Wedding Dress [Chapter 5]

wdAuthor: Sfn
Main Cast: Sandara Park & Kwon Jiyong
Other Cast: Find it by your self
Genre: Family, Angst
Length: Chapter

Annyeong~~ Author datang sama chapter5 nya. Kali ini masih di bagian flashback-flashbacknya GD yang ngejelasin sebenernya apa yang terjadi sama diri GD. Semoga aja chapter selanjutnya bakal selesai. Dan maaf buat ke ngaretannya. Typo(s) sama kegajeannya tolong di maafkan juga .__. Cekidot~

***

Jiyong POV

Aku menghela napas, mengetuk-ngetukkan jariku pada iPodku. Perasaan gelisah ini dengan setia menemaniku sejak aku dan Oh Ahjussi menaiki pesawat menuju Paris ini.

Takut akan kehilangan noonaku—Dara—selalu terbayang di benakku. Entah, perasaan cinta yang melebihi dari seorang adik kakak ini selalu menjadi penghalang untukku agar bisa memanggilnya dengan sebutan noona dalam keseharian.

Dara, Dara, Dara. Aku hanya bisa menyebutkan itu. Tidak dengan sebutan noona. Rasanya begitu aneh memanggil yeojaku yang sekaligus noonaku dengan sebutan noona. Itu aneh.

Seketika terlintas bayangan akan ucapan tuan Kim kala itu di benakku. Aku-tidak-mau-menikahi-Jisoo. Bagaimana bisa aku mencintai yeoja yang sama sekali tidak menarik untukku? Itu akan sangat sulit.

Aku mendesah panjang, sulit untuk memecahkan masalah ini. Haruskah aku menikahi noonaku? Dan bagaimana kalau aku menikahinya? Apa aku salah? Apa nanti anakku akan menjadi cacat jika aku menikah dengan Dara?

Aku tidak akan pernah bahagia jika aku harus menikah dengan Jisoo. Bagaimana bisa aku hidup dengan yeoja mata duitan dan sok terkenal sepertinya? Itu hanya akan mempersulit hidupku. Belum lagi kebiasaannya yang suka mencuri uang appa dan ummanya hanya untuk berbelanja sepatu dan barang tak penting lainnya.

Aku berkeringat dingin, jantungku mulai berdegup kencang tak beraturan dan napasku sedikit terengap. “Tuan, kau baik-baik saja?” Tanya Oh Ahjussi khawatir padaku. Aku tersenyum dan mengangguk, “Gwenchana”
“Apa kau membawa obatmu, tuan?”
“Molla”
“Sebaiknya kau cek dulu, tuan. Kalau kau tidak membawanya sebaiknya sehabis ini kita ke rumah sakit terlebih dahulu untuk membeli obatmu”
Aku tersenyum, “Gwenchana, ahjussi”
“Algeuseumnida, tuan”

Aku menoleh kearah jendela, menatap sayap kanan pesawat yang di hiasi awan-awan putih. Indah. Awan-awan ini sangatlah indah.

‘Argh’

Aku menggigit bibir bawahku, menahan erangan yang akan keluar dari bibirku. Menahan sakit dari salah satu organ tubuhku yang terus-menerus membuatku melemah. Tidak, appa dan Oh Ahjussi tidak boleh tau kalau aku separah ini.

“Tuan, apa kau benar-benar tidak apa-apa?” Tanya Oh Ahjussi lagi.
Aku tersenyum pahit, “Ne, nan gwenchana”
“Tuan, sebenarnya apa yang terjadi?”
“Molla”
“Tuan, jika ada apa-apa kau bisa memintaku untuk membantumu. Aku janji tak akan memberitahunya pada tuan besar Kwon”
“Ne, kamsahamnida ahjussi”

***

Aku berjalan bersama Oh Ahjussi yang membawakan koperku menuju tempat taksi berada. Tujuanku kemari hanyalah satu, appa.

“Appa!”

Aku menoleh dan mendapati seorang namja yang sepertinya lebih muda dariku menghampiriku dan Oh Ahjussi. Aku tatap namja ini lekat-lekat, sepertinya dia mirip dengan Oh Ahjussi. ‘Apakah dia anaknya Oh Ahjussi? Siapa namanya? Sehan? Suhan? Suhen?’

Oh Ahjussi tersenyum ketika pemuda itu sudah berada di depannya. “Ah tuan, kenalkan ini anakku, Oh Sehun” Namja yang disebut Sehun itu membungkuk “Oh Sehun imnida. Senang bertemu denganmu, tuan Kwon” ucapnya.

‘Tuan Kwon? Dia memanggilku Tuan Kwon?’

Aku tersenyum dan membalas bungkukkannya, “Kwon Jiyong imnida. Senang bertemu denganmu, Sehun”

“Ne, tuan.”

“Tidak usah memanggilku tuan, panggil saja Jiyong hyung”

“Ah ne, hyung”

