MEA CULPA [Chap. 14]

Author : Aitsil96

–Flashback–

Wae?”

Langkah Ji Yong bergerak brutal. Sama sekali tak mempedulikan tanya singkat yang ditujukan padanya saat menginjakkan kakinya di tempat ini. Ia segera mendekati lawan bicaranya yang kini nyata berada di hadapannya. Ji Yong mengikis habis jarak di antara mereka dengan manik kelam yang memicing tajam. Rahangnya terkatup rapat dengan gigi yang bergemeletuk menahan amarah membuncah yang hampir naik ke ubun-ubun. Tangan pria itu dengan kasar meraih kerah baju Seung Hyun, menarik paksa pria yang lebih jangkung itu.

Mata Seung Hyun membelalak. “Apa-apaan kau?!”

“Aku yang seharusnya bertanya. Apa yang sebenarnya kau lakukan padaku, Hyung?!”

Seung Hyun memberontak hingga beberapa saat kemudian berhasil melepaskan diri dari cengkeraman Ji Yong. Pria bersuara rendah itu terbatuk hebat lalu membenarkan bajunya yang hampir terkoyak habis jika saja ia tak bergerak sigap untuk melawan. Seung Hyun menatap Ji Yong yang kini tengah berteriak frustasi seraya membubuhkan beberapa pukulan keras pada tembok. Pria itu terlihat kacau. Sangat amat kacau.

Wae geurae?” tanya Seung Hyun setelah melihat Ji Yong mulai reda dari amarahnya.

“Kau telah mengetahui segalanya, bukan?”

Dahi Seung Hyun mengernyit bingung. “Apa?”

“Sandara… dan juga Hye Mi.”

“Aku tahu.”

Sebuah jawaban tanpa nada keraguan itu kembali membuat Ji Yong terpaku. Tepat seperti dugaannya. Sejak awal Seung Hyun memang tahu segalanya. Astaga, bahkan pria itu kini dengan santai lebih memilih mendudukkan dirinya di sofa lalu menyalakan pemantik demi menghisap rokoknya. Benar-benar tak waras!

“Lalu mengapa kau tak memberitahuku?!”

“Untuk apa?” Seung Hyun menghisap dalam rokoknya dan menghembuskannya perlahan lewat hidung. “Untuk apa kau tahu tentang kebenarannya? Siapa memangnya gadis itu bagimu?”

Deg!

Manik kelam milik Ji Yong bergerak sembarang arah. Ya. Pertanyaan itu bahkan telah merasuki pikirannya semenjak Sandara datang dan mengacaukan hidupnya. Untuk apa? Untuk apa memangnya ia tahu tentang Sandara? Seakan menjadi jawaban bagi pertanyaan Seung Hyun, gadis itu memang bukan siapa-siapanya, bukan?

“Kau sendiri bahkan tak bisa menjawabnya.” Seung Hyun menyeringai dan mendecak pelan. “Geurae. Karena kau telah susah payah meluangkan waktumu kemari, bagaimana jika aku menceritakan sedikit pertemuanku dengan Sandara?”

Ji Yong mendengus, menatap Seung Hyun dengan kesal namun dengan menjijikkannnya pria yang ditatap itu hanya mengedikkan bahunya tak acuh. Dengan isyarat tangan Seung Hyun meminta Ji Yong mendekat, menenangkan dirinya dengan meneguk air putih yang telah tersaji di hadapan.

“Hye Mi adalah penyewaku sebelumnya.” Seung Hyun memulai ceritanya. “Karena hampir setiap malam aku menginap di rumahnya, maka pada pagi harinya aku bertemu dengan Sandara. Aku tak mengenalnya, bahkan saat aku mengulurkan tangan untuk berkenalan dengannya, ia hanya menatapku tajam dan tak bergeming. Satu hal yang aku tahu tentangnya adalah fakta bahwa ia adalah putri Hye Mi dan tatapan tajam miliknya yang selalu diarahkan padaku.”

