Dear Love [Chapter. 18]

Dear-love
 Dear love

By: Princess WG

Hello ~~~~ Ini jeni.. pengen nge-share cerita yang mungkin baru mungkin loh yaah.. hehe mungkin para readers udah pernah baca.. Karena suka sama cerita ini jadi Jeni ngubah cast (hanya cast, keaslian cerita tidak diubah) cast aslinya ke cast daragon.. Sebenernya udah ngubek-ngubek buat cari si Princess WG ini tapi ga ketemu sama akun resminya dia. Jadi buat princess WG kalo misalnya ngeliat cerita / ff  ini, saya Jeni minta izin yah buat ngerepost ceritanya dan ngubah castnya.. Terima kasih.. Cerita ini sepenuhnya milik Princess WG bukan punya Jeni loh yah.. Thanks! *bow

Cast : Sandara Park
Kwon Jiyong
Lee Donghae
Jessica Jung
Kim Jaejoong
and Find out for yourself ^.^
 

”Seharusnya kamu sudah sadar sejak pertama kali kamu menyakitiku. Aku tidak mengerti apa maumu sebenarnya, dulu kamu bilang aku harus melupakanmu, lalu setelah aku berhasil melupakanmu kamu malah memaksaku agar tidak membencimu. Aku tidak tahu sampai kapan aku bisa memaafkanmu! Jadi aku mohon Jiyong, pergilah dari kehidupanku. Jangan kamu ganggu aku dan Donghae lagi, biarkan aku hidup lepas dari bayang-bayangmu. Tolong jangan rusak kebahagiaanku.”

”Begitu ya?” Jiyong mengangguk kecil, kemudian perlahan-lahan melepaskan pegangan tangannya dari Dara,

“Aku hanya mau kamu tahu satu hal. Aku tidak pernah ingin menyakitimu sedikitpun. Mungkin sudah terlambat bagiku untuk mengatakannya, tapi aku memang mencintaimu. Mudah bagimu untuk melupakanku, tapi aku tidak bisa melupakanmu meskipun kamu beri aku waktu selama 5 tahun atau lebih! Aku tidak akan bisa! Aku menyesal atas semua perbuatanku dulu. Aku tidak menyalahkanmu kalau kamu memang sangat membenciku, aku memang bodoh telah melepaskanmu begitu saja. Kupikir itu semua demi kebaikanmu, tapi ternyata semuanya hanya akan membuatmu salah paham dan terus membenciku. Sampai kapan pun kamu tidak akan percaya kalau aku sungguh mencintaimu, semua yang kulakukan, semua yang kukatakan untuk menyakitimu waktu itu, kulakukan karena terpaksa!”

Dara tercengang diam,

“Kamu… Kamu bilang apa?” Ia kaget mendengar semuanya.

“Aku tahu semua yang terjadi di antara kita tidak bisa dirubah lagi, tapi kalau saja aku bisa memutar balik waktu…. aku tidak akan sekalipun menyakiti hatimu, aku tidak akan melepaskanmu hanya karena aku merasa tidak pantas mendampingimu. Tapi waktu itu aku tidak bisa berpikir panjang, aku malah melepaskanmu begitu saja dan sekarang semuanya sudah terlambat. Aku juga menyesal kenapa kita harus bertemu lagi. Bukan hanya kamu yang menderita, Dara, aku bahkan lebih menderita tapi aku selalu menyimpannya dalam hati dan sampai kapanpun juga aku tidak akan pernah bisa pulih sepertimu! Tapi aku janji tidak akan merusak kebahagiaanmu dengan Donghae. Aku juga tidak akan mengganggumu lagi kalau memang itu maumu. Kalau kamu meminta aku pergi…….. aku akan pergi.” Jiyong menatapnya untuk yang terakhir kali, kemudian melangkah pergi, meninggalkan Dara seorang diri berdiri di sana.

Tinggal Dara di sana, berusaha membunuh semua keraguan yang kini mulai merasuki hatinya. Semakin ia mencoba untuk tidak percaya, semakin ia tenggelam dalam keraguan itu.

***

Dalam ruang kerja yang gelap itu Dara menekan nomor telepon rumahnya di Inggris, jantungnya berdegup kencang saat mendengar suara Papa,

“Papa…maaf meneleponmu malam-malam begini.”

Di ujung sana Papa tertawa,

“Tidak apa-apa, sayang. Ada apa sebenarnya, sampai interlokal begini? Kamu kedengarannya sedang ada masalah.”

“Ada yang ingin kutanyakan pada Papa.”

