[Oneshot] TWINS EFFECT (the epilogue of Veggie Soup)

The-Veggie-Soup

 

td

 

twin

Author :: Rachi
Previous Story :: The Veggie Soup || That Doctor

Hellowww, chinguuuuu,  i’m back again…
sebenarnya cerita ini hanya selingan saja, entah nmanya triquel, trilogy dr the veggie soup and that doctor, entahlah. ha ha ha… yg pasti sya hanya ingin mengshare cerita ini.
kenapa namanya twins effect? tdk ada hubnya dgn pilem charlene choi dan gillian chung, sya suka aj dgn jdulnya he he…
kenapa ada embel2 han yi story? krn itu singkatan dr Han bin dan ha Yi, ha ha ha…
ookaayy, silahkan membaca. mianhae klo critanya gk sesuai ekspektasi teman2 applers, he..

~~~~~~~~~~~~~~~~~~

Pukul 6.45. Hayi berdiri di depan pintu gerbang sekolah, mengamati teman-temannya yang lalu lalang di depan sekolahnya. Ia sudah menunggu Hanbin selama 15 menit di depan gerbang tapi anak itu masih belum menampakkan batang hidungnya. Hanbin dan Hayi bersekolah di Woosong High School yang lokasinya tidak jauh dari tempat tinggal mereka. Biasanya mereka selalu berangkat sekolah bersama-sama, namun karena hari ini Hanbin berdandan terlalu lama, maka Hayi pergi duluan agar tidak terlambat ke sekolah.

DRREETT,,, DREETT,, DREETT…

Hayi mendapat pesan masuk dari Hanbin memberitahukan bahwa ia diminta jangan masuk duluan ke dalam kelas sebelum Hanbin datang. Ia bilang sebentar lagi akan sampai di sekolah. Hayi menggerutu kesal.

5 menit kemudian.

“NOONAAA, AKUUU DATANGGG!!” Hanbin berteriak sangat keras sambil membentangkan kedua tangannya lebar-lebar. Senyumnya sangaaaatt lebar. Teman-teman mereka yang ada di depan sekolah menatap aneh ke arah mereka berdua, bahkan beberapa orang yang lewat sempat berhenti dan menutup kedua telinganya.

“Oh my god…” Hayi hanya bisa mengusap wajah dengan tangannya melihat Hanbin dari jarak 200 meter berlari kecil menghampirinya.

“KWON HAYI, TUNGGUUU AKUUU!!” Hanbin berlari super cepat dan senyumnya makin melebar.

“Aisht, lebih baik kutinggalkan saja dia.” Hayi berbalik badan membelakangi hanbin dan mulai menyalahkan diri sendiri kenapa ia mau menunggu Hanbin untuk datang ke sekolah bersama-sama. Hanbin menyadari bahwa Hayi akan meninggalkannya.

“NOONA, APA KAU TEGA AKAN MEMBIARKAN ADIKMU YANG TAMPAN INI MASUK KE DALAM KELAS SENDIRIAN!?!?!” Hanbin jatuh terduduk di jalanan depan sekolahnya, ia mencengkeram kuat dadanya dan berpura-pura menangis terisak. Hayi segera menoleh. Matanya melongo dan mulutnya menganga lebar. Ia segera berlari menghampiri Hanbin, menatapnya tidak percaya.

“Kwon Hanbin, apa kau sudah gila!!! Ayo cepat bangun, nanti kita bisa terlambat masuk ke dalam kelas!” Hayi menarik-narik lengan baju kiri Hanbin mengisyaratkan agar ia segera bangun dari posisi memalukannya.

“BERJANJILAH KAU TIDAK AKAN MENINGGALKAN AKU LAGI NOONA, OKAAAYYY?!?” kata Hanbin masih dengan posisi duduk dan wajah memelas yang semakin membuat orang-orang tidak berhenti menatap mereka.

“Dia hanya bercanda, tidak usah dipikirkan, ha ha ha.” Hayi tertawa canggung dan membungkuk sambil meminta maaf pada orang-orang yang lewat di depan mereka.

“Okay, aku akan masuk ke kelas bersamamu, kau benar-benar menyebalkan!!”. Hayi menarik lengan baju Hanbin sekali lagi agar ia segera berdiri.

