WITH #5

sayap3

Author : A’rum
Lenght : 1848 words/ Chapters
Genre : Romance, School Life, Slice of Life, Angst, Fantasy

 

Embun pagi terlihat membasahi jendela kamar seseorang. Sang matahari pun telah menampakkan sedikit sinarnya. Seorang yeoja yang baru saja keluar dari kamar mandi berjalan menuju jendela kamarnya. Membukanya perlahan dan berusaha menghirup udara segar yang telah ditawarkan olehnya. Beberapa detik kemudian raut wajahnya terlihat berubah. Dia bergegas menutup jendela kamarnya dan beranjak naik ke tempat tidur setelah menyalakan penghangat ruangan.

“YA~ apa yang kau lakukan? Aku sedang menikmati udara pagi.” Yeoja itu bangkit dari tempat duduknya sambil berteriak pada seseorang. Atau tepatnya pada “dirinya” sendiri.

 

Aigo, aku tidak biasa bangun pagi. Apalagi untuk menghirup udara yang bisa membunuhku kapanpun dia mau. Jiyong mengeluh dalam tubuh Dara

“Aish, kau merusak pagi hariku. Setidaknya, kau harus menuruti kebiasaanku kalau ingin tinggal dalam tubuhku.” Dara beranjak untuk membuka jendela kamarnya lagi.

 

Ya~ jangan kau buka lagi..

Dara hanya mencibir mendengar keluhan yang keluar dari mulutnya sendiri. Dia berjalan mengambil sisir dan melihat pantulan dirinya lewat kaca yang menempel pada dinding kamarnya.

 

Dara, boleh aku bertanya serius?

“Apa?” Dara terlihat tertarik karena selama ini dia jarang berbicara serius dengan Jiyong.

 

Sejak kapan kau mempunyai buah dada?

“YA~ PARK JIYONG… JANGAN PERNAH MUNCUL LAGI SEKALIPUN ITU HANYA DALAM PIKIRANKU.” Dara terlihat menahan amarah dan menatap cermin dihadapannya seakan ingin menghancurkannya. Dia tidak habis pikir bagaimana pertanyaan itu bisa keluar dari mulutnya sendiri. Tepatnya mulut Jiyong. Ani, mulutnya yang digerakkan oleh Jiyong.

Dara terlihat frustasi dan mengacak-ngacak rambutnya yang telah rapi. Sudah seminggu ini dia berbagi tubuh dengan Jiyong. Awalnya memang menyenangkan, tapi dia akui ini sangat menguras tenaga dan emosinya. Tenaga karena lelah harus bolak-balik bertukar jiwa. Emosi karena kelakuan ajaib saudara kembarnya. Seperti yang dilakukannya barusan, Jiyong memang benar-benar mampu memperpendek umurnya.

Tanpa Dara sadari, dia benar-benar melupakan kejadian seminggu yang lalu. Hari dimana dia kehilangan belahan jiwanya. Dan hari dimana dia benar-benar menjadi satu dengan belahan jiwanya. Mungkin orang berfikir ini tidak masuk akal, tapi ini memang benar-benar terjadi padanya. Dan hanya Seunghyun lah yang mengetahui rahasianya ini.

Dan hari ini pun, seperti biasa, seperti kejadian seminggu yang lalu itu tidak pernah ada, Dara berjalan santai menuju sekolahnya setelah berpamitan dengan kedua orang tuanya. Sesampainya didepan gedung sekolahnya, Dara langsung berlari menuju ruang Osis. Sudah seminggu ini pula dia habiskan waktunya untuk membantu anggota Osis mengurus festifal yang kurang 1 minggu lagi. Awalnya semua anggota Osis menolak untuk meneruskannya dengan alasan tidak ada yang memimpin mereka. Tapi berkat akting bodoh dari Dara (Jiyong), semua anggota pun mau melanjutkannya.

“Ji bilang, sampai detik terakhir dia ingin menyukseskan festifal ini. Kalian tidak boleh menyerah.” Dara (Jiyong) terlihat menyakinkan seluruh anggota Osis sambil berlinangan air mata. Ditambah gerakan berlutut sambil menggenggam kedua tanganya dia melanjutkan aksinya.

