Hello, My Baby Girl [Chap. 3]

hello, my baby girl cover

|| Hello, My Baby Girl || Chaptered || Romance, friendship, and other || PG 17 || Sandara Park (Dara), Kwon Jiyong (G- Dragon), Mizuhara Kiko || And support cast: Park Sang Hyun, Lee Donghae and YG family||

.

.

.

©Ji Ri Present

2014

Untuk jaga-jaga, rating di chap ini diganti. Mian, ne?^!^

Happy reading and sorry for typo ^^

***

“Sandara ‘2NE1’ diduga menjadi pelaku penyiraman Mizuhara Kiko di depan gedung YG Entertainment beberapa waktu yang lalu. Apakah itu benar? Lalu apa tanggapan Yang Hyun Suk selaku CEO? Dan apa tanggapan G- Dragon, yang saat ini dikabarkan tengah dekat dengan Kiko? Kita tunggu saja!”(DGinfo.com)

   Tangan Dara meremas iPhone miliknya dengan kuat. Matanya memanas, tersiarat api kebencian yang berkobar di dalamnya. Dara benar-benar tak habis pikir, ternyata Kiko memiliki otak kotor yang sangat licik. Yang akan menghalalkan segala cara untuk mendapatkan Jiyong.

   Dara mengepalkan tangannya dengan kuat, hingga buku-bukunya memutih. Sudah cukup bagi Dara selalu bersabar menghadapi pemberitaan tentang Jiyong dan Kiko. Sudah cukup Dara selalu diam melihat Kiko yang selalu berusaha mendapatkan Jiyong. Cukup! Dara sudah tidak tahan dengan ini semua. Jiyong adalah miliknya. Dara akan memertahankan apa yang sudah menjadi miliknya. Temasuk Jiyong.

   Tiba-tiba saja terlintas di pikiran Dara tentang perkataan Sang Hyun. ‘Noona harus memertahankan apa yang sudah menjadi milik Noona. Itu hak Noona. Kau harus menjadi wanita yang kuat, Noona. Harus!’

   “Tenang saja, Dara. Aku akan memberikan pelajaran kepada papan setrika itu! Dia belum tahu 2NE1 kalau sudah mengamuk seperti apa? Bahkan lebih menakutkan dari wajahnya.” Gerutu Park Bom, seraya memeluk tubuh mungil Dara yang duduk di sampingnya.

   Minzy yang tengah duduk bersila di depan Dara, ikut menguatkan Dara dengan berkata, “benar, Eonni. Kau harus kuat menghadapi tuduhan Nenek Lampir itu. Kami akan selalu membantu dan mendukungmu..”

   Chaerin mengiyakan perkataan Minzy dengan memeluk Dara dengan erat. Dara hanya bisa menangis terharu melihat sahabatnya yang memberikannya semangat. Meski ia tidak terbuka dengan mereka. Dara benar-benar merasa sangat beruntung memiliki sahabat seperti mereka.

   “Ya! Aku harus kuat, Dara, fighting!” Teriak Dara, dengan tangan kanan mengepal di udara.

   Melihat Dara berteriak dengan penuh semangat, Bom, Minzy, Chaerin, ikut menegepalkan tangan mereka ke udara seraya berkata, “2NE1, fighting!”

   Sedetik kemudian, mereka tertawa bersama. Rasa lelah yang hinggap di tubuh mereka sedikit terabaikan. Studio tempat mereka latihan yang tadinya terasa sangat sunyi, kini terdengar tawa kebersamaan yang mereka ciptakan.

   “Kami tahu pelaku yang sebenarnya, Dara. Jadi kau tenang saja. Yang jelas, kau harus kuat dan berani menghadapi Nenek Lampir itu!” Jelas Bom, yang membuat Dara melototkan kedua matanya karena terkejut.

   “Tapi Bomie-ah, bagaimana aku bisa melawannya? Kau tahu sendiri, bukan? Dia sangat licik.” Suara Dara terdengar sangat lemah. Semangat yang tadi mengusai dirinya, hilang entah kemana.

   “Kan sudah kubilang, kau tenang saja. Kami selalu ada untuk mendukung dan membantumu, kau tak perlu takut dengannya, ne?” Bom mengacak dengan kasar rambut Dara.

   Ya, Dara! Kau harus kuat, harus!, Pikir Dara dalam hati.

   Dara memang harus kuat dan berani menghadapi Kiko, jika ia ingin Jiyong tetap menjadi miliknya.

***

   Sang Hyun menatap Noona-nya yang sedang berdandan dengan pandangan heran. Tidak biasanya Dara berdandan feminin, dengan mengenakan gaun malam selutut tanpa lengan. “Noona, kau mau pergi kemana?” Tanya Sang Hyun, yang berdiri di ambang pintu kamar Dara.