Senyum ku semakin melebar, namja ini memberikanku aura berbeda. Aura ini terasa sangat nyaman. “Ah adeul, bagaimana bisa kau disini?” Tanya Oh Ahjussi pada Sehun.
“Aku ingin melamar pekerjaan”
“Pekerjaan?”
“Ne, appa”
“Apakah uang yang appa kirimkan masih kurang?”
“Mianhae, appa. Tapi sejak kau pergi ke Korea, aku dan umma banyak mengeluarkan uang untuk membangun toko bunga”
“Toko bunga katamu? Kenapa tak meminta pada appa lebih? Kalau seperti itu kan bisa appa kirimkan lagi, Hun”
“Mianhae, appa. Aku hanya tak ingin merepotkanmu”
“Memangnya kau bisa apa? Tiba-tiba ingin melamar pekerjaan di bandara”
“Mollayo”
“Kau bisa bekerja dirumahku” ucapku yang sontak membuat appa dan anaknya ini terkejut.
“Ne, tuan? Kau maksud anakku?” Jawab Oh Ahjussi.
“Ne, ahjussi. Dia bisa menjadi asistenku”
“M..mwo? A..aku?” Gugup Sehun.
“Ne, Sehun-ah. Kau mau kan?”
“Tapi umma?”
“Ummamu bisa membantuku pula”
“Tuan, tapi kau belum minta izin dengan tuan besar Kwon bukan?” Tanya Oh Ahjussi sedikit khawatir.
“Santai saja, ahjussi. Selama aku yang membayar Sehun, appa tidak akan keberatan. Lagi pula aku sedang butuh asisten”
“Memangnya umma dan aku bisa membantu apa, hyung?”
“Akan ku pikirkan nanti. Tapi kau tidak keberatan bukan?”

Sehun tampak berpikir, menatap Oh Ahjussi sesekali, seperti memberi tatapan bolehkah-aku-ikut-bersama-Jiyong-hyung. Aku tertawa kecil, “Kau bisa memikirkan itu dahulu, Sehun. Jangan terburu-buru. Lebih baik sekarang kita mencari hotel untuk menginap”
“Kau bisa menginap di rumah kami, hyung” jawab Sehun.
“Apa aku tidak merepotkan, ahjussi?”
“Tentu saja tidak, tuan. Dengan senang hati kami menyambut kedatanganmu di rumah kami” jawab Oh Ahjussi sambil tersenyum.

***

Aku menghela napas dan menjatuhkan diriku di atas ranjang yang berada di salah satu kamar di rumah sederhana ini. Mendesah panjang karena terlalu lelah setelah merapikan pakaianku yang sedikit berantakan. Ini memang sedikit, tapi entah mengapa aku bisa selelah ini.

Tok tok tok

“Hyung? Kau di dalam?” Ucap Sehun dari luar. Aku bangkit dari tidurku dan membukakan pintu, “Ne? Wae geurae?” Jawabku.
“Hyung, aku ingin bertanya tentang tawaranmu tadi pagi”
“Ne? Kau keberatan?”
“Aniyo..”
“Lalu?”
“Apa yang bisa aku bantu untukmu?”
“Mollayo. Aku belum memikirkannya. Sebaiknya kau masuk dulu, tidak enak berbicara di pintu seperti ini”
“Ah, gwenchana hyung”
“Sudah, tidak apa-apa. Cepat masuk”
“Ah baiklah, hyung”

Aku berjalan menuju kasurku dan duduk di atasnya, sementara Sehun masih berdiri di hadapanku, “Hun-ah, kau bisa duduk disini. Ayolah, anggap saja aku temanmu” ucapku sambil menepuk-nepuk kasurku pelan, menandakan pada Sehun bahwa aku menyuruhnya duduk di sebelahku.

“Jadi bagaimana?” Tanyaku sambil menoleh kearahnya.
“Molla, hyung”
“Hmm..”
“Appa bilang bahwa tuan besar Kwon memiliki perusahaan yang sukses di Korea. Dan setelah aku pikir-pikir, aku tidak dapat melakukan apa-apa, hyung.”
Aku mengangguk, “Lalu apa yang kau lakukan jika kau memiliki waktu luang?”
“Menari”
“Menari?”
“Ne, hyung”
“Boleh aku melihat tarianmu?”
“A..ani..aniyo”
“Wae? Kau malu?”
“Aku hanya tidak percaya diri.”
“Wae? Aku bukan musuhmu, Sehun-ah”
“Appa pernah menunjukkan video tarian mu saat di Jepang padaku, dan itu sangat membuatku patah semangat karena kau terlalu hebat, hyung”
“Jinjja? Kamsahamnida, Hun. Hahaha”
“Ne, hyung”
“Jujur saja Sehun-ah, aku penasaran dengan tarianmu. Aku ingin melihatnya, hanya beberapa bagian saja”
“Aniyo, hyung. Tarianmu jauh lebih hebat daripadaku.”
“Ayolah.. Jebal.. Mungkin saja jika tarianmu hebat akan aku jadikan guru tari di klub tari Jepangku. Kau mau bukan?”
“Klub tari di Jepang?”
“Ne”
“Maksudmu, JiJapanGon Community?”

“Ne, namanya aneh bukan? Hahaha. Sangat tidak berkelas”

“Aniyo, hyung”

“Lalu?”

“Hyung! Kau adalah idolaku!”
“Mwo?”

“Kau adalah idolaku hyung!”

“Jinjja? Hahaha kamsahamnida”
“Ne hyung. Gerakanmu sangat hebat! Aku benar-benar mengagumi kecepatan tarianmu!”
“Hahaha kalau begitu tunjukkan tarianmu padaku lalu akan ku ajak dirimu untuk ke JiJapanGon Community
“Jinjja? Woah! Baiklah, hyung. Kalau begitu datanglah besok jam 9 pagi di Paris Dance United”
“Ah ne. Besok aku akan datang”
“Astaga hyung, bagaimana bisa aku tak sadar bahwa kau adalah idolaku!”
“Hahaha, bekerja keraslah, Hun. Jika tarianmu tidak dapat membuatku kagum, sepertinya akan kubatalkan ucapanku tadi” aku pun tersenyum jahil pada Sehun setelah menyelesaikan kalimatku.
“Ne hyung! Aku akan bekerja keras! Fighting!”
“Fighting, Hun-ah!”
“Kamsahamnida, hyung. Kalau begitu aku keluar dulu, ne?”
“Ne, Sehun-ah”
“Ah, terima kasih juga atas tawaranmu tadi, hyung. Annyeong”

Sehun pun membungkuk dan keluar dari kamarku. Sendiri. Hanya itu yang dapat mendeskripsikan perasaanku sekarang. Ani ani, bukan sekarang, tapi selamanya.

