Good to You : Chap. 10

good to you

Author : Cyscha || Tittle : Good To You || Genre : Angst || Casting : Sandara Park, Kwon Jiyong dan Kiko Mizuhara || Suport cast : YoungBae, Choi Seungyun (Top), Paek Bom dan Lee Chaerin

^Happy Reading^

~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~

“Baju mana yang harus kukenakan Bomie-ah?” Kiko mendesah frustasi. Seluruh pakaiannya sudah keluar dari lemari dan berserakan diatas kasur.

Bom menangkap baju terakhir yang dilempar Kiko. Kemudian gadis itu berbalik kearah Bom.

“Aku menyerah.” Desahnya menyapu setiap serakan pakaian dengan matanya.

“Kenakan sesuatu yang sederhana, kau hanya perlu tampil apa adanya dan tidak berlebihan. Emm~ Dara tentu merebut hati keluarga Jiyong dengan kesederhanaannya, lakukan sebaik mungkin.” Bom meraih salah satu gaun berwarna orange dari tumpukan pakaian dikasur.

“Ini manis, dan~ ahh kau akan tampak lebih sederhana.” Kiko meraih baju yang dipegang Bom, ia menelitinya dengan baik. Potongan gaun itu sangat sederhana dan jadul. Mata Kiko mendelik tak suka.

“YA! Itu benar-benar menjijikkan! Tidak. Aku tidak mau.” Protesnya cepat, melemparkan lagi gaun itu.

“Sebenarnya acara apa yang akan kau datangi?” Bom masih mencari-cari gaun lain.

“Pertemuan, appa dan eomma mungkin ingin merencanakan kemana sebaiknya hubunganku dan Jiyong.”

“Ha?” Mata Bom berkedip. “Setelah membunuh calon istri Jiyong, mereka masih bisa memikirkan tentang hal itu?” Kepala Bom menggeleng tak percaya.

“Ya~ dan tentu saja aku menyukai ide itu”

“Aku tidak mengerti jalan pikiran mereka.” Bom mengernyitkan alisnya. Ia memperhatikan salah satu gaun cantik yang tadi sempat dilempar Kiko. “Ahh~ Kiko ini dia.” Seru Bom riang, mengambil gaun cokelat muda itu untuk ia berikan pada Kiko.

“Bomie!!” Kiko berteriak senang. “Ini sangat cantik, gomawo~”

Bom mengangguk senang. “Selamat bersenang-senang kawan.”

***

Berhenti sekarang lalu merdeka atau memulainya dan kembali berjuang? Sandara menimbang dua pilihan itu. Jika ia berhenti maka ia hanya perlu melupakan masalah ini, melupakan kematian Dara dan tetap menganggap bahwa unnie-nya meninggal dalam kecelakaan pesawat tiga tahun lalu, tapi jika ia memilih memulainya lagi dan berjuang itu artinya ia harus meneruskan kisahnya, kisah Sandy dan Jiyong kecil. Tentu itu akan membuatnya mengulang seluruh kisah yang sengaja ia hentikan sewaktu ia sudah menyadari bahwa Jiyong menginginkannya.

Helaan nafas Sandara terdengar, ia bosan. Jam baru menunjukkan pukul sembilan malam.

Dengan setengah malas ia berjalan kearah jendela. Menarik gordennya untuk menatap suasana kota seoul malam hari. Senyumnya merekah. Pemandangan indah kota seoul dimalam hari memberikan suasana berbeda untuk hatinya yang sedang kacau.

“Apa yang harus kulakukan sekarang?” Sandara mendesah. Ia menimbang segala sesuatu yang akan ia lakukan dimasa mendatang.

Dia dan Dara terlalu mirip, bahkan tidak akan mudah membedakan mereka.

“Aku sudah berjanji pada diriku untuk membiarkan Jiyong membahagiakanmu unnie, tapi sekarang aku harus mengambil posisiku. Jiyong mencintaiku tapi aku menghentikannya. Lalu sekarang setelah ia berhasil mencintaimu, haruskah aku muncul kembali memaksanya kembali ke cinta abadinya? Aku terlalu takut. Takut akan terluka karena cintanya sudah tidak utuh untukku. Aku tidak ingin di cintai karena aku adalah adikmu, karena aku menjadi bayang-bayangmu.” Sandy menggumam tak jelas, ia memikirkan hal terbaik yang akan ia lakukan.

Sandara melirik pintu kamar. Bibirnya tertarik membentuk senyuman. Dia meraih mantelnya lalu berlari kearah pintu memutar knopnya. Masih terlalu sore untuknya tidur.