”Ya? Tanyakan saja.”

”Lima tahun yang lalu…. Papa pernah memberi cek kosong pada Jiyong. Apa Papa masih ingat?”

Papa terdiam. Ada jeda panjang di antara mereka.

“Papa…. tolong jawab aku yang jujur. Cek kosong itu apa pernah dicairkan oleh Jiyong?”

“Kenapa tiba-tiba kamu menanyakan hal ini?”

”Tolong, Papa. Jawab aku.” Papa diam lagi. Yang ada hanya suara nafasnya.

“Dara, sebelum Papa mengatakan yang sejujurnya padamu. Papa mau kamu mengerti satu hal, apa yang Papa lakukan ini semuanya demi kebaikanmu. Papa takut pemuda itu akan merenggut semua kebahagiaanmu, jadi Papa…”

”Pa, tolong jawab saja pertanyaanku itu.”

“Dara……”

Jantung Dara rasanya mau copot, ia seolah-olah mati rasa. Dicengkramnya gagang telepon itu kuat-kuat, air matanya siap menetes,

“Cek itu….cek itu ternyata tidak dicairkan Jiyong, bukan? Ternyata dia tidak pernah memakainya… Benarkah?”

“Dara… Papa… Papa sungguh tidak bermaksud membohongimu, waktu itu Papa benar-benar mengira dia sudah memakai cek itu. Maafkan Papa, Dara, Papa tidak memberitahumu karena Papa tidak mau kamu terjerumus lebih dalam lagi dengan pemuda itu, selain itu Papa kira antara kamu dan pemuda itu semuanya sudah berakhir, jadi tidak ada yang perlu diungkit-ungkit lagi. Apa kamu sadar, Papa terpaksa melakukan ini semua demi masa depanmu? Lihatlah dirimu sekarang…. kamu sudah punya segalanya, tidak kekurangan apapun juga, bukankah itu lebih baik ketimbang hidup luntang-lantung dengan pemuda itu?”

Jadi benar Jiyong tidak mencairkan cek itu…. Pegangannya pada gagang telepon itu terlepas begitu saja, sekujur tubuhnya membeku kebingungan.

Dara sudah mencoba untuk tidak menangis, tapi air mata itu terus menetes tanpa ia sadari. Ia tidak perlu mempertanyakan hal-hal yang lainnya lagi, hanya perlu tahu satu kebenaran itu saja sudah cukup untuk mengetuk hatinya, menamparnya keras-keras hingga ia sadar apa yang sebenarnya terjadi lima tahun yang lalu.

Ia lalu meringkuk di bawah seorang diri. Menahan penyesalan yang sangat amat dalam. Menyesal kenapa ia tidak mau menghiraukan kata-kata Jessica dan Youngbae waktu itu, menyesal mengapa ia tidak pernah mau mempercayai ucapan Jiyong, tapi lebih menyesal lagi karena ia tidak pernah mau mendengar kata hatinya sendiri.

Bukankah sekarang semuanya sudah terlambat?

Kini Dara tidak tahu harus bersikap bagaimana terhadap semuanya. Ia sudah terlambat menyadari kebenaran yang selama ini tersimpan rapat darinya. Ia tidak menyalahkan Papa sama sekali, ia bisa memaklumi semuanya. Tapi Donghae? Bagaimana Dara harus menghadapi Donghae setelah ia tahu semuanya? Apa benar yang diucapkan Jiyong tadi, kalau Donghae sengaja mengatur perkelahian itu agar dirinya semakin membenci Jiyong?

Perasaan Dara kini terombang-ambing tak menentu, ia benar-benar kehilangan arah. Butuh waktu lima tahun baginya untuk menyusun kembali kepingan-kepingan hatinya yang hancur karena Jiyong, dan butuh waktu lima tahun baginya untuk melupakan sosok pemuda itu. Tapi rentang waktu yang begitu lama itu pupus semuanya hanya dalam waktu satu malam. Dan dalam waktu satu malam itu ia kembali hancur oleh perasaannya sendiri, oleh kenyataan bahwa sesungguhnya Jiyong masih ada di dalam hatinya.

Sesungguhnya ia tidak bisa melupakan pemuda itu. Dan sesungguhnya selama ini ia hanya berpura-pura kuat, pada kenyataannya ia masih sangat rapuh.

Ia tidak pernah bisa melupakan Jiyong. Ini semua tidak perlu terjadi kalau saja ia mau mendengar semua penjelasan teman-temannya. Kalau saja ia mau menunggu lebih lama sedikit di taman itu sebelum keberangkatannya ke Inggris.