Ddrrtt ddrrtt ddrrtt

Ponselku berdering tanda pesan masuk. Ku lihat nama yang tertera di layar ponselku dan mencoba memfokuskan pandanganku. Buram, pandangan ini seketika memburam.

Seketika pula kepalaku ini terasa berat dan sakit. Aku rebahkan kembali kepalaku pada bantal empuk ini. Dan aku pejamkan kedua mata ini untuk mengurangi rasa sakit yang aku rasakan.

“Umma..”

Sakit. Kepala ini sangat sakit untuk memikirkan hal kecil, bahkan untuk membuka mata saja sangat sakit. Tapi di balik itu semua aku penasaran dengan siapa dan apa isi pesan ini.

Perlahan kubuka mataku, matahari senja yang tak begitu terang membuat mataku kehilangan titik fokusnya. Aku berdiri dan hendak mengambil obatku, tapi itu semua…

Buk!

***

“Tuan, ireona”

“Hyung!”

“Aigooo, Jiyong.. ireona!”

“Hyung ireonaaa”

Perlahan kubuka kembali mataku, sinar yang begitu terang telah menembus kelopak mataku seakan menyuruhku untuk bangun. Ku lihat cahaya terang menyinari tubuhku dan aku di kelilingi.. ‘Keluarga Oh?’

“Arghh” erangku sambil memegang kepalaku saat hendak bangun. Sakit itu kembali menjalar di kepalaku. Bahkan ini lebih sakit.

“Tuan, gwenchana?” Tanya Oh Ahjussi.
“Ne, nan gwenchana”
“Gotjimal, hyung!” Celetuk Sehun.
Aku tersenyum, “Nan gwenchana. Kalian tidak percaya? Aku hanya sakit kepala”
“Jinjja?”
“Ne”
“Lalu mengapa wajahmu pucat sekali, hyung?”
Aku mengangkat kedua bahuku, “Molla”
“Baiklah, lebih baik sekarang kau istirahat kembali, Jiyong” ucap Oh Ahjumma.
Aku pun menoleh kearah Oh Ahjumma dan seketika mataku terbelalak, “Halmeoni?”
“Ne, Jiyong-ah”
“Halmeoni!!” Aku pun merentangkan tanganku pada Oh Ahjumma dan ya, Oh Ahjumma mengerti dan memelukku.
“Halmeoni, nan jeongmal bogoshipeo!”
“Nado, Ji.”
“Halmeoni kemana saja?”
“Aku disini, bersama Minwoo dan Sehun”
“Jadi halmeoni adalah istrinya Oh Ahjussi?”
“Ne, Jiyong-ah. Kau lupa?”
“Aku tidak lupa, tapi aku tidak tau, halmeoni”
“Jinjja?”
“Ne”
“Kalau begitu sekarang kau sudah tau”
“Ne, hahaha”
“Bagaimana kabar kakak dan adikmu?” tanya Halmeoni sambil melepaskan pelukannya padaku.
Aku tergagap, entah aku tidak dapat menjawab pertanyaan ini, “Mereka baik-baik saja” jawab Oh Ahjussi yang sepertinya mengetahui bahwa aku sedikit panik.

“Ah, lalu bagaimana tentang kesehatan Dara? Dia sudah membaik?” Tanya Oh Mi Yong—Oh ahjumma.

Sesak. Aku tidak tau harus menjawab apa. Hanya sesak yang terasa di hati ini karena mendengar pertanyaan halmeoni barusan. “Molla.. sepertinya sudah membaik” ucapku sambil menahan desakan air mata yang ingin keluar dari mataku.

“Miyong-ah, sudahlah.. Jiyong butuh istirahat..” kata Oh Ahjussi pada halmeoni. Aku menoleh kearah Oh Ahjussi dan memberi tatapan seperti terima-kasih-telah-menolongku-dari-pertanyaan-itu.

Oh Ahjussi dan Oh Ahjumma akhirnya keluar dari ruangan aku berada. Jujur, ini bukan kamarku tadi. Sehun yang masih berada di sampingku hanya menatapku kosong, “Sehun-ah, aku dimana?” Tanyaku yang sepertinya membuyarkan lamunan Sehun. “Kau di kamarku, hyung” jawab Sehun.
“Kamarmu?”
“Ne, waeyo?”
“Apa yang terjadi? Kenapa aku disini?”
“Tadi kau pingsan, hyung. Saat tubuhmu jatuh ke lantai membuat suara yang cukup keras dari lantai kayu ini sehingga appa, aku dan umma dapat mendengarnya”
“Mwo? Begitu kerasnya kah?”
“Ne”
“Bagaimana bisa?”
“Molla”
“Ah baiklah. Aku akan balik ke kamarku” ucapku sambil mencoba berdiri.
“Hyung, kau disini saja. Aku tidak apa-apa, aku bisa tidur di ruang tengah” jawab Sehun sambil menahan tubuhku untuk berdiri.
“Aniyo..”
“Hyung, nan gwenchana. Kau butuh banyak istirahat. Mungkin kau masih terlalu lelah karena mengurusi  klub tarimu sebulan penuh”
“Apakah tidak apa?”
“Ne, hyung”
“Baiklah. Kamsahamnida”
“Gwenchana hyung”

Sehun pun akhirnya keluar dari kamarku dan meninggalkanku sendiri. Ya, sendiri. Selalu sendiri.

