The Protector [Special Chapter] : Coffe Latte

protect copy

Author :: Rachi

***

“Sudah lama?” tanya Jiyong, dengan membawa sebuket bunga mawar merah yang langsung ia berikan pada Dara yang sedang duduk menunggunya di kursi.

“Tidak.” jawabnya tersenyum sembari menerima bunga itu dari tangan suami tercintanya.

“Maaf, aku terlambat, akhir-akhir ini pekerjaan di kantor sedang banyak, sampai-sampai aku lupa bahwa aku punya seorang wanita cantik yang tiap malam menungguku dirumah.” Jiyong mengedipkan sebelah matanya sembari menarik kursi yang berhadapan dengan Dara lalu duduk.

Dara menaruh sebelah tangannya di dagu dan menatap suaminya itu dengan perasaan yang tak bisa ia deskripsikan. Apa ia sudah pernah bilang kalau suaminya itu sangat tampan, dengan balutan jas hitam dan kemeja putih didalamnya? Atau maskulin, dengan rambutnya yang ditata rapi dengan gel rambut favoritnya? Atau seksi, dengan dua buah kancing atas kemejanya yang dibiarkan terbuka?

Kata orang, setelah menikah kadang kecantikan dan ketampanan seseorang akan bertambah, dan menurut Dara, pendapat itu benar adanya.

“Tak apa, aku mengerti resiko bersuamikan inspektur polisi. Yang penting kau ingat masih punya istri, hehe..” katanya.

Jiyong tertawa. “Lalu ada acara apa kita makan malam di restoran mewah ini?” Jiyong memandang seluruh restoran dan nampak terpukau dengan desainnya yang elegan. “Tidak biasanya kau mengajak makan malam di luar.”

“Apa tidak boleh mengajak kencan suami sendiri?” tanyanya.

“Bukan begitu, hanya saja akhir-akhir ini kau sedikit aneh, kadang cepat marah, kadang cepat senang, kau sedang mengalami PMS?” Jiyong melipat kedua tangan di dada dan menyandar di kursi.

“Tidak, mungkin perasaanmu saja.” Dara mengedikkan bahu.

Mata Jiyong menyipit. Sebenarnya akhir-akhir ini ia sedikit curiga dengan kelakuan istrinya. Dulu ia tak suka makanan pedas, tapi sekarang jika ia tak membawa makanan yang berbau pedas saat pulang ke rumah, Dara akan menyuruhnya pergi untuk menukar makanannya. Ia juga sering berlama-lama di kamar mandi membuat Jiyong khawatir. Belum lagi tindakan ekstremnya yang pernah datang tiba-tiba ke ruangannya saat ia sedang rapat dengan para bawahannya. Dara membuka pintu dengan kasar dan langsung menerjang bibirnya dengan rakus, membuat anak buahnya terperanjat kaget dan menutup mata mereka. Setelah melepaskan ciumannya, ia hanya tertawa dan hanya mengucap kata ‘aku rindu padamu’ lalu pergi dari hadapan Jiyong.  Jiyong sampai kehilangan kata-kata setelah insiden itu. What’s wrong with her wife?

“Benar tidak ada apa-apa?”

“Yup.”

“Yakin?”

“Iya benar, aku hanya ingin mengajakmu mencicipi beberapa makanan disini.” ujarnya sambil memasukkan sepotong daging ke mulutnya yang sudah diirisnya tipis-tipis dengan pisau.

Jiyong menyerah. Ia tahu ia tak akan bisa menang bila berdebat dengan Dara.  Akhirnya ia mengenyahkan pikiran curiganya dan makan dengan tenang bersama istrinya.

“Menurutmu bagaimana restoran ini?”

“Cukup berkelas. Aku suka dengan desain interiornya.”

“Restoran ini milik salah satu teman appa. Dulu ia seorang gangster, tapi sekarang ia berubah menjadi pengusaha sukses. Hidup memang tidak bisa diprediksi ya?”

“Ya, seperti kamu.”

“Aku?”

Iya, kamu.” Kini gantian Jiyong yang menaruh kedua tangan di dagunya.

“Dasar gombal.” Dara melempar serbet makanan ke arah Jiyong yang dengan mudah dapat ditangkap olehnya.

