FAULT IT’S TRUE – Forgive Me [Chap. 24]

Unti21tled-1

Author : Zhie / @Zhiedara44

Main Cast  : Park Sandara (25 Th) , Kwon Jiyong (25 Th)

Support Cast  : Kim Jin Ah (25 Th) , Kim Jaejoong (26 Th),  Choi Seung Hyun (27 Th), Park Bom (29 Th), Park Sang Hyun (18 Th)

~~~

Met pagi semua 🙂 setelah banyaknya moment daragon yang bertebaran, inspirasi pun akhirnya kembali mengisi pikiranku…yey >.< . So, Happy Reading… moga ini dapat kembali menghibur neh ^-^

.

.

.

Lee Donghae menyentuh ujung bibirnya yang terasa nyeri dan mengeluarkan darah. Ia tersenyum menyadari akibat dari pukulan yang baru saja ia terima, “Kau datang juga Kwon Jiyong, tapi jujur… kau begitu lama.” ucapnya kini kembali berdiri menopang tubuhnya.

“Apa maumu sebenarnya hah?” tanya Jiyong akhirnya.

“Tak ada. Hanya ingin sedikit mengganggumu saja.”

“Lee Donghae, jangan bermain-main denganku.” ucap Jiyong menarik kerah Donghae dan menatapnya tajam, “Atau aku tak akan mengampunimu.” lanjutnya.

“Waw… kau mengancamku?”

“Ini bukan sekedar ancaman.”

Donghae mencibir, “Kau pikir aku takut?”

“Kau harusnya takut.”

“Jiyong. Sudah hentikan, ayo… kita pergi saja sekarang.” ajak Dara berusaha untuk menenangkan Jiyong dan menghindarkannya dari masalah. Jiyong pun akhirnya melepaskan kasar cengkramannya pada kerah Donghae dan beralih meraih pergelangan Dara– menariknya pergi, namun Donghae kembali membuat ulah dengan menahan pergelangan tangan Dara yang bebas.

Seketika Jiyong dan Dara pun kembali menatap Donghae, sementara Donghae menarik kedua ujung bibirnya– tersenyum, “Aku hanya ingin mengucapkan-”… “Terimakasih, Dara. Terimakasih karena telah menemaniku makan malam, terimakasih telah menemaniku berdansa dan terimakasih karena membuat malam ini menjadi sangat berkesan.” ucap Donghae diakhiri dengan kecupan singkat di tangan Dara.

Eh? Dara yang terkejut segera menarik tangannya.

“Kau- Shit!

“Ji, please.” tahan Dara saat Jiyong lagi-lagi memanas dan akan kembali menyerang Donghae. Jiyong  sesaat membalas tatapan memohon Dara padanya dan itu berhasil membuatnya kembali menahan diri- tak lagi menghiraukan Donghae, dan Jiyong pun berlalu pergi dengan pegangan yang lebih kuat di tangan Dara.

Sementara Donghae kali ini hanya diam melihat kepergian mereka, tak berusaha untuk kembali menghentikannya… sebelumnya akhirnya seringai yang khas kembali tergambar jelas di wajahnya. Menarik.

~~~

Dara Pov

Aku berusaha keras mengimbangi langkah Jiyong yang berjalan lebih dulu dengan tetap memegang kuat pergelangan tanganku, bahkan saat kami telah berada di lift… ia juga tak kunjung melonggarkannya. Jiyong bahkan tak bicara satu patah kata pun hingga kami tiba di kamar.

Blaam

Pintu telah kembali tertutup dan Jiyong melepaskan pegangannya kasar. Jujur, Aku terkejut dibuatnya… terlihat sorot matanya yang kini menatapku tajam.

Gleg

“Ke– kenapa?” tanyaku tergagap setelah lebih dulu menelan ludah, mengumpulkan keberanian… karena kali ini ia terlihat berbeda- ia menakutkan.

Jiyong memicingkan matanya… “Kau masih bertanya kenapa?”

“Ah. Itu… maksudku-“

“Kau benar-benar bodoh ternyata, harusnya aku yang bertanya… kenapa kau bisa bersama dengannya Dara? Kenapa kau harus menemaninya makan malam? Kenapa kau berdansa dengannya? Dan kenapa kau bisa berdekatan dengannya? Apa yang akan kau lakukan jika aku tidak datang? Kau akan membiarkannya begitu saja menyentuhmu hah?”