Sekarang semua yang sudah susah payah dibangunnya selama ini hancur berantakan. Perasaannya pada Donghae lenyap tak berbekas. Ia bahkan tidak sanggup membayangkan dirinya sudah bertunangan dengan pria itu. Bagaimana ia nanti akan menikah dengan orang yang tidak ia cintai?

Aku tidak boleh mengkhianati Donghae……… tapi bagaimana aku bisa mengingkari perasaanku yang sesungguhnya pada Jiyong?

***

Keesokkan harinya…..

Donghae bisa mencium gelagat tidak baik dari tingkah laku Dara yang serba aneh pagi ini. Walaupun mereka sarapan pagi bersama-sama di ruang tamu Dara, tapi Dara hanya diam saja dan tidak menatapnya sejak tadi. Gadis itu hanya sibuk memainkan sarapannya dengan garpu, sedikitpun ia tidak menyentuh makanan itu.

“Kemarin aku bertemu dengan keluargaku. Coba tebak apa hasil percakapan kami semalam? Ayah dan Ibuku minta pernikahan kita dimajukan saja, mungkin 2 minggu lagi, jadi tidak perlu menunggu kita balik ke London lagi. Ibuku bersikeras mau menyiapkan segalanya sendiri, katanya pernikahan itu dilangsungkan di sini saja, di gereja tempat orang tuaku menikah dulu. Kamu tidak keberatan kan? Maaf ya… semuanya jadi tiba-tiba begini. Aku juga sebenarnya tidak mau terburu-buru, tapi mereka terus mendesak.”

Orang yang diajak bicara malah diam.

“Ada apa? Wajahmu kelihatan murung sekali.” tanya Donghae padanya. Dara meletakkan garpunya di atas piring, ia termenung sebentar. Kedua tangannya disembunyikan di balik meja, tangan sebelah kanannya memainkan cincin yang melingkar di jari manis kirinya dengan penuh perasaan cemas. Ia mengigit bibirnya.

Aku harus jujur pada Donghae, aku tidak mau ia terluka di saat terakhir.

Dara ragu lagi, tapi kalau aku menceritakan yang sejujurnya pada Donghae sekarang, bukankah sama saja? Ia tetap bakal terluka..

“Dara, aku mohon…. ada apa sebenarnya? Apa ada yang ingin kamu katakan padaku?” Donghae menatapnya semakin tajam.

“Donghae, aku tidak bisa menikah denganmu.” Donghae terhenyak kaget, roman mukanya langsung berubah drastis begitu mendenga kalimat tadi.

“Aku tidak bermaksud melukaimu… aku tahu ini kejam sekali dan kamu pasti tidak bisa menerimanya, tapi aku tidak boleh terus menipu diriku sendiri, terlebih-lebih menipu dirimu. Aku tidak sanggup menikah denganmu, Donghae..”

“Tapi kenapa ?!”

“Aku tidak pantas menikah denganmu…. selama ini kamu terlalu baik, percayalah Kamu akan menyesal bila menikah dengan..”

”Itukah alasanmu yang sebenarnya? Atau kamu punya alasan yang lainnya lagi ?!” bentak Donghae tiba-tiba.

Dara mengangkat wajahnya, menatap Donghae dengan perasaan bersalah campur kaget. Baru kali ini ia mendengar Donghae membentak dirinya.

“Jawab aku, Dara! Aku tidak bisa terima kalau memang cuma itu alasanmu! Sama sekali tidak masuk akal! Setelah bertunangan selama dua bulan kenapa baru sekarang Kamu membatalkan pernikahan kita, hah?!”

“Aku…” Dara berusaha mencari akal bagaimana sebaiknya ia harus menjelaskan semuanya pada Donghae,

“Itu karena selama 2 bulan ini aku tidak tahu apa-apa tentang rahasia itu, aku tidak tahu apa-apa tentang kejadian yang sebenarnya antara aku dan Jiyong lima tahun yang lalu…”

”Apa Kamu bilang?” Donghae membanting peralatan makannya ke atas meja. Ia beranjak cepat dari meja makan itu dan menarik Dara. Wajahnya memerah karena menahan marah,

“Apa kamu bilang tadi?! Jiyong katamu?!” Dara benar-benar kaget, ia melepaskan tangannya dari Donghae,

“Aku harus jujur padamu. Antara aku dan Jiyong memang terjadi sesuatu yang tidak menyenangkan lima tahun yang lalu, tapi ternyata semua itu hanya kesalahpahaman yang sengaja ditutup-tutupi dariku. Aku baru tahu semuanya tadi malam, dan aku menyesal padamu… karena saat itu aku sadar aku masih menyimpan perasaan padanya.”