   Dara memandang sekilas ke arah Sang Hyun, dengan senyum tipis di bibirnya. Lalu, Dara menyemprotkan sedikit parfum di daerah sekitar lehernya. Dandannya sangat sederhana, tapi ia tetap terlihat sangat cantik. “Ada teman yang mengundangku makan malam, di Summer Hotel. Tenang saja, aku tidak akan pulang larut malam.”

   Dara mengambil tas jinjing kecil warna hitam, yang senada dengan gaunnya. Setelah itu, ia berjalan keluar diikuti Sang Hyun di belakangnya.

   “Apa Naga jelek itu tahu Noona akan pergi?” Dara menghentikan langkahnya, saat mendengar pertanyaan Sang Hyun. Dara ingat, sudah seharian ini ia belum menghubungi Jiyong. Dara terlalu sibuk latihan. Lagipula, ia ingin sementara waktu menjauh dari Jiyong. Hanya untuk menenangkan diri.

   “Dia tidak tahu, dan dia juga tidak perlu tahu. Aku pergi dulu, Dog Poopy..” Dara kembali melangkahkan kakinya, kemudian ia membuka pintu apartemen dan menutupnya kembali.

   Melihat Noona-nya sudah pergi dan menghilang dari padangannya, Sang Hyun lantas mengeluarkan iPhone dari saku celananya, dan mengetik pesan singkat untuk seseorang : Noona pergi ke Summer Hotel, sepertinya ia akan makan malam dengan seorang namja.

   Di tempat lain, Dara sudah sampai di tempat tujuan dengan mobil putih kesayangannya. Ia disambut pegawai hotel dengan senyum bisnisnya, Dara hanya membalas dengan senyuman tipis.

   Pegawai hotel itu mengantar Dara ke tempat yang Dara sebutkan. Yakni, sebuah restoran yang terletak di lantai paling atas hotel yang diberi nama Summer tersebut.

   “Silakan masuk, Nona.” Pegawai itu membuakakan pintu restoran untuk Dara, seraya tangannya bergerak menyilakan Dara masuk dengan hormat.

   “Kamsahamnida.” Ucap Dara tanpa menatap si pegawai. Ia terus berjalan sembari memandangi suasana restoran yang bernuansa Eropa kuno, yang diterangi cahaya keemasan, namun terlihat sangat mewah. Meja-meja yang dihiasi setangkai bunga mawar dan lilin yang disimpan di gelas kaca, terlihat sangat romantis. Terlebih suara musik klasik yang dimainkan tiga musisi muda itu, menambah kesan hangat dipadu romantisme beberapa pasangan yang berkunjung di tempat itu.

   “Ku kira kau tak akan datang.” Bibir laki-laki itu menarik ke atas membentuk sebuah senyuman, ketika Dara berjalan mendekat ke arahnya.

   “Aku memang belum mengatakan padamu, jika aku akan datang.” Dara membalas senyuman laki-laki itu, seraya tangannya terangkat untuk bersalaman dengannya. “Maaf, membuatmu menunggu, Donghae.”

   “Aniyo, aku sama sekali tidak keberatan, jika harus menunggumu lebih lama lagi pun, aku mau.” Donghae membalas uluran tangan Dara. Sedetik kemudian, ia menempelkan pipi kanannya pada pipi kiri Dara. “Silakan duduk.”

   Donghae menarik kursi di dekatnya, dan memersilakan Dara untuk duduk. Di antara pencahayaan yang minim dari lampu di restoran, Donghae bisa melihat pipi Dara sedikit memerah.

   “Kenapa kau melihatku seperti itu, hmm?” Dara mengangkat sebelah alis matanya, menatap Donghae yang duduk di depannya dengan pandangan tidak mengerti.

   Donghae terkekeh pelan, yang membuat dahi Dara berkerut samar. “Kau terlihat sangat cantik,” puji Donghae seraya tersenyum, mengagumi kecantikan Dara di antara cahaya temaram lilin. Dara tersipu malu dipuji laki-laki di depannya. Bagaimanapun juga, Donghae termasuk golongan laki-laki tampan. Terlebih saat ini, ia bepakaian serba hitam. Mulai dari celana, kemeja, dasi, dan jas yang dikenakan. Begitu terlihat sempurna untuk Donghae. “Kau tersipu, eoh?”

   Dara menunduk, mencoba menyembunyikan semburat merah di pipinya. Sedetik kemudian, ia mengangkat wajahnya, lalu berkata, “apa yang ingin kau bicarakan?”