“Ya. Ji-”

Shit!” Jiyong kembali mengumpat, “Kau tidak mendengarkanku, bukannya aku sudah bilang untuk tidak pergi ke manapun? Kau benar-benar… Argghhhhhh!!!” lanjutnya menumpahkan seluruh kekesalannya dan tak lagi menatapku kali ini.

Aku pun menghela nafas panjang, “Kau sudah selesai?” tanyaku kemudian, ia tak menjawab… “Baiklah. Sekarang giliranku bicara dan dengarkan, aku bisa bersama dengannya itu karena ada seseorang yang mengetuk pintu kamar dan meninggalkan pesan untuk pergi ke lantai atas Ji.” ucapku berusaha menjelaskannya dengan tenang.

“Lalu kau pergi begitu saja?”

“Itu karena kupikir kau yang merencanakannya.”

“Kenapa kau bisa berpikir itu aku?”

“Karena sebelumnya kau mengatakan akan memberi kejutan padaku, jadi-”

“Oh… jadi kau berharap?”

Deg

Aku seketika terdiam, hatiku merasa kembali tercubit sekarang… karena yah- itu benar, dan parahnya itu membuatku merasa lebih bodoh dari sebelumnya.

“Lalu… apa tadi dia bilang, kau menemaninya makan malam hingga membuat malamnya berkesan?” lanjutnya kembali bertanya disusul tawa sumbangnya, “Bagus. Selalu seperti ini… saat aku meninggalkanmu sebentar maka kau akan berakhir dengan pria lain.”

Deg

“Yah. Harusnya aku tak perlu mengkhawatirkan atau pun mencemaskanmu karena seperti yang terlihat, kau nyatanya menikmati itu… menghabiskan waktu dengan siapa pun pria yang mengulurkan tangannya padamu. Kau tak ubahnya seperti wanita penghi-“

Plaak

Yah. Aku menamparnya… menampar keras pipinya, membuat suasana menjadi hening seketika. Ia tak lagi bicara, sementara kini aku mencoba berusaha keras menahan air mataku– menahan sejenak luka di hatiku… “Apa aku serendah itu?” tanyaku membuka suara, “Kau mengatakan banyak hal dan itu semua menyudutkanku… seolah-olah selama ini aku adalah wanita yang sengaja bertemu dan menggoda banyak pria. Aku- tidak seperti itu dan… yah walaupun untuk satu hal kau benar, aku telah berharap… aku berharap sesuatu yang harusnya sudah kutahu, bahwa kau takkan mungkin melakukan hal sejauh itu untukku.” ucapku berusaha untuk tersenyum… “Mengesalkan bila aku harus mengakui bahwa aku memang bodoh, ceroboh, hingga itu pastinya membuatmu kesal… tapi satu hal Ji, aku bukanlah wanita jalang. Kau harusnya tahu itu.” sambungku lirih diakhir kalimat seraya berlalu melewatinya masuk ke dalam kamar mandi yang ada, dan…

Sreeet

Aku tak mampu lagi menopang tubuhku dan jatuh merosot– terduduk, saat pintu kamar mandi telah tertutup… kutekan dadaku dengan kuat, berharap itu akan meredakan rasa sesak yang tiba-tiba kurasakan.

