Showdown [Part 6] : ONE SHOT!

1512464_1469956093234205_5699202752236350889_n

Author : VA Panda

Title : Showdown

Genre : Thriller–Mystery

Cast : Park Sandara | Kwon Jiyong | Choi Jun Ho | Lee Chaerin | Lee Donghae

Length : Series

Poster : Keyunge @PosterState

Disclaimer : This story is purely fresh from my brain. All cast in this fanfiction not my mine expect Oc. If you wanna be take out this story please inform me, don’t take story without permissions.

preview :

Peristiwa ledakan di Agrigento menjadi penerangan bagi para kepolisian Seoul dari kasus yang tengah mereka selidiki. Ledakan itu memang bukan permulaan dari kasus yang memang sebenarnya sudah datang hingga membuat kondisi Korea Selatan dan Utara menjadi tegang hingga bisa dengan pasti memulai kembali persekutuan antara keduanya. Cheukshin yang telah di duga oleh Profesor Lee mulai memperlihatkan berbagai tindakan pasti mulai dari tindakan pertama dengan menyebarkan wabah black death dan bersama jejak Profesor Lee yang telah di berikan, para tim penyelidik semakin memperolah kepercayaan dirinya.
Jiyong mulai memasuki penyelidikan bersama Zelo yang juga ikut membantu di belakang Jiyong. Kedua detektif muda itu semakin membuat kekuatan tersendiri kepada kepolisian Seoul untuk mengupas tuntas dan menghentikan Chaeukshin yang mulai berkoar untuk memperlancar ketegangan tepat saat pengankatan para menteri nanti. Kaki tangan para pemberontak mulai bermunculan dengan melakukan penculikan kembali kepada Sandara yang merupakan satu-satunya orang yang berperan penting dalam mengungkap penyelidikan, terlebih dia seorang ilmuan.
Cheukshin mulai bahagia dan kalut secara bersamaan. Langkah untuk memecahkan pikirang para penyelidik mengenai kasusnya mulai bercabang dengan membuat perangkap dari penculikan yang sengaja dia berikan dan juga kehadiran Suzy palsu membuat dia dengan mudah mengorek informasi. Tapi di lain sisi Chaeukshin kalut karena orang kepercayaannya berbalik arah, Lee Donghae dengan Suzy yang asli mulai masuk di tengah ketegangan yang ada.

.

.

.

.

One shot, Let me tell you something that you already know.
You just get the rock to me.
You na mean?

B.A.P – One Shot

.

.

.

.

One Shot !

 

BANG !

Setelah menarik pelatuk, lontaran peluru dengan cepat mengenai salah satu anak buah itu dan Jiyong mulai merunduk untuk menutupi keberadaannya di balik ilalang yang menguning setelah tembakan pertamanya sukses mengenai lengan kiri salah satu orang yang mencengkram erat pergelangan Sandara.

Pria itu berguling di tengah ilalang yang sedikit membuatnya kesulitan mengingat hampir seluruh tempat ini hanya di penuhi dengan ilalang yang teramat tingga namun setidaknya bisa berhasil membantunya.

Napasnya masih tersenggal tapi dengan tekatnya dia berlari cepat dengan terus merunduk agar para penjahat itu tidak mengetahui keberadaannya. Jiyong sedikit meringis saat tembakan balas hampir mengenainya tapi pria muda itu nyatanya masih beruntung. Jiyong kembali berguling di tanah dan mempersiapkan jebakan yang tiba-tiba muncul dari pikirannya.

Pria itu tersenyum angkuh walau jejak rumput kering sedikit memoles wajah dan rambutnya namun semua nampak tak berarti bahkan yang dapat terlihat adalah seorang mata-mata handal dengan wajah rupawan bukan lagi terlihat sebegai detektif yang kebanyakan orang kenal.

BANG ! BANG ! BANG !