   Donghae tak langsung menjawab, ia menuangkan anggur ke dalam gelas kaca di hadapan Dara, mengisinya hingga setengah bagian gelas, dengan senyum yang selalu menghiasi bibirnya. “Ini bukan hal yang terlalu penting untukmu, tapi sangat mengganggu pikiranku selama ini.”

   “Penting atau tidak, jika itu bisa menenangkan pikiranmu, katakan saja.” Dara meneguk anggurnya dengan anggun. Yang membuat Donghae mengunci pandangannya, menatap wajah cantik Dara tanpa berkedip.

   Suara gesekan sebuah pisau, menyadarkan Donghae dan kembali memandang ke arah steak miliknya yang belum terjamah. “Apa kau masih bersama dengannya, ketika berita di luar sana berkata lain?”

   Dara berhenti memotong steak-nya, menatap Donghae dengan pandangan tak mengerti yang terlihat kosong. “Aku mengenal dia sudah sangat lama. Aku selalu percaya padanya.” Katanya, seraya menundukkan kepalanya kembali.

   Dara merasa Donghae ingin meracuni pikirannya agar membenci Jiyong. Tidak! Dara tidak boleh berperasangka buruk terhadap teman baiknya.

   “Aku iri terhadapnya.” Jeda sejenak, Donghae menatap Dara yang menunggu kelanjutan perkataannya. “Dia bisa memilikimu, meski sering menyakitimu. Sedangkan aku, hanya bisa memandangmu, tanpa bisa memilikimu.” Donghae tersenyum miris, menghadapi kenyataan yang ada di depannya.

   Sedangkan Dara, hanya bisa mendesah pelan. Sudah beberapa kali ia mendengar perkataan Donghae yang intinya sama. Bukannya Dara tidak menghargai perasaan Donghae, tapi sekuat apapun Dara berusaha melupakan Jiyong dengan mencoba menerima Donghae, justru membuatnya sakit dan bersalah.

   “Mianhae, Donghae-ssi…, aku harus cepat pulang. Sang Hyun pasti sudah menungguku.” Dara segera mengambil tas miliknya, dan membalikkan badan lalu segera pergi tanpa memedulikan wajah Donghae yang sangat terkejut. Dara ingin cepat pergi, meski makanan yang dihidangkan baru beberapa potong saja yang ia santap. Ia harus pergi dari situasi seperti ini. Situasi di mana membuat hatinya sangat bimbang.

   Secepat mungkin Donghae meraih tangan kanan Dara, dan kemudian menggenggamnya dengan erat. “Tunggu, Dara. Kenapa kau selalu menghindar jika aku membicarakan tentang perasaanku?”

   “Mian, Donghae. Sang Hyun sudah—” Belum sempat Dara menyelesaikan ucapannya, Donghae sudah mendekap tubuhnya dari belakang dengan erat.

   “Saranghae, Dara, saranghae….” Donghae membenamkan wajahnya di tengkuk Dara. Ia tak peduli dengan sikap kaget Dara. Ia tak peduli sekuat apapun Dara berusaha keluar dari dekapannya. Ia tak peduli jika ia akan mati di tangan Jiyong atau siapapun. Tidak peduli!

   “Lepaskan tangan kotormu itu dari tubuh gadisku, Donghae!”

***

   Jiyong mengemudikan mobilnya dengan kecepatan tinggi, tak peduli dengan umpatan pejalan kaki atau pengemudi lain yang hampir ditabrak olehnya. Mulutnya terus mengumpat seorang gadis yang saat ini membuat emosinya meletup-letup bagaikan petasan.

   “Kau memang licik, Kiko!” Jiyong menepikan mobinya dengan kasar, di depan sebuah hotel berbintang yang terlihat sangat mewah, dengan kerlap-kerlip lampu yang menghiasi gedung yang menjulang tinggi.

   Tanpa mengindahkan pegawai hotel yang menyambutnya, Jiyong terus berjalan menuju lift yang akan membawanya ke kamar Kiko. Namun langkahnya terhenti, ketika dirasa ada getaran di saku hoodie yang ia kenakan. Setelah mengeluarkan iPhone miliknya, Jiyong menggeser layar benda pipih itu, dan terlihat ada pesan masuk dari nomor pengguna yang ia beri nama ‘Cheondung Badai Jelek’.

   Setelah membaca pesan tersebut, Jiyong menyumpah dengan tangan meremas iPhone dengan kuat. “Selamanya Dara hanya milikku!”

   Jiyong memasuki lift, dan menekan digit nomor lantai paling atas. Sembari menunggu sampai ke tempat tujuan, Jiyong mengucapkan sumpah serapah yang ia tujukan untuk seorang lelaki yang berani mencoba merebut Dara darinya.