“Sejak kapan kau puitis begini?”

“Sejak menikah denganmu.”

“Masa?”

“Kau tak percaya?”

“Tidak.”

“Mau bukti?”

“Tak perlu.”

Jiyong tersenyum. Ia  menatap Dara dengan tatapan lembut. Sangat bersyukur karena dirinya bisa mendapatkan hati wanita itu. Awalnya sedikit sulit menyesuaikan diri dengan keluarga mantan gangster yang ditakuti di seluruh Busan itu. Kemanapun ia pergi ke belahan daerah di Busan, pasti saja ada beberapa pasang mata yang mengamatinya. Siapa lagi kalau bukan anak buah appa Dara.

Buktinya, suatu hari ketika ia dan Dara tengah jalan-jalan ke pasar, seorang preman menyenggol tubuh mungil istrinya hingga terjatuh. Preman itu bukannya meminta maaf malah menyalahkan Dara karena jalannya yang terlalu lama. Jiyong ingin segera menghajar preman itu namun Dara melarangnya. Ia membiarkan preman itu pergi.

Tanpa sengaja, Jiyong mendengar beberapa orang di belakangnya berbisik-bisik, seorang pria berkata pada temannya, ‘Berani sekali ia menyenggol jatuh tuan puteri kita, ayo kita hajar dia.’

Awalnya ia tak mengerti apa yang mereka bicarakan. Ia dan Dara kembali melanjutkan jalan-jalannya. Namun saat dalam perjalanan pulang dengan dijemput supir appa Dara, ditengah jalan ia melihat preman yang telah menyenggol istrinya sedang digebuki oleh beberapa orang pria berbaju hitam. Dari balik kaca mobil, ia baru mengerti bahwa tuan puteri yang dibicarakan pria tadi adalah Dara.  Jiyong menggeleng tak percaya. Masih besarkah pengaruh keluarga Dara di Busan? Entahlah, yang pasti ia berharap ia tak akan salah bicara pada istrinya itu.

“Kau menatapku terus dari tadi, terlalu terkesima dengan penampilanku malam ini?”

Jiyong menyeringai. “Kau tahu? Sejak aku menginjakkan kaki di restoran ini dan melihatmu sedang duduk sendiri di kursi itu, sebenarnya aku ingin langsung membawamu pulang kerumah dan kita bisa melanjutkan program pembuatan anak kita.” Jiyong menaik-turunkan kedua alisnya.

“Pervert! Apa kau pikir semudah itu?”

“Kenapa tidak? Nanti malam jangan tidur dulu ya, aku rindu sekali padamu.”

“Hmmm, kasih tahu tidak ya?” sahut Dara dengan nada menggoda.

“Aisht, dasar wanita ini.”

Dara tertawa. “Aku mau ke toilet dulu,” Dara bangkit berdiri dan menghampiri Jiyong. “Dan kau, tuan Kwon, jika aku kembali dan menemukan kau bicara dengan wanita lain, aku tak akan segan-segan untuk memburumu nanti malam.” ancam Dara sembari memegang dagu suaminya dengan telunjuk kanannya.

“Aku dengan senang hati siap diburu.” balas Jiyong percaya diri, membuat Dara tersenyum dan membalikkan tubuhnya untuk segera pergi ke toilet.

Setelah yakin Dara sudah tak terlihat dari pandangannya, Jiyong menghembuskan nafasnya. Damn. Istrinya tak pernah berhenti membuatnya takjub. Untung saja ia tak kena serangan jantung tadi. Dara mengenakan mini dress tanpa lengan berwarna putih, yang membuat kulit putihnya terekspos dengan bebas. Rambutnya kini dicat menjadi warna cokelat makin membuat dirinya semakin sexy dimata Jiyong. Bahkan Jiyong harus berkali-kali menahan nafasnya karena terlalu terpesona oleh kecantikan alami Dara.