Aku menghela napas, menoleh kearah cahaya yang sedari tadi menyinari tubuhku. ‘Tunggu, aku pikir ini bukan sebuah kamar’ lalu aku mengedarkan pandanganku ke seluruh ruangan ini. Dan ya, aku mendapati sebuah benda yang tidak asing dan menandakan ini bukan sebuah kamar ‘Sudah ku pikirkan, ini ruang periksa dokter layaknya di rumah sakit’

Aku menghela napas panjang, jantung ini mulai berdegup kencang. Takut. Takut bahwa Oh ahjussi mengetahui penyakitku. Aku benar-benar tak ingin satupun orang mengetahuinya, kecuali dokter Kang dan Youngbae tentunya.

Aku mengangkat kepalaku sedikit, mencari benda kecil tadi yang dapat membuatku seperti ini. Penglihatanku mengedar, mengamati tiap-tiap penjuru ruangan ini.

“Aw!”

Aku kembali terjatuh tergeletak di atas kasur itu. Meremas celanaku karena sakit ini kembali menjalar ke tubuhku. Sakit. Ini sangat sakit.

“Neo..neomu.. neomu appa”

Aku mengencangkan remasanku pada celanaku ini. Rasanya ingin sekali mengambil pisau lalu menancapkannya di jantungku. Aku tidak kuat. Aku memang namja lemah.

Dengan sekuat tenaga aku mencari ponselku, menahan rasa sakit yang masih menjalar di tubuhku. Aku menangkap benda kecil itu dengan penglihatanku. Ku raih ponselku pelan dan ya! Dapat.

Aku langsung mengecek pesan masuk dan mendapati beberapa pesan disana. Aku buka pesan itu persatu-satu.

From: Jisoo
Chagi-ya, eodika? Kenapa rumahmu sangat sepi?

From: Lee Jin Ah
Kau dimana? Kau sedang tidak di Korea, hm?

From: Jisoo
Ya! Kau kemana?!

From: Thunder
Hyung! Kau dimana? Kenapa aku telepon tidak di angkat?

‘Sial. Yeoja itu. Aku tidak akan menikahinya’ batinku. Pesan dari Jisoo dan Jin Ah sangatlah tak penting. Tak perlu ku jawab. Aku pun langsung menelepon Thunder setelah membaca pesannya. Perasaanku tidak enak. Ini benar-benar tidak enak.

“Yeoboseyo?”

“Thunder?”

“Iya?”

“Ini GD. Apakah kau bersama Dara?”

Suara Thunder seketika menghilang, tampaknya dia sedang berpikir “Ah.. noona tak sadarkan diri sejak tak lama kau pergi saat itu. Kau kemana hyung?” jawabnya.

“A..a..ku aku pulang ke Seoul. Jangan tanya aku untuk apa”

“Baiklah. Hyung, bisa kau mengatakan sesuatu untuk Dara noona? Walaupun dia dalam keadaan tak sadar? Mungkin, dia akan terbangun ketika mendengar suaramu”

“baiklah, dekatkan ponselmu pada Dara”

Aku menunggu sebentar, menunggu Thunder untuk memberikan ponselnya pada Dara. Seketika setetes air mata terjatuh di pipiku, entah ini berarti apa tapi tubuh ini seperti remuk akan kenyataan.

It’s all about you, my butterfly
Every time I come close to you
(every time I’m feeling you)
Feel like I’m gonna dream every time
( I get butterly)

Unintentionally, I look the sky like
It looks similar to when you smile
Specifically your dazzling [smile] baby
My day consists of our romantic drama
Make me cry and smile no no no

I can’t sleep, I call your name
I turn my head shyly (no matter what)
I like it this much
I rarely stop walking

“Gomawo hyung sudah mau menelepon. Aku pikir kau tak akan menelponku” ucap Thunder setelah aku bernyanyi untuk Dara.

Aku tertawa kecil, “Gwenchana. Ah Thunder-ah, aku ingin bertanya sesuatu”

“Apa itu, hyung?”

“Sebelumnya aku meminta maaf karena menanyakan ini”

“Gwenchana hyung”

“Siapa nama ummamu?”

“Eh Hyung? Kenapa kau bertanya seperti itu?”

“Jebal, jawab saja”

“Ah, tunggu aku lupa”

Suara Thunder kian menghilang, hanya terdengar gumaman darinya sesekali. “Ah, kalau tidak salah Park Hyemin”

Aku tersentak, “a..appamu?”

“Kwon Jisuk”

***

Sinar matahari pagi bersinar sangat cerah. Awan-awan putih kian menambah keindahan langit milik Tuhan ini. Aku menghela napas. Tak pernah terbayang akan ini semua.

Mencoba bunuh diri karena tak kuat akan hidup ini hanyalah sebuah keputus asaanku. Mungkin jika semalam Sehun dan Oh Ahjumma tidak datang ke kamarku, aku akan bahagia sekarang dan tak perlu menikahi Jisoo.

Tapi bunuh diri bukannya cara tercepat untuk melepaskan semua rasa sakit? Aku tau, ini sudah tak wajar mencintai atau bahkan ingin menikahi noonaku sendiri yang berasal dari darah dan daging yang sama.

“Jiyong..”

Suara itu. Suara yang mewarisi suaranya untuk Dara. Aku mendesah dan mencoba untuk mengangkat kepalaku sedikit.

“Masuk saja”

Pintu kamar Sehun kian terbuka. Dan memperjelas manusia yang berada di luar sana, di depan pintu kamar Sehun yang aku tempati. Aku tersenyum setelah melihat sosok itu, sosok yang hampir sama dengan Dara, ya, halmeoni.