“AKU CINTA PADAMU NOONAAAAA!!” Hanbin segera berdiri dan merapihkan ujung-ujung kemeja dan belakang celana panjangnya yang terkena debu saat ia duduk tadi. Ia merangkul bahu kiri Hayi dengan tangan kirinya. “Kajja…” katanya lagi.

“Ayo cepat pabo, orang-orang melihat kita.” ujar Hayi mendorong Hanbin bergerak mendekati gerbang sekolah.

“AWWW NOONA, KAU SOOO SWEEEET SEKALIIIIIII!!!” pekikan Hanbin membuat mereka jadi pusat perhatian, lagi.

“SHUT UP DRAMA KING!!?!?” Hayi kesal setengah mati.

…………………………

“Hallo, Nyonya kwon?” suara seorang wanita setengah baya berkata di ujung telepon menelepon dara dirumah yang sedang menonton tv di ruang tamu.

“Ya ini aku. Siapa ini?” tanya dara.

“Saya guru Han. Bisakah anda datang ke sekolah saat ini juga?  Ini mengenai Hanbin.” ujar wanita itu.

“Oh tentu. Ada apa guru han?”

“Nanti kita bicarakan di ruang kepala sekolah saja nyonya kwon.”

“Baiklah.” Dara menutup telepon.

“Aigoo, kenapa lagi dengan Hanbin.” Ia  menatap telepon di tangan kanannya dengan menghela napas berat.

Sesampainya di sekolah, dara langsung menuju ruangan kepala sekolah. Ini sudah kesekian kalinya ia dipanggil oleh guru Han yang merupakan wali kelas Hanbin dan Hayi.. Ketika ia membuka pintu, ia kaget begitu banyak orang sedang menunggunya. Ia melihat Hanbin sedang menunduk ke lantai. Matanya kemudian beralih ke tuan Yang Hyunsuk sang kepala sekolah di meja kerjanya, guru Han, dan beberapa guru lain serta 2 orang murid laki-laki yang diapit oleh kedua orang tuanya, duduk bersama-sama di sofa. Ia membungkuk pada mereka dan ikut duduk.

“Nyonya Park, apa anda tahu apa yang sudah Hanbin perbuat kali ini?” kepala sekolah Yang  memulai percakapan.

“Tidak tuan Yang. Memang apa yang sudah ia perbuat kali ini?” Dara balik bertanya.

Tuan Yang menghela napas, ia tahu Hanbin adalah putra dokter Kwon yang cukup terkenal di kalangan guru dan wali murid. Ia juga tahu bahwa Hanbin sangat cerdas, namun ia tidak menyangka bahwa kelakuannya akan berbeda 180 derajat dari saudari kembarnya, Hayi. Di sisi lain, Hayi memang tidak secerdas Hanbin namun ia sangat populer di kalangan guru karena ia sangat sopan ramah dan sering mengikuti lomba menyanyi mewakili sekolahnya, bahkan beberapa kali menang perlombaan.

“Dia beradu mulut dengan 2 teman sekelasnya pada jam istirahat nyonya Kwon. Mereka hampir saja berkelahi, untungnya guru-guru yang lain datang melerai.” lanjut tuan Yang berbicara. Kedua tangannya di katupkan di atas meja kerjanya.

“Silahkan anda tanya sendiri pada guru Han tentang permasalahannya. Guru han, tolong jelaskan pada nyonya Kwon.” ucap tuan Yang mempersilahkan guru han berbicara.

“Hmmm, sebenarnya masalahnya sepele, aku menyuruh mereka menuliskan cita-cita mereka dan ku suruh membaca di depan kelas. Ketika Hanbin maju dan menceritakan cita-citanya, saat itulah pertengkaran mulai terjadi.” Guru han mulai bercerita panjang lebar, blah blah blah….

“Tolong nyonya, ajarkan pada putranya untuk SOPAN pada orang tua!” protes ibu bertubuh gendut dari salah seorang murid yang berkelahi dengan Hanbin.

“Ia harus mendapat sanksi yang berat, HARUS!!” sela ibu murid lain yang bertubuh kecil dan pendek.

“Aku hanya membela diri!” tegas Hanbin.

Dara hanya bisa memijit keningnya dengan perlahan. Ia tahu Hanbin masih remaja dan butuh banyak bimbingan namun ia tak menyangka bahwa masalah sepele ini bisa menjadi masalah besar.

