WITH #3

sayap3

Author : A’rum
Lenght : 922 words/ Chapters
Genre : Romance, School Life, Slice of Life, Angst, Fantasy

Patah hati sama scene terakhir di chap #2? Hmms, justru ceritanya akan dimulai dari sini..
Mari nikmati kejutan yang disiapkan mbak author bersama-sama.. Selamat membaca.. ^^/

Author POV

Pagi yang sangat cerah, mungkin semua orang sedang menikmati suasana cerah pagi ini. Tapi tidak dengan keluarga Park. Bahkan mereka tidak peduli dengan suasana pagi yang cerah itu. Yang sedang mereka rasakan hanya kesedihan, kesunyian dan rasa kehilangan.

Sejak pagi kediaman keluarga Park telah ramai dengan orang-orang yang bersimpati kepada mereka. Bukan hanya tetangga dan teman, tetapi juga orang-orang yang mengenal mereka dengan sangat baik. Meskipun ramai, hanya suara isak tangis yang terdengar. Terkadang ada suara jeritan wanita yang memilukan orang yang mendengarnya. Beberapa orang terlihat menenangkan wanita itu, beberapa lagi hanya memandangnya dengan sedih.  Seorang laki-laki berumur akhir 50an sedang menatap istrinya dengan perasaan kacau. Bukan hanya istrinya, dia pun merasa seolah sedang bermimpi. Mimpi yang buruk, mimpi yang membuat semua keluarganya mengalami kesedihan, bahkan kehilangan. Tetapi saat mendengar jeritan istrinya, dia merasakan tamparan yang sangat keras. Ternyata itu bukan mimpi, itu sebuah kenyataan. Kenyataan bahwa malaikat pencabut nyawa telah melaksanakan tugasnya. Tugas untuk membawa pergi salah satu anaknya.

Tak jauh dari kerumunan orang yang sedang menenangkan nyonya Park, seseorang sedang duduk sambil memeluk lututnya. Menatap kosong pada sebuah pigura yang berada diatas meja. Pigura yang berisi foto seseorang yang telah meninggalkannya. Seseorang yang telah pergi jauh tanpa berpamitan padanya. Seseorang yang telah menjadi belahan jiwanya. Seseorang yang selama hidupnya selalu bersama dengannya. Seseorang yang selalu rela membagi suka dan dukanya. Seseorang yang tak akan pernah memberikan senyumannya lagi.

Sebuah tangan terulur dan memeluk pundaknya. Sebuah tangan lagi hanya mengelus lengannya. Park Bom dan Choi Seunghyun. Dua orang yang sejak kenarin terus menemaninya. Dua orang yang juga menjadi saksi kejadian tersebut. Kejadian yang merenggut saudara kembarnya.

“Ya! Jangan pergi seenaknya saja kau? Kita masih punya banyak urusan.” Teriakan seorang namja membuat semua orang menatap kearah pintu masuk.

Seorang namja berpotongan rambut mwohak masuk kedalam rumah dan membuat keributan. Terlihat dari matanya yang merah bahwa dia sedang menahan emosinya. Dia berjalan cepat menghampiri seseorang yang dari tadi hanya duduk diam sambil memeluk lututnya. Sambil berdiri, dia mengacungkan telunjuknya kepada orang itu sambil meneriakinya.

“Gara-gara kau..gara-gara kau dia pergi.” Sambil terengah-engah menahan emosi dia berteriak lagi.

“Seharusnya kau, bukanya dia. Aku benar-benar membencimu. SEHARUSNYA KAU YANG MATI BUKAN DIA.” Teriak namja itu.

“Ya! Jangan berteriak padanya. Kita semua merasa kehilangannya, bukan hanya kau Dong Youngbae.” Seunghyun berdiri menahan tubuh Youngbae. Belum sempat Youngbae membela diri, terdengar suara jeritan seseorang.

“KYAAAAAAAAAA! Memang aku yang harusnya mati. Bukan oppa. Tidak seharusnya oppa melindungiku. Harusnya oppa biarkan saja truk sialan itu menabrakku. Harusnya dia tidak berlari dan mendorongku. Harusnya…harusnya aku…hiks hiks…” Dara sudah tidak kuat lagi menahan semuanya. Dia merasa marah pada Jiyong, marah pada keadaan, marah pada takdir yang memisahkan mereka. Dia tidak menyangka dia akan melihat sendiri truk melindas tubuh Jiyong. Melihat senyum terakhir Jiyong. Melihat Jiyong menyelamatkannya. Merasakan sakit di jantungnya. Merasakan dinginya tubuh Jiyong, dan merasakan malaikat pencabut nyawa mengambil sebagian jiwa dari kehidupannya.

“JIYOOOOOOOOOOOOONNNGGGGG!” Teriak Dara sekuat tenaga. Angin berhembus kencang memecahkan jendela dan menjatuhkan pigura foto Jiyong yang sedang tertawa. Bersamaan dengan itu, tubuh Dara roboh dalam pelukan Bom.

