[DGI FESTIVAL 2016_PARADE] If You #2

cover

Author : Rmbintang

Main Cast : Kwon Jiyong, Sandara Park

Genre  : Romance

.

Chapter 2

.

Dara Pov

“Dara apa kau baik-baik saja?” Aku mendengar suara khawatir Bom saat aku baru membuka mataku. Aku memegang kepalaku karena kini aku merasakan kepalaku sedikit sakit dan sedikit berdenyut. “Dara tolong jawab aku!” Bom mengatakannya dengan suara hampir menangis. “Kenapa wajahmu terlihat bingung seperti itu?” Tanya Bom dengan air mata yang mulai menggumpal di kedua matanya. “Ya Tuhan tolong jangan biarkan Dara hilang ingatan.” Sambungnya yang langsung membuatku mengerutkan kening. “Dara aku mohon katakan sesuatu.”

“Bomie apa yang terjadi?” Tanyaku kepada Bom. “Ada apa dengan dirimu?”Sambungku karena merasa aneh dengan sikap Bom.

“Ya Tuhan Dara kau ingat siapa aku?” Tanya Bom dengan raut wajah yang menjadi sedikit lega dari sebelumnya. “Kau tidak hilang ingatan?” Tanya Bom lagi yang aku balas dengan gelengan kepala.

“Memangnya apa yang telah terjadi kepadaku?” Tanyaku kepada Bom dengan raut wajah bingung. “Kenapa kau mengira aku hilang ingatan?”

“Tadi saat kita sedang di tempat footsal kepalamu terbentur bola yang melayang entah darimana.” Kata Bom menjelaskan. “Kau langsung pingsan setelah itu.” Sambungnya yang aku balas dengan anggukan mengerti. Pantas saja kepalaku sangat pusing sekarang. Aku penasaran seberapa keras bola itu menghantam kepalaku hingga menimbulkan efek pusing yang seperti ini.“Kau benar-benar tidak apa-apa Dara?” Tanya Bom lagi yang aku balas dengan anggukan.

“Aku hanya sedikit pusing sekarang, tapi aku baik-baik saja.”

“Syukurlah kalau begitu.” Ujar Bom sambil menghembuskan napas lega.

“Tapi kenapa aku bisa berada di sini?” Tanyaku kepada Bom setelah sadar bahwa sekarang aku sudah berada di dalam kamarku.

“Tadi aku, Seunghyun dan Jiyong langsung membawamu ke sini.” Kata Bom.

“Jiyong juga?” Tanyaku kepada Bom dengan suara sedikit keras karena sedikit kaget dengan apa yang baru saja dia katakan. “Dia mengantarku ke sini juga?” Tanyaku lagi untuk memastikan yang dibalas anggukan cepat oleh Bom.

“Kau harus lihat Dara saat Jiyong menjadi hilang kendali saat melihatmu tergeletak tadi.” Kata Bomsambil tersenyum menggoda. “Jiyong marah-marah kepada orang yang tidak sengaja menendang bola dan menghantam kepalamu.”

“Hah Jiyong marah?” Tanyaku dengan sedikit tidak percaya. Tidak mungkin Jiyong seperti itu, dia tidak pernah peduli kepadaku.

“Bukan hanya marah, tapi dia sangat marah.” Kata Bom lagi sambil mengangguk. Aku menggelengkan kepalaku karena tidak percaya.

“Tidak mungkin.” Kataku masih dengan menggeleng.

“Serius Dara.” Kata Bom. “Dia mengkhawatirkanmu, terlihat jelas dari sorot matanya.”

“masa sih?” Tanyaku lagi masih tidak percaya, Bom mengangguk.

“Kau tidak percaya?” Tanya Bom yang aku balas dengan anggukan. “Kenapa?”

“Karena tidak mungkin Jiyong mengkhawatirkanku.” Kataku kepada Bom. “Lagipula untuk apa dia mengkhawatirkan aku? Aku sudah bukan kekasihnya lagi sekarang jadi tidak ada alasan untuknya khawatir kepadaku.”

“Dia mungkin saja masih mencintaimu makanya dia bisa sekhawatir itu.”

“Jangan bicara omong kosong Bomie.” Kataku sambil mengibaskan tanganku dengan sedikit senyuman.

“Ya sudahlah terserah kepadamu saja. Aku capek karena kau tidak percaya kepadaku.” Kata Bom sambil merenggut yang langsung membuatku tertawa.

“Dia di mana sekarang?” Tanyaku kepada Bom.

“Siapa?”

“Jiyong.” Jawabku.

“Dia sedang berada diluar bersama Seunghyun.” Kata Bom sambil menunjuk pintu. “Kenapa?” Tanyanya. “Apa kau ingin bertemu dengannya?” Tanyanya lagi lalu langsung berteriak memanggil nama Jiyong.

