Princess’s Mask… [Chapter 10]

PM

Author : Astrella
Adaptation by chichan

~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~

Jaejong berjalan dengan terburu-buru dan cemas menuju Ruang Kerja. Ia tidak tahu apa yang akan dilakukan Jiyong bila ia mendengar hal ini. Tetapi ia telah siap menghadapi segala hal termasuk kemarahan Jiyong.

Kekhawatirannya pada keselamatan Dara telah membuatnya lupa pada semua tata cara menemui seorang Raja.

Tanpa mengetuk pintu, Jaejong langsung membuka pintu dan berlutut di depan meja kerja Jiyong.

“Engkau sudah datang,” sambut Jiyong, “Bagaimana perjalanan kalian ke Bucheon?”

“Maafkan hamba, Paduka. Hamba tidak dapat menjalankan tugas dengan baik.”

“Kalian telah ke Bucheon, bukan?”

“Hamba telah mengawal Paduka Ratu hingga beliau tiba di Bucheon, tetapi hamba gagal membawanya kembali.”

Jiyong curiga melihat kekhawatiran di wajah Jaejong. “Katakan padaku, Jaejong. Apa yang telah terjadi?”

“Sekelompok penjahat membawa Ratu pergi, Paduka,” Jaejong menjawab hati-hati.

Jiyong terhenyak kaget. “Bagaimana mungkin itu bisa terjadi!? Kalian terus berada di sisi Dara, bukan?”

“Maafkan kami, Paduka, kami telah lengah.”

“Mengapa kalian meninggalkan Dara? Bukankah tugas kalian menjaga dan melindunginya?”

“Saat itu Ratu menyuruh kami semua mengambilkan selimut.”

“Dan kalian semua pergi tanpa seorang pun mengawal Dara?” selidik Jiyong.

“Maafkan kami, Paduka. Kami mengakui kami salah. Kami telah lengah sehingga Ratu diculik oleh penjahat-penjahat itu,” Jaejong cepat-cepat berkata, “Saat itu Ratu berada di antara orang-orang yang sakit. Mereka semua lemah. Mereka takkan dapat mencelakakan Paduka Ratu, bahkan mereka harus bersusah payah untuk mendekati Ratu. Kami tidak menduga para penjahat itu bersembunyi di antara mereka.”

“Ceritakan apa yang terjadi. Aku ingin mendengar ceritamu,” kata Jiyong menahan kemarahan.

Jaejong menceritakan mulai dari saat mereka memasuki kawasan Bucheon dan orang-orang mulai mendekati Dara. Jaejong juga menjelaskan saat mereka meninggalkan Dara, mereka merasa hal itu aman. Tidak seorang pun di antara orang sakit itu yang dapat berdiri apalagi mencelakakan Dara.

Jiyong mendengarkan cerita Jaejong dengan penuh perhatian.

“Itulah yang terjadi, Paduka,” Jaejong mengakhiri ceritanya.

Tiba-tiba Jiyong teringat Dara pernah mengatakan di sekitarnya selalu ada Hwarang yang siap membunuh siapa saja yang mengancam keselamatannya. Tetapi di dalam cerita Jaejong tadi, tidak disebutkan kemunculan orang lain yang tiba-tiba menyelamatkan Dara. Kalau mereka muncul, tentu saat ini Dara sudah berada di sini.

“Saat itu tidak muncul siapapun?” tanya Jiyong antara curiga dan ingin tahu.

“Tidak, Paduka. Di sana hanya ada kami, Dokter Kangnam, para pasien dan para penjahat itu.”

Jiyong ingat pasukan rahasia tidak boleh muncul begitu saja. Mereka bekerja secara rahasia. Mengingat hal itu, Jiyong mulai merasa lega. “Tidak apa-apa, Jaejong,” katanya lega, “Mungkin sebentar lagi Dara akan tiba di sini.”

“Maksud Anda?” tanya Jaejong dan Seungri bersamaan.