“Bisakah kita menyelesaikan masalah ini secara baik-baik? Saya akan bicara dengan Hanbin.” usul Dara mencoba mencairkan suasana.

“Saya tidak mau tahu, pokoknya saya mau anak itu meminta maaf pada Taehyun dan saya!” ibu bertubuh gendut tadi merangkul Taehyun putranya dan menunjuk Hanbin dengan telunjuknya.

“Aku tidak mau karena aku tidak merasa salah!” Hanbin beranjak dari tempat duduknya dan berbicara dengan suara agak keras. Ia menatap ibu bertubuh gendut itu dengan tatapan tajamnya.

“Apa kau bilang, kau tidak mau meminta maaf padaku?!”

“Kubilang tidak!”

“Kwon Hanbin, kau tidak boleh bicara…”

“Omo omo omo, anak ini tidak sopan sekali pada orang tua!” ibu bertubuh pendek menyela omongan dara. “Kau lihat, anakku sangat ketakutan setelah berkelahi denganmu.” ujarnya sinis sambil memeluk Seungyoon putranya yang juga ikut berkelahi dengan Hanbin.

Dara semakin putus asa, ia ingin segera cepat-cepat pulang dan bertemu dengan Jiyong untuk membicarakan masalah ini. Hayi juga ada disana, namun ia tidak dapat berbuat apa–apa. Ia tidak menyetujui sikap Hanbin yang berkelahi namun ia juga tidak bisa menahan senyumnya mengingat alasan dibalik perkelahian itu. Setelah melalui perdebatan panjang selama beberapa jam, akhirnya masalah itu selesai. Hanbin diperbolehkan pulang ke rumah namun ia diberi sanksi, mengerjakan soal-soal latihan setiap jam pelajaran berakhir selama seminggu penuh.

……………………….

“Ji, bisakah nanti kau pulang cepat dari rumah sakit? Hanbin dipanggil ke ruang kepala sekolah lagi.” dara menelepon jiyong yang masih ada di rumah sakit dengan handphone terkait di telinga kanannya dan kedua tangannya sibuk memotong-motong sayuran untuk dibuat sup.

“Lagi?” tanya Jiyong disebrang telepon.

“Baiklah. Memang ada masalah apa lagi?” jiyong balik bertanya.

“Lebih baik kita bicarakan dirumah saja.” ujar dara sambil memasukkan potongan sayuran ke dalam air yang sudah mendidih di dalam panci.

“Okay. Oh babe…?”

“Hmmm..?”

“Give me a kiss…”

“Mmuuaacchhhh”

“Kyahhhhhh”

………………………

“Dara… Hanbin… Hayi…?” Jiyong berteriak sesampainya dirumah karena tidak menemukan siapapun di ruang tamu. Ia melepaskan jaketnya, menaruh sepatu di rak dan menggantinya dengan sandal rumah. Kemudian ia melempar tas kerjanya di atas meja dan merebahkan diri di atas sofa kuning favoritnya. “Dara…?” Jiyong kembali memanggil namun masih tidak ada jawaban dari dara. Jiyong akhirnya berjalan ke dapur dan mendapati Dara sedang berdiri di depan kompor dan asyik membuat sup sayuran. Ia mendekati Dara dengan berjinjit agar tidak menimbulkan suara dan memeluknya dari belakang.

“Hey,” ucapnya dengan nada serak.

“Omo, kau mengagetkanku Ji.” Dara terkesiap. Tubuhnya merasakan hawa panas saat kedua tangan Jiyong memeluk pinggangnya dari belakang. Lalu ia berbalik menghadap Jiyong. Ia melepaskan sendok sayur di tangannya dan tersenyum.

“Kau sudah pulang? Apa kau mau makan? Aku punya sup sayuran untuk makan malam.” ujar Dara memegang kedua bahu Jiyong dan mengelus-elusnya. “Bolehkah aku memakanmu saja?” jawab Jiyong sambil menyeringai membuat muka Dara memerah dan secara otomatis tangan Dara menepuk lengan atas Jiyong.

“Ouwchh” Jiyong meringis sambil tersenyum nakal.