“Ya!” Kataku kepada Bom sambil menutup mulutnya. “Kenapa kau memanggilnya?”

“Bukannya kau ingin bertemu dengannya?” Tanyanya sambil melepaskan tanganku yang membungkam mulutnya.

“Aku hanya bertanya bukan ingin bertemu dengannya.” Kataku lagi sambil menggeleng dan saat itu aku mendengar pintu kamarku dibuka lalu Jiyong muncul dari sana.

“Kau memanggilku?” Tanyanya kepada Bom. Bom mengangguk kemudian menunjukku. Jiyong lalu langsung menatapku. Sialan sepupu bodohku ini. Sekarang aku harus mengatakan apa kepada Jiyong? “Dara kau sudah sadar?” Tanya Jiyong sambil berjalan mendekat kearahku. Aku mengangguk pelan. “Bagaimana kepalamu? Apa masih sakit?” Tanya Jiyong lagi. Dan aku sedikit mendengar nada khawatir dari suaranya.Okay aku ingat bahwa sekarang aku adalah pasien jadi dia pasti mengkhawatirkan aku karena aku pasiennya. Jiyong memang selalu mencintai semua pasiennya.

“Kepalaku baik-baik saja hanya sedikit masih pusing.” Kataku.

“Besok pagi kau harus pergi kerumah sakit!”Perintah Jiyong. “Aku akan mengaturkan jadwalnya.” Sambungnya lagi sambil memasukan tangannya pada saku celana.

“Hah untuk apa?” Tanyaku dengan sedikit terkejut. Apa mungkin keadaan kepalaku menjadi sangat parah hanya karena sebuah bola yang menghantam kepalaku?

“Untuk diperiksa.” Katanya dengan suara tenang.

“Apa ada masalah dengan kepalaku?” Tanyaku sambil memegang kepalaku dengan kedua tangan. Aku sedikit takut sekarang.

“Kita akan tahu kalau sudah diperiksa.” Katanya dengan tenang yang langsung membuatku menurunkan tangan lalu menghembuskan napas lega.

“Ya!” Teriakku kepada Jiyong. “Kenapa kau menakut-nakutiku huh? Aku pikir sesuatu yang buruk terjadi kepadaku.” Sambungku lagi.

“Aku tidak menakut-nakutimu Dara aku hanya khawatir jika terjadi sesuatu dengan kepalamu makanya aku menyuruhmu untuk melakukan pemeriksaan.”

“Kepalaku pasti baik-baik saja.” Kataku. “Ini hanya terbentur oleh sebuah bola jadi pasti akan baik-baik saja.”

“Kalau ternyata terjadi sesuatu bagaimana?”Tanya Jiyong. “Kalau tiba-tiba kau terkena geger otak bagaimana?” Tanyanya lagi.

“Ya!” Teriakku lagi sambil menggapai bantal yang ada di dekatku lalu melemparkan bantal itu kepada Jiyong yang dengan mudah bisa dia tangkap. “Berhentilah menakut-nakuti brengsek.” Kataku lagi dengan suara tinggi. “Apa kau memang selalu menakut-nakuti pasienmu seperti ini huh?” Tanyaku dengan menatap sengit kepadanya.

“Aku hanya mengantisipasi jika ternyata apa yang aku pikirkan itu benar.” Kata Jiyong sambil berdecak.

“Dasar dokter psycho.” Kataku lagi masih dengan menatap sengit kepadanya.

“Ya sudah kalau kau tidak mau datang ke rumah sakit. Bilang saja baik-baik tanpa harus mengataiku psycho.” Katanya sambil memandang kesal kepadaku.

“Kau mem-” sebelum aku menyelesaikan apa yang akan aku katakan Jiyong langsung melemparkan bantal yang tadi aku lemparkan kepadanya membuat bantal itu sedikit mengenai wajahku dan saat aku kembali melihatnya ternyata dia sudah berbalik lalu berjalan meninggalkan aku dengan sedikit membanting pintu. “Ya!” Jeritku dengan keras karena kesal. Si setan itu selalu meninggalkan aku sebelum aku sempat mengatakan umpatanku kepadanya. Ya Tuhan kenapa bisa ada makhluk semenyebalkan Jiyong?

“Kalian ini kenapa sih?” Tanya Bom yang dari tadi menjadi saksi bisu pertengkaranku dengan Jiyong. “Kenapa kalian selalu bertengkar setiap kali bertemu? Padahal dulu kalian sangat akur dan tidak pernah terlihat meributkan masalah besar, kalian bahkan tinggal bersama.” Sambungnya sambil berdecak kepadaku. Aku mengedikkan bahuku kepada Bom tanda bahwa aku tidak mengerti kenapa hubunganku dengan Jiyong bisa menjadi kacau seperti ini.