Jiyong melirik jam di pergelangan tangannya dan sudah sekitar 10 menit istrinya belum kembali. Ia bertanya-tanya kenapa istrinya belum menampakkan diri. Apa terjadi sesuatu di toilet? Ia beranjak dari kursinya ingin menyusul Dara ke toilet, namun di sudut ruangan, ia melihat Dara sedang berjalan ke arahnya. Jiyong akhirnya menghembuskan nafas tenang, namun nafasnya kembali tercekat manakala Dara berjalan melewati meja yang diisi beberapa pria yang sedang memandang tubuh molek istrinya dengan tatapan lapar. Jiyong tersenyum sinis. Tak ada yang boleh berani menatap istrinya dengan tatapan itu selain dirinya.

“Sedang apa kau berdiri?”

“Huh? Ah tidak, hanya menunggumu.” Jiyong melirik ke arah gerombolan pria tadi dan kesal sekali karena pria-pria tadi masih memandang istrinya dengan tatapan mesum.  Terlihat kecemburuan yang amat sangat di raut wajahnya.

“Ji..?” panggil Dara.

“Ya?”

“Terjadi sesuatu?”

Jiyong menggeleng.  Tiba-tiba Jiyong menyeringai. Ia punya sebuah ide. “Mendekatlah.” katanya.

“Wae?” Dara tak mengerti maksud suaminya. Karena Dara tak juga mendekat, dengan gerakan sangat cepat, Jiyong menarik leher Dara dan menciumnya tepat di bibir. Dara mengerjapkan matanya berulang kali karena terlalu kaget dengan tindakan Jiyong. Jiyong melirik ke arah gerombolan pria tadi dan tersenyum puas karena pria-pria tadi akhirnya tak lagi memandang Dara dan memutuskan untuk pergi dari meja itu. Jiyong melepaskan ciumannya.

“Yah! Kenapa kau melakukan itu?”

“Kenapa? Apa aku tidak boleh mencium istriku sendiri?”

“Bukan begitu, tapi orang-orang sedang menatap kita sekarang.”

“Masa bodoh, biar orang tahu bahwa kau ini cuma milikku. Aku tidak akan membiarkan pria lain menatapmu lama-lama.”

“Kau cemburu?”

“Tentu saja, suami mana yang tidak cemburu kalau istrinya digoda pria lain?”

“Memang mereka menggodaku seperti apa? Aku tidak dengar.”

“Sandara Park.”

“Hehe, mian mian, aku hanya bergurau.”

Mereka kembali duduk dan menikmati makan malam. Sudahkah Jiyong bilang kalau malam ini Dara terlihat mempesona? Terkadang, ia sering tak bisa melukiskan kecantikan istrinya yang tetap cantik meski tanpa make-up sekalipun. Dara mampu berlari sangat cepat melebihi larinya meski tubuhnya mungil. Dara juga sanggup merubah mood-nya yang sedang gusar karena masalah pekerjaan menjadi ceria kembali dengan tingkah lakunya yang konyol. Kelakukan istrinya selalu saja membuat dirinya terkejut.

Beberapa bulan setelah menikah, Jiyong  membeli sebuah rumah baru untuk ditinggali olehnya dan Dara. Sesekali tuan Park dan nyonya Park datang berkunjung.  Mereka menghabiskan waktu bersama, ke  taman bermain, ke pusat perbelanjaan, ke restoran favorit Dara untuk makan bersama dan melakukan kesenangan lainnya. Meski Jiyong harus sedikit menahan malu karena setiap kali mereka pergi, beberapa pria berjas hitam yang tampak seperti bodyguard terus  mengikuti mereka. Bahkan pernah hampir terjadi keributan antara anak buah Jiyong dengan bodyguard keluarga Park karena kedatangan tuan Park dan nyonya Park di kantor polisi. Ketika itu, ia hanya bisa pasrah melihat pertempuran sengit mereka.

“Apa kau sedang memikirkan sesuatu?” tanya Dara, membuyarkan lamunannya.

Jiyong menghela napas. “Ya, aku memikirkan betapa aku tak rela kau dimiliki pria lain.”

“Tapi sekarang kan aku jadi istrimu?” ucapnya meyakinkan.

“Kau tidak boleh meninggalkan aku, oke?”

“Kita lihat saja nanti.”

“Nyonya Kwon, kau mau membunuhku secara pelan-pelan?”

“Kau sangat mencintaiku ya?”

“Tidak, tapi aku amat-sangat-terlalu mencintaimu.” jawabnya dengan menekankan kata mencintai.