Seung Hyun kembali menghisap rokoknya, memberi isyarat untuk menawari Ji Yong, namun pria di sebelahnya itu lebih tertarik agar ia segera menuntaskan ceritanya. “Hingga sekarang aku masih mengingat tatapan kebencian itu. Gadis itu pendiam, namun aku tahu ia keras kepala. Hye Mi selalu berusaha untuk peduli padanya, namun ia selalu membangkang dan menolak mentah-mentah seluruh kebaikannya.”

Ada jeda yang cukup lama sebelum Seung Hyun melanjutkan, “Walaupun aku sempat menganggapnya naif, namun bagaimanapun juga aku bisa mengerti jika Sandara berbuat demikian. Lagipula siapa yang tak akan membenci ibu kandungnya jika ia berbuat hal tak senonoh di hadapan putri kandungnya sendiri, bukan?” Seung Hyun menyeringai. “Yang aku tahu adalah fakta bahwa Sandara amat membenci ibunya, juga pria seperti aku… dan kau juga tentunya.”

Penjelasan panjang lebar dari Seung Hyun diresapi Ji Yong lambat-lambat. Pria itu tertunduk lemah dengan hati yang berdenyut nyeri. Kalimat terakhir yang diucapkan Seung Hyun mampu mengoyak batinnya dalam sekejap. Ya. Gadis itu pasti membencinya. Sangat. Terlebih dengan fakta yang telah Sandara ketahui bahwa Ji Yong merupakan salah satu dari daftar pria sewaan ibunya.

“Aku sama sekali tak berniat untuk mengelabuimu, namun aku tak menyangka jika kau akan begitu peduli terhadapnya. Ku kira hubunganmu dan Sandara tak begitu penting bahkan jika harus dikaitkan dengan Hye Mi. Walaupun kita bergelut dalam bisnis menjijikkan ini, namun bukankah seharusnya ada penyekat yang jelas antara profesionalitas pekerjaan dan urusan pribadi?”

Ya. Seharusnya ada, namun untuk kali ini Ji Yong tak mampu lagi melihat dengan jelas sekat pembatas itu. Ia terlalu dibutakan dengan perasaannya. Sialan! Sejak kapan ia berubah menjadi payah dan lemah seperti ini?

“Lagipula bukankah sudah ku katakan agar kau tak usah bergaul terlalu jauh dengannya?” Seung Hyun mengulas senyum. “Harus ku akui ia memang memiliki pesona yang luar biasa untuk menjerat para pria dalam sekejap. Sama seperti ibunya, bukan?”

Bagai menyiram air panas tepat di hadapan wajah rupawannya, ucapan Seung Hyun mampu membuat tensi darah Ji Yong naik hampir ke ubun-ubun. Bukankah mulut pria itu terlalu murahan?

“Hati-hati dengan ucapan kotormu itu, Hyung!”

“Santai, kawan. Kau tahu aku memang selalu asal dalam berucap.” Sadar akan desisan Ji Yong disertai raut tak bersahabatnya, Seung Hyun tahu jika ia telah memancing Ji Yong terlalu jauh. Berniat menggodanya, namun tanpa diduga Ji Yong malah menanggapinya dengan serius. Ia segera menepuk pundak Ji Yong dan menampilkan senyum menjijikkannya. “Jadi ceritakan padaku, kenapa kau harus peduli pada Sandara?”

Ji Yong memalingkan wajahnya seraya mendengus. “Entahlah. Aku… juga tak mengerti.”

“Mungkinkah… kau terjebak dengan perasaan yang tak bisa kau mengerti?” Seung Hyun mendecak seraya memutarkan maniknya malas. “Klasik.”

Keheningan canggung menyelimuti setelahnya. Seung Hyun yang lebih menyibukkan diri dengan batang rokoknya hingga habis, sementara Ji Yong sibuk bergelut dengan pikiran tak menentunya. Ucapan Seung Hyun benar-benar membakar amarahnya, namun Ji Yong juga sadar bahwa perkataan itu ada benarnya hingga ia bahkan hanya terdiam dan tak bisa membalasnya. Ji Yong tengah menekan buncahan emosinya hingga ke dasar. Terpancing emosi hanya akan memperkeruh suasana.

“Ji Yong-ah?”

Panggilan itu cukup membuat Ji Yong terlonjak kaget lalu menoleh.

“Jangan libatkan perasaan pribadimu dalam kontrak.”