Author

“Dara apakah kau masih membenci Jiyong?” Tanya Bom sepupu Dara. Dara yang sedang memakan apel langsung mengalihkan perhatiannya setelah mendengar nama pria itu disebut.

“Apa maksudmu?” Tanya Dara sambil mengerutkan kening.

“Apakah kau selalu mengumpat kepada Jiyong karena kau masih membencinya yang mengatakan iya saat kau meminta putus?” Tanya Bom lagi sambil terus memperhatikan Dara. Bom tahu alasan kenapa Jiyong dan Dara bisa putus, dan dia heran karena Dara marah padahal dia sendiri yang meminta putus kepada Jiyong.

“Memangnya kau pikir karena apa lagi?”

“Tapi menurutku Jiyong tidak salah. Dia mengatakan iya karena kau yang memintanya.” Kata Bom dengan tenang. “Jadi berhentilah membenci Jiyong Dara.”

“Apakah kau sedang membela si brengsek itu huh?” Sungut Dara kepada Bom.

“Aku tidak membelanya. Aku hanya mengutarakan pendapatku saja.”

“Kau berpendapat seperti itu karena kau tidak mengerti bagaimana perasaanku saat Jiyong dengan mudah mengatakan iya saat aku memintanya untuk putus.”

“Tapi tetap saja Jiyong tidak salah.” Ujar Bom lagi yang membuat Dara memandang Bom dengan tatapan tidak suka. “Kau yang membuat Jiyong mengatakan hal itu.” Tambah Bom lagi tidak peduli sama sekali dengan tatapan Dara kepadanya.

“Bomie bukan itu yang jadi masalahnya. Masalahnya adalah bagaimana mungkin dia bisa dengan mudah menghapus aku dari hidupnya hanya dengan mengatakan baiklah kita putus.” Ujar Dara sambil terus menatap Bom. “Aku dan Jiyong pacaran lebih dari lima tahun dan sebelum itu dia sudah mendekatiku selama satu tahun setengah jadi setidaknya dia sudah menyukaiku selama tujuh tahun tapi dia menghapus itu semua hanya dengan satu kata. Dia dengan mudah mengatakan iya Bomie. Kau harus merasakannya jadi kau akan mengerti bagaimana perasaanku saat itu.” Ujar Dara dengan panjang lebar yang mendapatkan balasan decakan dari sepupunya.

“Kalau kau tidak ingin putus kenapa kau mengatakannya saat itu?” Tanya Bom sambil terus memperhatikan Dara. “Kau marah kepada Jiyong dan sekarang membencinya karena kau menyesal bukan?”

“Aku tidak menyesal.” Ujar Dara. “Setidaknya kini aku tahu bahwa perasaan Jiyong kepadaku tidak sedalam yang aku pikirkan.” Sambung Dara. Bom akan kembali membuka mulutnya untuk membalas Dara namun Dara dengan cepat kembali berbicara. Dia tahu Bom orang seperti apa jadi dia tidak ingin membiarkan Bom terus bicara karena pada akhirnya Dara selalu kalah darinya.“Sudahlah jangan bicarakan Jiyong lagi.” Kata Dara dengan sedikit mendengus kesal. “Aku selalu kesal jika mendengar namanya.”

“Kau yakin?”Tanya Bom. “Bukannya kau takut jika mendengar nama Jiyong?”

“Apa maksudmu?” Tanya Dara sambil kembali menatap Bom.

“Kau tidak ingin mendengar nama Jiyong karena kau takut tidak bisa melupakannya bukan?”

“Aku sudah melupakannya.” Kata Dara dengan tegas.

“Kalau kau sudah melupakan Jiyong lalu kenapa sampai saat ini kau masih tidak memiliki kekasih?” Tanya Bom. “Bukannya kau menutup hatimu untuk pria lain karena kau masih berharap Jiyong datang kepadamu dan memintamu untuk kembali kepadanya?”

“Ya!” Ujar Dara dengan sedikit keras. “Aku tidak pernah berharap seperti itu.” Kata Dara. “Aku tidak pernah berharap si brengsek itu kembali kepadaku.”

“Bohong.”

“Aku tidak bohong.” Elak Dara lagi.

“Buktikan kalau begitu.” Kata Bom sambil memasang sebuah senyuman.

“Buktikan apa?”

“Buktikan kalau kau sudah melupakan Jiyong.” Kata Bom lagi. “Aku baru bisa percaya kalau kau kembali berkencan dengan orang lain.”

