampai Jiyong mengenakan bajuku, tiba-tiba pintu kamarnya terbuka menampilkan sosok Dara yang berdiri diambang pintu.

Jiyong terkejut, hampir saja dia melompat jika saja dia tidak bisa mengendalikan dirinya. Meskipun bukan hal baru untuk masuk sembarangan kedalam kamar Jiyong, namun tetap saja hal itu membuat Jiyong kaget. Dan Jiyongpun tak tahu alasanya mengapa dirinya harus terkejut.

Dara melangkah mendekati Jiyong sembari melipat kedua tanganya.

“Apa yang ingin kau bicarakan, Ji?.” tanya Dara langsung pada intinya.

Jiyong tidak menjawab. Dia hanya diam dan mengambil baju dan juga celana jeans didepanya untuk dipakai.

“Setidaknya biarkan aku memakai pakaianku, Park.” Kesal Jiyong.

Dara terkekeh saat melihat ekspressi yang ditunjukkan Jiyong. ‘sangat lucu’ pikirnya.

“Nehh.. Sajangnimm…”

Begitu mudah saat menebak apa yang dipikirkan seorang Kwon Jiyong. Dara tahu pasti, kekasihnya itu menyimpan hal yang besar dan tidak bisa dianggap sepele. Jiyong meminta Dara untuk menemuinya saja sudah aneh. Karena si tuan Kwon itu selalu menjadi yang pertama jika dalam hal mengunjungi dan menempel pada Dara.

“Dara..” panggil Jiyong saat didepan Dara. Dara sedikit terlonjak saat tiba-tiba Jiyong berada didepanya. ‘apa baru saja aku melamun?’ pikirnya.

“Neh.. katakan saja.”

“Bisakah kau…” Ada keraguan saat Jiyong menggantungkan kalimatnya.

Dara mengangkat sebelah alisnya saat tidak tahu apa yang dimaksud oleh Jiyong.

“Apa yang bisa kulakukan?.”

“Hh.. bisakah kau menyelidiki Mino?.”

“Eh?? apa maksudmu?.”

“Aku…. ingin memastikan satu hal.”

-TBC-

 

10 thoughts on “HELIOS [Chap. 2]

  1. yahhh…tbc nya gantung. bikin penasaran abbiiissss…..aarrghhhhhh…cepet dipost kak next chapnya.
    jiyong kok nyuruh dara buat menyelidiki mino? why dara?
    siapa pria2 berbaju hitam itu? yahh…penasaran aku.
    pokoknya next secepetnya kak…. semangaaaattt

  2. Kenapa bersambungnya disituuuu😢
    Bingung mau komen apa karena semuanya masih samar2, aku fikir bau yg Jiyong maksud itu bau darah. Mungkin Mino sebelum pulang bunuh org dulu karena balas dendam atas kematian Taehyun, tapi kayanya ini bau yg lain. Ah sudahlah ditunggu chapter selanjutnya aja deh. Fighting author!💪💪

  3. Apa jiyong mencium sesuatu kayak virus gitu ditubuhnya mino?? *sok tau* Btw tbcnya ngegantung kan jadi penasaran. Ditunggu kelanjutannya. Fighting!!!

Leave a comment