“Ewwww.. pleaseee, omma, appa, di kamar saja..” suara Hanbin memecah kemesraan Dara dan Jiyong. Ia berdiri di pintu dapur sambil bersandar di sebelah kulkas dan tangannya mengapit di kedua dadanya.

“Aisht Hanbin, kau perusak suasana!” ujar jiyong cemberut.

“Apppaaaa~!” suara manja Hayi terdengar kencang saat ia menuruni tangga dari lantai dua rumah mereka menuju dapur.

“Jagiya, ayo kita makan.” ajak Dara melepaskan pelukan jiyong dan mendorongnya ke meja makan. Ia mengambil sup sayur dari panci di kompor dan menaruhnya di sebuah mangkuk besar yang diletakkan di atas meja makan.

“Hanbin, Hayi, ayo duduk!”

“Wahhh, sup sayuran favoritkuuuu!” Hayi mulai mengambil beberapa centong nasi ke dalam piring.

“Ish, kau ini kurus tapi makanmu banyak sekali.” ejek Hanbin yang mendapatkan tatapan – diam kau atau kau akan kukuliti bersama ayam dalam sayuran ini – bahkan Hayi menjulurkan lidah ke arahnya.

“Ini..” dara memberikan segelas jus jeruk dingin pada Jiyong karena ia sangat menyukai minuman itu.

“Hanbin, kenapa tadi kau dipanggil ke ruang kepala sekolah?” tanya Jiyong yang kini duduk di kursi meja makan bersebelahan dengan Dara. Hanbin berhenti menyuapkan nasi ke dalam mulutnya. Ia melirik pada dara yang tangannya sibuk memasukkan nasi ke dalam piring dan berpura-pura tidak melihat Hanbin yang menatap ke arahnya. Kemudian ia melirik pada Hayi yang matanya seolah-olah berkata – jangan minta tolong padaku karena itu tidak akan berhasil membuat naga akan memaafkanmu. Hanbin tidak berani bicara, tangan kanannya sibuk memasukkan sendok demi sendok nasi dan sup sayuran bergantian membuat Jiyong mengangkat alis.

“Hanbin…?” tanyanya lagi. Hanbin malah menundukkan wajahnya dan tak berani menatap jiyong langsung.

Dara tersenyum mengingat kejadian tadi pagi.

“Guru Han bilang padaku, bahwa saat pelajarannya ia menyuruh murid-murid menuliskan cita-cita mereka saat mereka dewasa nanti dan membacanya di depan kelas.” dara menjelaskan awal permasalahannya. “Lalu, apa yang terjadi?” Jiyong masih belum mengerti kenapa Hanbin dipanggil ke ruang kepala sekolah. ”Ketika Hanbin maju dan menceritakan cita-citanya…” ucapan Dara terhenti sebentar. “Beberapa teman Hanbin ada yang mengejek dan Hanbin merasa, tidak terima” ucapnya lagi.

“Maksudmu dengan cita-cita Hanbin?” Jiyong kembali bertanya sambil memasukkan satu suap nasi bersama sup sayuran ke dalam mulutnya.

“Hanbin hampir memukul Taehyun dan Seungyoon teman sekelasnya tapi untungnya guru Han dan beberapa guru lainnya yang kebetulan melintas didepan kelas segera melerainya” dara kembali menjelaskan panjang lebar. Hayi terkekeh geli, ‘oh andai saja appa tahu apa cita-cita si naga kecil itu’ pikirnya. Jiyong yang mendengar Hayi tertawa kecil kemudian bertanya padanya, “Hayi, apa kau tahu apa cita-cita Hanbin?” Hayi berhenti tertawa. Ia langsung terdiam dan menutup mulutnya rapat-rapat. “Hmmm, hmmm?” Hayi pura-pura mengunyah, ia tidak tahu harus menjawab apa.

“Cita-cita Hanbin ingin menjadi dokter spesialis sepertimu, Ji.” sela dara

“Bukankah itu bagus? Tidak ada masalah dengan dokter spesialis kan?”

“Tentu saja”

“Lalu dimana masalahnya?”

“Apa kau tahu ia ingin menjadi dokter spesialis apa?”

“Memang apa?”

“Ia ingin menjadi dokter spesialis….he he he…” Dara berhenti bicara, tak dapat menahan ketawa.

“Hmmhmmhmm…?” gumam Jiyong sambil mengunyah nasi dan sup yang penuh di dalam mulutnya.