“Tunggu saja Bomie.” Ujar Dara dengan serius kepada Bom. “Aku akan membuktikan kepadamu bahwa aku sudah tidak mencintai si brengsek itu lagi.”

“Aku tunggu kalau begitu.” Kata Bom sambil memasang senyuman mengejek kepada Dara yang berhasil membuatnya kesal setengah mati.

Jiyong Pov

Hari ini adalah hari pertamaku cuti jadi aku bisa bersantai dan melakukan apapun yang aku inginkan. Sudah lama aku tidak mengambil hari libur seperti ini jadi aku berniat untuk berjalan-jalan berkeliling kota Seoul sambil menyegarkan pikiranku yang sedikit kacau setelah kemarin aku bertengkar lagi dengan Dara saat kami tidak sengaja bertemu saat dia mengantar ibunya untuk melakukan medical checkup di rumah sakit tempatku bekerja.

Aku menyuruhnya untuk memeriksakan kepalanya yang terbentur cukup keras oleh sebuah bola dua minggu yang lalu, aku pikir mumpung dia sedang berada di rumah sakit jadi aku akan menjadwalkan pemeriksaannya, namun bukannya berterimakasih atau menurut Dara malah marah-marah kepadaku dan menuduh bahwa aku sengaja menyuruhnya untuk memeriksakan kesehatannya karena dia pikir aku ingin menyiksanya yang sama sekali tidak menyukai rumah sakit dari sejak kecil.

Aku sedikit heran dengan pemikiran Dara, dia selalu menuduhku seperti itu setiap kali aku menyuruhnya untuk memeriksakan kesehatannya padahal apa yang aku lakukan murni karena aku mengkhawatirkannya dan tidak ingin dia menjadi sakit karena jadwal kerjanya yang sangat parah. Aku tahu mungkin Dara tidak enak menerima tawaranku namun aku pikir seharusnya Dara bisa mengatakannya dengan lebih baik-baik tanpa harus menuduhku dengan kasar.

Aku heran sebenarnya karena dulu Dara tidak pernah bersikap seperti ini. Kalaupun ada sesuatu yang tidak dia sukai pasti dia akan mengatakannya langsung kepadaku dengan penuturan yang lembut sehingga aku bisa mengerti, namun sejak kami putus Dara menjadi sedikit kasar jika berbicara denganku. Apa dia begitu membenciku sehingga moodnya selalu berubah menjadi buruk setiap kali kami bertemu?

Setelah merasakan lapar saat berjalan-jalan aku kemudian berjalan kearah sebuah restoran yang tidak terlalu jauh dengan tempatku sekarang. Aku sering pergi ke restoran itu dulu, aku datang untuk makan siang atau makan malam bersama Dara saat kami masih bersama dan ini adalah kali pertama aku masuk lagi ke sini setelah putus dengan Dara.

Setelah duduk di kursi aku langsung memesan makanan yang biasa aku pesan dan saat menunggu pesananku datang tiba-tiba telingaku menangkap suara tawa yang sangatfamiliar, suara tawa Dara yang langsung membuatku mengedarkan pandangan untuk mencari sumber suara itu. Aku langsung memicingkan mataku saat melihat Dara sedang menyuapkan nasi kedalam mulutnya. Di hadapannya duduk seseorang, seorang pria yang memakai setelan rapi.

Aku menatap mereka dengan perasaan sedikit tidak suka, dan sepertinya Dara menyadari bahwa dia sedang diperhatikan karena sekarang aku melihatnya mengalihkan pandangannya kearahku. Aku terus menatapnya yang kini sedang mengerutkan keningnya. Aku menatap tepat pada bola matanya membuat kami saling tatap selama beberapa saat sampai Dara kembali mengalihkan pandangannya untuk menjawab pertanyaan pria yang duduk di hadapannya.

Aku juga mengalihkan pandanganku dari pemandangan yang tidak ingin aku lihat, aku sudah lama tidak melihat Dara bersama dengan pria lain dan hatiku sedikit terusik ketika aku melihatnya, melihatnya yang tertawa dan tersenyum kepada pria lain. Aku tahu seharusnya aku tidak boleh memiliki perasaan ini karena aku sudah tidak punya hak untuk cemburu kepadanya, namun tetap saja aku tidak suka.

Aku memutuskan untuk tidak lagi melihat mereka berdua, aku mengambil ponsel dari dalam saku celana khaki yang aku pakai kemudian mulai browsing berita terbaru yang kini sedang terjadi. Aku terus membaca berita sampai pesananku datang. Aku menaruh ponselku kemudian mulai melahap makan siangku.

“Sedang apa kau di sini?” Aku melirik ke samping saat aku mendegar suara Dara menyapaku.