”Jangan Kamu lanjutkan lagi, Dara.” Donghae membuang muka,

“Hentikan semua ucapanmu itu, aku tidak mau dengar lagi.”

”Donghae, Kamu bebas memarahiku karena aku memang salah. Tapi bukankah lebih baik aku menceritakan semuanya padamu sebelum kita menikah dan semuanya menjadi tidak karuan?”

Tapi Donghae diam, wajahnya mengeras dan matanya menyorotkan kebencian yang mendalam.

“Donghae, aku mohon bicaralah padaku. Katakan sesuatu. Apa saja.” Dara menatapnya pilu.

Aku telah menyakiti hatinya… tapi aku harus bagaimana lagi?

“Kenapa, Dara? Kenapa Kamu bersedia mengorbankan semua kebahagiaan yang bisa kuberikan padamu demi orang itu? Kenapa Kamu rela melepaskan semuanya hanya untuk menyelamatkan hubunganmu dengannya?!! Apa Kamu tidak bisa berpikir dengan akal sehatmu, apa yang bisa Kamu dapatkan dari pria itu, hah?! Dia tidak punya apa-apa untuk membuatmu bahagia, dia tidak memiliki semua yang aku miliki! Bersama dengannya hanya akan membuat hidupmu hancur berantakan!”

Dara memejam matanya, sedih.

“Pikir itu baik-baik, Dara! Apa Kamu mau mengorbankan segalanya demi dia?!”

”Tapi aku mencintainya, Donghae.” jawab Dara tak berdaya,

“Semua yang Kamu ucapkan itu benar. Aku tidak memiliki jaminan dia bisa membuatku bahagia seperti yang bisa kamu lakukan padaku. Dia juga tidak memiliki semua yang kamu miliki. Tapi aku tidak mengkhawatirkan apa-apa karena aku mencintainya. Aku tidak bisa membuang perasaan ini jauh-jauh hanya karena aku takut melihat masa depanku dengannya. Aku punya harapan meskipun itu cuma sedikit, tapi aku tidak peduli.”

”Cinta katamu? Berpikirlah secara logika, Dara! Kamu tidak bisa hidup hanya dengan modal cinta! Aku bisa memberimu cinta sebanyak yang kamu mau, bahkan lebih!”

Cinta itu buta, ia akan menutup semua pikiranmu hingga Kamu tidak bisa berpikir panjang lagi tentang realita. Aku tidak mau munafik, aku tahu betul dengan Jiyong aku tidak punya masa depan yang cerah dibandingkan aku bersamamu. Tapi bagaimana mungkin aku hidup dengan orang yang sama sekali tidak aku cintai? Bukankah itu hanya akan menyiksaku dan malah membuatku tidak bahagia? Tidak bahagia sama saja membunuh diri kita sendiri…  sedikit demi sedikit…. hingga apa yang bisa kita lakukan selanjutnya hanyalah menyesali diri. Aku pernah sekali tidak percaya dengan apa kata hatiku, dan aku mengingkarinya hingga aku sangat menyesal sekarang. Sekarang aku tidak mau lagi berbuat hal yang sama, aku tidak mau lagi menyesal. Kali ini aku ingin mempercayai kata hatiku.

Melihat Dara tidak bisa menjawab, Donghae hanya menatapnya dengan dingin. Suaranya terdengar penuh ancaman,

“Aku akan menunjukkan padamu seberapa besar cinta yang bisa kuberikan. Kamu pasti akan menikah denganku. Percayalah.”

Ia mengeluarkan handphone-nya dari saku, menekan nomor seseorang dan berbicara sangat singkat,

“Kamu masih ingat orang yang kemarin kutunjukkan padamu? Kumpulkan orang-orangmu dan terserah mau kamu apakan dia.”

Dara tercengang tak mengerti,

“A.. apa maksudmu?” Donghae mematikan HP-nya, diam.

“Kamu… Kamu menyuruh orang-orangmu menghabisi Jiyong?!”

”Aku tidak pernah rela kalau ada orang yang sampai berani merebut sesuatu yang berharga dariku.”

”Jadi benar kata Jiyong, perkelahian kemarin kamu yang mengatur semuanya!! Kamu sengaja menyuruhku datang supaya aku melihat semuanya! Kamu… kenapa Kamu bisa berbuat seperti itu! Kamu kejam sekali!”