“Dara pernah mengatakan padaku, Hwarang selalu berada di sekitarnya. Kurasa saat ini mereka berusaha menyelamatkannya.”

“Ya, aku baru ingat itu,” kata Seungri bersemangat. “Anda tidak perlu khawatir, Komandan Jaejong. Saya meyakinkan Anda pada kekuatan pasukan rahasia Kerajaan Silla itu.”

“Saya rasa tidak, Paduka.”

Tiba-tiba terdengar suara seorang wanita. Dan sesaat kemudian muncul seseorang yang berbaju serba hitam di depan Jiyong.

Mereka terkejut melihat kedatangan wanita itu.

“Siapa kau?” Jaejong menghunuskan pedangnya.

“Letakkan senjatamu, Jaejong,” kata Jiyong, “ Ia adalah seorang dari Hwarang.”

Jaejong memasukkan kembali pedangnya namun matanya terus memandang curiga.

Wanita itu merasakannya tetapi ia tidak mempedulikannya. Ia tahu pria itu tidak akan dapat mengalahkannya.

“Nama saya Chaerin. Saya adalah Ketua dari Hwarang yang bertugas melindungi Putri.”

Jiyong melihat seluruh tubuh wanita itu tertutup oleh pakaian hitam hanya matanya yang tidak terlindungi oleh kain hitam itu. Jiyong tidak pernah menyangka penampilan Hwarang seperti seorang pencuri.

“Dapatkah Anda menjelaskan maksud Anda itu, Nona? Bukankah kalian berada di sini untuk melindungi Dara.”

“Benar,” jawab Chaerin tegas, “Kami di sini untuk melindungi Putri dari setiap ancaman.” Wanita itu memandang tajam Seungri. “Tetapi karena kejadian kemarin, hari ini kami lebih memusatkan perhatian kami pada keamanan Istana Gungnae.”

Seungri merasakan tatapan tajam wanita itu. Seluruh tubuhnya bergetar ketakutan.

Jiyong juga merasakan tatapan tajam yang penuh curiga itu. “Dia tidak berbahaya. Ia adalah temanku dan apa yang dilakukannya pada Dara kemarin bukanlah hal yang serius. Ia hanya ingin menggoda Dara.”

“Kami tahu,” sahut Chaerin, “Putri telah mengatakannya pada kami kemarin malam.”

Seungri lega mendengarnya.

“Tetapi,” kata wanita itu tajam.

Seungri kembali merinding ketakutan.

“Kami tidak ingin mengambil resiko apa pun. Hari ini kami menyelidiki semua yang ada di Istana Gungnae. Kami melihat banyak prajurit yang mengawal Putri dan kami tidak khawatir. Tetapi kami tidak menduga prajurit pengawal itu sedemikian lemahnya hingga Putri diculik.”

“Apa katamu?” Jaejong merasa terhina, “Itu bukan kesalahan kami. Kami sama sekali tidak tahu penjahat-penjahat itu berada di antara orang-orang sakit itu.”

“Kalian tidak curiga pada seorang pria muda yang tegap yang meminta selimut baru padahal di sana banyak selimut?”

Jaejong semakin geram. Ia tidak pernah dihina seperti ini apalagi oleh seorang wanita.

“Saya ke sini bukan untuk bertengkar dengan Anda, Komandan.”

Chaerin kembali berkata pada Jiyong, “Seperti yang saya katakan tadi, kami tidak mau mengambil resiko apapun. Karena itu saya hanya mengirim dua orang untuk mengawal Putri.”

Chaerin melirik tajam Jaejong dan berkata, “Sebenarnya, mereka sudah dapat membunuh semua penjahat itu.”

Jiyong yakin seorang Hwarang dapat membunuh lebiih dari sepuluh orang dalam satu waktu.

“Tetapi kami tidak dapat melawan perintah,” Chaerin menambahkan.