“Apakah kau tidak melihat bahwa aku sedang makan?” Tanyaku dengan nada sarkas kemudian mengalihkan perhatianku lagi dan mengambil lagi sesendok nasi kemudian memasukkan ke dalam mulut.

“Maksudku kenapa kau ada di sini?” Tanya Dara lagi kini sambil menarik kursi lalu duduk di hadapanku. “Biasanya kau sedang berada di surgamu saat jam makan siang seperti ini.” Kata Dara lagi.

“Aku sedang libur.”

“Kau mengenal kata libur juga?” Tanyanya dengan sedikit tertawa.  Aku diam saja tidak menanggapi apa yang Dara katakan dan memilih untuk terus makan, tadinya aku ingin menghindari pertengkaran yang mungkin akan terjadi lagi. “Apa kau sering datang ke tempat ini?” Tanya Dara.

“Ini pertama kalinya sejak kita putus.” Ujarku tanpa melihat kepadanya.

“Ini juga pertama kalinya untukku.” Ujar Dara lagi, aku diam tidak menanggapi apa yang dia katakan. “Kenapa akhir-akhir ini kita sering bertemu?” Tanya Dara tiba-tiba karena aku tidak kunjung bicara. “Apa kau sengaja mengikutiku huh?”

“Aku hanya kebetulan lewat dan memutuskan untuk makan di sini.” Kataku sambil melihatnya. “Memangnya kau itu seistimewa apa hingga aku harus mengikutimu?” Dara mulai memandangku dengan tatapan kesal.

“Jiyong kau itu ternyata masih sangat brengsek.” Kata Dara kemudian diam selama beberapa saat.

“Kenapa kau marah?” Tanyaku sambil mengunyah. “Apa kau sakit hati karena aku mengatakan kau tidak istimewa? Apa kau masih berharap kau adalah orang yang selalu aku istimewakan?” Tanyaku. Aku bertanya bukan untuk membuatnya marah tapi karena aku ingin mendengarnya mengatakan iya sehingga aku akan merasa bahwa dia masih mencintaiku dan tidak akan berpikir negatif tentang pria yang bersamanya.

“Aku pikir kau akan berubah setelah kita berpisah namun sepertinya harapanku itu terlalu tinggi karena pria sepertimu selamanya hanya akan menjadi seorang brengsek gila yang menyebalkan.” Aku menghembuskan napas setelah aku mendengar jawabannya. Bukan itu yang aku ingin dengar. Aku yang sedang kesal kepada Dara karena melihatnya bersama pria lain langsung melemparkan sendok dan sumpitke atas meja membuat Dara sedikit terlonjak. Aku sedikit marah karena melihatnya dengan pria lain dan kata-katanya barusan membuatku semakin hilang kendali. Aku berusaha untuk menahan emosiku jadi aku masih mencoba mengontrol nada suaraku saat aku akan berbicara dengan Dara.

“Kalau kau datang ke sini hanya untuk menggangguku maka sebaiknya kau pergi saja.” Kataku sambil melihatnya dengan tatapan dingin. “Aku sedang tidak mempunyai rasa kesabaran untuk mendengarkan semua ocehanmu dan aku sedang tidak mempunyai mood untuk bertengkar denganmu hari ini.” Sambungku lagi.

“Aku hanya mengatakan kebenarannya Jiyong.” Kata Dara yang juga dengan nada suara dingin. “Kenapa kau harus marah seperti ini?”Tanyanya. “Apa kau marah karena merasa bahwa apa yang aku ucapkan itu benar?” Tanyanya lagi membuatku tidak bisa lagi menahan emosiku.

“Aku marah karena kau menggangguku dengan ocehanmu yang tidak penting itu.” Kataku kini dengan sedikit keras membuat pelanggan lain memperhatikan kami. Aku tahu Dara tidak suka menjadi pusat perhatian jadi aku pikir sekarang Dara pasti kesal kepadaku apalagi sorot matanya yang mulai menunjukkan rasa bencinya lagi kepadaku. “Bisakah kau pergi saja dan kembali kepada teman priamu itu?” Sambungku dengan menatap lekat kepadanya.

“Jiyong maaf jika aku mengganggumu.” Kata Dara sambil berdiri. “Aku lupa bahwa kau tidak pernah suka mendengarkan aku bicara.” Sambungnya kemudian berbalik dan berjalan lagi kearah mejanya. Dia memanggil pria yang datang dengannya lalu mengajak pria itu pergi. Aku menatap punggungnya yang kini sedang berjalan menjauh kearah pintu restoran ini. Aku mendesah dengan cukup berat, aku menyesal karena masih tidak bisa menahan emosi jika aku sedang kesal dan marah kepadanya. Padahal aku sangat tahu bahwa sikapku ini merupakan salah satu alasan kenapa kami berpisah.