Halmeoni tersenyum padaku, “Bagaimana kabarmu, Ji?”
“Aku baik-baik saja”  jawabku.
“Kau lapar?”
“Ne, halmeoni”
“Kalau begitu, kajja makan”
“Halmeoni..”
“Ne?”
“Aku ingin bertanya”
“Tentang? Semalam?”
“Aniyo”
“Lalu?”
“Apa..apakah salah, kalau..kalau menikahi saudara sen..diri?” Aku menelan ludah setelah mengucapkan pertanyaan yang seharusnya tak aku ucapkan.
“Eh? Tentu saja salah, Jiyong-ah”
“Wae..waeyo?”
“Karena kau dan dia berdarah daging yang sama. Biar ku tebak, kau mencintai Dara?”
“A..a..ani”
“Gotjimal.. Aku tak akan marah. Karena itu semua juga salah appamu, kan?”
“N..ne”
“Jadi kau mencintai Dara dan ingin menikahinya?”
“……”
“Aku anggap itu benar. Gwenchana jika kau mencintai Dara lebih dari saudara, tapi tidak untuk menikahinya”
“Halmeoni.. Tapi Oh Ahjussi telat mengatakan itu padaku. Sebelum aku ingin melamar Dara, Oh Ahjussi bertemu denganku dan bertanya-tanya tentang Dara. Aku bertanya apa yang terjadi tapi dia tidak mau menceritakannya padaku”
“Oh ahjussi bukannya tidak mau, tapi Halmeoni menyuruhnya untuk mengatakan padamu nanti saat kau dalam keadaan tenang. Dan halmeoni kira saat itu kau tak akan melamar Dara”
“Halmeoni, apa harus aku batalkan pertunangan ini?”
“Hmm aku pikir tahan dulu sampai dia menyadarinya”
Aku menelan ludah, berat, ini berat “N..ne”
“Baiklah kalau begitu kau sarapan dulu, ne? Agar penyakitmu tidak kambuh”
“Eh?”
Halmeoni tertawa kecil, “Aku mengetahuinya”

***

Aku menatap kosong piring yang sudah kosong akan makanan di depanku. Hanya tersisa beberapa nasi dan bekas lauk yang aku makan tadi. Pikiran akan pernyataan halmeoni tadi selalu terbayang di benakku.

Kaget, tentu saja. Semua ini aku tutupi selama kurang lebih 3 tahun tapi halmeoni bisa mengetahuinya begitu saja? Bahkan kedua orangtuaku tidak mengetahuinya. Bodoh sekali, bukan?

“Tuan?”

Suara Oh ahjussi membangunkan lamunanku. Dengan tatapan yang masih kosong aku menoleh pada Oh ahjussi, “Ne?”

“Gwenchana? Kau terlihat pucat, tuan”

“Nan gwenchana”

“Sungguh?”

“Ne, ahjussi. Aku baik-baik saja, jangan khawatirkan aku”

“Tuan, tapi jika kau membutuhkanku, panggil saja aku”

“Ne, ahjussi. Jangan khawatirkan aku, ne? Aku baik-baik saja” ucapku lalu tersenyum.

“Algeuseumnida, tuan”

Aku kembali menatap piring kosong di hadapanku. Memikirkan bagaimana bisa halmeoni mengetahuinya begitu saja. Apa dia seorang dokter? Aniyo, kalau dia seorang dokter seharusnya dia tau cara merawat umma kala itu.

Tatapan kosong terpancar di wajahku. Seakan tak berpikir dan tak bernapas. Aku diam. Diam membisu. Tapi tidak dengan otakku. Otakku masih memikirkan pernyataan itu. Pernyataan yang masih tidak bisa aku cerna.

Bodoh.

Hanya itu yang dapat mendeskripsikan diriku. Bagaimana bisa penyakitku kambuh di kala seperti ini? Dan bagaimana bisa halmeoni mengetahuinya? Ini tidak masuk akal.

“Hyung..”

Aku menoleh pada sumber suara yang memanggilku. Aku tatap namja itu. Terlihat sebuah kekhawatiran dari sorot matanya. “Ne?”

“Gwenchana hyung? Kau sangat pucat”

“Nan gwenchana”

“Hyung, katakanlah pada kami jika kau merasa sakit”

“Aniyo, aku hanya akan mere—”

“Kau tidak merepotkan, hyung”

Aku mendesah dan menoleh pada halmeoni. Meminta penjelasan atas apa yang sebenarnya terjadi. Ahjussi dan Sehun berkata wajahku pucat, apakah sebegitu pucatnyakah sampai-sampai mereka menanyakan itu berkali-kali?

“Halmeoni.. aku ingin berbicara padamu”

Halmeoni mengangguk dan berdiri dari duduknya, “Ne kajja”

Aku ikut berdiri dari kursiku dan membungkuk sedikit, “Kamsahamnida atas makanannya”

Aku pun akhirnya berjalan menjauh dari meja makan lalu mengikuti halmeoni. Membututinya dari belakang, sepertinya halmeoni mengajakku untuk ketaman belakang. Halmeoni akhirnya berhenti dan duduk di kursi taman belakang. Aku pun ikut duduk di sebelahnya.

Indah.

Banyak pepohonan disini. Rindang. Sejuk. Aku merasa sangat lepas disini. Menurutku, inilah kebebasan. Dimana aku bisa menghirup udara segar sebanyak-banyaknya.

“Jadi, kau terpesona dengan semua ini?” Tanya halmeoni yang membuyarkan lamunanku.

Aku menoleh pada halmeoni dan tersenyum “Ne. Ini sangat indah”

Halmeoni ikut tersenyum “Aku harap kau dapat berkunjung lagi setelah kau pulih”

Jantungku berdegup kencang. Takut. Ketakutan itu datang kembali. Ketakutan akan meninggalkan dunia ini sangatlah menghantuiku. Aku mulai berkeringat dingin, senyuman tadi bahkan memudar.

“Ha..hal..halmeoni, k..kau ta..ta..tau pe..penya..penyakit..ku?” Ucapku terbata-bata.