   Bunyi dentingan kecil menyadarkan Jiyong, dan segera Jiyong berjalan dengan langkah lebar menuju pintu restoran yang menjulang tinggi. Didorongnya pintu tersebut dengan kuat yang menimbulkan suara berisik yang sangat mengganggu.

   Mata Jiyong memincing tajam penuh dengan amarah, tatkala matanya menangkap dua manusia yang berdiri di bagian tengah restoran. Secara otomatis, tangan Jiyong mengepal di kedua sisi tubuhnya

   “Lepaskan tangan kotormu itu dari tubuh gadisku, Donghae!”

   Laki-laki yang diyakini Dara sebagai Kwon Jiyong, berjalan mendekat ke arahnya dengan kedua tangan mengepal di sisi tubuhnya.

   “Kau mau mati rupanya!” Jiyong menarik tubuh Dara, dan tangannya yang lain menarik kerah kemeja Donghae dengan kuat. “Kau belum tahu Naga kalau sudah mengamuk seperti apa?!”

   Jiyong hendak memberi tinjuan tepat ke pelipis Donghae, tapi dengan cepat Dara menahannya. “Ji, tenang…, saat ini kita sedang di tempat umum. Lebih baik kita cepat pergi, sebelum paparazzi datang!”

   “Tidak! Aku mau memberikan pelajaran dulu pada biadab ini!” Jiyong menepis tangan Dara yang menahannya dengan kasar. Dengan satu gerakan, tangan kanan Jiyong mendarat dengan mulus di pelipis Donghae, membuatnya meringis kesakitan.

   “Huh, ternyata ini Kwon Jiyong yang dicintai Sandara Park? Sangat menyedihkan…” Ejek Donghae, bibinya membentuk sebuah senyuman meremehkan, yang membuat Jiyong semakin geram.

   “Sudahlah, Ji. Ayo kita pulang!” Dengan sekuat tenaga, Dara menarik tubuh Jiyong yang lebih berat dari tubuhnya. Ia tak memedulikan umpatan tak jelas yang keluar dari mulut Jiyong. Ia terus menyeret tubuh Jiyong keluar restoran, sebelum timbul masalah yang lain.

   “Stop, Dara!” Jiyong menarik tubuh Dara yang sedari tadi menyeretnya, dan menyandarkannya ke diding hotel yang terasa dingin. Koridor lantai 23 yang terasa sunyi, membuat Dara ketakutan menatap Jiyong yang saat ini masih dikuasai oleh emosi.

   “Beraninya kau menemuinya!” Bentak Jiyong dengan napas terengah, yang membuatnya sedikit kesulitan untuk bernapas. Kini bukan hanya emosi yang menguasai dirinya, tapi juga nafsu sebagai lelaki normal telah membutakan mata hatinya. Ia seperti Naga yang siap memangsa buruannya kapan saja, ketika melihat penampilan Dara yang sangat beda dari biasanya. Parfum yang menyeruak dari leher gadisnya itu, membuatnya tidak bisa mengendalikan akalnya. “Ikut aku!”

   Tanpa bisa berucap apa-apa lagi, Dara menurut kemanapun Jiyong akan membawanya. Tetapi rasa takut terus membayanginya. Ia sangat takut dengan sikap Jiyong yang sekarang. Jiyong benar-benar tidak bisa dikendalikan.

   Jiyong terus menarik tubuh Dara menyusuri koridor hotel yang telah sunyi, karena memang sudah larut malam. Bibir Jiyong menyeringai, ketika dilihatnya pegawai hotel yang baru keluar dari kamar hotel yang baru saja ditinggal pengunjungnya. “Aku sewa kamar ini.”

   Jiyong mengambil sebuah kartu yang mirip seperti kartu kredit, yang digunakan untuk masuk ke kamar dari tangan pegawai hotel yang masih terkejut menatap Jiyong. Jiyong membawa Dara masuk ke salah satu kamar hotel dan segera mengunci pintunya.

   Dengan tangan tetap menggenggam tangan Dara, Jiyong berjalan menuju tempat tidur super besar, dan langsung merebahkan tubuh Dara lalu menindihnya. Jiyong mengunci kedua tangan Dara, dan kemudian ia mencium bibirnya dengan kasar, yang membuat Dara kehabisan napas.

Jiyong terus menjamah tubuh Dara dengan bibirnya, menikmati setiap lekuk tubuh Dara sampai daerah terlarang, yang membuat Dara mengerang nikmat. Meski Dara merasakan sensasi nikmat yang belum pernah ia rasakan, tetapi mulutnya terus berteriak meminta Jiyong menghentikan aksinya.

   “Berhenti, Ji! Aku mau melakukannya pada waktunya…” Dara terus berontak dengan menggerak-gerakkan kakinya, dan berusaha mendorong tubuh Jiyong agar menjauh dari tubuhnya.