“Kemarin malam Putri telah meminta kami semua untuk tidak bertindak gegabah. Putri mengingatkan kerajaan ini bukan Kerajaan Silla. Putri meminta kami lebih banyak menyelidiki dan mengamati. Bila ada sesuatu yang mencurigakan, Putri melarang kami bertindak. Putri ingin kami melaporkan hal itu pada Putri sendiri atau pada Anda.”

“Baru saja saya mendapat laporan dari seorang di antara mereka bahwa mereka mengetahui tempat persembunyian para penjahat itu. Para penjahat itu bukan pemberontak seperti dugaan Anda. Mereka hanya penjahat biasa yang ingin memanfaatkan rasa cinta rakyat dua kerajaan kepada Putri. Dalam waktu dekat ini mereka akan mengirimkan berapa banyak mereka meminta tebusan bagi keselamatan Putri. Suatu tebusan yang dapat membuat mereka hidup mewah selama tujuh turunan.”

Chaerin mengeluarkan secarik kertas dari balik bajunya dan melemparkannya ke arah Jiyong. “Ini adalah peta tempat persembunyian mereka.”

Jiyong menangkapnya dan membukanya. Sebuah tempat tergambar jelas di kertas itu. Sebuah peta rumah lengkap dengan bagian-bagiannya dan tempat-tempat yang aman untuk bersembunyi juga keterangan di mana Dara disekap dan di mana saja penjahat itu berjaga-jaga.

Jiyong mengagumi kemampuan dan kecepatan Hwarang. Dengan kecepatan dan keterampilan seperti ini, tak heran bila semua orang tidak berani mengusik ketentraman Kerajaan Silla apalagi Hwarang.

“Bila Anda ingin mereka masih hidup, sebaiknya Anda bergegas. Saya tidak bertanggung jawab bila seorang dari kami yang masih berjaga di sana, membunuh mereka semua.”

“Aku mengerti, Chaerin. Dara telah mengatakannya padaku.”

“Kami akan pergi ke sana sekarang juga. Bila dalam waktu dekat kami tidak melihat kalian, kami akan bertindak.”

“Satu hal yang perlu Anda ketahui, Paduka,” Chaerin mengingatkan, “Anda tidak dapat memerintah kami. Yang dapat memberikan perintah pada kami adalah Paduka Raja Hyun-suk dan di kerajaan ini hanya Putri Dara saja yang dapat melakukannya.”

“Hanya orang-orang yang dapat berbicara dengan bahasa asing itu, bukan?”

“Sebaiknya Anda bergegas, Paduka,” kata Chaerin kemudian ia melompat keluar jendela.

Jiyong bergegas menuju jendela. Baik Seungri maupun Jaejong rupanya juga tidak mau ketinggalan melihat apa yang dilakukan wanita itu setelah melompat dari jendela lantai dua.

Terlihat bayangan hitam menuju pohon terdekat. Bayangan itu terus melompat ke pohon terdekat dengan cepat. Sesaat kemudian, muncul bayangan-bayangan hitam lain yang mengikuti bayangan hitam itu tadi. Mereka muncul dari segala arah seolah-olah dari segala penjuru dunia ini.

Jiyong kagum melihat kecepatan mereka. Belum lama ia melihat bayangan hitam terakhir, ia melihat bayangan hitam terdekat telah jauh melampaui pintu gerbang Istana Gungnae. Jarak gedung dan pintu gerbang Istana Gungnae hampir dua kilometer, tetapi pemimpin mereka telah mencapainya dalam waktu satu kedipan mata.

“Kita juga tidak boleh ketinggalan,” kata Jiyong, “Jaejong, segera temui Youngbae dan perintahkan dia untuk segera menyiapkan pasukan dalam waktu singkat. Setengah jam lagi mereka harus sudah siap berangkat.”

“Baik, Paduka.” Jaejong berlari melakukan tugas itu.

“Kau gila, Jiyong,” kata Seungri, “Tidak mungkin menyiapkan pasukan dalam waktu setengah jam.”

“Kita tidak ingin terjadi pembantaian yang mengerikan, bukan?” kata Jiyong sambil meninggalkan Ruang Kerjanya.

“Mau ke mana engkau?”