Tes

Air mata mulai jatuh tanpa bisa lagi kucegah, aku terisak– berusaha keras menahan tangisku. Jiyong telah melukai harga diriku begitu dalam tapi… “Apa ini? Kenapa aku tidak bisa membencinya huh?”

~~~

Jiyong kini tengah mengacak rambutnya frustasi, setelah sebelumnya ia tak mampu lagi untuk melihat bagaimana terlukanya Dara karena dirinya. Yah, ia sadar…  setiap kata yang keluar saat ia emosi sudah pasti akan menyakiti Dara dan ia akui ia menyesal, kekhawatirannya akan sesuatu selalu berakhir dengan omelan atau makian yang tidak seharusnya…

Jiyong Pov

“Ah. Apa yang harusnya kulakukan?”  gumamku mencoba kembali memikirkan bagaimana cara yang tepat untuk meminta maaf dan saat itu nada panggilan ponselku berbunyi… “Iya, Hyung. Ada apa?” tanyaku begitu menerima panggilan yang masuk dan itu dari Top Hyung.

‘Ini tentang kesepakatan yang diajukan oleh Jehya Group Ji, aku baru saja menerima salinannya dan aku tidak yakin ini akan menguntungkan bagi pihak kita.’ 

“Ah. Mengenai kesepakatan itu?  Apa kita bisa diskusikan ini saat aku kembali ke kantor? Karena… aku benar-benar tak bisa berpikir dengan baik sekarang.”

‘Mwo? Ada apa denganmu? Kau memiliki masalah dengan Jin Ah? Jangan bilang-“

“Tidak, tidak… tidak ada masalah. Aku baik-baik saja dengannya, ia telah kembali hari ini.”

‘Jin Ah telah kembali? Lalu- apa yang membuatmu tak bisa lagi berpikir? Ini tidak biasanya… bukannya kau harusnya bahagia setelah ia dapat meluangkan waktunya untukmu?’

“Yah. Harusnya… tapi sayangnya ini bukan tentang Jin Ah, melainkan Dara… Dara membuatku harus kembali berpikir dengan keras.”

‘Dara?Kalian bertengkar?’

Aku menghela napas panjang sebelum menjawabnya… “Yah. Bertengkar, seperti biasa… disaat aku telah menggunakan waktu liburku yang tersisa untuknya tapi inilah hasilnya.”

‘Menggunakan waktu libur untuknya?’

“Ya… aku membawanya liburan singkat karena bagaimana pun aku harus berterimakasih padanya bukan?”

‘Lalu apa masalahnya hingga kau lagi-lagi bertengkar dengannya?’

“Ah. Itu karena ia tak mendengarkanku.”

‘Hanya itu?’

“Itu hanya salah satunya… ia bersama dengan Donghae, makan malam dengan Donghae, bahkan ia berdansa dengan Donghae. Sial.” jawabku kembali emosi hanya karena membayangkannya.

‘Donghae?’ tanya Top Hyung yang terdengar bingung.

“Lee Donghae. Kami tak sengaja bertemu dengannya di sini.”

‘Ah. Lee Donghae, jadi itu yang membuatmu kesal?’

“Masihkah kau perlu bertanya?” ucapku cepat, namun bukan tanggapan yang kudengar malah kekehan yang justru membuatku kesal. Apa-apaan dia?… “Kau menertawakanku huh?”  seketika tak ada lagi suara di seberang sana yang terdengar… “Kau benar-benar tak membantu Hyung.” sungutku akhirnya.

‘Ops. Mianhe, aku hanya tak bisa menahannya… cemburu itu nyatanya memang mengesalkan.’

“Cemburu?”

‘Ah. Tidak, lupakan. Lalu kenapa pertengkaran kali ini membuatmu harus berpikir keras, bukannya pada akhirnya dia lah yang akan selalu meminta maaf?’

“Yah. Itu yang terjadi awalnya, tapi kurasa aku mengatakan sesuatu yang keterlaluan padanya– itu seperti merendahkannya, tapi aku tak bermaksud… yah, kau tahu.”

‘Lalu di mana Dara sekarang?’

“Mengunci diri di kamar mandi.”

‘Hmm… sudah pasti dia marah atau bahkan mungkin terluka dan permintaan maaf yang biasa tentu hanya mampu meredakan marahnya tapi tidak dengan luka dihatinya.’

“Yah, kau benar… dan itu lah yang dari tadi kupikirkan, takkan cukup dengan hanya mengatakan maafkan?”

‘Yup. Jadi lakukanlah sesuatu.’

Sesuatu???

~~~

Cklek

Dara keluar dari kamar mandi saat ia yakin dirinya telah lebih baik dari sebelumnya dan ia tak melihat Jiyong di sekitar.

Dia pergi? Apa karena aku menamparnya sangat keras? batin Dara sedikit menyesal, tapi segera ia menggelengkan kepala– menyadarkan kembali dirinya kalau itu tidaklah salah… karena Jiyong benar-benar keterlaluan kali ini dan memang pantas mendapatkannya.

“Sudahlah. Kenapa kau harus peduli Dara? Bahkan dia pergi begitu saja tanpa sedikit pun merasa bersalah… itulah dia, Kwon Jiyong… pria egois yang menyebalkan.” sungut Dara meluapkan kekesalan yang masih tersisa, namun ia tiba-tiba terdiam saat merasakan sesuatu yang bergerak di perutnya.

Eh?