“Tuan Kwon, kau terlalu berlebihan.”

“Bagaimana denganmu?” gantian Jiyong yang bertanya pada Dara.

“Bagaimana ya? Sepertinya aku tidak terlalu mencintaimu.”

“Apa kau yakin? Jangan sampai aku memaksamu untuk mengatakan hal itu.”

“Hehe,, baiklah baiklah. Isht, kau ini pintar sekali mengancam.”

“Jangan salahkan pesonaku.” ujar Jiyong dengan bangga.

Pembicaraan mereka terhenti saat seorang pria tampan datang dan mengantarkan secangkir cokelat panas untuk Dara. “Permisi nona manis, ini pesanan spesial untuk anda.”

“Gongyoo oppa!” kata Dara nyaris berteriak. Dara terlonjak bangun dan segera memeluk pria itu dengan eratnya, membuat Jiyong mendelik tak suka.

Oppa?’ kata Jiyong dalam hati. Sejak kapan wanita ini berani memuji pria lain di depannya? Membuat dirinya kesal saja.

“Bagaimana makanan disini? Maaf jika tidak memuaskan.”

“Tidak, makanan disini sangat enak. Aku suka sekali, benar kan Ji?”

“Hmmm…” sahut Jiyong sekedarnya. Sebenarnya ia enggan untuk menjawab, namun nanti ia akan dianggap tak sopan.

Dara tak mempedulikan omongan Jiyong dan kembali berbincang-bincang dengan Gongyoo. “Oppa, apa nanti aku boleh membawa masakanmu ke rumah?”

“Tentu saja, apapun yang kau mau akan ku suruh kokiku untuk menyiapkannya.”

“Yeyy oppa, you’re the best.” Dara mengacungkan kedua telunjuknya pada Gongyoo.

Jiyong yang sebal dengan pemandangan itu menusuk-nusuk steak daging yang tersaji di mejanya hingga menimbulkan suara berisik dan membuat mereka berdua menoleh.

“Baiklah, aku pergi dulu, sampai bertemu lain kali Dara.” ucapnya pamit pada Dara, tak lupa ia juga pamit pada Jiyong yang membalasnya dengan jawaban ketus.

Setelah Gongyoo pergi, Dara memukul lengan suaminya. “Yah! Kenapa kau bersikap seperti itu pada Gongyoo oppa?”

“Oppa? Apa kau mau membuatku mati cemburu ya?”

“Kau cemburu padanya? Wow, aku tidak menyangka kalau aku benar-benar berpengaruh dalam hidupmu.”

“Memangnya tidak? Meski aku tahu ia lebih tua darimu, tapi setidaknya jangan terlalu bermanja-manja dengannya. Panggilan oppa terdengar sangat tak enak di telingaku. Ah sudahlah, aku tidak mau bertengkar denganmu hanya karena keposesifanku, lebih baik ki-..”

“Hueekkk..”

Jiyong menghentikan ucapannya begitu melihat Dara yang terlihat seperti ingin muntah dan sedang menutup mulutnya dengan tangan. “Dara, kau tidak apa-apa?”

Dara membuka tangannya. “Tidak, beberapa hari terakhir ini aku sering mengalaminya, mungkin masuk angin, sudah tidak usah dipikirkan.”

“Kau yakin?”

“Ya, tenang saja, kau tidak perlu khawatir.”

Jiyong masih khawatir pada Dara meski istrinya itu menyakinkan bahwa dirinya baik-baik saja.

Malam semakin larut. Pengunjung di dalam restoran pun semakin sepi, terbukti hanya tinggal beberapa orang saja, termasuk Jiyong dan Dara. Sambil menikmati hidangannya, Jiyong melihat sepasang suami istri yang duduknya di pojok restoran sedang bersenda gurau dengan putra-putrinya yang kembar. Mereka tampak bahagia. Jiyong tersenyum memandangnya. Sudah beberapa bulan sejak mereka menikah, namun Dara belum menunjukkan tanda-tanda hamil. Ia tak mau memaksa Dara dengan terus-terusan menanyainya. Ia yakin suatu saat mereka juga akan memiliki keluarga sendiri.