“Mempersiapkan diri,” jawab Jiyong.

Jiyong bergegas ke kamarnya dan berganti pakaian seragam militer.

Jaejong yang berlari-lari melakukan perintah Jiyong, berhasil melaksanakan tugasnya dengan baik.

Kepala Pengawal Istana terkejut mendapat tugas itu. Dengan segera ia melakukannya dan seperti yang diinginkan Jiyong, sebelum setengah jam di depan Istana Gungnae telah berbaris lebih dari dua puluh prajurit.

Jiyong berdiri di depan para prajurit itu.

Youngbae datang mendekat. “Pasukan telah siap diberangkatkan, Paduka,” lapornya.

“Kita berangkat sekarang!”

“Baik, Paduka.”

Jenderal Youngbae kembali ke pasukannya dan memerintahkan pasukan bersiap-siap berangkat.

Jiyong segera menaiki kudanya dan memimpin pasukan meninggalkan Istana Gungnae. Jiyong melajukan kudanya dengan kencang ke hutan belakang Bucheon.

Dalam peta yang diberikan Chaerin itu, disebutkan tempat persembunyian mereka terletak di dalam hutan itu. Tidak jauh dari Bucheon.

Ketika mulai mendekati hutan itu, Jiyong memperlambat laju kudanya. Dan memasuki hutan dengan hati-hati.

Jiyong berhenti ketika melihat semak-semak tinggi yang seperti membentuk sebuah pagar. Ia mendekati semak-semak itu dan melihat apa yang ada di baliknya.

Seperti yang digambarkan dalam peta, tempat persembunyian para pejahat itu terlindungi oleh semak-semak yang tinggi.

Dengan tangannya, Jiyong memerintahkan para prajurit turun dari kudanya.

“Sembunyikan kuda,” bisik Jenderal Youngbae memberikan perintah.

Sebagian dari para prajurit itu berlindung di balik semak-semak dan sebagian membawa kuda mereka berlindung di semak-semak yang lebih tinggi.

Melihat tidak ada seorang pun di luar rumah kecil itu, Jiyong bergerak mendekat. Dengan hati-hati ia mendekati sebuah jendela dan mengintip ke dalam.

Jiyong melihat Dara duduk meringkuk di salah satu sudut rumah. Jiyong lega melihat gadis itu masih selamat.

“Bagaimana, Paduka?” bisik Youngbae.

“Dara masih selamat,” jawab Jiyong berbisik pula.

Jiyong kembali mengintip ke dalam. Ia terkejut ketika seorang pria yang berjanggut tebal mendekati Dara. Jiyong mendengar pria itu berkata, “Ayolah, Manis. Mengapa engkau meringkuk di situ?”

Pria itu mengulurkan tangan memegang dagu Dara.

Dara memejamkan mata erat-erat. Ia takut melihat pria itu. Ia takut disentuh pria itu. Ia takut membayangkan apa yang akan terjadi padanya. Dara ingin melihat Jiyong. Ia ingin pria itu segera datang menolongnya. Ia ingin berlindung dalam pelukan pria itu.

Jiyong semakin geram ketika melihat pria itu mendekatkan wajahnya pada wajah Dara dan membuat gadis itu semakin ketakutan. Ia sudah hampir menyerbu masuk bila Youngbae tidak segera memegang tangannya.

“Jangan gegabah, Paduka,” kata Youngbae, “Kalau Anda gegabah, mereka mungkin akan membunuh Ratu.”

Jiyong tidak ingin Dara meninggal. Ia kembali melihat ke dalam.

Pria itu semakin mendekati Dara. Ia ingin mencium Dara.

Dara tidak mau disentuh lebih lama lagi. Ia memejamkan mata erat-erat dan menendang kaki pria itu.

Pria itu meringis kesakitan karena tulang keringnya ditendang kuat-kuat oleh Dara.

Di luar sana Jiyong terkejut juga tersenyum geli melihat keberanian tindakan Dara.

“Kurang ajar, kau!”