Dengan perlahan Dara pun duduk di atas tempat tidur dan mengelus perutnya lembut… entah kenapa itu sedikit menenangkannya, “Hei, baby boy! Kau terbangun huh? Apa aku mengomel terlalu keras? Ah. Maaf… harusnya aku selalu membuatmu merasa nyaman di dalam sana, kau pasti sangat terganggukan?” ucap Dara disusul helaan nafasnya yang panjang… kau harusnya ingat ada Ji Hyun di dalam sana Dara, ia dapat merasakan segalanya bukan? batinnya kemudian– menyesal, dan kembali ia mengedarkan pandangannya ke sekeliling.

Huft.

Sunyi, sepi, senyap… lengkap sudah. Dara pun beranjak dari tempat tidur untuk mengganti pakaiannya.

“Abaikan saja Dara, ada Ji Hyun bersamamu sekarang… jadi pergi tidurlah dengan nyenyak dan beristirahatlah. Ok!” ucap Dara pada pantulan dirinya di cermin berusaha keras untuk menyingkirkan Jiyong dari dalam pikirannya.

Tapi beberapa jam telah berlalu, dan waktu telah menunjukan lewat dari tengah malam… nyatanya Dara tak juga dapat memejamkan mata. Berkali-kali ia mendengus dan berdecak saat kembali melihat jam yang terus berlalu, namun Jiyong tak juga menunjukkan batang hidungnya.

“Pergi kemana dia? Apa dia sudah memesan kamar yang lain? Paling tidak dia bisa memberiku kabarkan? Aaahhh… benar-benar menyebalkan.” sungut Dara kembali beranjak dari tempat tidur, berjalan mondar mandir tak tahu apa yang harus dilakukan… karena tak bisa dipungkiri ia sedikit khawatir sekarang dan itu membuatnya sadar akan satu hal, sadar bahwa beberapa jam yang lalu Jiyonglah yang berada di posisinya– khawatir dengan dirinya… Ah, jadi inilah rasanya? batinnya kemudian, dan tepat saat itu matanya terhenti pada ponselnya yang berada di nakas samping tempat tidur… Haruskah aku menghubunginya? Tapi itu akan membuatnya menjadi besar kepalakan? Dara berpikir sejenak, hingga akhirnya ia meraih ponselnya dan memutuskan untuk menghubungi Jiyong… sekedar untuk memastikan bahwa ia mungkin telah terlelap di kamar yang berbeda, namun…

Eh?

“Mati.” gumam Dara menyadari ponselnya tak lagi menyala, “Aku sampai lupa mengecasnya seharian ini.” lanjutnya mencari charge di tasnya dan segera menggunakannya– membuat daya di ponselnya kembali terisi…  

Ting

Ting

Ting

Ting

Begitu banyak bunyi pemberitahuan di ponselnya yang masuk, dan itu semua adalah panggilan dari Jiyong yang tak terjawab dan juga beberapa pesan.

10 Pesan?

 

From : Jiyong                                                 21.45

Hei, pakailah jaketmu dan segera pergi ke pantai

Aku menunggumu.

 

From : Jiyong                                     22.10

Kau lama sekali? Kau tak mungkin masih mengurung diri di kamar mandikan?

Atau kau sengaja mengabaikan pesanku?

 

From : Jiyong                                     22.20

Dara. Aku serius.

Cepatlah datang… kau tahu bagaimana angin pantaikan?

 

From : Jiyong                                     22.25

Kau benar-benar mengacuhkanku huh?

 

From : Jiyong                                     22.35                                      

Cepat datanglah!!!

 

From : Jiyong                                     23.05

Kau takkan datang?

 

From : Jiyong                                     23.07

DARA. Kau mematikan ponselmu?

 

From : Jiyong                                     23.20

Baiklah, kupikir kau sengaja…

Ini hukuman darimu untukku? Fine.

 

From : Jiyong                                     23.33

PARK SANDARA

 

From : Jiyong                                     23.55

Here I’m waiting for  you.