“Mereka lucu ya?” tanya Dara sambil menunjuk jarinya ke arah si kembar. Pemandangan yang sama dengan yang dilihat Jiyong.

“Huh? Oh, iya.”

“Apa kau mau mempunyai anak?”

“Kenapa kau bertanya seperti itu?”

“Di rumah sangat sepi. Tiap hari kerjaanku hanya memasak, nonton tv, bergosip dengan Bom. Aku juga ingin punya anak seperti mereka. Kau selalu pulang malam. Aku tahu kau sangat sibuk dengan pekerjaanmu, tapi terkadang aku merindukan kehadiran anak kecil di tengah-tengah kita.”

“Tenang saja, suatu saat kau pasti akan hamil dan melahirkan anak yang lucu, bahkan lebih lucu dari mereka. Setiap hari kau akan bermain dengan mereka. Dan setiap pulang dari kantor aku akan membelikan mainan untuk anak kita, bagaimana?”

“Ide yang bagus. Tapi, bagaimana kalau aku hamil lebih cepat, apa kau akan senang?”

“Tentu saja.”

“Benarkah?”

“Ya.”

“Hueekkkkk..” Dara menutup mulutnya lagi.

“Hey, kau sedang sakit? Lebih baik kita pulang saja, aku tidak mau ka-…”

“Tak apa, aku akan ke toilet lagi. Kau tunggu disini saja ya.” potong Dara.

Jelas sekali istrinya sakit, tapi kenapa ia ngotot sekali ingin tetap berada di restoran ini? Lamunannya terhenti saat seorang pria tampan datang menghampirinya dengan membawa sebuah nampan berisi 3 cangkir coffe latte.

Mau apa lagi dia kesini? pikir Jiyong. “Aku tidak pesan.” ucapnya.

“Ini gratis, spesial untukmu.” ujarnya. Gongyoo menatap Jiyong dan tersenyum. Sejak tadi ia ingin menggoda pria itu. “Istrimu luar biasa.” ujarnya lagi dengan nada memuji.

“Tentu saja, dia kan istriku.” balasnya sedikit sinis.

Gongyoo berpikir, entah pria yang sedang duduk dihadapannya itu bodoh atau tidak. Tak bisakah ia membedakan tatapan mata Dara kala menatap Jiyong dan pria lain itu jauh berbeda? Ia sudah lama tahu bahwa Dara hanya menganggapnya sebagai oppa biasa sama seperti oppa-oppa lain yang Dara kenal, jauh sebelum Dara mengenal Jiyong. Dan kini seharusnya Jiyong merasa senang, karena dia lah yang berhasil memikat hati gadis yang dulu pernah mengisi hatinya.

Gongyoo menyajikan secangkir demi secangkir coffe latte di atas meja Jiyong dan menyuruhnya untuk menghabiskannya. Jiyong merengut kesal karena ia harus menghabiskan 3 cangkir sendirian, mengingat Dara sedang tidak enak badan. Ia memperhatikan beberapa tulisan yang dicetak di atas coffe latte itu dan terperanjat.

“Yah! Kau mau mempermainkanku dengan tulisan-tulisan seperti ini?” cibir Jiyong dengan kesal sampai berdiri.

Gongyoo yang melihat Dara sedang berjalan ke arah mereka, memberi kode pada Jiyong dengan matanya bahwa yang seharusnya ia tanyai bukan dirinya tapi wanita yang tengah berjalan ke arahnya. Gongyoo pun pergi setelah sebelumnya mengucapkan selamat pada Jiyong dan membungkuk dengan sopan.

Jiyong yang jantungnya sempat semaput karena kesalahpahaman tadi, akhirnya duduk kembali. Ia memandang Dara yang berjalan dengan anggun menuju meja mereka. Otaknya masih belum mencerna kenapa Gongyoo mengucapkannya selamat. Tak lama kemudian, ia baru mengerti apa maksud perkataan pria itu begitu melihat Dara mengelus-elus perutnya. Sunggingan kecil terbentuk di salah satu ujung bibirnya. Oh Tuhan, ia tidak bisa menggambarkan rasa gembiranya yang luar biasa. Ia tak mau membuyarkan usaha Dara malam ini.

“Jadi, sejak kapan?” tanyanya cepat begitu Dara duduk di kursi.