Ji Yong menatap datar Seung Hyun lalu menunduk dalam seraya menghela napas beratnya. “Aku tidak bisa.”

Mwo?”

“Kali ini aku tidak bisa, Hyung.”

Ji Yong tak bisa berkata-kata lebih jauh dan beranjak dari duduknya. Ia memilih pergi, entah tujuannya kemana yang jelas ia hanya ingin menenangkan diri. Mendengarkan penjelasan dari Seung Hyun hanya membuat otaknya tambah pening dan tak terkendali. Sementara pria bersuara berat sang pemilik apartemen hanya menyeringai. Ini kali pertama Seung Hyun melihat Ji Yong kacau akibat wanita dalam seumur hidupnya.

Seung Hyun membiarkan Ji Yong pergi, menatap punggung pria yang telah dianggapnya sebagai saudara itu menjauh lalu hilang di balik pintu apartemennya yang tertutup rapat dengan suara berdebum keras. Beberapa saat kemudian, Seung Hyun meraih ponsel pintarnya. Jemari pria itu mengetuk-ngetuk di sana, merangkai sebuah kalimat yang pantas dikirimkan sebagai pesan pada orang yang dituju.

‘Mari bicara baik-baik dan batalkan kontrak dengan Ji Yong. Aku sanggup membayar dua kali lipat sesuai kontrak sebagai gantinya.’

–End of Flashback-

*****

“Sandara. Kau mengenalnya?”

Lidah Ji Yong tiba-tiba kelu. Bagaimana Hye Mi bisa tahu?

Hye Mi menarik tangannya dari Ji Yong dan meraih wine yang berada di hadapannya dengan gerakan lambat. “Seung Hyun mengirim pesan padaku untuk membatalkan kontrak. Ia tak ingin menjelaskan lebih jauh tentang alasannya, namun ia mengatakan bahwa sebaiknya aku bertanya padamu. Pandangan itu… entah mengapa aku merasakan bahwa Sandara telah jauh mengenalmu sebelumnya.”

“Pandangan apa… yang kau maksud?”

“Tatapan Sandara saat melihatmu di sini bersamaku. Aku ibunya. Aku tahu bahwa sebelumnya ia tak pernah menatap kaget seperti itu pada pria lain yang pernah datang kemari, termasuk Seung Hyun.”

“Kami pernah bertemu beberapa kali, namun aku tak terlalu mengenalnya.”

Hye Mi menoleh, menatap lurus pada Ji Yong. “Kau tertarik padanya?”

Mwo?!”

“Hubungan apa yang kau miliki dengan Dara?”

Manik Ji Yong membelalak lebar. Pertanyaan sinting macam apa yang tengah Hye Mi lontarkan padanya? “Jangan salah paham. Aku… tak punya hubungan apapun dengannya. Lagipula… bukankah Dara telah memiliki kekasih?”

Ada nada keraguan yang berbeda di akhir kalimat itu dan Hye Mi mampu menangkapnya dengan cukup jelas. Wanita paruh baya itu terdiam lalu menghela napas panjangnya. Ia meneguk habis wine yang berada dalam genggaman dan kembali menatap Ji Yong. “Dibanding harus membatalkannya, bagaimana jika kita mengatur ulang kontrak?”

Ji Yong yang tengah menahan mati-matian rasa gugupnya tiba-tiba menoleh cepat. Apa maksudnya?

“Kita tak perlu membatalkan kontrak, dan kau bisa menyimpan uangku tanpa harus mengembalikannya. Namun sebagai balasannya, kau harus mampu melaksanakan perintahku.”

Dahi Ji Yong berkerut dengan raut wajah tak terkendali. Ia makin tak mengerti dengan arah pembicaraan yang hanya membuatnya bingung itu. “Perintah?”

Hye Mi melengkungkan senyuman misterius di bibir tipisnya lalu mengangguk pelan. Tangannya terangkat dan mengisyaratkan Ji Yong untuk lebih mendekat padanya.

*****

“Dara-ya?”

“Ah, ne eommonim?”