Baku tembak tak terelakan. Pria bertubuh gempal yang merupakan bos dari mereka mulai geram dan telah tahu keberadaan seorang yang menguntitnya. Mata tajam dari pria itu menggelap seolah memerintahkan kepada anak buahnya untuk segera membawa Jiyong kehadapannya walau dalam keadaan hidup maupun mati.

“Bawa dia kehadapanku! Sial, orang itu berhasil menarik perhatian para polisi, bodoh !” Geramnya yang terus menyeret kasar Sandara –seorang yang telah dia pastikan bisa di manfaatkan untuk menindak lanjuti dalam menggagalkan Cheukshin.

Anak buahnya dengan cepat langsung berpencar menuju satu titik yang di duga mereka merupakan tempat dari orang misterius yang tiba-tiba menembaki mereka terlebih hanya dengan sekali tembakan, orang itu berhasil menempati peluru ke salah satu teman mereka.

Salah seorang dari mereka tersenyum meremehkan setelah posisinya kian mendekat ke titik yang telah mereka duga. Ilalang tinggi hampir seukuran tubuh mereka nampak bergerak walau angin tidak sedikitpun terasa oleh mereka.

“Tertangkap !” Teriaknya kencang yang langsung menembaki hal yang sebenarnya bukan dia cari. Matanya menghambur ke sekeliling lokasi tapi dia tidak mendapatkan jejak seseorang sekalipun. Sial, umpatnya dalam hati.

BANG !

Peluru langsung membuat tubuhnya ambruk sebelum pria itu menyadari keberadaan polisi yang telah mengawasi pergerakannya dari belakang gubuk tadi setelah mendengar suara tembakan yang sebenarnya sengaja Jiyong lakukan untuk meminta bantuan para polisi.

Pria itu mengaduh kesakitan setelah merasakan darah kental mengalir di paha kirinya, sedangkan polisi yang menangkapnya jelas tanpa kompromi membungkus kedua tangannya yang di taruh di belakang badan dengan borgol.

“Kerja yang bagus, Jiyong.” Kata Inspektur Hyun Suk sembari menepuk bahu keponakannya dengan bangga.

Jiyong hanya tersenyum tipis, sedangkan ekor matanya menyelisik sosok Sandara yang terlihat tengah berbicara bersama Detektif Choi Seunghyun. Dia merasa sangat beruntung karena pamannya dan yang lain bergerak dengan cepat, tentu berakhir dengan Sandara yang akhirnya bisa mereka dapatkan kembali sebelum bos garang itu membawa lari Sandara bersama mobil hitamnya.

“Jiyong. Aku akan mengingat namamu dan akan aku pastikan kebahagiaanmu dapat mudah di hancurkan.” Kata-kata tajam pria yang terkena tembakan di pahanya itu terdengar sangat mengancam, tapi Jiyong hanya meladeninya dengan anggukan mencemooh.

“Bicarakan itu saat kau dan bos mu berada di ruang pengadilan.” Minhyuk membalas dengan kesal seraya menarik pria itu untuk berdiri dan mendorongnya untuk segera memasuki mobil polisi.

Misi penyelamatan Sandara telah selesai dan jika bukan karena ketelitian dari Zelo yang memantau dengan teropongnya mungkin misi akan berjalan cukup lama ataupun gagal jika mereka telat beberapa detik saja. Jiyong perlu memberikan suguhan makanan lezat untuk Zelo –setidaknya dia sangat berterima kasih karena Zelo bisa membantunya dan seperti Zelo juga merasakan kebangga tersendiri walaupun Hyung-nya tidak mungkin tahu seberapa besar usahanya untuk menjadi seorang detektif sama sepertinya.

“Kau sulit dipercaya, Jiyong. Cukup hebat mengingat usiamu yang baru menginjak bangku sekolah menengah atas bisa dengan cerdas mengelabui mereka,” tutur Joon yang berjalan mengimbangi Jiyong yang sebelumnya berada jauh di depannya.

“Ini memang keahlianku untuk bisa mengelabui musuh, jangan pikir aku tidak berpikir sebelum bertindak Hyung.” Balas Jiyong memamerkan sederet giginya.