   Tak terasa, air mata sudah membasahi pipi Dara sejak tadi tanpa ia sadari. Dara berteriak dengan nada lemah, suara tangisannya tak didengar oleh Jiyong. Laki-laki itu benar-benar tuli, kini bukan hanya bibir Jiyong yang bekerja, tetapi juga tangannya ikut bergerilya di dua gundukan dada Dara yang tidak terlalu menonjol.

   “Stop, Jiyong!” Dara berteriak untuk yang kesekian kalinya, setelah beberapa saat hanya bisa menangis dengan tenaga yang semakin lama semakin berkurang, kini ia mampu mendorong tubuh Jiyong dengan tenaga yang tersisa, tapi berhasil membuat Jiyong terjungkal ke belakang dan mejauh dari tubuhnya.

   Jiyong mencibir dan meringis kesakitan, karena dorongan Dara sangat kuat hingga membuatnya terjungkal di lantai. “Babe…,” Jiyong menatap Dara yang tengah meringkuk di ranjang dengan memeluk kedua kakinya. Melihat kekasihnya menangis karena ketakutan, Jiyong berusaha untuk berdiri dan mendekati Dara. “Mianhae, Babe….

   Tubuh Dara bergetar dalam pelukan Jiyong, ia terus menangis tanpa membalas pelukan Jiyong. Hatinya terlalu sakit. Ia tak percaya Jiyong telah mengingkari janjinya. Janji di mana ia akan selalu menjaga Dara tanpa merusak ‘mahkotanya’. Ya, memang, Jiyong belum merusak harta paling berharga miliknya, tapi ia hampir saja merenggutnya.

   “Babe, sekarang sudah malam, tidurlah. Aku akan tidur di sofa.” Jiyong melepas pelukannya dan merebahkan tubuh Dara dengan perlahan. “Aku tidak akan menyakitimu, yakinlah.”

   “Aku ingin pulang..” Dara merengek dengan suara lemah, membuat Jiyong semakin merasa bersalah.

   Jiyong menghela napas dengan berat, hatinya seperti teriris melihat Dara menangis karenanya. Ini sudah kesekian kalinya ia membuat Dara menangis. “Babe, berapa kali aku sudah menyakitimu? Berapa kali aku menghianatimu?” Jiyong merebahkan tubuhnya di samping Dara, dan kembali memeluk Dara dengan erat. Ingin sekali Jiyong meneteskan air matanya, namun ia berusaha menahannya. Ia tidak boleh menangis, karena Dara lah yang tersakiti di sini.

   “Aku ingin pulang…” Lagi-lagi Dara merengek, kini air matanya sudah berhenti menetes, tapi tubuhnya masih bergetar di pelukan Jiyong.

   “Tenang, Babe, tenang…, aku tidak akan menyakitimu.., aku akan menghubungi Sang Hyun, jika malam ini kau bersamaku, ne?” Jiyong terus berusaha untuk menenangkan Dara, dengan mengelus punggung Dara dan mencium pucuk kepalanya.

   Sunyi. Tidak lagi terdengar suara tangisan. Tidak lagi terdengar suara rengekan. Tidak lagi terdengar suara ketakutan. Kini, hanya suara deru napas Jiyong dan suara dengkuran kecil Dara yang terdengar. Dara tertidur, dalam pelukan Jiyong. Ini belum pernah terjadi, Jiyong bisa sedekat ini dengan Dara. Hati Jiyong seolah melambung tinggi ke angkasa penuh bintang, membayangkan dirinya tidur satu ranjang dengan Dara, dan di temani tubuh mungil buah hati mereka di tengah-tengah kehangatan yang tercipta. Menyenangkan.

   Jiyong terkekeh tanpa bersuara membayangkan semua. Keinginannya untuk segera menikahi Dara semakin kuat. Andai saja keadaan berpihak kepada mereka, mungkin sekarang Dara sudah resmi menjadi Nyonya Kwon.

   Segera Jiyong menegakkan tubuhnya, dan merogoh kantong Hoodie-nya, mengeluarkan iPhone-nya. Ia langsung menekan digit nomor lima dalam panggilan cepat, yang menghubungkannya dengan Sang Hyun.

   “Ya, Naga jelek! Dara Noona belum pulang!” Teriak Sang Hyun, yang membuat telinga Jiyong sakit dan sedikit menjauhkan telinganya dari iPhone miliknya.

   “Aish, Badai Kentut! Kau bisa kecilkan suaramu tidak? Membuat telingaku sakit saja!” Jiyong buru-buru menutup mulut dengan tangannya, saat menyadari Dara sedang tertidur pulas.