Jiyong melihat pria itu mengeluarkan sesuatu dari sakunya. Ia terkejut ketika melihat benda itu adalah sebilah pisau. Jiyong segera berdiri dan bersiap mendobrak pintu.

Pria itu menghujamkan pisau kecil itu ke tubuh Dara, tetapi sebelum ia melakukannya seseorang telah mengalungkan pedang di lehernya. Bersamaan dengan itu muncul orang-orang berbaju hitam yang segera menyergap kelima penjahat yang lain.

Jiyong belum sempat mendobrak pintu ketika semua itu terjadi. Keempat orang berbaju hitam itu muncul dengan sangat cepat dan tepat waktu.

Kesebelas penjahat itu berusaha melawan keempat orang itu.

Chaerin yang mengalungkan pedang di leher pria yang hendak membunuh Dara berkata, “Sebaiknya kalian menyerah sekarang juga. Kawan-kawan kalian yang di luar telah kami lumpuhkan.”

Rupanya para penjahat itu tidak mau mendengarkan. Mereka mengeluarkan pedang mereka dan menyerang keempat pasukan rahasia itu.

Pada saat yang bersamaan, di luar sana Jiyong memberi perintah, “Kita masuk sekarang!”

Hwarang tidak mau bermain-main dengan kesebelas pejahat itu. Chaerin segera memukul keras-keras kepala pria itu dengan pedangnya hingga pria itu pingsan. Ketiga anggota Hwarang yang lain segera melemparkan senjata rahasia mereka pada kelima pria itu.

Dalam waktu singkat kesebelas orang itu roboh. Seorang pingsan dan yang lain tersungkur dengan luka parah di lengan mereka.

Jiyong dan pasukannya berhasil mendobrak masuk.

Melihat hal itu Chaerin kembali melompat ke langit-langit rumah dan menghilang diikuti yang lain.

Youngbae memerintahkan para prajurit meringkus penjahat-penjahat itu.

Jiyong segera mendekati Dara. “Dara,” panggilnya cemas.

Dara tidak mempercayai pendengarannya. Ia takut membuka matanya dan mendapatkan bahwa ia tidak sungguh-sungguh mendengar suara Jiyong di dekatnya.

Jiyong berlutut di depan Dara dan mengulurkan tangan memegang pundak gadis itu. “Dara,” panggilnya sekali lagi.

Dara masih meringkuk ketakutan. Gadis itu menarik kedua kakinya semakin mendekati tubuhnya yang menggigil.

“Sekarang sudah aman, Dara. Mereka telah berhasil diringkus.”

Youngbae dan prajuritnya telah membawa pergi para penjahat itu.

“Semua telah kami ikat, Jenderal. Apa yang harus kami lakukan sekarang?”

Youngbae melihat Jiyong berusaha menenangkan Dara. Ia berkata, “Kita tinggalkan mereka. Kita tunggu mereka di depan.”

Sekelompok orang banyak itu menjauhi rumah kecil itu tetapi baik Jiyong maupun Dara tidak menyadarinya.

Jiyong berkata lembut, “Mereka telah kami tangani, Dara. Sekarang tidak akan ada lagi yang dapat membuatmu takut. Aku ada di sini.”

Perlahan-lahan Dara membuka matanya. Yang pertama kali dilihatnya adalah pakaian putih dengan benang emasnya kemudian ia memberanikan diri melihat wajah orang itu.

Tangis Dara meledak melihat wajah Jiyong. Seluruh kecemasannya serta merta hilang. Yang dirasakannya saat ini hanya kegembiraan luar biasa yang membuat hatinya serasa ingin meledak.

Gadis itu menjatuhkan diri di pelukan Jiyong. “Jiyong,” panggilnya. Dan di dalam hati ia terus menerus memanggil nama pria itu.

Jiyong memeluk Dara erat-erat.

“A… aku… takut…. Me… mereka…”

“Mereka telah ditangkap, Dara. Sekarang engkau tidak perlu takut lagi. Aku ada di sini dan aku akan menjagamu.”