“Dokter spesialis kandungan, Ji”

SLURRRRPPPPPP

Jawaban dara sontak membuat makanan di dalam mulut Jiyong keluar dengan tak beraturan dan hal itu membuat Hanbin seperti mendapat peringatan bahwa tsunami akan terjadi di rumahnya. Hanbin mendongakkan kepalanya menatap Jiyong yang sedang membersihkan mulutnya dengan tissue dari sisa-sisa makanan. Ia mendapat tatapan horor dari sang naga. Akhirnya Hanbin mencoba menutup mata seraya memohon dan berdoa saat ia membuka mata, pandangan mata naga sudah hilang. Tapi sayangnya, doa itu tidak pernah terkabul karena ketika ia membuka matanya justru pandangan seperti mata laser yang mengamatinya. Dara dan Hayi hanya bisa tertawa geli melihat pemandangan didepan mereka.

“Kwon Hanbin!?! Diantara semua profesi dokter spesialis, kenapa kau memilih spesialis kandungan?” jiyong menatapnya tidak percaya.

“Kenapa tidak memilih spesialis penyakit dalam, spesialis jantung atau spesialis saraf?” tanya jiyong sembari menyeruput jus jeruk dingin untuk menghilangkan sisa-sisa makanan di tenggorokannya.

“KARENA AKU SUKA MELIHAT IBU-IBU HAMIL APPA!!” jawab Hanbin cepat dan bersuara kencang.

SLURRRRPPPPPP

Jiyong kembali memuntahkan jus jeruk dinginnya dan memukul-mukul dadanya berharap ia salah mendengar ucapan Hanbin. Tapi melihat ekspresi serius Hanbin, ia melongo dan mulutnya terbuka lebar. Ia memukul-mukul kepalanya dengan sendok dan ternyata, “Ouwchhh!” ia meringis kesakitan. ‘Ini nyata’ pikirnya dalam hati. Sedangkan dara dan Hayi tertawa kencang mendengarnya.

“Ma-maksudku karena aku sering menemani omma memeriksakan kandungan saat omma mengandung Haru, jadi kupikir kenapa tidak menjadi dokter spesialis kandungan saja”.

“Apa kau tidak takut mendengar omma berteriak pada saat melahirkan? Apa kau yakin bisa mengatasinya?” tanya Jiyong sambil memicingkan matanya.

“Appa, apa kau lupa bahwa kaulah yang menghamili omma.” kata-kata Hanbin terlompat begitu saja dari mulutnya.

“KWON HANBIN!!!!!!”

“Ehhe he he heee…” Hanbin hanya bisa tertawa aneh.

“Profesi yang lain saja!” jiyong memijit kening dengan tangan kirinya dan tanpa sadar tangan  kanannya memegang sendok sayur di atas meja makan.

“Aniyo!” Hanbin menggeleng.

“Huh…?” sebelah alis jiyong naik ke atas.

“Shiiiirrrooooo!!” Hanbin memonyongkan mulutnya saat mengucapkan kata ‘o’

“KWON HANBIN!!!!!”

0_o

“O-owww!” mata Hanbin membulat lebar, menandakan ia telah membuat sang naga mengamuk.

Hanbin bergegas loncat dari tempat duduknya di meja makan dan lari terbirit-birit. Namun, sesampainya di pintu dapur, ia menoleh dan berkata..

“Appa, bagaimana kalau jadi MOBSTER saja?”

“KWON HANBINNN!!!!!~@#$%^&*!!!!!”

“Oopss, salah bicara, he he he…”

“KEMARI KAUUUUUU!!!”

Jiyong langsung berdiri dan mulai mengejar Hanbin dengan sendok sayur masih berada di tangan kanannya. “Naga harus dilawan dengan naga, omma.” kata Hayi sambil memeluk dara dari samping. Dara balik memeluk Hayi sambil tersenyum. Dan akhirnya mereka berdua tertawa lepas melihat Jiyong dan Hanbin berkejar-kejaran di dapur seperti, anak ayam yang hilang.

~ End ~

Please after Read then follow with do Like and Comment ^_~

68 thoughts on “[Oneshot] TWINS EFFECT (the epilogue of Veggie Soup)

Leave a comment