   “Kau lupa, aku ‘kan memiliki suara yang sangat tinggi…” Di seberang sana, Sang Hyun sedang mengangkat dagunya tinggi-tinggi, meskipun Jiyong tidak dapat melihatnya.

   “Sombong sekali kau! Sudahlah, aku mau tidur. Oh, ya, Dara sedang bersamaku, kau tenang saja, ne? Bye bye..” Jiyong langsung memutus sambungan, sebelum Sang Hyun berbicara aneh-aneh lagi.

***

   “Wah…, dia masih berani datang ke sini rupanya…” Jin Woo menatap takjub, ke arah seorang gadis yang tengah duduk dengan angkuh di salah satu sudut kafetaria YG Entertainment.

   “Dia datang ke kandang sekutu dengan senang hati..” Daesung ikut berkomentar, sembari menyesap kopi hangat pesanannya.

   “Hyung, kau sudah lihat berita hari ini?” Seung Yoon mencondongkan tubuhnya ke arah Seungri, yang duduk di seberangnya. Mereka berlima—Seungri, Tae Hyun, Seung Yoon, Daesung, dan Jin Woo— sedang duduk di bagian tengah kafetaria.

   Seungri menjauhkan Seung Yoon dari hadapannya, dengan mendorong keningnya. “Tentu saja sudah. Tak ku sangka dia pintar juga.” Seungri mengembuskan napas dengan kesal. Matanya melirik ke arah gadis itu dengan tajam.

   “Tunjukkan saja pada dia, kalau kalian juga lebih pintar.” Usul Daesung, yang membuat empat orang yang sedang bersamanya, menatapnya dengan mata yang sangat berbinar.

   “Ide bagus. Tapi bagaimana caranya?” Seungri membuat orang-orang di sampingnya mengumpat cara kerja otaknya. Ingin sekali Tae Hyun melempar Seungri ke kandang babi, kalau saja dia bukan seniornya.

   “Sepertinya dia sedang memesan sesuatu…” Ucapan Daesung, membuat mereka berhenti mengumpat Seungri, tetapi malah membuat mereka berwajah autis. Sejujurnya, Daesung sudah memiliki ide di otaknya, tapi malas saja memberikan ide berharganya secara cuma-cuma.

   “Aha, aku punya ide.” Seungri menjentikkan jarinya dengan semangat berkobar, “hei, kalian, ikut aku!”

   Seungri berjalan ke arah dapur kafetaria, di ikuti tiga member Winner dan Daesung.

   “Apa idenya, Hyung?” Tanya Jin Woo, yang memang memiliki rasa penasaran sangat tinggi.

   Seungri tak menjawab, ia malah mendekati pelayan yang tadi mencatat pesanan gadis itu. “Hei, Dae Joon, ini pesanan Kiko, bukan?”

   Pelayan yang di maksud Seungri mengangguk, seraya menatap Seungri dengan curiga. “Mau kau apakan?”

   Seungri langsung mengambil jus jeruk dari nampan yang dibawa oleh Dae Joon. “Tidak aku apa-apakan. Hanya ku modifikasi saja.”

   Seungri langsung mengambil saus pedas di meja yang berada di sampingnya, lalu mencampurkannya dengan jus jeruk. “Tae Hyun, ambil pasta gigi milikku di tas belanjaanku yang ada di meja tadi. Dan kau Jin Woo, panggil Bom Noona.” Jeda sejenak, Seungri menyeka keringat di pelipisnya yang menetes dengan deras. Semangatnya untuk mem-bully Kiko—lagi, benar-benar membuatnya seperti orang paling jenius seantero YG. “Seung Yoon, buatkan pasta yang menurutmu sangat enak untuk Kiko.”

   Semua orang yang diberikan tugas oleh Seungri, langsung berhambur menjauh, kecuali Daesung. “Aku tidak diberikan tugas, ‘kan?” Tanya Daesung.

   “Untuk sekarang, tidak. Tapi nanti.” Jawab Seungri, yang membuat perasaan Daesung langsung tidak enak.

   “Tambahkan ini juga, ini obat pengocok perut. Sepertinya akan membuatnya menyambangi toilet berkali-kali.” Bom yang baru datang, langsung disambut cengiran oleh Seungri. Tetapi, membuat Daesung menatapnya dengan ngeri.

   “Sepertinya bubuk cabe ini juga cocok untuk minuman itu…” Chaerin yang datang bersama Park Bom dan Minzy, memberikan saran.

   Seungri langsung menyambar botol bubuk cabe yang diulurkan Chaerin. “Thanks, Baby…

   Chaerin langsung salah tingkah, membuat Bom dan Minzy menatapnya dengan heran, lalu tertawa tebahak.