Seolah alam mengerti kesedihan Dara, angin terus berlarian diiringi dengan datangnya rintik hujan. Suasana pagi yang memilukan setiap orang yang merasakannya. Membuat hati semua orang merasa sakit dan kehilangan. Kehilangan seseorang yang sangat berarti bagi mereka. Secara serempak, dalam hati mereka mengirimkan doa untuk Jiyong. Doa agar dia tenang dan tersenyum bahagia disana.

Tanpa mereka tahu, seseorang sedang bermimpi. Bermimpi bahwa belahan jiwanya datang dan memeluknya. Dengan wajah yang tidak lepas dari senyumnya, dia berbisik tegas ditelinga Dara. “Aku akan kembali.”

***

Seunghyun berjalan gontai menelusuri jalan menuju rumahnya. Sejak kemarin, dia belum sempat pulang kerumah. Keadaannya sama kacaunya dengan yang lain. Tanpa sengaja dia melihat Youngbae sedang bersandar pada sebuah tiang listrik sambil menghisap rokok. Sejak kapan dia merokok, pikir Seunghyun. Dia berjalan mendekatinya.

“Kalau disana, aku akan mengganggu saja.”

“Sejak kapan kau merokok? Itu bukan kebiasaanmu.” Seunghyun merebut dan membuang rokok tersebut. Youngbae hanya diam menunduk seolah sepatunya lebih menarik dari pada Seunghyun.

“Kenapa? Kenapa dia pergi? Aku masih punya banyak urusan dengannya.”

“Youngbae.”

“Kenapa kau bisa setenang ini. Jiyong sudah mati tau. Kenapa kau bisa setenang ini hah?” Youngbae menarik kerah seragam Seunghyun.

“Kau ingin aku bersikap seperti apa? Harusnya kau yang biasanya tenang kenapa seperti ini?” Seunghyun menatap tepat mata Youngbae.

“Seharusnya kau lebih tau itu.” Youngbae melepaskan tangannya dan pergi meninggalkan Seunghyun yang hanya bisa menatap punggung Youngbae. Dia tahu benar kesedihan Youngbae. Dia tahu hanya Jiyong yang bisa membuat Youngbae seperti itu. Mereka berdua telah bersahabat dari SD. Bahkan sebelum dia mengenal Jiyong.

Sesampainya dirumah, Seunghyun segera mandi dan masuk kamarnya. Tidak dia hiraukan panggilan Eomanya. Dia hanya ingin mengistirahatkan fikirannya sejenak. Ini pasti mimpi, aku akan segera bangun dari mimpi ini, pikir Seunghyun.

Dia berjalan menuju tempat tidurnya dan duduk dipinggir tempat tidur. Terdengar suara ringtone handphonenya yang menandakan adanya panggilan masuk. Dia merogoh saku dan menekan tombol hijau pada handphonenya.

“Ne.” sapa Seunghyun lirih.

“Kau tidak apa-apakan hyung?” suara Daesung terdengar diujung sana.

“Gwencana. Kau sendiri?”

“A aku. Aku tidak tahu hyung. Aku hanya berharap ini mimpi. Minji dan Chaerin masih disana menemani Dara nuna. Seungri belum kembali dari makam Jiyong hyung. Dia terus menatap nisan tanpa beranjak dari tempatnya.” Dari suaranya, Seunghyun tau Daesung sedang menahan tangisnya.

“Bagaimana dengan Bom?”

“Aku baru mengantarnya. Sesampainya dirumah dia langsung masuk ke kamarnya dan duduk menatap jendela. Dia hanya diam, sepertinya dia ingin menangis. Tapi terlihat dari wajahnya kalau dia ingin menahan semuanya.”

“Daesung~ah. Tolong jaga Bommie.” Seunghyun menutup teleponnya tanpa melepaskan dari telinga. Dia sangat mengerti keadaan semua teman-temannya. Dia tahu persis sedekat apa teman-temannya dengan Jiyong. Mereka bertemu saat MOS SMP. Selama itulah mereka selalu bersama. Terutama Park Bom. Dia sangat tahu yeoja itu menyukai Jiyong, dia tahu karna dia juga menyukai Park Bom. Sama dengan Bom, alasanya tidak pernah mengakui perasaanya karena dia tidak ingin merusak persahabatan mereka.

Suara ringtone terdengar lagi. Tanpa melihat siapa nama peneleponnya, Seunghyun menekan tombol hijau.

“Bisa kita bertemu?” Tanya seseorang diseberang sana.

“Kau?”  Seunghyun melebarkan matanya saat mengenali suara itu.

to be continue…

Komentar nya ya.. Komentarnya.. Siapa tahu tiba-tiba admin yang diminta tolong ngeposting gatel pengen pasang pw dan minta aneh2 misalnya, komentar di tiap chap (padahal belum tahu ini nanti sampai chapter berapa).. jadi udah nggak bingung lagi.. Lagian dengan meninggalkan komentar, mbak authornya pasti tambah semangat nglanjutin WITH khusus buat para reader tersayang.. >.> /lirik A’rum/ iya kaan mbak author~?? *ketawa setan*
Terima kasih untuk waktunya dan komentarnya.. ^^

<<Sebelumnya Selanjutnya >>

55 thoughts on “WITH #3

Leave a comment