“Bagaimana cara kau melakukannya tadi ?” Tanya Joon yang terlihat antusias.

“Aku membuat ilalang itu seolah bergerak setelah aku berpindah tempat dengan batu kerikil yang ada. Itu sangat biasa bukan ?”

“Ya sangat biasa tapi cerdik, dan bagaimana jika banyak peralatan yang di suguhkan. Apa nanti kau akan berhasil membuat musuhmu seperti seorang kera bodoh yang hanya mendapatkan makanan yang tiba-tiba menghilang ?”

“Yeah…Aku rasa itu mudah, Hyung.”

“Kau sedikit sombong Jiyong, tapi kau detektif muda terhebat yang pernah aku kenal.”

***

“Sebenarnya apa yang terjadi padamu, cepatlah katakana jangan membuang waktuku.”

Bom memukul kasar kepala Seungri dan setelahnya pria itu hanya dapat meringis yang kian membuatnya semakin kesal dengan kehadiran tiba-tiba seorang wanita yang hampir dia tabrak.

“Kau tidak sopan dengan seorang wanita, pantas hingga saat ini tidak ada yang mau mendekatimu!” Balas Bom kesal dan mendorong Seungri untuk keluar dari kamarnya.

“Maaf tentang saudaraku tadi, sebenarnya dia orang baik tapi terkadang…..”

“Aku….Aku….melihat ayah. Dia memukul bahu ayahku, dia menyiksa ayahku karena tidak mau mengatakan hal yang ingin dia dengar. Dia….Dia…”

Tubuh Chaerin bergetar hebat hingga air matanya mengalir dengan mudah hanya menceritakan hal yang bahkan sulit di mengerti oleh Bom. Chaerin kembali berusaha membuka mulutnya untuk memberikan informasi yang perlu dia ceritakan, namun dia merasa kerikil kecil tertaruh tepat di kerongkongannya yang semakin membuatnya kesulitan untuk bersuara.

“Tenanglah, kau bisa menceritakan setelah kau siap. Aku akan membiarkanmu beristirahat jadi tidurlah sementara aku akan membuatkan makanan untukmu.” Jelas Bom yang beranjak berdiri tapi tangan Chaerin menarik pergelangannya seolah memohon agar Bom tidak membiarkannya sendiri.

Bom kembali terduduk dan mengelus lembut punggung Chaerin yang setidaknya bisa membuat wanita itu sedikit tenang. “Aku hanya akan memasak sebentar, jika kau tidak mau aku tinggal kau bisa ikut denganku ke dapur.”

Chaerin menatap sekeliling dengan perasaan takut. Gadis muda itu kini tengah di penuhi dengan berbagai kejadian yang sempat dia lihat langsung dengan mata kepalanya sendiri. Cairan kental dengan bau amis terasa masih sangat mudah tercium oleh Chaerin, suara gertakan kasar masih terngiang di telinga Chaerin, dan yang terakhir adalah wajah ayahnya yang penuh dengan luka dan memar karena pria yang menyekapnya terus menghantam pria paruh baya yang Chaerin punya dengan mudahnya bahkan tanpa ampun.

Flashback

Chaerin masih terpaku dengan perkataan Jiyong yang menyalahkan dirinya karena Sandara menghilang oleh kelalaiannya. Gadis itu menjauhkan diri dari lokasi tempat Jiyong, Zelo dan Suzy berada. Kini dia berada di depan danau kecil yang menjadi tempat keluh kesahnya sambil menangis dan kembali merasakan rasa bersalah yang teramat.

“Aku sudah memaksanya dan dia masih menutup mulutnya !”

Chaerin menoleh ke belakang hingga di dapati dia mencari sumber suara pria yang dia dengar hingga tertuju pada mobil klasik berwarna biru muda. Dari balik pohon, Chaerin bisa melihat tubuh tegap pria itu yang masih menarih ponselnya di telinga namun wajahnya tidak dapat dia lihat dengan jelas karena yang hanya di dapati hanya punggung pria itu.