 

Dara tertegun membaca semua pesan Jiyong, ia tak mengerti… dua jam yang lalu? pikirnya saat ia melihat jam kini telah menunjukkan pukul 02.15.  Apa maksudnya ini? Dia menungguku? Kenapa? Itu– “Tidak mungkinkan?”

~~~

Seorang wanita dengan baju tidurnya yang hanya dilapisi dengan bolero berlengan panjang, berjalan tergesa menuju pantai dengan sesekali melihat kanan kiri berharap pria yang ia cari menampakkan diri… yah, siapa lagi kalau bukan Dara. Ia bahkan tak berpikir untuk mencari jaketnya dan meraih apapun yang terlihat, karena walaupun ia berulang kali mengatakan pada dirinya sendiri bahwa sembilan puluh sembilan persen ia yakin Jiyong tak bodoh dan tak mungkin melakukannya– menunggunya– mengharapkan kehadirannya… tapi satu persen kemungkinan ia melakukannya tetap adakan? Dan itulah yang membuat ia setengah berlari sekarang.

“Maaf, Nyonya.” seorang petugas resort menghentikannya, saat ia akan memasuki lokasi pantai.

“Yah?”

“Bolehkan saya tahu nama anda? Karena untuk malam ini lokasi pantai hanya diperuntukkan bagi seseorang yang spesial?”

Dara mengerutkan keningnya, “Seseorang yang spesial? Ah. Tentunya itu bukan aku, tapi sungguh… aku harus pergi ke sana.”

“Maafkan saya Nyonya, tapi untuk saat ini anda benar-benar tak diperbolehkan masuk.”

“Iya, tapi–“

“Ada apa ini?” tanya pria paruh baya yang juga salah petugas resort namun memiliki jabatan lebih tinggi muncul dari arah pantai– mengampiri mereka.

“Selamat malam Pak, ini… Nyonya ini memaksa untuk masuk jadi-“

“Ah. Anda Nyonya Kwon?” seru pria itu kemudian saat melihat jelas wajah Dara, Dara mengangguk cepat– tersenyum, karena ia ingat pria paruh baya di hadapannya itu sempat diperkenalkan Jiyong sebagai manager hotel resort saat mereka mengambil cardlock sore tadi… “Demi Tuhan. Bersyukur akhirnya anda datang, Tuan Kwon sudah sedari tadi menunggu anda Nyonya dan ia sangat keras kepala tak akan meninggalkan pantai sebelum anda datang.”

Dara tersentak, “APA?”

“Neh. Tuan Kwon telah menunggu anda dan lebih baik anda segera menemuinya… ia sudah berjam-jam di sana, sejak itu semua dipersiapkan hingga sekarang. Saya sudah mencoba bicara dengannya dan mengatakan akan segera memanggil anda tapi Tuan melarangnya, ia ingin anda datang karena keinginan anda sendiri bukan karena terpaksa.” lanjut manager hotel itu membuat Dara semakin tidak percaya. Itu bukan Jiyong yang biasanya bukan? “Mari Nyonya, saya akan mengantar anda.” ucapnya kemudian menyadarkan Dara, Dara tanpa mampu lagi untuk menjawab pun hanya mengangguk– mengikutinya.

~~~

Dara Pov

Hamparan pasir putih nan halus, dan suara deburan ombak yang lebih jelas terdengar di tengah keheningan malam, di tambah bulan penuh yang memantulkan cahaya dengan sempurna… sungguh aku menyukainya– itu seperti memberi asupan energi lebih hingga dapat merefresh kembali pikiranku, hanya saja angin malam pantai membuatku harus berpikir ulang bila ingin berlama-lama menikmatinya.

Hatchi

Aku bahkan tak bisa lagi menahan bersin dan merapatkan erat boleroku… kini aku benar-benar menyesal tak memakai sesuatu yang lebih tebal.

Ck ck… apa sebenarnya yang Jiyong lakukan di sini huh? batinku tak habis pikir, sampai akhirnya manager resort itu mengatakan bahwa kami hampir tiba dan aku yang sedari tadi lebih banyak menunduk untuk menjaga langkah kini mulai mengangkat kepalaku– melihat lebih jelas apa yang ada di hadapanku.

Eh?

Langkahku seketika memelan, menyipitkan mata… ada banyak tabung kaca berisi lilin di sepanjang jalan yang akan kami lalui, namun hanya beberapa yang masih menyala sementara yang lainnya telah mati…  “Apa ini?” gumamku tanpa sadar.

“Tuan Jiyong yang merancangnya untuk anda Nyonya.” ucap manager itu meresponnya cepat, “Ini sangat indah pada awalnya namun yah… anda tahu? Waktu dan angin telah memadamkannya.”