Dara merasa sangat aman. Tidak ada lagi yang dapat membuatnya takut ketika ia berada di pelukan Jiyong. Dara senang dapat merasakan hangatnya pelukan Jiyong.

“Jangan takut lagi. Aku sudah ada di sini,” kata Jiyong menenangkan Dara. Jiyong menciumi rambut Dara.

“Ia… ia tadi ingin menciumku… Aku… takut sekali.”

“Ia telah pergi, Dara. Ia tidak akan dapat menciummu.”

“Aku… aku takut sekali… Aku tidak mau diciumnya…”

Dengan lembut Jiyong menjauhkan kepala Dara dari dadanya dan dengan kelembutan yang sama ia mencium bibir Dara.

Dara terkejut dan terpana melihat wajah Jiyong. Sebuah kesadaran merasuki hatinya yang terdalam.

Jiyong tersenyum dan berkata, “Tidak akan ada yang boleh menciummu selain aku. Hanya aku yang dapat menciummu.”

Kesenangan mendengar kata yang tegas itu membuat Dara benar-benar yakin ia tidak salah. Ia benar-benar mencintai Jiyong. Air mata kembali meleleh di wajah Dara.

Jiyong kembali memeluk Dara erat-erat. Getaran tubuh Dara yang hebat menyadarkan Jiyong pada ketakutan gadis itu yang amat dalam.

“Engkau tidak perlu takut lagi, Dara,” Jiyong tak henti-hentinya membisikkan kata-kata lembut yang menenangkan, “Aku di sini. Aku akan menjagaimu. Tak akan ada yang bisa menjauhkanmu dariku. Engkau aman sekarang. Aku tidak akan meninggalkanmu.”

Tangis Dara semakin deras. Ia menumpahkan semua ketakutannya ketika pria itu mengangkat tubuhnya dan meletakkannya di depannya. Ia sangat ketakutan ketika pria itu menggendongnya ke dalam rumah dan meletakkannya di lantai. Dara takut pria-pria yang berwajah menyeramkan itu menyentuhnya.

Jiyong terus mencium rambut Dara dan membelainya sementara gadis itu menangis di dadanya. Jiyong yakin ini pertama kalinya gadis itu menangis dan ia ingin gadis itu menumpahkan semua rasa takutnya.

Ketika tangis Dara mulai mereda, Jiyong berkata lembut, “Engkau lebih tenang sekarang?”

Dara merasa pipinya memanas.

“Kalau engkau sudah benar-benar tenang, aku akan membawamu kembali ke Istana.”

Tangis Dara telah mereda.

Jiyong tersenyum penuh kelembutan ketika mengulurkan tangan menyeka sisa-sisa air mata Dara. Jiyong mencium sekilas mata Dara yang masih basah – membuat rona merah muda mewarnai pipi Dara yang masih pucat ketakutan.

Kemudian ia melepaskan baju luarnya dan mengenakannya pada Dara. “Pakailah ini. Di luar dingin.”

Dara terus melihat Jiyong.

“Engkau sudah siap kembali ke Istana Gungnae?” tanya Jiyong sambil mengangkat tubuh Dara.

Dara melingkarkan tangan di leher Jiyong dan menyembunyikan wajahnya di pundak pria itu.

Jiyong membopong Dara meninggalkan tempat itu. “Kita kembali sekarang,” katanya pada Youngbae yang menanti perintahnya.

“Baik, Paduka.”

Seorang prajurit membawa kuda Jiyong mendekat.

Jiyong meletakkan Dara di depan pelana kudanya kemudian duduk di belakang gadis itu.

Merasakan kehangatan Jiyong di punggungnya, Dara segera memeluk Jiyong.

Jiyong menyentuh tangan Dara yang melingkari pinggangnya kemudian melingkarkan tangannya di pinggang gadis itu.