“Demi meneruskan tekad mendiang Jiyong, demi aku, ANI, maksuku demi Jiyong, ayo kita sukseskan festival ini bersama.”

Dan seluruh anggota Osis pun tersentuh dengan acting bodoh Dara (Jiyong), kecuali Seunghyun tentunya.

Dara mendesah berat mengingat kejadian itu, selama 2 hari dia menghindar dari hadapan semua anggota Osis. Dalam artian dia tidak memakai tubuhnya sama sekali dan dengan sangat senang hati Jiyong mengambil alih tubuhnya.

“Dara.” Seseorang menyadarkan Dara dari ingatannya beberapa hari yang lalu.

“Ne, ada apa Bomie?”

“Ini daftar belanjaan barang yang akan kita pakai dalam festifal nanti.” Bomie memberikan catatan kepada Dara. Sejenak dia ragu untuk meneruskan ucapannya.

“Hm, Dara-ah. Gwencanayo?”

“Eh?”

“Kami memintamu membantu agar kau bisa melupakan semua yang telah terjadi. Maaf ya, padahal kan kelasmu jauh, mungkin kelas mu sedang repot juga mengurus festival ini.” Bom menjelaskan kepada Dara.

“Aniyo, aku senang dapat membantu sebisaku.” Dara tersenyum ramah pada Bom.

Bom sedikit terkejut saat melihat senyum Dara.

Mirip, pikir Bom.

Dan tanpa dia sadari, air matanya sudah menggenang dan siap untuk meluncur diatas pipinya yang chubby.

“Gomawoyo.” Bom berkata lirih. Bom merasa senang dapat melihat senyuman Dara yang mirip dengan senyum Jiyong.

“Eh? Kau bilang apa Bom?” Dara menatap Bom yang sedang menundukkan kepalanya.

“Ah, gomawo atas bantuanmu. Kalau kau tak ada, mungkin semua anggota Osis enggan meneruskan dan akan terpuruk dalam kesedihan.”

Dara hanya terdiam menatap Bom. Mengamati perubahan ekspresi wajah Bom.

Jangan-jangan…, pikir Dara.

“Mari berjuang menyukseskan festival ini. Demi Jiyong. Hwaiting!!!!!” Bom berteriak sambil mengangkat kedua tangannya.

“Ne. Hwaiting!!!” Dara ikut berteriak bersama Bom. Mereka lalu berjalan kearah ruang Osis sambil tertawa bersama.

***

Teng Teng Teng

Bel tanda kebebasan telah berbunyi, setidaknya itulah pikir semua siswa SMA YG Seoul. Semua murid segera bergegas merapikan barang-barangnya dan berdesak-desakan di koridor.  Ada yang ingin segera cepat-cepat pulang kerumah. Ada yang ingin pergi berkencan atau ada juga yang masih ingin berada di sekolah karena malas pulang kerumah.

Dara sedang merapikan buku-bukunya saat Chaerin dan Minji menghampirinya.

“Unnie, kau mau kemana setelah ini?” Minji bertanya sambil mengambil tempat untuk duduk di bangku depan Dara.

“Aku akan ke ruang Osis. Kalian mau ikut?” Tawar Dara.

“Kau berjuang terlalu keras Unnie.” Chaerin berkata khawatir. Dia berjalan mendekati Dara dan memeluknya.

“Kami tahu kau sedih, tapi ku mohon, jangan paksakan dirimu Unnie.”

“Ne, paling tidak beristirahatlah.” Minji berdiri dan mengikuti Chaerin memeluk Dara.

Dara tersenyum melihat kedua sahabatnya dan balas memeluk keduanya. Dia merasa bersyukur mempunyai orang-orang yang sayang dengannya.

“Kami menyayangimu Unnie, jadi relakanlah Jiyong oppa.” Minji terisak saat mengatakannya.

Jiyong… haruskah aku merelakannya? Sedangkan sekarang dia berada dalam tubuhku ini. Menjadi satu dengan tubuhku, dan benar-benar akan slalu ada untukku. Dara terdiam merenungi apa yang baru saja terlintas dalam fikirannya.