Halmeoni kembali memandang hamparan pohon hijau dihadapan kami. Menghela napas panjang layaknya mempersiapkan diri. “Ne”

Aku terbelalak kaget. Jadi.. ketakutan yang aku pendam selama 3 tahun ini kini akhirnya terjadi? Ini tidak mungkin. Mustahil.

“Ba..ba..bagai..bagaimana bisa?”

“Saat kau lahir, appamu sibuk menenangkan ummamu karena jantungmu terlalu lemah. Sehingga aku, para suster dan Dokter Eun memasukkanmu kedalam inkubator. Setelah itu aku berbicara pada dokter Eun tentang apa yang terjadi.

Dia bilang, jantungmu sangat lemah. Dan memiliki resiko kau akan memiliki penyakit jantung saat dewasa. Itu semua terbukti bukan? Jantungmu sangat lemah. Bahkan hanya untuk membaca pesan saja kau tidak bisa.

Kau dan Dara menuruni penyakit ummamu. Dia memiliki kelainan pada organ dalam. Kau ingat saat ummamu dioperasi? Itu karena pendarahan hebatkan? Dan selain itu, itu karena luka di kepala ummamu melukai pembuluh arterinya sehingga saat operasi dokter Eun perlu merapatkan pembuluh arterinya terlebih dahulu sebelum tindak lanjut. Dan pada saat itu pula jantung ummamu sedang bermasalah. Sayang, jantung ummamu tak tertolong. Dan menyebabkan ummamu meninggal”

Aku terisak. Aku tau aku adalah namja, tapi.. ini.. terdengar sangat menyakitkan. Terdengar memilukan. Sehingga aku tak kuat. Pertahanan ini runtuh dan menghasilkan air mata. Ck, lemah.

“Jadi, aku benar bukan? Kau memiliki penyakit jantung?”

Aku menelan ludah, kenapa.. Kenapa harus secepat ini.. “Ne d..dan dan m..mata ya..yang suka bu..bur..buram seketika”
Halmeoni mengangguk, “Aku harap kau akan mengatakan ini pada Cheondung”
“Wae? Kenapa aku harus memberitahunya? Sudah cukup Dara merepotkannya, aku  tidak mau tambah merepotkannya. Dia juga punya hak untuk beristirahat”
Kini halmeoni tersenyum, “Kau memang keturunan Jisuk. Dia sangatlah perhatian pada adiknya sebelum dia menikah dengan Lee Jin Ah”
“Ne, halmeoni. Ah ne, kau akan merahasiakan ini bukan? Aku takut ada yang mengetahuinya” ucapku sambil melongok kebelakang—mencari seseorang yang siapa tau mendengar perbincangan kami.
“Ne, Ji”
“Halmeoni, yakseo?”
“Yakseo”

***

Aku berjalan menelusuri jalanan renggang ini. Mencar-mencari tempat yang di maksud Sehun kemarin. Aku tau, kesehatanku belum membaik sepenuhnya, tapi aku tak mungkin mengecewakannya bukan?

Paris.

Bahasa itu masih asing di telingaku. Bahkan aku tidak mengerti apa arti dari plang di atasku ini. Aku melongok, siapa tau aku bertemu dengan orang yang bisa berbahasa inggris. Ya, sama seperti saat aku ke Filipina, aku tidak mengerti bahasa mereka dan hanya mengandalkan bahasa inggrisku.

“Hyung!”

Suara itu. Aku menoleh dan mendapati Sehun sedang melambai kearahku. Aku tersenyum dan menghampirinya. Jadi maksud plang di atasku ini adalah Paris Dance United?

“Kau sudah lama berada disana?” tanyanya padaku.

“Aniyo”

“Lalu mengapa tidak masuk?”

“Aku lupa mengatakan padamu bahwa aku hanya bisa berbicara dengan bahasa Jepang, Korea dan bahasa Inggris”

“Aigoo. Hahaha, tenang saja hyung. Di klub ku dominan berbahasa inggris, jadi kau bisa saja mengobrol dengan mereka tanpa memasang wajah—ehm maaf tololmu”

Sial. Dia mengejekku dengan wajah kebingunganku tadi? “Aku tidak tolol, hun. Aku hanya kebingungan”

“Ne, hyung. Hahaha. Kajja masuk”

Aku pun mengikuti Sehun kedalam tempatnya berlatih. Melewati beberapa lorong dan akhirnya sampai di tempat Sehun biasa latihan. “Hyung, kenalkan. Ini Jongin atau sering di panggil Kai” ucap Sehun sambil menunjuk salah satu teman berlatihnya. Namja itu memiliki kulit coklat manis dengan rambut hitam legamnya. Keren.

“Jongin, Kim Jongin. Senang bertemu denganmu” ucapnya sambil memberikan tangannya padaku.

“Jiyong, Kwon Jiyong” Senang bertemu denganmu juga, Kai” jawabku sambil menjabat tangannya.

Sehun tersenyum padaku, “Ini Zhang Yi Xing, atau sering di panggil Lay. Dia orang Cina. Dan yang ini, Don dan Deuk, mereka anak kembar dan mereka juga yang mengajari kami”

Aku tersenyum pada mereka semua, “Kwon Jiyong. Kalian bisa memanggilku GDragon atau GD” ucapku lalu membungkuk sebentar. Kulihat mata mereka sedikit melebar, “G..G..Gdragon?” ucap salah satu teman Sehun yang seperti bernama.. Hm.. Ah, Lay!

“Ne?” jawabku. Namja itu terlihat menelan ludahnya dan menatapku kaget. “Kau benar GDragon?” Tanya Deuk memastikan. Aku mengangguk dan menatap mereka kebingungan.