Langkah kecil gadis itu berjalan tanpa tujuan, ia menikmati udara dingin malam yang membelai rambutnya lembut. Bibir tipisnya tertarik membentuk senyum tipis menenangkan hatinya.

‘Akulah pemenang yang sesungguhnya.’

Bukan sebuah kompetisi, tapi Sandara kecil tidak pernah merasa lebih baik dari Dara. Ia mengagumi ketegasan Dara kecil setiap kali melindunginya.

“Sandy, kita sungguh benar-benar sama dalam segala hal. Tapi tidak benar-benar sama karena kau sangat lemah. Tunjukkan padaku jika kita sudah dewasa kau bisa meraih impianmu.” Dara membuat perjanjian.

Sandara ingat betul bahwa impiannya hanya satu. Bersama sahabatnya Jiyong. Tapi sesuatu yang lain juga diketahui Sandy bahwa Dara pun memimpikan hal yang sama.

Ia memenangkan perjanjian itu bahkan sebelum ia beranjak dewasa. Sandara terlalu lembut untuk menyakiti unnienya. Untuk membuat Dara kecewa bahwa sang naga memutuskan memilih dirinya. Dengan pelan Sandy mengalah. Ia melepaskan Jiyong, sampai saat dimana mereka berpisah.

Jiyong pergi dan Dara juga pergi dari hidupnya. Tapi, sebelum mereka berpisah Sandy sudah meminta pada Jiyong untuk mencari Dara, menemukan kembali Dara untuk ia nikahi.

Itu terjadi, sungguh diluar dugaan Jiyong menepati janjinya. Benarkah itu semua karena permintaannya? Atau karena memang Jiyong jatuh hati pada Dara?

***

“Tuan~ Mianhae, anda mau kemana?” Minzy terbata bertanya ke Jiyong yang sudah tampak rapi. Gadis itu melirik lagi pergelangan tangannya, memang belum terlalu malam, tapi bagaimana kalau nyonya Kwon menelponnya? Apa yang harus ia katakan tentang kepergian Jiyong.

Jiyong tak menjawab, menoleh pun tidak. Ia berjalan keluar begitu saja seolah tidak menganggap keberadaan Minzy. Gadis itu termangu membiarkan Jiyong pergi menuju garasi mobil.

Mata Jiyong berair. Rasa sakit akan kehilangan kembali menderanya. Ia mengendara tanpa tujuan.

“Arrgggghhh…” Erangnya frustasinya. Tangannya memukul setir dan kemudian memijat pelipisnya. Ia membiarkan airmatanya mengalir deras, ketika pandangannya mulai mengabur karena airmata Jiyong menekan pedal rem.

Decitan ban mobilnya membuat Sandara yang berdiri tak jauh dari situ terkejut. Gadis itu memasang wajah cemberut karena terganggu, tapi tetap duduk dibangku tepi jalan memperhatikan dari jauh.

Beberapa menit berlalu pengemudi mobil tak kunjung keluar menimbulkan keheranan diwajah Sandara. Tapi masih diacuhkannya. Ia menatap kosong langit gelap. Bebannya semakin berat, haelmoni tidak tau tujuannya pergi ke seoul saat ini. Lalu perasaan bersalah membuatnya semakin ingin menusuk Kiko! Dia belum bertemu gadis itu, tapi rasa bencinya seolah sudah menggunung.

Sandara menoleh kesebelahnya saat merasakan bangku yang ia duduki bergoyang pertanda ada orang lain yang ikut duduk di sisi bangkub yang lain.

Retina mata Sandara menangkap sosok orang itu dari samping. Ia menatap wajah tirus, mata sipit dan bekas aliran airmata dipipinya. Namja itu mengenakan jaket tebal yang terlihat sangat nyaman.

Keduanya sama-sama diam. Sandara kembali memutar kepalanya untuk menatap kejalan raya yang tampak lengang.

Asap rokok Jiyong mengepul mengganggu pernafasannya.

“Uhuk-uhuk.. Maaf asapnya.” Dengus Sandara, tapi tetap menjaga suaranya agar sebisa mungkin terdengar sopan.

Telinga Jiyong menangkap suara yang familiar. Ia mengenali jelas bahkan tidak pernah melupakan suara itu, meskipun ada perubahan tapi Jiyong yakin itu hanya perubahan dari suara anak-anak menjadi suara dewasa.