Author

“Siapa pria tadi?” Dara mengalihkan pandangannya yang dari tadi hanya memandang keluar jendela selama dia berada didalam mobil Jung Il Woo, kliennya.

“Dia temanku.” Katanya sambil tersenyum.

“Tapi sepertinya dia bukan temanmu.” Kata Il Woo yang kini sedang menyetir dengan tenang. “Kenapa kalian bertengkar? Apa kalian pernah terlibat masalah?” Tanyanya lagi yang Dara balas dengan anggukan pelan.

“Kami mempunyai masa lalu yang kurang baik.” Ujarnya sambil sedikit menyunggingkan senyuman.

“Kenapa? Apa pria itu pernah menyakitimu?” tanya Il Woo lagi.

“Il Wo-ah bisakah kita melanjutkan rapat kita besok?” Tanya Dara kepada Il Woo karena tidak ingin pria itu terus bertanya tentang Jiyong, mantan kekasihnya yang baru saja dia temui di restoran langganan mereka berdua, mereka secara kebetulan bertemu lagi dan seperti biasa pada akhirnya mereka akan bertengkar lagi.

“Oh baiklah.” Kata Il Woo sambil tersenyum. “Tapi kenapa? Apa kau merasa tidak sehat?” Tanyanya lagi dengan nada sedikit khawatir. Dara menggelengkan kepalanya dengan cepat.

“Aku hanya sakit kepala, sepertinya karena terlalu kecapekan.” Ujar Dara lagi.

“Apa perlu aku antar ke rumah sakit?” Tanya Il Woo lagi dengan suara yang semakin khawatir.

Anni.” Kata Dara sambil menggelengkan kepalanya dengan cepat. “Aku hanya perlu istirahat saja, aku yakin besok pasti akan lebih baik.” Sambungnya yang Il Woo balas dengan anggukan mengerti.

“Baiklah jika itu maumu.” Kata Il Woo lagi kemudian dia mengarahkan mobilnya ke alamat Dara.

Dara Pov

Aku memegang kepalaku sambil mengurutnya pelan berharap hal itu dapat mengurangi rasa sakit yang aku rasakan sekarang. Kepalaku kembali sakit dan itu tentu saja membuatku sedikit khawatir karena tiba-tiba aku mengingat insiden bola yang langsung membuatku mengingat apa yang Jiyong katakan saat itu yaitu bahwa bisa saja kepalaku terkena geger otak karena kerasnya hantaman bola itu.

Aku menggelengkan kepalaku dengan kuat dan meyakinkan diriku sendiri bahwa aku pasti baik-baik saja dan sakit kepala ini hanya sakit kepala biasa yang memang sering datang akhir-akhir ini. Aku merutuki Jiyong didalam hatiku karena dia kini telah berhasil menakut-nakutiku dan membuatku sedikit terpengaruh oleh tawarannya untuk memeriksakan kepalaku.

Aku membaringkan tubuhku di atas tempat tidur kemudian menarik selimbut sampai daguku. Aku berbaring sambil memikirkan kejadian tadi saat aku dan Jiyong bertemu kemudian kami bertengkar lagi. Tadi adalah pertama kalinya Jiyong kembali membentak dan berteriak kepadaku setelah kami putus.

Aku tahu biasanya Jiyong berkata dengan nada keras kepadaku jika dia sedang kesal kepadaku dan jika dia sedang banyak pikiran namun aku tidak tahu dan malah mengganggunya. Aku berpikir apa mungkin Jiyong sedang mendapatkan masalah hingga dia hilang kendali saat aku berkata kasar tadi? Aku menyadari apa yang aku katakan mungkin sedikit menyinggung perasaannya, namun dia selalu bersikap brengsek jika kami bertemu jadi aku tanpa sadar selalu mengeluarkan kata-kata kasar dan umpatan kepadanya.

Memikirkan Jiyong tiba-tiba saja membuat bayangan-bayangan kebahagian kami dulu perlahan muncul kembali di kepalaku. Aku mengingatnya dan tanpa sadar bibirku sedikit tersenyum saat aku mengingat betapa bahagianya kami dulu.

Flashback

“Aku tidak memiliki hubungan apapun dengannya.” Kataku sambil merangkulkan tanganku pada lengannya lalu menyandarkan kepalaku pada bahu Jiyong yang sekarang sedang sedikit marah karena dia mendengar gosip yang mengatakan aku pergi berdua dengan Donghae, salah satu teman pria yang satu divisi di kantor tempatku bekerja. “Itu hanya rumor Yongi jadi jangan terlalu dipikirkan.” Sambungku.