Dara yang tengah merapihkan pakaiannya mendongak mendengar Jiyong bicara. “Mwo?” sahutnya.

Ia bingung kenapa Jiyong tiba-tiba bertanya padanya. Namun akhirnya ia mengerti maksud pertanyaan suaminya karena melihat 3 buah cangkir yang ia persiapkan siang tadi bersama Gongyoo oppa, sudah tersaji di atas meja.

Inilah saatnya, gumam Dara. Makin lama ia menyembunyikannya, toh akhirnya ia harus memberitahu Jiyong juga. “Tadi pagi. Aku sengaja memeriksanya di kamar mandi.” Dara tersenyum sumringah.

Pantas, tadi pagi Dara lama sekali di dalam kamar mandi. Jadi, itu yang dilakukannya.

“Berapa bulan?” terselip nada riang ketika Jiyong bertanya.

“Hampir 2 bulan.”

“Tak sia-sia kita tidur bersama tiap hari.” cengirnya. “Kau..” tunjuknya pada Dara. “Akan menerima akibatnya malam ini karena menyembunyikannya dariku.”

“Mwo? Aku kan juga baru tahu tadi pagi.” rengeknya manja.

“Terserah, pokoknya lihat nanti malam. Aku tak akan memaafkanmu.” ujarnya dengan nada mengancam yang justru membuat Dara makin tersenyum mendengarnya. Ia sudah menebak kemana arah pembicaraan mereka.

Jiyong baru menyadari bahwa tingkah laku Dara yang belakangan ini sangat aneh terjadi karena Dara tengah hamil. Namun ia pun tak bisa menyalahkan wanita itu karena ia juga tak tahu bahwa dirinya sedang mengandung. Konon kata orang, bila wanita sedang hamil, kecantikannya makin bertambah. Ia  membayangkan Dara akan semakin cantik ketika ia mengenakan baju hamilnya. Ia menarik tangan Dara menuju bibirnya dan mengecupnya lama, membuat Dara merasakan sensasi luar biasa ketika bibir suaminya menempel di telapak tangan atasnya.

“I’m glad that i marry you,” ucapnya. “Love you too.” katanya sembari menatap kembali ketiga cangkir di hadapannya. Rasanya ia tak ingin mengaduk coffe latte yang berharga itu.

coffelatte

***

“Sudah kubilang buka pintunya pelan-pelan, lihat perbuatanmu!” Dara memegang keningnya yang sedikit benjol karena terbentur pintu kamar mereka ketika Jiyong menggendongnya dengan bridal style, sekeluarnya mereka dari mobil.

“Hehe mianhae, aku terlalu bersemangat.” ujar Jiyong, sembari memberikan obat merah pada kepala Dara.

Jiyong tidak menyia-nyiakan kesempatan. Begitu mobil terparkir di depan rumah mereka, dengan tergesa-gesa ia membuka pintu mobilnya dan tak membiarkan kaki Dara menyentuh lantai. Ia langsung membopong Dara dengan kecepatan super, menerobos masuk melewati pintu yang seharusnya ia buka terlebih dahulu.

“Kau mau mandi lebih dulu?” tanya Dara sambil memegang-megang keningnya setelah dipasang plester.

“Kau saja duluan, nanti aku menyusul.” jawab Jiyong sembari menyandarkan tubuhnya di tempat tidur dan meletakkan kedua tangan di belakang kepalanya.

Dara bangkit berdiri dan hendak mengambil handuk di atas meja ketika dering ponselnya berbunyi. Ia segera mengangkatnya begitu tahu siapa yang menelepon. “Yeoboseyo Sanghyun-ah, wae?”

Mendengar nama Sanghyun disebut, Jiyong langsung berdiri mendekati Dara lalu menempelkan telinganya di sebelah telinga Dara, membuat Dara bingung akan kelakuan suaminya.

“Noona, aku rindu sekali padamuuuuuu…” rengek Sanghyun di seberang sambungan sana.

“Aku juga rindu sekali padamu, kenapa kau meneleponku malam-malam begini?”

“Apa si naga jelek itu sudah mengetahui kehamilanmu?”