“…”

“Ah. Sampai di sini Nyonya, sampai di sini saya mengantar anda… ikutilah cahaya lilin yang masih tersisa, itu sedikit menjorok ke dalam dan anda akan lihat sesuatu yang lebih dari ini tentunya.”

“…”

Untuk sesaat aku menatapnya bingung, aku merasa otakku berjalan lamban kali ini– sedikit pun aku tak bisa menebak, kenapa Jiyong melakukan hal sejauh ini… tapi pada akhirnya aku pun mengangguk dan kembali meneruskan langkah, aku hanya berharap semua baik-baik saja… karena bila memang Jiyong masih  menungguku– ia tentu tak dalam kondisi baikkan? Karena sudah pasti hanya manusia superlah yang bisa bertahan selama berjam-jam di lokasi pantai yang tentunya sangat dingin seperti malam ini.

Ha… hatchi.

~~~

Dara terus melangkahkan kakinya, tapi  ia masih tak melihat keberadaan Jiyong. Ah. Di mana dia sebenarnya? batinnya… hingga akhirnya saat ia berbelok mengikuti cahaya lilin yang tersisa, matanya melebar- melihat apa yang ada di depannya- cahaya yang lebih terang menyambutnya, Ini-? Dara tak mampu mendeskripsikannya… di sudut pantai itu telah dibuat sedemikian rupa hingga tampak indah menimbulkan kesan romantis yang sangat terasa, ditambah beberapa obor besar yang masih menyala sempurna walau angin terus menerpanya… dan juga terdapat sebuah meja dengan dua buah kursi di sisi yang berbeda, di mana menu makan malam lengkap telah tersaji di sana.

Uhuk uhuk

Dara tersentak, suara batuk menyadarkannya… “Omo. Jiyong!” serunya begitu melihat Jiyong yang kini terduduk bersandar di bawah pohon dengan sedikit meringkuk, Dara dengan cepat menghampirinya… “Hei! Kau baik-baik saja? Ya! Bangunlah, kenapa kau tidur di tempat seperti ini hah?” omel Dara kemudian saat Jiyong terlihat dalam kondisi tak sepenuhnya sadar, “Apa yang kau ingin lakukan sebenarnya? Mati membeku seperti mumi?” lanjutnya benar-benar kesal, namun Jiyong tak juga bereaksi… “Ya! Jiyong. Jangan bercanda, atau aku akan–“ Dara tak lagi melanjutkan ucapannya karena saat ia meraih bahu Jiyong, Jiyong tertarik begitu saja membuatnya seketika berlutut menahan tubuhnya.

Deg

Dara tersentak– merasakan bagaimana dinginnya Jiyong saat kepalanya kini berada di tengkuknya, “Ji!” panggilnya kemudian tapi tetap tak ada jawaban, tangan Dara pun terangkat dan sedikit menggoyangkan bahunya, “Jiyong.” ulangnya dan lagi-lagi tak ada jawaban, seketika terlintas kemungkinan buruk yang mungkin saja terjadi… Tidak. Tidak mungkin, kan? Dara menggelengkan kepalanya cepat.

“Apa yang kau pikirkan bodoh?” celetuk Jiyong tiba-tiba, membuka matanya.

Dara membulatkan matanya, “Kau- YA!” pekiknya kemudian saat Jiyong tak membiarkan untuk menjauh, Jiyong mendekap tubuhnya– menenggelamkan kepalanya lebih dalam ke bahu Dara.

“Sebentar saja, biarkan seperti ini sebentar. Aku hampir mati kedinginan gara-gara kau Dara.” ucap Jiyong lirih, membuat Dara seketika melepas dekapan Jiyong di tubuhnya.

“Mwo? Gara-gara aku? Wae? Kau sendiri yang bertindak bodoh, untuk apa semua ini hah? Dan itu… jika dingin kenapa tidak mendekat ke sana?” tunjuk Dara ke arah obor yang menyala.

“Aku sudah melakukan beberapa saat yang lalu, tapi itu tak banyak membantu.”

“Jika memang begitu kau seharusnya bisa langsung kembali ke hotelkan?”

“Kau membaca pesanku? Aku sudah bilang akan menunggumu.”

“Kau tidak harus menungguku? Bagaimana jika aku tak datang?”