   “Pasta basi with saus pedas, sudah siap…” Seung Yoon membawa sepiring pasta, yang dari penampilannya saja sudah terlihat sangat menjijikkan.

   “Baiklah, kita mulai rencananya!” Seru Seungri, sembari mengusap kedua tangannya dengan semangat. Matanya berbinar menatap jus jeruk yang ia campur dengan saus, dan di atasnya ia tambahkan pasta gigi yang terlihat seperti krim, yang dibubuhi bubuk cabe.

***

   Kiko menatap layar iPhone hitamnya, sembari cekikikan yang terdengar sangat lirih. Saat ini ia sedang duduk di kafetaria YG Entertainment, menunggu Jiyong yang sudah membuat janji dengannya.

   “Ini pesanannya, Nona.” Seorang pelayan meletakkan jus jeruk pesanan Kiko, wajah pelayan itu terlihat memiliki ekspresi yang aneh. Tapi, Kiko sama sekali tidak peduli. Yang terpenting baginya adalah, Jiyong menjadi miliknya.

   Kiko masih tertawa cekikikan, saat membaca berita tentang Sandara Park yang diduga menjadi pelaku penyiraman terhadap dirinya. Bahkan banyak Netizen yang berkomentar dan ikut menyalahkan Dara.

   Karena kecapekan cekikikan, membuat Kiko haus, lalu ia mengangkat jus jeruk pesanannya dan kemudian menyeruputnya, namun, “arrgghh.., minuman apa ini? Pedas sekali!”

   Belum selesai Kiko dengan jus jeruk pedasnya, tiba-tiba saja perutnya terasa mulas luar biasa. Segera saja Kiko berlari secepat yang ia bisa, berlari menuju toilet. “Minggir…” Kiko berteriak, sembari terus berlari dan beberapa kali menabrak beberapa pengunjung kafetaria.

   Karena perut Kiko terlalu mulas dan sakit, ia sampai tak dapat melihat ada seorang namja yang sedang berjalan ke arahnya sambil membawa nampan, dan…

   “Arrgghh…” Kiko terjungkal kebelakang, dengan wajah yang di penuhi pasta basi yang dibawa Daesung. Semua orang tertawa melihat keadaan Kiko, tak terkecuali Daesung.

   “Ya! Apa yang terjadi?” Akira yang baru datang, langsung terkejut melihat artis binaannya tergeletak di lantai, dengan wajah penuh pasta. “Ya Tuhan, Kiko!” Akira membantu Kiko untuk berdiri, lalu menatap Daesung yang masih tertawa sambil berdiri. “Apa yang kau lakukan?”

   “Memanya apa yang aku lakukan? Dan, apa yang kau lakukan di sini?” Daesung melipat kedua tangannya di depan dada, sembari mengangkat sebelah alis matanya tinggi-tinggi. Membuat Akira ketakutan, dan langsung menyeret Kiko pergi tanpa berkata apa-apa lagi.

   Melihat Akira dan Kiko pergi, Daesung kembali meledakkan tawanya. Matanya yang sipit menatap teman-temanya di sudut kafetaria, yang tengah tertawa terjungkal-jungkal.

   “Kerja bagus, Daesung Hyung!” Teriak Seungri dengan puas.

***

   Jiyong mengemudikan mobilnya dengan kecepatan sedang, membelah jalanan kota yang melewati pantai yang terbentang sepanjang jalan. Meski sedang mengemudi, mata Jiyong berkali-kali menatap Dara yang duduk di sampingnya. “Kau kenapa, Babe?”

   Dara tak menjawab, matanya terus memandang indahnya pantai di siang hari.

   “Mianhae, untuk yang tadi malam. Aku lepas kendali, aku berjanji, aku tidak akan mengulanginya lagi, Babe.” Jiyong mengambil tangan Dara dan meletakkannya di pangkuannya, sembari ia genggam dengan erat.

   Dara tetap terdiam, tanpa mengalihkan pandangannya dari pantai.

   Jiyong hanya bisa mendengus pelan, ketika tidak mendapat respon sama sekali. Dara benar-benar marah terhadapnya.

   “Bebe, ayo kita keluar!” Jiyong memberhentikan mobilnya di sebuah pantai yang sepi, dan jauh dari kebisingan kendaraan warga Seoul.

   Dara menurut, ia keluar dari mobil tanpa memakai alas kaki. Bisa ia rasakan telapak kakinya yang bersentuhan langsung dengan pasir pantai. Dara merentangkan kedua tangannya sebebas mungkin, menghirup udara segar yang bercampur dengan angin pantai.