“Bagaimana lagi cara agar dia membuka mulutnya ?”

Sreek..

Suara daun kering yang diinjak oleh Chaerin tertangkap oleh telinga pria itu tapi dia menuruti perkataan seseorang di sambungan telpon untuk membuat dia seolah tidak mendengar apapun. Pria berpakaian jas hitam dengan sarung tangan kulit itu meronggoh sesuatu benda yang berada di saku celananya.

“Pak tua, masih tidak mau mengatakan apa yang sebenarnya terjadi ? Apa sulitnya untuk bekerja sama dengan kami, kau ilmuan jenius dan kita bisa saling menguntungkan bukan ?” Tanya pria itu yang kini telah menutupi keseluruhan wajahnya.

Batang pohon sedikit mengganggu penglihatan Chaerin untuk kembali menengok siapa orang yang sebenarnya pria itu tuju. Kaki Chaerin sedikit berjinjit dan samar-samar dia melihat seorang pria yang diikat dengan mulut yang di tutup.

“Bagaimana dengan salam tanganku ? Apa kau mau mencobanya lagi ?” Dia berkata dingin yang kemudian memukul bagian perut pria yang memunggungi Chaerin.

“Apa ? Aku tidak mendengar kau berbicara apa. Apa kau kesakitan ? Atau menyenangkan ? Oh baiklah aku akan membiarkanmu berbicara kali ini.” Sambungnya.

“Brengsek.” Kata pertama yang pria tua itu katakan dan membuat Chaerin membulatkan matanya dengan sempurna. “Sampai kapanpun aku tidak akan pernah sudi bekerja sana dengan bosmu itu, dia wanita gila !”

Pria dengan jas hitam tadi menghimpit kedua sisi pipi pria tua itu untuk di paksa menatap kearah keberadaan Chaerin berada. Di balik penutup wajah yang dia kenakan, pria itu menyunggingkan senyuman licik seraya menujuk tepat pada sosok Chaerin di balik pohon yang justru membuat tubuh Chaerin lemas.

“Anakmu dari tadi melihat kearah kita, apa kau menginginkan anakmu menggantikan posisimu, Professor Lee ?” Kata pria itu yang menegaskan pada gelar si jenius Lee.

Chaerin membuka mulutnya seakan tak percaya bahwa pria itu sudah tahu dari awal bahwa dia berada di balik pohon, terlebih dia masih sulit meresapi keadaan yang ada di depan matanya sendiri. Di lain sisi, Chaerin sedikit bahagia karena ayahnya masih hidup tapi dia juga sulit membenarkan keadaan mengenaskan ayahnya bersama seorang yang dia anggap sebagai psikopat.

“Apa kabar, Lee Chaerin.” Kata pria itu yang semakin melangkah mendekati Chaerin.

Entah mendapatkan kekuatan darimana, akhirnya Chaerin tersadar dengan lamunannya terlebih ayahnya yang berteriak keras untuk Chaerin segera berlari.

***

Donghae masih dengan tenang menyesap coklat hangat yang memang merupakan kebiasaannya di pagi hari. Pria itu sudah berpakaian rapih dengan jaket kulit coklat bersama kaos putih dengan sneakers hitam kian membuatnya terlihat menawan. Dia masih dengan tenang bersandar pada dinding kamar hotel sembari sesekali menatap kearah luar kaca jendela yang memperlihatkan keramaian pusat kota di Korea Selatan itu.

“YA ! Aku bicara denganmu !” Teriakan melengking dari Suzy yang berada membututinya di belakang selalu di acuhkan oleh Donghae hingga membuat gadis itu berwajah merah padam.

“Ini bukan kesepakatan yang aku inginkan, jadi lupakan kesepakatan bodoh itu. Aku tidak mengerti bagaimana mereka tidak bisa membedakan mana diriku yang asli dengan seorang yang memakai topeng itu !” Gertaknya kesal dengan nada frustasi.