“Tapi kau datang Dara, kau di sini sekarang.”

“…”

Sigh

Dara tak lagi menjawabnya. Jiyong pun meringis, berusaha untuk bangun dari posisinya tapi kedua kakinya seakan mati rasa… seketika Dara kembali mendekat– membantunya. Jiyong menaruh satu tangannya ke bahu Dara, sementara Dara melingkarkan satu tangannya ke pinggang Jiyong… membantunya berdiri tegak.

“Argh!” pekik Jiyong.

“Kau baik-baik saja?”

“Kakiku kram.”

Dara mendengus, “Aku tak bisa bayangkan apa yang akan terjadi denganmu bila aku tak datang.” cuap Dara akhirnya saat Jiyong telah berhasil berdiri dengan tetap bertumpu padanya.

“Maka kau akan melihat berita seorang pengusaha muda, tampan, dan kaya raya tewas mengenaskan karena diabaikan istrinya.”

Reflek Dara mencubit pinggang Jiyong, Jiyong mengaduh karenanya… “Jaga bicaramu!” Dara mengingatkan.

Jiyong mencibir– mengangkat bahu, “Kau memang mengabaikanku.”

“Aku tidak–“

“Kau lama, kau juga mematikan ponselmu.” tuduh Jiyong.

Dara mendengus sebal, menyadari bahwa Jiyong tetaplah Jiyong… bagaimana pun keadaannya, ia akan selalu menyebalkan, menyudutkan tanpa mencoba lebih dulu mendengarkan penjelasan. Huft… tapi anehnya Dara dengan mudah memakluminya kali ini.

Yah. Inilah dia, Kwon Jiyong… “Aku tidak bermaksud mengabaikanmu, Ji.” jawab Dara membalasnya dengan suara rendah, “Ponselku mati. Aku lupa mengecasnya, bersyukur aku berniat menghubungimu dan segera menyadarinya… itulah kenapa aku baru datang sekarang. Lagipula aku tak mengira kau akan memintaku datang kemari, karena kupikir kau telah berada di kamar berbeda setelah pertengkaran kita sebelumnya.” sambungnya menjelaskan.

“Tapi apapun alasannya, kau tetap membuatku menunggu berjam-jamkan?” ucap Jiyong masih tak mau kalah.

Dara baru akan membalas saat ia melihat  wajah  Jiyong yang pucat, dan kini wajah itu juga tengah menatapnya- membuat Dara akhirnya menghela napas panjang … “Baiklah, Ji. Aku minta ma-“

“Ssst!” Jiyong memaksa Dara untuk tak lagi bicara dengan menempelkan jari telunjuk di bibirnya.

Dara mengerutkan keningnya.

“Jangan lanjutkan, kau tak seharusnya mengatakannya… itu bagianku.”

Mwo?” tanya Dara tak mengerti maksudnya, namun terlihat Jiyong mengarahkan dirinya menghadap pantai yang kini memantulkan cahaya bulan yang berada di atasnya, lalu ia menekan handsfree yang sedari tadi ia pakai di telinganya.

Showtime.” ucapnya singkat, padat, jelas dan …

Suuuuuuuuuutttt… suuuuuuuuutttttttt…

Jeedaaaaar… Jedaaaar…

Dara tersentak. Ia tak bisa menutupi keterkejutan dan ketakjubannya saat melihat ke arah langit malam yang tiba-tiba dihiasi percikan kembang api yang indah, dan walau itu hanya bertahan beberapa detik tapi ia dengan jelas melihat bahwa itu membentuk tulisan.

 I’m

dan…

Sorry.

I’m Sorry? Dara kembali melihat ke arah Jiyong– meminta penjelasan, tapi Jiyong kembali mengarahkan kepalanya untuk tetap melihat ke langit luas, dan…

lagi???

Suuuuuuuuuutttt… suuuuuuuuutttttttt…

Jeedaaaaar… Jedaaaar…

Suuuuuuuuuutttt… suuuuuuuuutttttttt…

Jeedaaaaar… Jedaaaar…

Will

You

Forgive

Me?

Suuuuuuuuuutttt… suuuuuuuuutttttttt…

Jeedaaaaar… Jedaaaar…

My

Wife

 

-TBC-

Ho ho ho… TBC again.

So, mo lanjut??? ^.^

Tinggalkan komen dulu ya- bila berkenan ke ke ke. 

 

 

21 thoughts on “FAULT IT’S TRUE – Forgive Me [Chap. 24]

Leave a comment