Dara menyembunyikan wajahnya di dada Jiyong dan memejamkan mata. Ia tidak ingin melihat wajah-wajah ingin tahu semua orang. Ia tidak ingin melihat apapun. Gadis itu hanya ingin merasakan kehangatan yang menyelimutinya. Kehangatan yang memberikan perasaan aman.

Perjalanan pulang ini lebih lambat daripada keberangkatannya. Para prajurit yang mengawal mereka mengikuti Jiyong dengan lambat pula.

Tidak seorangpun yang keberatan berjalan lambat. Mereka semua lega Dara selamat. Hanya itu yang ada di perasaan mereka semua.

Tidak seorangpun dapat membayangkan apa yang terjadi bila Dara terbunuh. Hal yang paling mungkin terjadi adalah rakyat Kerajaan Silla akan marah. Dan itu tidak menutup kemungkinan terjadi perang. Bila itu terjadi, Kerajaan Goguryeo akan mengalami kesulitan terbesar untuk dapat menang.

Tetapi bukan itu yang dicemaskan Jiyong. Jiyong hanya memikirkan Dara. Hanya gadis itu saja yang terpikirkan olehnya ketika Jaejong memberikan laporannya. Ia begitu ketakutan kehilangan perinya. Tetapi semua itu telah berlalu. Sekarang gadis itu telah berada dalam pelukannya.

Dara merasakan pelukan Jiyong semakin erat. Gadis itu semakin menenggelamkan diri dalam perlindungan Jiyong.

Hari telah sore ketika mereka tiba di Istana Gungnae.

Jiyong turun dari kudanya kemudian menurunkan Dara.

Seorang berbaju hitam tiba-tiba muncul di depan Dara. Sebelum ia sempat berkata apa-apa, Dara telah memeluknya.

Chaerin memeluk Dara dan berkata, “Maafkan kami, Putri. Kami tidak dapat melakukan tugas dengan baik.”

Jiyong memanggil seorang prajurit untuk mengembalikan kudanya ke kandang kuda.

“Saya akan membawa mereka ke tempat saya dan memeriksa mereka,” kata Youngbae.

“Lakukanlah,” Jiyong memberi ijin.

Youngbae membawa para penjahat itu ke bangunan di samping Istana tempat para prajurit berkumpul.

“Kami merasa sangat bersalah, Putri,” kata Chaerin.

“Engkau telah melakukan tugasmu dengan baik, Chaerin,” Jiyong memegang pundak Dara.

Dara melepaskan Chaerin dan berbalik memeluk Jiyong.

“Sekarang lebih baik engkau pergi ke kamar Dara dan katakan pada Gummy kami sudah datang.”

Chaerin melihat Dara.

Dara mengatakan sesuatu pada Chaerin. Kemudian wanita itu meloncat ke pohon dan terus melompat ke jendela kamar Dara.

Para prajurit yang ada di sekitar tempat itu terpana melihat kecepatan dan kelincahan Chaerin yang dengan melompat-lompat dari jendela ke pohon, telah mencapai jendela kamar Dara dalam waktu singkat.

“Kuantar kau ke kamarmu,” Jiyong mengangkat Dara.

Dara tidak berkata apa-apa. Gadis itu hanya memeluk leher Jiyong.

Jiyong terus membopong Dara hingga tiba di kamar gadis itu.

Di kamar, Gummy dan Minzy telah menanti dengan cemas. Kedua daun pintu kamar terbuka lebar dan Minzy menanti di ambang pintu sambil terus berharap melihat kedatangan Dara.

Ketika Jiyong muncul di lorong, Minzy sangat senang. “Mereka datang, Gummy!” serunya.

Jiyong melewati Minzy juga Gummy dan terus menuju tempat tidur. Jiyong membaringkan Dara dengan hati-hati.

“Gantilah baju Dara. Sepertinya ia kedinginan dan kelelahan.”

“Baik, Paduka.”

“Aku akan pergi melihat keadaan.”

Jiyong meninggalkan kamar Dara dan menuju ke markas pasukan pengawal Istana di samping bangunan Istana.

“Bagaimana, Youngbae?” tanya Jiyong.