Min Ri tersenyum setelah melihat Sandara yang juga menyambut ceria dengan senyum hangatnya. Wanita dengan raut ketenangan yang terpancar di wajahnya itu mendudukkan diri di sebelah Sandara. Kini mereka duduk berdampingan di balkon lantai dua dengan hembusan angin malam yang membelai wajah masing-masing.

“Sedang apa?”

“Menunggu ususku mencerna makan malam seraya melihat bintang-bintang.”

Min Ri hanya bisa tertawa mendengar jawaban polos itu. “Kau ini ada-ada saja, Dara-ya.”

“Makan malamnya sangat lezat, Eommonim. Aku bahkan lupa kapan terakhir kali aku makan lahap seperti tadi. Jadi aku tak mungkin cepat tidur dengan perutku yang terasa penuh ini.”

Min Ri kembali tertawa, dan kali ini tangannya terangkat untuk mengusap lembut surai kemerahan Sandara. Membuat sang gadis nyaman berada di posisinya dan memejamkan matanya untuk sesaat seraya tersenyum hangat. “Jangan berlebihan begitu, Dara-ya.”

“Sungguh, aku tak mengada-ada, Eommonim. Masakanmu benar-benar enak.”

“Bagaimana mungkin seperti itu, huh? Masakan ibumu bahkan lebih lezat dariku.”

“Ah, geurae?” Perubahan ekspresi itu tak bisa disembunyikan Sandara. Gadis yang awalnya melengkungkan senyum manis itu kini hanya bisa tersenyum canggung penuh paksaan untuk menjawab ucapan Min Ri. Mendengar wanita itu disinggung hanya membuat mood-nya kembali buruk. “Dong Hae mana?” tanya Sandara demi mengalihkan topik pembicaraan.

“Dia sedang berbelanja beberapa bahan makanan ke minimarket.”

Sandara mengangguk seraya mulai menatap langit kembali. Hening melanda cukup lama setelah Sandara maupun Min Ri terdiam, tak membuat topik baru untuk pembicaraan selanjutnya. Canggung. Itulah yang dirasakan keduanya, terutama bagi Sandara yang tengah sibuk dengan pikiran semrawut dalam benaknya.

Tak hanya Sandara, namun Min Ri juga sepertinya mulai disibukkan dengan pikirannya. Ia tahu bahwa ia mungkin telah salah bicara akibat menyinggung Hye Mi di hadapan Sandara. Wanita yang dulu akrab dengan Hye Mi itu mulai nanar menatap langitnya malam. Teringat akan masa-masa indah sebelumnya, saat-saat di mana Hye Mi belum berubah seperti sekarang. Saat-saat mereka masih menjalin pertemanan akrab dan tak seperti orang asing.

“Dara-ya?” Suara Min Ri memecah keheningan.

Ne?”

“Bagaimana kabar ibumu?”

Manik hazel itu mengerjap. Cukup bingung dan ragu untuk berkata, namun tatapan Min Ri seolah-olah menanti akan jawabannya. “Hm… ia baik-baik saja, Eommonim.”

Min Ri mengangguk lalu tersenyum. Wajah wanita itu kembali menengadah, seolah tak pernah bosan menatap benda kecil bercahaya di langit yang sebelumnya betah dipandangi Sandara dan kini mulai menular terhadapnya. “Jangan terlalu membencinya.”

“Eh?”

“Hye Mi… ia pasti memiliki sebuah alasan besar di balik perubahannya.”

Manik Sandara membelalak lebar mendengar ucapan tak diduga itu terlontar. Wajahnya makin tak terkendali, terlebih kini Min Ri tengah menatapnya dengan pandangan yang sulit diartikan. Tangan rapuh wanita paruh baya itu juga mulai terulur dan meraih punggung tangan Sandara, mengusapnya lembut dan perlahan. Mengapa… ada getaran aneh yang melanda tubuhnya kini? Dan mengapa… Min Ri harus membahas Hye Mi di saat seperti ini?

“Saat ini mungkin kau tak akan mengerti, dan ku rasa ibumu masih membutuhkan waktu yang tepat untuk menjelaskannya padamu. Namun percayalah, suatu hari nanti di mana waktu yang tepat itu tiba, hubungan kalian akan membaik lagi dan kembali seperti semula. Dan ku harap nantinya kau akan mengerti, Dara-ya.”