Namja itu menoleh, ketika matanya membentur rambut cokelat ikal tergerai menutupi pipi chubby gadis itu jantungnya berdetak tak karuan. Matanya terpejam menahan nafasnya untuk menenangkan detak jantungnya yang seperti hendak pecah.

Sandara memiringkan wajahnya merasa diperhatikan. Tatapan mereka bertemu.

Jiyong dan Sandara sama-sama kaget. Mulut keduanya terbuka sama lebarnya. Sepersekian detik mereka berdiam pada posisi itu sampai akhirnya Sandara berpaling. Tangannya menyentuh dada saat jantungnya berdebar halus. Gadis itu memejamkan matanya beberapa detik untuk menormalkan detak jantungnya.

Ini mimpi.

“Sandy..” Suara berat Jiyong merasuki telinganya.

***

“Kopinya.” Pelayan kafe meletakkan dua gelas kopi hangat dihadapan Sandy dan Jiyong.

Sandara menoleh, tersenyum tipis dan mengangguk, kemudian jemarinya mengangkat gelas kopi itu meniupnya perlahan.

Tegukan pertama membuat tenggorokannya lebih hangat dan rileks. Ia meletakkan lagi gelas kopi itu lalu memberanikan diri menatap Jiyong.

Nafas Jiyong berhembus menerpa wajah Sandara. Mereka lama berdiam dan tidak tau harus memulai darimana percakapan.

“Emm~ aku-?”

Dahi Sandara mengernyit, dan Jiyong tersenyum kecil mendapati mereka berbicara bersamaan.

“Kau dulu.” Jiyong mengalah. Memainkan gelas kopinya. Ia membiar kepulan asap kopi menerpa hidunghnya hingga aroma kopi tersebut terasa mengundang.

“Bagaimana kabarmu?”

“Seperti yang kau lihat. Aku-” Jiyong menghela nafas, memejamkan matanya saat kilasan bayangan Dara mengganggunya. Sekarang Sandara berada tepat dihadapannya. Cantik. Lebih cantik dari Dara. Tampak aura lembut Sandara sudah memudar berganti dengan garis wajah tegas. Tidak terlihat ia lemah seperti dulu. Ia tampak lebih dewasa dan berprinsip sekarang.

“Begitu banyak yang ingin kutahu, tapi~ mungkin tidak sekarang, kita baru saja bertemu. Aku bisa menanyakan banyak hal nanti.” Lanjut Jiyong memalingkan tatapannya dari wajah Sandara.

Gadis itu mengangguk. Ia pun sama. Banyak hal yang ingin ia tanyakan tapi darimana harus ia mulai?

“Aku senang bertemu kembali denganmu Sandy.” Ucap Jiyong tulus. Dadanya bergemuruh, bahkan ketika pertama kali ia bertemu Dara tidak sebahagia seperti sekarang ia berhadapan dengan Sandy.

***

“Jadi disini kau tinggal?” Jiyong menatap hotel tempat ia menghentikan mobilnya. Sandara mengangguk sambil melepas sabuk pengamannya.

“Iya, hanya untuk beberapa hari kedepan, masa liburanku akan segera berakhir dan aku harus kembali.” Sandara membuka pintu mobil. Ia merasa takut sekarang, susah payah dahulu ia melepaskan ikatan dengan Jiyong tapi pria itu menatapnya dengan sorot menginginkan. Jiyong jelas masih menyimpan keinginannya terhadap Sandara.

Jiyong tidak melakukan apapun selain membiarkan gadis itu turun dari mobilnya.

“Emm~ Jiyong.” Panggil Sandara ketika ia sudah turun. Kepalanya menunduk untuk menatap Jiyong didalam mobilnya.

“Terima kasih.” Sandara meninggalkan mobil Jiyong dengan hati semakin kacau. Jiyong memejamkan matanya sampai Sandara menghilang dari pandangan.

Ada berbagai macam perasaan menggegorogotinya. Rasa sedih akan kehilangan Dara, rasa senang kembali menemukan Sandy dan perasaan bersalah merasa mengkhianati.

Tapi siapa yang ia khianati? Dara atau Sandy?

***

To be continue..

<< Back Next >>

54 thoughts on “Good to You : Chap. 10

  1. Bom unnie kenapa nggak ninggalin kiko unnie sih? Kuat kuat aja yaah? nggak eneg gitu sama perbuatannya kiko unnie? Meolla. Sandara unnie ketemu yaww sama jiyong oppa, wajib dirayakan😁😆

Leave a comment