“Lalu kenapa bisa ada gosip tentang kalian berdua?” Tanyanya dengan suara sedikit kesal. “Kenapa teman-temanmu mengatakan kepadaku bahwa kau dan pria itu berkencan kemarin?” tanyanya lagi.

“Aku tidak tahu.” Kataku lagi. “Aku mohon percayalah kepadaku, aku tidak mungkin pacaran dengannya saat aku sedang pacaran denganmu.”

“Kau tahu? Sekarang itu sedang marak wanita yang mengkhianati kekasihnya.” Kata Jiyong sambil menatapku.

“Lalu kau menganggap aku sama dengan wanita-wanita yang tidak setia itu?” Tanyaku dengan memasang tatapan terluka. “Bagaimana bisa kau berpikir seperti itu tentang aku?” Kataku lagi sambil merenggut kemudian melepaskan tanganku yang masih melingkar dilengannya.

“Bukan begitu maksudku.” Kata Jiyong sambil merentangkan tangannya lalu merangkul bahuku membuatku kembali mendekat kepadanya. “Aku tahu kau bukan wanita seperti itu.” Sambungnya sambil menatapku.

“Lalu kenapa kau tidak percaya dan marah seperti ini?”

Anni. Bukannya aku tidak percaya.” Kata Jiyong sambil menggeleng. “Aku hanya kesal karena mendengar gosip itu.” Kata Jiyong lagi sambil merenggut.

Mianhae.” Kataku memohon maaf. “Aku tidak akan lagi mau diantar pulang oleh orang lain jika kau tidak menjemputku.” Kataku dengan suara memohon maaf. “Aku akan lebih berhati-hati mulai sekarang sehingga hal seperti itu tidak akan terjadi lagi.” Kataku lagi sambil mengapit telapak tangannya yang bebas. “Aku tidak akan membuatmu terganggu lagi karena kedekatanku dengan lelaki lain.” Jiyong tersenyum kemudian mendekatkan genggaman tangan kami lalu mencium tanganku.

“Aku sangat mencintaimu Dee.” Ucapnya pelan setelah mencium tanganku. “Itulah kenapa aku selalu tidak suka jika melihatmu bersama pria lain.” Sambungnya sambil mengaitkan helaian rambutku ke belakang telinga. “Aku takut orang lain merebutmu dariku.”

“Aku tahu, tapi kau tidak perlu khawatir karena selamanya aku hanya akan memilihmu.” Ujarku sambil memeluk tubuhnya lalu menyandarkan kepalaku pada dadanya. “Tidak ada pria yang mampu mencuri hatiku sejak aku mencintaimu.” Sambungku. Aku merasakan Jiyong membelai kepalaku setelah aku mengatakan hal itu kemudian aku merasakan dia mengecup puncak kepalaku dengan lembut membuatku mengeratkan pelukanku pada tubuhnya. “Aku juga sangat mencintaimu jadi aku tidak tahan jika kau terus marah seperti tadi dan berteriak kepadaku seperti kemarin.”

“Maafkan aku.” Ucapnya dengan nada merasa bersalah sambil membelai pelan wajahku. “Aku hilang kendali kemarin.”

“Selama kau tidak meninggalkanku aku pasti akan selalu memaafkanmuYongi.” Kataku sambil mengeratkan dekapanku pada tubuhnya.

“Aku tidak akan meninggalkanmu Babe. Tidak akan pernah.”

“Janji kau tidak akan pernah meninggalkan aku apapun yang terjadi?” Tanyaku kepada Jiyong sambil mengangkat jari kelingkingku.

“Aku berjanji.” Serunya juga sambil mengangkat jari jelingkingnya lalu mengaitkannya pada jariku.

Flashback End

Aku mendesah saat mengingat janji Jiyong yang mengatakan bahwa dia tidak akan pernah meninggalkanku dan aku sedikit tersenyum pahit saat mengingat kenyataannya sekarang. Jiyong pergi dan meninggalkan aku sekarang. Dia tidak menepati janjinya untuk selalu berada di sampingku dan hal itulah yang paling membuatku merasakan kekecewaan besar kepadanya.Yongi, apa kau masih mengingat janjimu itu?

Author Pov

Jiyong sedang bermain dengan kucingnya saat dia mendengar suara ponselnya berbunyi. Awalnya dia pikir itu adalah panggilan dari rumah sakit, namun setelah melihat nama penelpon yang terus berkedip di layar ponselnya, dia seketika mengerutkan keningnya karena sedikit heran kemudian mendekatkan ponselnya ke telinga kirinya.