“Kami masih menanyai mereka, Paduka,” Youngbae melaporkan, “Kami baru selesai mengobati luka mereka. Seperti yang orang-orang katakan, Hwarang memang menakutkan, Paduka. Hanya seorang yang tidak luka. Ia adalah orang yang tadi berusaha mendekati Ratu. Yang lain terluka parah. Untung luka mereka terletak pada lengan, kalau tidak mereka tidak akan selamat.”

Youngbae mengambil sebuah bungkusan dan memberikannya pada Jiyong.

Jiyong mengamati pisau-pisau kecil yang berlumuran darah itu.

“Itu adalah pisau yang kami ambil dari lengan mereka. Pisau itu menancap cukup dalam di lengan mereka. Hwarang memang kuat. Mereka hanya melemparkan pisau itu tetapi pisau itu menancap sangat dalam seperti ditusukkan kuat-kuat.”

“Kau akan lebih mengagumi mereka bila tahu yang tadi melakukannya adalah para wanita, Youngbae.”

Youngbae terkejut. “Maksud Anda, Paduka?”

“Aku tidak yakin mereka semua adalah wanita tetapi pemimpin Hwarang yang mengawal Dara seorang wanita. Mungkin semua Hwarang yang berada di sini adalah wanita.”

“Baru kali ini saya mendengar ada prajurit wanita apalagi pasukan rahasia.”

“Aku juga baru mendengarnya, Youngbae. Sepertinya Kerajaan Silla adalah satu-satunya kerajaan yang memiliki pasukan wanita,” kata Jiyong. “Teruskan pemeriksaanmu, Youngbae. Aku menanti laporannya.”

“Baik, Paduka.”

Jiyong meninggalkan tempat itu. Ia kembali ke kamarnya untuk membersihkan diri dan berganti baju. Kemudian ia ke Ruang Kerja membereskan meja kerjanya.

Jiyong membereskan meja kerja. Berkas-berkas penting disimpannya dalam laci dan menguncinya. Jiyong menutup Ruang Kerja kemudian menuju kamar Dara.

Gummy baru saja menutup pintu ketika Jiyong muncul.

“Bagaimana keadaan Dara?”

“Paduka Ratu baik-baik saja. Tetapi ia tidak mau makan walau hanya sedikit. Saya baru saja menyuruhnya beristirahat tetapi saya rasa Paduka Ratu tidak mau. Ia terus meringkuk ketakutan.”

“Bawa kembali makanan untuk Dara. Aku akan membujuknya.”

“Baik, Paduka,” kata Gummy senang, “Saya juga akan membawakan makanan untuk Anda. Saya yakin Anda belum makan.”

Jiyong memasuki kamar Dara. Ia melihat tubuh mungil meringkuk ketakutan di sudut tempat tidurnya dan bersandar di dinding. Jiyong mengerti apa yang dirasakan Dara.

Selama ini hidup gadis itu selalu tenteram dan damai. Tidak ada bahaya yang dapat mengancamnya apalagi menyentuhnya. Sekarang tiba-tiba saja ia ditawan sekelompok penjahat. Hal itu mengguncangkan ketenangan hatinya. Gadis yang selalu tenang itu seperti kehilangan topeng dinginnya dan menunjukkan wajahnya yang penuh ketakutan.

Jiyong mendekati Dara.

to be continued….

<<back  next>>

Perhatian-perhatian~~

kalau koment pake ID yang jelas yah…kl g pke ID minta diapprove trus komenya..

biar memudahkan juga misal ada FF yg dpassword.

btw envy bgt sama ratu Dara.. raja Jiyong bener2 bkin melting!!

Chaerinnya kereeennn… kekekekeke…

68 thoughts on “Princess’s Mask… [Chapter 10]

  1. Aduuuhhh gakuattt sm segala macam moment mereka yang ada di chapter ini:’) chaerin cool bangeeet>< jadi ngebayangin kalo chaerin yang se org hwarang dipasangkan sm seungri xD

Leave a comment