Suzy masih terus merengek hingga dia mengacak rambutnya dengan gusar tapi yang di harapkan memang tidak berujung dengan kesuksesan yang di dapat. Gadis itu mengeratkan pegangannya pada gelas yang berisi air mineral. Matanya semakin membulat dan gadis itu berdecak dengan kesal saat Donghae dengan santainya berbalik dan mulai melewatinya.

Suzy membeku di tempatnya dengan tampang tak percaya.

Pria berhati dingin mantan dari para pemberontak itu memang tidak memiliki secuil hati manusia. Batin gadis itu merungut sembari melontarkan berbagai macam sumpah serapah tapi sepertinya semua hanya sia-sia karena sampai kapanpun seorang Lee Donghae terus mempertahankan pemikirannya yang selalu dianggap benar, sedangkan berbagai tanggapan dari Suzy kepadanya selalu dengan mudah dia putar balikkan hingga Suzy selalu kalah dalam perdebatan mereka.

“Berhenti !” Suzy berseru.

“Apa kau pikir dengan keadaan seperti ini akan memperbaiki hal yang ada ? Bagaimana jika seseorang yang mengganti posisiku itu akan bertindak jahat dan mungkin akan mempersulit penyelidikan kasus yang tengah di tangani oleh para kepolisian Seoul ?”

Gadis itu menarik pergelangan Donghae yang masih tidak menghiraukannya sama sekali. Suzy berpikir singkat bahwa mungkin Donghae terus memandangnya sebelah mata karena dia adalah seorang pelajar yang masih tidak punya pengalaman apapun dalam hal ini, walau itu ada benarnya tapi setidaknya Suzy banyak menonton berbagai macam film action dan agen rahasia hingga sedikit membuat otaknya bekerja dengan logika yang ada.

“Aku tidak terlalu bodoh untuk tahu berbagai kemungkinan yang terjadi setelah ini, jika kau terus menyembunyikanku aku sangat tidak setuju dengan hal itu.” Balas Suzy yang yang di berikan tatapan kosong dari Donghae.

“Jadi….” Gadis itu tidak mampu meneruskan perkataannya saat Donghae terus menatapnya tanpa berkedip sedikitpun. Entah mengapa tenggorokan Suzy terasa kering dan sedikit rishi dengan tatapan mata Donghae.

“Siapa yang kau bilang akan menyembunyika seorang gadis yang sulit menutup mulutnya hanya dengan satu detik ? Apa kau berpikir aku akan melakukan itu ? Hey dengarlah, situasi saat ini bukan hal yang tepat untuk langsung membawamu dengan tiba-tiba mengingat ada orang yang sama yang mereka anggap sebagai kau. Jadi berhentilah berbicara dan biarkan rencanaku yang bekerja.” Tutur Donghae dengan panjang lebar.

“Tapi bagaimana kalau ternyata kemungkinan yang kau pikirkan itu salah ? Bagaimana kalau semakin orang yang menyerupaiku itu masuk dalam penyelidikan kasus justru semakin membuat banyak masalah.” Suzy berkata dan bahkan dia tidak percaya bahwa mulut juga pita suaranya bisa kembali normal hanya dangan waktu kurang dari lima menit.

“Aku mengenal orang itu lebih dari yang kau tahu. Wanita itu memiliki rasa percaya diri dan bertindak lincah seperti ular jika dia ingin mencapai keinginannya ini, terlebih dia melakukan semua ini karena untuk membalas dendam.” Jelas Donghae yang terlihat menerwang dengan menatap langit di ruangan itu bersama segaris senyum di salah satu bibirnya.

“Kau mengenalnya ? Jadi kau tahu siapa orang di balik ini semua ? Sulit di percaya.” Sindir Suzy dengan nada bicara meledek. Pikirannya memberontak pada satu anggapan bahwa Donghae memang sengaja memperlambat kemunculan Suzy di hadapan keluarga ataupun Woo Bin, dari nada bicara Donghae bahkan lebih nampak seperti seorang pria yang tengah kembali membuka lembaran memori manis bersama gadisnya.