   Dara sedikit terkejut, ketika ia merasakan ada tangan yang melingkar dengan erat di pinggangnya. Ada embusan napas yang menyapu rambutnya yang tergerai bebas. Tubuhnya yang tertutupi Hoodie milik Jiyong sedikit menggeliat, ketika dirasakannya sebuah bibir mencium bahunya berkali-kali.

   “Saranghae, Dara…” Mungkin ini kata-kata yang sudah sering Jiyong ucapkan pada Dara, namun tak pernah membuat Jiyong bosan mengucapkannya.

   Dara tak membalas, ia hanya menggenggam kedua tangan Jiyong yang masih setia berada di pinggangnya. Jujur saja, sentuhan Jiyong membuatnya melupakan kejadian tadi malam.

   Dara memenjamkan kedua matanya, merasakan setiap sentuhan angin pantai di wajahnya, membuatnya merasa tenang. Seulas senyum terukir jelas di bibirnya. “Kau milikku, Jiyong…” Lirihnya.

   “Dan kau milikku, Dara…” Jiyong terus mencium bahu Dara dengan lembut. Matanya terus terpejam, mengiringi kenikmatan kebersamaannya dengan Dara.

   “Bukannya kau memiliki janji bertemu dengan Kiko hari ini?”

   “Aku tidak peduli dengan janji itu..” Jiyong beralih mencium pucuk kepala Dara, lalu mengelus lembut perut Dara yang membuatnya geli. “Kau sudah tidak marah denganku, ‘kan?”

   “Bagaimana aku bisa marah padamu?”

   Jiyong terkekeh mendapati jawaban Dara. Matanya terbuka, menatap keindahan laut di depan matanya. Jiyong benar-benar menikamati saat-saat seperti ini. Saat di mana ia bisa berdua dengan Dara, tanpa perlu khawatir ketahuan oleh orang lain.

   “Kau tahu, sepertinya aku ingin hidup seperti ini saja. Menjadi orang biasa, yang bebas melakukan apapun dengan orang yang dicintai.” Ucap Jiyong, seraya menggenggam tangan Dara dan merentangkan kedua tangannya bersama kedua tangan Dara. Menikmati setiap detik kebersamaan mereka, yang belum tentu terulang kembali.

***

   Hari sudah menjelang sore, dan Matahari sudah tidak terlalu bersinar dengan terik. Namun tidak menyurutkan semangat para wartawan yang sedang menunggu Yang Hyun Suk, di depan gedung YG Entertainment.

   “Tuan, bagaimana tanggapan Anda tentang berita kejadian yang melibatkan Sandara Park?” Tanya para wartawan, yang langsung menyerbu Yang Hyun Suk. Saat ia baru keluar dari gedung menuju mobilnya yang sudah siap di depan gedung.

   CEO YGE itu tersenyum tipis menanggapi pertanyaan para wartawan, lalu berkata, “aku tahu Sandara anak yang sangat baik. Jadi, dia tidak akan melakukan kejadian rendahan seperti itu.”

   “Lalu, apa pendapat Anda tentang beredarnya foto G- Dragon dengan Kiko? Apa mereka pasangan kekasih? Apa kejadian yang menimpa Kiko ada hubungannya dengan kedekatan mereka?” Para wartawan terus memberondong Yang Hyun Suk dengan pertanyaan-pertanyaan tak penting. Yang membuat Yang Hyun Suk kesulitan keluar dari kerumunan para wartawan. Jarak antara dirinya dan mobilnya saja terasa sangat jauh, bagaikan Kutub Utara dengan Kutub Selatan.

   “Untuk itu aku belum bisa mengatakannya. Jiyong memang memiliki kekasih, tapi gadis yang menjadi kekasihnya bukanlah Kiko. Untuk foto atau kejadian penyiraman itu, tanyakan saja pada yang bersangkutan. Terima kasih.”

   Yang Hyun Suk akhirnya berhasil keluar dari kerumunan para wartawan, berkat bantuan para penjaganya. Bibirnya menarik sebuah senyuman simpul, yang membuat para wartawan semakin penasaran dengan berita yang berkaitan dengan artisnya.

   Dalam hati Yang Hyun Suk bersumpah, akan menggatung Jiyong yang tidak berterus terang kepadanya selama ini.

.

.

.

.

To be continue….

.

.

.

Imajinasi jadi liar, gegara nonton video NyongDal 😀 Mian kalau kurang memuaskan 😉 ngobrol denganku, yuk! Di @farikha9358 atau PIN 2B4E42FB butuh teman Appler’s

<<back next>>

.

.

Gomawo untuk komentarnya, Readernim :* aku hanya bisa like komen kalian. Please, call me Ji Ri or Farikha, ne? Muachhh

31 thoughts on “Hello, My Baby Girl [Chap. 3]

Leave a comment