“Ada apa lagi?” Tanya Jiyong langsung. “Apa kau ingin mengajakku bertengkar lagi huh?” Sambungnya kemudian diam untuk mendengar omelan si penelpon yang ternyata adalah Dara. Dia menunggu namun Dara tidak mengatakan apapun, yang terdengar kini hanya tarikan napastidak teratur. “Yeoboseyo, Dara?” Tanya Jiyong kini dengan sedikit perasaan khawatir namun Dara masih belum menjawabnya. “Dara kau baik-baik saja bukan?” Tanya Jiyong lagi namun dia masih belum mendapatkan jawaban dari Dara. “Dara kau di mana? Aku akan ke sana?” Tanyanya kini sambil sedikit berjalan cepat untuk mengambil kunci mobil di meja ruang tengah. “Aku mohon katakanlah sesuatu Dara!” Katanya lagi kini dengan sedikit berteriak kepada Dara karena sangat khawatir.

“Yongi?” Ucap Dara dengan lemah. Jiyong yang sedang berjalan cepat langsung menghentikan langkahnya saat dia mendengar suara parau Dara. Ini pertama kalinya Jiyong mendengar Dara memanggil namanya seperti itu sejak mereka berpisah.

“Dee?”Seru Jiyong dengan lembut. “Apa yang terjadi?”

“Kepalaku pusing dan tubuhku sangat lemas.” Ucap Dara lagi dengan perlahan.

“Kau sekarang di mana?” Tanya Jiyong lagi kini dengan lebih tenang.

“Aku di apartemen.” Kata Dara lagi.

“Tunggulah sebentar.” Ujar Jiyong sambil kembali berjalan cepat lalu membuka pintu apartemennya dengan terburu-buru. “Aku akan ke sana jadi tunggu aku.” Sambungnya kemudian menutup panggilan Dara dan berlari cepat kearah lift. Dia khawatir dan takut jika sesuatu yang buruk terjadi kepada Dara.

Jiyong Pov

Aku langsung keluar dari dalam mobil sesampainya aku di depan gedung apartemen Dara yang tadi menelponku. Aku khawatir setelah dia mengatakan bahwa dia merasakan sakit kepala dan badannya lemas. Aku tahu hal ini akan terjadi kepada Dara karena saat aku memeriksanya tiga minggu yang lalu aku merasa bahwa Dara memang sedang sakit dan tubuhnya lemah namun dia tidak mendengarkan aku saat aku menyuruhnya untuk memeriksakan diri ke rumah sakit dan beristirahat selama seminggu.

Aku segera menekan password apartemennya setelah berhasil sampai di depan pintu apartemennya lalu segera masuk kedalam kemudian langsung berjalan cepat kearah kamar Dara dan saat aku membuka pintu kamarnya aku melihat tubuh Dara yang tergeletak lemas di lantai kamarnya.

“Dara?” Kataku sambil mengguncangkan tubuhnya untuk membuatnya terbangun. Aku khawatir ketika menyentuh tubuhnya yang kini terasa dingin, wajahnya juga sangat pucat. Aku langsung menggendongnya untuk aku bawa ke rumah sakit.

Setelah membaringkannya di jok belakang aku langsung masuk ke dalam mobil kemudian langsung menyetir dengan kecepatan penuh dan beberapa kali harus menerobos lampu hijau. Aku memasang handsfree pada telingaku lalu menelpon salah satu suster di rumah sakit dan memintanya untuk menyiapkan brankar supaya Dara bisa langsung ditangani setelah dia sampai di rumah sakit.

Setelah menelpon rumah sakit, aku juga langsung menghubungi ibu Dara yang ternyata sedang berada di luar kota. Beliau mengatakan bahwa akan langsung pergi ke rumah sakit dan juga memintaku untuk menjaga Dara selama beliau masih dalam perjalanan. Aku juga menghubungi Bom dan memberitahunya tentang kondisi Dara sekarang.

Setelah menghubungi orang terdekat Dara aku langsung fokus lagi untuk menyetir sambil sesekali melihatnya yang masih pingsan di belakang. Aku terus menggumamkan namanya sambil berdoa di dalam hati karena aku sedikit takut jika sesuatu yang buruk terjadi kepadanya. Aku tidak akan sanggup jika terjadi hal yang buruk pada Dara.

Kini aku menyalahkan diriku sendiri karena membiarkan Dara terus bekerja.Saat itu aku harusnya memaksa Dara untuk diperiksa dirumah sakit, harusnya aku bisa meyakinkan Dara supaya dia mau beristirahat di rumahnya dan tidak pergi bekerja untuk beberapa hari namun aku malah membiarkannya begitu saja. Aku akan menyalahkan diriku sendiri jika kondisi Dara menjadi semakin parah dari sebelumnya, aku akan membenci diriku sendiri jika hal yang buruk terjadi kepada wanita yang paling aku kasihi ini.

TBC

32 thoughts on “[DGI FESTIVAL 2016_PARADE] If You #2

Leave a comment