Jiyong mendelik tajam pada Dara, membuat Dara tak enak hati menatapnya. Jadi Sanghyun sudah lebih tahu daripadanya? Dasar adik ipar tidak tahu diri! Masih kesalkah ia padanya karena mengambil Dara darinya? umpat Jiyong dalam hati. Jiyong langsung mengambil paksa ponsel Dara dan menyuruh Dara untuk masuk ke kamar mandi, sementara ia akan membuat perhitungan dengan pria manja ini.

“Noonaaa, kenapa kau bisa hamil sih dengannya? Ia kan loyo.” ejek Sanghyun yang tak tahu bahwa sebenarnya ia sedang berbicara dengan Jiyong.

LOYO?!?!

Jiyong mengambil nafas dalam-dalam. Jika saja Sanghyun bukan adik iparnya, sudah dari dulu ia memasukkannya ke dalam penjara bersama para banci-banci yang pernah ia gerebek di beberapa klub malam. Setelah mendengar ocehan Sanghyun yang membuat Jiyong naik darah, akhirnya ia menemukan ide agar Sanghyun menyesali kata-katanya.

“Kapan kau akan pulang ke Busan? Jangan bawa naga jelek itu ya. Jika kau membawanya, akan kutaruh bubuk cabe di tempat tidurnya supaya ia tak bisa tidur, hahahahahaaaa…..”

Jiyong mengepalkan tangannya erat-erat.

“Noona, noona, kau masih disitu? Kenapa tak menyahut, kau sedang ap-..”

“Hey kue mochi.” panggil Jiyong pada Sanghyun.

Sanghyun yang baru mengetahui bahwa yang bicara dengannya sejak tadi adalah Jiyong, hanya bisa menelan ludahnya dalam-dalam yang terdengar oleh Jiyong. Ia langsung merubah nada bicaranya. “O-oh kau hyung, bagaimana kabarmu?” tanyanya basa basi.

“Loyo, naga jelek, bubuk cabe?” ulangnya lagi. “Park Sanghyun, kau mau mati ya?!” bentaknya.

“Hy-hyung, jangan marah dulu, aku cuma bercanda, iya bercanda, hehe…”

“Bercanda katamu? Baiklah, kalau begitu jangan harap aku akan memberikan nomor telepon Yoona SNSD, Sohee Wondergirls atau Naeun APINK padamu!”

“Wae, wae, wae?! Hyung, hyung?! Yeobose–..”

TUT TUT TUT TUT TUT

~ The End ~

Kamu.  Iya, kamu… XD Ada yang kena rayuan maut ala Dodit SUCI 4 ini? kekekee… sya salah satunya. Gara2 quote  lucu makhluk yang satu ini, malah menginspirasi sya utk bikin special chapter The Prot, makanya gaya bahasa sya mungkin agak sedikit lain disini, heheheee… Sekaligus mengobati gundah gulana sya karena gosip bang naga sma kik-sensor-T_T, baiklahhhh,,, see you in another ff, bubyeee ^_~

27 thoughts on “The Protector [Special Chapter] : Coffe Latte

  1. Wahhh keren eon . Dara hamil congratulation yaa kekek . Gak bisa di bayangkan kalo gd sama thunder kyk gitu kelakuannya . Hahhaha keren keren ..

  2. wuaaaa ni daebakk ga nyangka bakal ada spesial chapnya…
    jiyong ga waktu ketemu pacaran nikah ampe mau punya daddy posesifnya ga ilang2… ckckck
    wah makanya kok gaya bahasanya beda sih ni author..ternyata..
    sanghyun komplak bgtt beneran…kkk
    ahhh ni mengobati sakit hati ma bang naga beneran deh..pokok nya i don’t care eee aja…

  3. Gk bsa ngebyangin tiba2 dara masuk ke ruang meeting dan langsung nyium jiyong di dpan smua org…..aiyoo dara unnie 😉 pengaruh hormon baby…..lol 🙂
    Sanghyun c kue mochi wkwkwkwkwk somplak bang ji
    Mkasih buat special chapt nya thor suukaa bgt sma sequel nya 🙂

  4. huawwwww…….seneng banget + nggak nyangka bakalan ada chap spesialnya.
    kren bgt thor …apa lagi klo sampe dara ngelahirin……..hehehehhe

Leave a comment