“Kami menghabiskan masa kecil kami bersama. Dia sebenarnya gadis yang baik tapi sifat buruknya tidak pernah hilang sedikitpun.”

“Kalau begitu, kenapa kau tidak mengatakan langsung kepada pihak kepolisian ? Apa kau sekarang berusaha melindunginya ?”

“Aku tidak melindunginya ! Aku justru akan menggagalkan rencananya untuk menghancurkan Korea Selatan sebelum hari pergantian para menteri itu datang !”

Hening. Keduanya saling bertatap tajam tanpa mau mengalah sedikitpun. Keduanya juga saling bercakap dengan pikiran mereka masing-masing tanpa memperdulikan sebuah ketukan suara pintu di kamar hotel mereka. Suzy yang mulai pertama menyadari suara ketukan itu dan memutuskan perang mata dengan memalingkan wajahnya yang sudah semakin merah padam.

“Maka buktikanlah,” Suzy berkata kecil di tengah perjalanannya tanpa menghiraukan dahi Donghae yang berkerut seakan tak mengerti maksud wanita itu.

“Buktikan dengan tindakanmu yang nyata dengan sepengetahuanku bahwa kau memang tidak berpihak padanya.” Sambung Suzy yang menyadari kalau Donghae mungkin baru akan mengerti apa yang dia maksud dari awal itu.

“Bagaimana dengan malam ini ? Bagaimana dengan sebuah pengintaian kecil pada orang yang menyerupaiku.”

***

Malam mulai beranjak bersama hujan deras yang mengguyur. Kini Hyun Suk bersama Jiyong dan Zelo berada di ruangannya dengan pembahasan Chaerin yang tiba-tiba menghilang karena tindakan Jiyong yang kasar kepada gadis itu, sedangkan Sandara sudah kembali ke rumah Hyun Suk dengan Suzy yang berada di sampingnya saat gadis itu tiba-tiba jatuh pingsan tak berapa lama berselang setelah Seunghyun menyelesaikan tuganya untuk menanyai kejadian yang dialami Sandara.

Hyun Suk terus membentak murka pada sikap kasar keponakannya itu, tapi Jiyong merasa tidak mau kalah dan juga tidak mau di salahkan karena dia masih kukuh pendirian.

“Berhenti menyalahkan Chaerin, Ji. Apakah kau tidak bisa merasakan bagaimana perasaannya dengan kata-katamu itu pada Chaerin ?” Hyun Suk berteriak.

“Aku hanya mengatakan yang sebenarnya, Paman. Chaerin memang patut aku katakana seperti itu.” Balas Jiyong yang mulai menaiknya suaranya dengan buku-buku tangan yang mulai nampak memucat.

“Tapi tidak dengan cara seperti itu. Apa kau masih belum jelas kalau gadis itu sedang berduka karena ayahnya menghilang tanpa ada kepastian yang pasti ?”

Jiyong diam. Sebagian dari dirinya merasakan rasa bersalah yang teramat jika mengingat Chaerin berlari bersama air mata tepat di hadapannya. Dia tahu tindakannya memang salah, tapi dia juga tidak dapat mengerti mengapa kata-kata kasar itu dengan mudahnya terlontar kepada Chaerin yang bahkan sudah dia anggap sebagai adik baginya.

“Aku memang salah, Paman. Untuk menembus kesalahanku, aku akan mencarinya sendiri.” Dia mengalah dan mulai berjalan meninggalakan ruangan Hyun Suk tanpa mendengar balasan dari pria itu.

“Kau membutuhkanku, Hyung ?” Zelo bersuara hingga pria tinggi itu mulai berdiri sungkan saat hanya bisa menyaksikan perdebatan antara Paman dan keponakan yang terus membuat mulutnya sulit tertutup. Dilain sisi saat itu Zelo ingin membantu Jiyong dengan argumennya tapi dia juga tahu yang bersalah adalah Jiyong, jadi Zelo lebih memilih untuk diam tanpa bersuara.