“HYUNG AKU MENGIDOLAKANMU. JEBAL AJARI KAMI”

Buk!

“Appo..” Rintih Kai yang berhasil mendapat jitakan dari Lay. “Berisik” ucap Lay kesal pada Kai. Aku terkekeh, “Aigoo.. Lagipula aku kesini hanya ingin melihat tarian Sehun” ucapku.

“Sehun?” Tanya Don.

“Ne”

“Untuk?”

Aku menoleh pada Sehun dan tersenyum, “Itu urusan kami”

“Yah, baiklah. Apa kami harus mengkosongkan ruangan ini sehingga kalian bisa menggunakannya?”

“Aniyo, bahkan jika kalian mau menunjukka gerakkan kalian, aku akan mempertimbangkan lagi”

“Maksudmu, hyung?”

“Lihat saja nanti”

“Tapi hyung, apakah Kwon ahjussi akan mengizinkannya?” Tanya Sehun khawatir, persis dengan khawatirnya Oh ahjussi padaku.

Aku mengangguk, “Akan aku usahakan”

“Mainkan musiknya”

Dentuman musik mulai terputar,  memenuhi ruangan studio yang di tempati mereka tempati. Tarian dimulai. Gerakan patah-patah yang mereka ciptakan benar-benar membuatku terpanah. Bahkan, gerakan robotic dengan tingkat paling tinggi, bisa berjalan dengan mulus atas kerja sama yang mereka buat.

Aku terpanah. Ini keren. Dengan melihat tubuh tegap Sehun yang sangat kaku, aku pikir dia akan jelek dengan ini. Tapi opini ku salah, dia-sangat-hebat. Bahkan aku sudah membulatkan keputusanku walaupun tarian ini baru mulai seperempatnya.

Aku benar-benar menikmati aksi Sehun dan teman-teman sampai akhirnya aku tersadar bahwa mereka sudah selesai. “Jadi, bagaimana? Aku keren bukan? Bahkan aku bisa melihat wajah—ehm tolol mu lagi, hyung” ucap Sehun. “Ya! Dasar kurang ajar. Kau tidak bisa membedakan antara muka datar, bingung, bahagia dan sedih, eoh?” jawabku kesal.

“Mianhae, hyung. Hahahaha. Jadi bagaimana? Kau akan menerimaku bukan?”

“Menerima apa? Aku ingin tau” Celetuk Kai.

“Kkamjong, ini bukan urusanmu jadi jangan ikut campur” jawab Don pada Kai.

“Hyung, ayolah..”

“Kkamjong, kau mau aku laporkan pada hyungmu lagi gara-gara kau seperti ini?”

“Eh? Ani ani. Baiklah, aku tidak mencampuri urusan GD hyung lagi”

Aku terkekeh, “Jadi kau ingin tau? Aku akan memberitahunya kalau begitu”

Kai terbelalak, dia kekanak-kanakan sekali. “Jinjja?”

Aku mengangguk, “Apa itu, hyung?” tanyanya.

“Jadi begini, aku membuat kesempatan pada Sehun..” aku berhenti sejenak dari ucapanku, dan mendapati Lay, Don dan Deuk ikut menghampiriku dan mendengarkan ucapanku “..untuk menjadi asistenku di klub tariku”

“MWO?!” ucap Don, Deuk, Kai dan Lay serentak

Aku terkekeh, “Ne”

“Lalu? Apakah Sehun di terima?” Tanya Lay.

Aku menoleh pada Sehun, wajahnya tampak datar tapi aku dapat melihat rasa kekhawatiran dari sorot matanya. Aku tersenyum jahil, “tentu saja”

“M..mwo?” ucap Sehun terbata-bata. Kaget? Sudah dipastikan.

“Hyung, aku juga mau. Apakah gerakanku jelek? Aku pikir gerakanku lebih bagus dari Sehun” ucap Kai lagi.

Cerewet memang pantas  untuk mendeskripsikan diri Kai “Jongin! Jangan mempermalukan!” ucap Deuk sambil menjitak Kai. “Hyung, aku ingin seperti Sehun” lirih Kai.

Aku menghela napas, lalu tersenyum “Kau boleh ikut, Kai”

Kini Kai melirikku, “Hyung.. Kau serius?”

“Tentu saja”

Senyuman di wajahnya mengembang dan dengan cepat namja itu berdiri dan membungkuk, “Kamsahamnida hyung, kamsahamnida!” ucapnya.

“Aigoo, tidak usah membungkuk. Lagi pula aku juga butuh asisten untuk klub tariku di Jepang, tak mungkin kan kalau Sehun harus bekerja sendiri?”

“Ne, Hyung. Kamsahamnida”

“Cheonma, Kai”

Aku menoleh pada Lay. Entah ini sebuah kebetulan atau apa, seketika aku ingat tentang klub tariku yang terbengkalai di Cina. “Lay” panggilku.

Dia mendongakkan kepalanya menatapku, “Ne, hyung?”

“Apakah kau mau membantuku?”

“Aku? Membantu apa?”

“Don, Deuk apakah kalian juga ingin membantuku?”

“Membantu apa, hyung?” jawab Don.

“Bukannya aku sombong atau apa, tapi aku ingin kalian membantuku mengurus klub tariku di Cina. Apakah kalian keberatan?”

“Hyung.. Aku ingin saja, tapi untuk biaya hidup disana aku tak punya” jawab Lay.

“Aku akan memberinya”

“Hyung, aku terlalu merepotkanmu”

“Aniyo.. Bukannya kau berasal dari Cina?”

“Ne”

“Orangtuamu?”