‘Dan jika waktu yang tepat itu benar-benar telah tiba, ku harap kau juga tak akan terlalu membenciku.’

*****

Ji Yong menepikan mobilnya di jalanan yang sepi dan diterangi cahaya temaram lampu jalan. Ia memijat sedikit tengkuknya lalu memutarkan lehernya hingga bunyi berderak terdengar. Perjalanan cukup jauh ini membuat suluruh tubuhnya pegal, terutama di bagian leher dan kepalanya yang mulai terserang pening yang melanda. Benaknya terlalu penat dengan berbagai pikiran yang berseliweran dalam benak. Tangannya merogoh saku kemejanya, mengeluarkan kertas dari sana dan melihatnya.

Alamat yang ditujunya sudah benar, bukan?

Berbekal penunjuk arah dan alamat yang diberikan oleh Hye Mi telah sesuai, maka tungkai jenjang itu tak ragu untuk keluar dari mobilnya. Langkahnya menuntun ke arah salah satu rumah yang cukup luas dengan kebun dan berbagai tanaman di halamannya. Baru saja manik kelam itu berputar dengan kepala yang celingukan demi mencari tahu keadaan sekitar, satu objek mampu mencuri perhatiannya dalam sesaat.

Surai kemerahan itu berada tak jauh darinya. Surai yang terasa amat dikenalnya dari tampak belakang sang gadis yang telah ia hafal betul meski dengan perkenalan mereka yang tak cukup lama. Ji Yong mempercepat langkahnya dan dengan spontan menarik pergelangan tangan mungil milik gadis itu. Gadis yang membuat pikirannya sempurna kacau dalam seharian penuh, gadis yang membuat dunianya jungkirbalik dalam sekejap, dan gadis yang pertama kali membuat ia seperti pria gila akibat perasaan membuncah yang tiba-tiba menggerayangi dirinya.

“Dara-ssi?”

Sang gadis berbalik dan memekik tertahan akibat rasa kaget luar biasanya. “Ji Yong-ssi?”

Manik kelam pria itu tak bisa dibaca dengan penerangan yang temaram dan hari yang telah berubah menjadi malam. Sementara Sandara masih mengumpulkan kesadaran penuhnya akibat satu pergerakan tiba-tiba yang hampir membuatnya jantungan, Ji Yong makin menambah suasana sinting yang terjadi. Pria itu menarik tubuh mungil Sandara ke pelukannya, mendekap erat dan membuat manik hazel Sandara makin melebar karenanya.

“Aku mungkin telah gila, namun… bisakah aku mengatakan bahwa aku merindukanmu?”

.
.
.

To be continued…

8 thoughts on “MEA CULPA [Chap. 14]

  1. omo omooo bagian akhir buat baperrr hiksss, rumit bnget yah kisah cinta otp, aku cuma bisa berharap dara cepat putus sama donghae wkwkwk biar dara sama ji aja tohhh stiap ada ji dara selalu berdebar hohoho

  2. Itu jangan jangan emak nya donghae selingkuh sama papanya dara wkwkwk
    dan Semoga aja rencana ibunya dara nyatuin jiyong sama dara+ bikin baikan sama ibunya deh hahaha
    next chap ditunggu thor~

  3. Oh jiyong ternyata disuruh menjemput dara ditempatnya donghae ya apa mungkin syarat dari hye mi untuk jiyong adalah buat dara jatuh cinta sama jiyong wah klu iya jiyong udah dapat lampu hijau dari ibunya dara dong aaah senangnya….. Sebenarnya ada masalah apa antara ibunya donghae dan dara dan apa itu ada hubungannya dengan perubahan yg terjadi sama hyemi yg sekarang ini hingga hyemi benci jika donghae dan dara bersama….. next chap aja deh kak makin penasaran nih….

  4. Kyaaaa authornya paling bisa bikin baperrr😆
    Penasaran sama perjanjian yg dibikin Jiyong sama Hyemi, terus apa hubungan Minri sama Dara, terus kenapa Hyemi bisa berubah gitu.. Cepet dilanjut ya thor, seru parahhh!

Leave a comment