Jiyong berbalik menatap Zelo. Sial, sungutnya berkata. Pria itu sebenarnya lupa dengan keberadaan Zelo, dan Jiyong justru tengah merasa malu karena Zelo melihat perdebatan secara langsung itu di depan matanya –Jiyong seakan ingin menenggelamkan dirinya karena dia berbicara seperti seorang gadis yang tidak mau kalah saat berbicara dengan Pamannya sendiri. Bagaimanapun Jiyong masih ingat kalau Zelo selalu mengeluhkannya dan apa jadinya nanti pandangan Zelo terhadapnya setelah melihat kemahiran berbicara Jiyong di balik wajah angkuhnya.

“Tidak perlu, aku bisa melakukannya sendiri.” Balas Jiyong singkat sembari menarik kenop pintu.

“Oh benarkah ? Kalau kau tidak membutuhkanku, aku akan mengunjungi rumah Inspektur Yang kalau begitu.”

Alis Jiyong berkerut. Sejenak dia menatap jam di pergelangan tangan kirinya, hari memang belum terlalu malam jadi pantas saja Zelo bersikeras untuk mengunjungi kediamannya dan bisa di pastikan pria itu akan langsung beranjak ke kamar Sandara untuk memastikan keadaan gadis itu.

“Aku membutuhkan tumpangan kendaraan, jadi kukira kau bisa membantuku dengan mobil merahmu itu.”

***

Mobil Zelo terhenti pada salah satu rumah di bagian barat Korea Selatan. Penunjuk dari pelacak yang Jiyong berikan kepada Chaerin memang mengarah pada bagunan klasik bernuansa Eropa Barat itu. Mereka berdua mulai keluar dari mobil dan saling bertatapan sesaat untuk meyakinkan bawa alamat yang mereka tuju memang benar.

“Apa Chaerin memiliki kenalan di tempat ini, Hyung ?” Zelo berkata bingung saat mengingat bahwa Chaerin sebenarnya sudah tidak memiliki sanak saudara di Korea. Gadis itu terlalu lama menghabiskan waktunya di Paris sedangkan ayahnya di Italian juga Inggris secara bergantian. Masih segar dalam ingatan Zelo saat dia berbicara bersama Chaerin dan gadis itu mengatakan kehidupannya cukup banyak kepada Zelo, termasuk setelah ibunya meninggal saat kecil, Chaerin lebih banyak mengenal masa kecilnya di Eropa jadi agak sulit di percaya kalau Chaerin memiliki kenalan lain selain Jiyong di Korea.

“Ini benar dan kita tidak salah alamat.” Balas Jiyong yang kembali menengok pada alat pengintai yang memprlihatkan satu titik merah yang berkedip-kedip tepat di depan posisinya berdiri saat ini. “Mungkin Chaerin tersesat dan mereka membantu Chaerin.” Lanjutnya.

Jiyong mulai menekan bel rumah itu dan menunggu kemunculan seseorang yang akan membuka pintu. Pria itu tersenyum ramah saat melihat mata yang terlihat di lubang kecil pada pintu putih itu.

“Kalian siapa ?” Tanya sebuah suara pria bersama setengah kepala yang menyembul di celah pintu yang setengah terbuka bahkan walau pintu itu terbuka sedikit, pria yang berada di hadapannya seolah tidak menginginkan Jiyong dan Zelo melihat ruangan yang ada di dalam rumahnya.

“Kami mencari seseorang dan aku melacaknya. Apa Chaerin ada di sini ?” Tanya Jiyong berusaha bersikap seramah yang dia bisa.

“Oh jadi kalian anggota keluarga gadis aneh itu ? Baguslah kalau begitu.” Seungri mulai santai membuka pintu masuk dengan sempurna dan mempersilakan Jiyong dan Zelo untuk masuk ke dalam rumahnya.