“Mereka telah meninggal”

Ah, maaf. Aku tak bermaksud”

“Gwenchana hyung”

“Sudahlah, nanti akan aku carikan apartmen atau bahkan rumah untuk kalian. Jangan dipikirkan bagaimana kalian hidup nanti. Aku yakin kalian akan berhasil kelak dan akan mendapatkan yang kalian ingin”

“Hyung, jeongmal gomawo” ucap Deuk.

“Ne, hyung gomawo” ucap Lay dan Don bersamaan.

***

Aku merebahkan diri diatas kasurku. Membiarkan otak dan tubuhku beristirahat. Aku memegangi jantungku, jantung ini berdetak cepat. Tapi aku yakin, kecepatan detak jantung ini sama dengan kecepatan jantung biasanya.

Terlintas pikiran akan pertama kali aku mengetahui aku terkena penyakit jantung. Ini mengerikan. Bahkan Youngbae bilang kalau saat itu aku hampir kehilangan detak jantungku.

Aku pecandu. Pecandu musik dan gerakan.Tak peduli akan tubuhku tapi aku tetap menari. Aku senang, aku dapat mengekspresikan semuanya. Aku bisa mengekspresikan perasaanku lewat gerakanku tanpa sepengetahuan banyak orang. Karena yang mengerti bahasa tubuh hanya beberapa orang atau bahkan hanya yang sudah professional.

Saat sedang menari-nari aku terjatuh. Jantungku sakit. Sangat sakit. Cairan merah mulai keluar dari hidungku, ‘ini berlebihan. Arrgghh. Hanya karena tidak beristirahat selama 3 hari menjadi seperti ini?’

 

“ARRGGHH”

 

Aku membuka mataku dan mendapati diriku sedang di ruangan serba putih ini. Rumah sakit. Aku menoleh kekanan dan mendapati Youngbae disana sedang menatapku cemas. “apa yang  terjadi?” tanyaku pada Youngbae. Youngbae menghela napas dan menatapku, “Saat sedang menari kau terjatuh, jantungmu melemah. Karena teriakanmu yang begitu keras aku dapat mendengarnya dari ruangan sebelah. Saat aku masuk kau sudah terkulai tak berdaya. Akhirnya aku membawamu ke rumah sakit. Dokter Kang bilang bahwa kau..” Youngbae tampak menelan ludah, aku yakin, ini kabar buruk “..hampir kehilangan detak jantungmu karena kau memiliki penyakit jantung”

“Ji..” panggil halmeoni dari luar kamar

“Masuk saja”

Halmeoni pun memasuki kamarku dan duduk di bibir kasurku. “Kau pucat. Apa yang kau lakukan tadi?” tanyanya.

“Menonton Sehun dan teman-temannya latihan”

“Untuk apa?”

“Aku mencari penerusku”

“Maksudmu?”

“Aku memiliki klub tari di Cina dan Jepang. Aku ingin mereka menjadi penerusku saat aku tiada”

“Apa yang kau maksud? Kau akan memiliki umur panjang, Ji”

“Halmeoni, sudahlah.. Aku tau kau hanya ingin menyemangatiku dengan berbicara seperti itu. Tapi tidak halmeoni, aku muak dengan kalimat itu”

“Oke, maaf. Lalu, sampai kapan kau akan menyembunyikan ini?”

“Sampai mereka menyadarinya?”

“Mereka?”

“Appa dan Jin Ah”

“Jin Ah? Siapa dia?”

“Halmeoni, kau tak tau?”

“Ani”

“Istri appa”

“Jadi dia ibumu?”

“Tidak sudi aku memiliki umma seperti Jin Ah”

“Jiyong, mau tidak mau, sudi tidak sudi, dia adalah ummamu. Kau harus memanggilnya dengan sebutan umma, bukan Jin Ah”

“Halmeoni, dia jahat. Dan tidak pantas disebut umma”

“Ji—“

“Ummaku Park Hyemin, bukan Lee Jin Ah”

“Aku tau”

“Halmeoni jangan memaksaku”

“Ji—“

“Ummaku Park Hyemin!”

“Jiy—“

“Tak sudi aku memiliki umma seperti Jin Ah!”

“Jiyong dengarkan aku!”

“Halmeo—“

“Dengarkan aku! Jangan berteriak! Jangan membebani hati dan pikiranmu! Kau ingin cepat mati, eoh?”

“……”

“Maaf aku membentakmu”

“Gwenchana, aku bersyukur kau berani membentakku dalam keadaanku yang sedang terbebani”

“Jeongmal, aku tak bermaksud un—“

“Halmeoni, gwenchana. Aku baik-baik saja. Jangan khawatirkan aku”

“Ji..”

“Halmeoni, ayolah..”

“Baiklah.. Jaga kesehatanmu, ne?”

“Ne. Ah halmeoni, besok aku akan mencari appa bersama Oh ahjussi”

“Baiklah, jangan lupa membawa obatmu”

“Ne, gomawo halmeoni. Jeongmal gomawo”

 

To Be Continue

<<back   next>>

 

20 thoughts on “Wedding Dress [Chapter 5]

  1. masih gak trima kalo dara sama jiyong saudara 😦 ..
    sama2 sakit parah pula , aduh pasangan yg malang 😦 .
    ngmong2 keadaan dara bgaimana skarang ? baikan atau makin parah ?? hmm smoga dua2nya smbuh dari pnyakitnya 😦

  2. ceritanya bikin nangis bombayyy T,T
    aku pengen tau akhirnyaaaaa!!!! eonnii cepat lanjut ceritanyaaaa aku penasarannn!!!! ini udah satu tahun lebihhhh !

  3. Keadaan dara gimana? jiyong nggak papa kan? kenapa semuanya jadi rumit? Dara sama jiyong nggak bisa nikah karena udah saudaraan terus jiyong juga penyakitan kayak dara. Next next, Fighting Authornim!!😁

Leave a comment