”Semua orang bisa berubah, Dara. Semua orang bisa berubah kalau ia takut kehilangan sesuatu. Itu naluri dasar seorang manusia.”

———————————–

Jiyong berjalan kaki menuju tempat kerjanya sendirian. Ia sama sekali tidak menduga sudah ada segerombolan preman yang menguntitnya sejak tadi. Saat Jiyong berbelok ke jalanan yang sepi, mereka tiba-tiba menyerbu ke arahnya dan menghajarnya ramai-ramai. Jiyong kaget bukan main. Semua itu hanya terjadi beberapa menit setelah mereka mendapat perintah dari Donghae.

Jiyong berusaha melawan tapi jumlah mereka terlalu banyak. Meskipun ia berhasil memberi perlawanan yang sengit pada mereka, tapi tetap saja mereka berhasil menjatuhkannya.

————————————————————–

“Aku tidak bisa memastikan apa yang diperbuat orang-orang itu pada Jiyong. Tapi Kamu tahu kan, orang-orang seperti itu sangat haus uang, mereka akan berbuat semau mereka kalau aku sudah mengiming-imingkan uang. Kalau Jiyong sampai mati, Kamu tidak perlu lagi repot-repot memberikan cintamu pada orang lain.”

Dara bergidik ngeri mendengar kata-kata penuh ancaman itu. Dipandanginya Donghae dengan ketakutan, tunangannya itu sudah berubah menjadi sosok yang mengerikan tanpa ia sadari! Ada sesuatu yang mengerikan di balik sifatnya yang begitu tenang dan kalem.

“Kamu tega, Dara? Kalau kamu tidak mau mengucapkan sepatah kata yang enak kudengar, aku tidak bisa berbuat apa-apa kalau sampai mereka ingin menghabisi nyawa orang yang kamu kasihi itu.”

”Kamu menjijikkan sekali!!“ Jerit Dara tidak tahan lagi,

“Kenapa kamu tega berbuat seperti ini padaku!!!”

”AKU LAKUKAN INI SEMUA KARENA AKU TIDAK MAU KEHILANGANMU!! SEKARANG KAMU SUDAH TAHU SEBERAPA BESAR CINTAKU UNTUKMU, DARA?! KAMU SUDAH TAHU SEKARANG ?!!”

Dara menutup kupingnya kuat-kuat, ia ingin menjerit sekencang-kencangnya seakan-akan ini hanya mimpi buruk yang akan segera berakhir. Berbagai kilatan bayangan yang mengerikan berkelebat di depan matanya, menghantuinya dengan bayangan Jiyong yang sedang sekarat dihabisi orang-orang suruhan Donghae. Seolah-olah Dara bisa mendengar jeritan kesakitannya, melihat darah yang merembes dari sekujur tubuhnya, merasakan nafasnya yang terputus-putus dan tubuhnya yang menjadi sasaran empuk kebengisan mereka. Dara tidak tahan lagi. Jiwanya ikut meradang membayangkan semua itu.

“Katakan kamu akan menikah denganku, Dara! Atau aku akan berbuat lebih kejam lagi padanya! Aku tidak takut dengan apapun di dunia ini. Kamu tahu sendiri kan, aku bisa berbuat apa pun semudah aku membalikkan telapak tangan. Kalau sampai ia matipun aku tidak takut, aku hanya takut kehilanganmu!” Desak Donghae sambil mencengkram tangan Dara dengan kasar, ia hampir membuatnya kesakitan,

“KATAKAN PADAKU KAMU AKAN MENIKAH DENGANKU!!”

TBC ^.^v

Chapter : 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18

Sebelumnya Jeni mau minta maaf, mungkin updatenya lama, Jeni punya kesibukan lain jadi buat OL di kompi itu juga susah, harap maklum yah, maaf & makasih sebelumnya.. berikan komentar yg layak memang untuk dikomentarkan 🙂

dear love

49 thoughts on “Dear Love [Chapter. 18]

  1. aigoo kependekan author critanya . mudah2an dara yg ngampirin jiyong . kalo dara terima tawaran donghae bakalan nikah mereka ber2 . itu gak bisa dibiarin . hehe lanjut trus thor 🙂 critany the best 😀

  2. Hi,,q reader baru di sini,maaf d chapter2 sbelumnya gk ksih komen..tapi mnurutku critanya bagus deh,,Makin rumit aja nih cerita tapi bagus kok,,dara kok baru sadar di saat sperti ini si?

Leave a comment