“Tunggu di sini. Aku akan memanggil Bom Noona.” Seungri berkata tanpa menyadari kedua mata Zelo tengah menatap benda yang dia pegang.

Zelo menyikut Jiyong dengan sedikit memberikan bisikan yang bahkan sulit di mengerti oleh Jiyong sendiri. Seungri yang menyadari suara bisikan kecil berbalik menatap Zelo dan di suguhkan dengan wajah tegang dari Zelo.

“Ada apa ?” Tanya Seungri tidak mengerti. Pria itu menatap sesuai arah mata yang di berikan Zelo dan langsung tertawa kecil bersama matanya.

“Oh ini adalah Derringers, terlihat aneh memang untuk penduduk Korea Selatan terlebih aku adalah warga sipil yang memiliki benda seperti ini, tapi Bom Noon menyuruhku memakainya karena gadis itu terlihat ketakutan saat kami menemukannya.” Seungri berkata sembari memperlihatkan pistol yang berukuran kecil.

“Ada yang berbeda dari Chaerin ?” Jiyong bertanya.

“Ya. Gadis itu terus terus menangis di pelukan Bom Noona dan dia bercerita hal yang bahkan aku tidak mengerti. Bisa di katakana dia seperti melihat setan saat dia sudah berada di kamar Bom Noona.” Jelas Seungri yang kemudian menghilang di ballik dinding pembantas antara ruang tamu dengan ruang lain di ujung kanan ruangan itu.

“Hyung. Aku kira ada hal yang tidak beres dengan Chaerin.”

 

 

 

 


To be Continue..


Hello…Saya panggil dulu yah….

Riska,Siska, Annejiyongi, Anisa, Agustina, Maiianx, Rara, Dina, Anisskhn, Anty, Anonymous, Mutia, Dwiys, Afril, Queennda, Tiara, Ningrum, Diah, Chahayani, Fafa, Rainnys, Iis, Utygd, Nan9, Sansan, Cyscha, Dhiiannoviia, Abnia, Ernik, Zia, Icha, Lala, Kaka, Farah, Neneng, Syifa, Novi, Meidaaraninadia, Parkwon, Krungy0204, Enosora, Rizhumaputri, Ditya, Sumi, Sijiyong, Ndy, Kon iku, De ‘S’, Diah Aprilia,Sundu, Lilis, Rhea Liana, Monica, Deewyyy, Hana, Cindy, Sisidragon, Chankqy, Rachi,Park Sang Soo, Dinaseptavida, Adel, Lilis, dxx, peachyeka, AmaliaMilaYW, Ara, moniq, Rizhuma

Terima kasih tanggapan kalian semua….dan kalo ada nama yang kesebut Saya minta maaf 🙂 Oke kelanjutan cerita Saya akan menjelaskan si wanita yang di maksud Donghae juga momen Daragon. Di perkirakan kalo part itu bakal penuh sama cinta /tebar bunga/ See you next Time !

<<back next>>

36 thoughts on “Showdown [Part 6] : ONE SHOT!

  1. naahh kan ternyata prof.Lee masih hidup!!umhh,,kira2 siapa ya wanita yg dimaksud Donghae dan wanita gila yg dimaksud prof.Lee?
    GD&San momentnya mmg kurang tp nyelip tuh moment cembokurnya si jidong pas zelo mw ke rumah YG tp mlh diajak nyari chae soalnya tkt zelo masuk ke kmrnya darong.. :p
    oke fighting neh authorr..^^v

  2. yeah akhirnya muncul nie lanjutannya , aq kira author nya lupa lanjutin , hehehehe
    walau agak bingung dikit tp tetep aq suka ff nya tegang” gimana gttu tiap part nya bikin penasaran >._<
    next ^^

  3. Untung aja chaerin unnie cepet lari kalo nggak bisa di tangkep sama si penculik appanya chaerin unnie. Agak khawatir nih sama keadaannya dara unnie, apakah dara unnie baik?

Leave a comment