***

“Ah selesai juga akhirnya.” Seorang namja bermata sipit terlihat sedang tersenyum bahagia.

“Pohon apel yang seluruh daunnya bertuliskan semua harapan dan cita-cita semua murid sekolah ini.” Temannya, Seungri tersenyum disamping Daesung yang sedang mengamati pohon tersebut.

“Ne. Hyung yang memaksa. Katanya biar terlihat keren.” Daesung menerawang mengingat saat Jiyong bersikeras membuat pohon ini.

Itu melambangkan harapan dan cita-cita seluruh siswa yang akan selalu tumbuh dan tidak akan mati. Keren kan?

Seungri terkejut mendengar suara seseorang selain dia dan Daesung. Mereka segera menoleh ke belakang dan melihat Dara sedang tersenyum kearah mereka.

“Nuna?” Seungri dan Daesung berkata lirih. Bukan karena mereka terkejut dengan keberdaan Dara disana, bahkan mereka senang melihat Dara bisa kembali ceria. Tapi yang sangat membuatnya terkejut adalah kata-kata yang Dara ucapkan. Persis dengan kata-kata yang diucapkan seseorang yang sangat mereka kagumi 2 bulan yang lalu.

“Hyung, apa-apaan ini? Harusnya membuat simbol yang lebih keren lagi. Seperti Apollo, Zeus atau Naga. Bukannya pohon biasa seperti ini.” Daesung terlihat tidak terima saat Jiyong mengusulkan membuat simbol berbentuk pohon apel.

“Ya~ bisakah kau diam. Ini sangat keren.” Jiyong memukul kepala Daesung.

“Daesung hyung benar. Dan apa ini? Apel? Ini kan buah kesukaanmu.” Seungri terlihat membela Daesung.

“Aish, bisakah kau diam rat. Dengarkanlah dulu penjelasan Jiyong.” Seunghyun memukul kepala Seungri.

“YA~ apa-apaan kalian. Kita sedang rapat bukannya adu gulat. Choi Seunghyun, Park Jiyong. Cepat lepaskan kedua tangan kalian. Lee Seungri, Kang Daesung, juga Jiyong dan Seunghyun,bisakah kalian semua diam.” Bomminator sedang beraksi. Dan dalam hitungan detik keempat namja itu terdiam dan duduk manis ditempat duduknya masing-masing.

“Baiklah, Jiyong lanjutkan.” Bom memberi perintah pada Jiyong. Jiyong hanya diam sambil menatap seluruh anggota Osis.

1 menit …

5 menit…

10 menit… 

15 menit …

“Ya~ Jiyong. Kapan kau akan memulai ini?” Bom bertanya tak sabar kearah Jiyong.

Dan Jiyong hanya membalasnya dengan mengedip-ngedipkan kedua matanya.

“Ya~ ada apa denganmu? Cepat pimpin rapatnya.” Bom kembali berteriak. Merasa ada yang aneh dia edarkan pandangannya keseluruh anggota Osis. 

“Jangan bilang kalian diam karena aku menyuruh kalian tadi.” Bom sedikit memicinngkan matanya menatap seluruh anggota Osis. Sambil membuang nafas dengan tak sabar bom melanjutkan “Berhentilah sekarang. Kalian boleh berbicara.” 

“Daesung-ah, apa maksudmu dengan ideku yang tidak keren?” Jiyong berteriak menunjuk Daesung.

“Hyung, lihatlah akibat perbuatanmu. Ada benjolan besar di kepalaku sekarang. Aigo, chaerin pasti tidak akan menyukainya.” Seungri mengeluh pada Seunghyung.

Dan seketika itu pula ruangan kembali ramai. Bahkan 2 kali lipat lebih ramai. Bom hanya tertunduk pasrah melihat kelakuan semua orang.

“Aigo, apa hanya aku saja yang tidak gila diruangan ini.”

“Berhentilah bercanda, ayo cepat selesaikan rapat ini. Aku benar-benar kelaparan sekarang.” Bom kembali berteriak untuk yang kesekian kalinya. Dan kali ini semua benar-benar diam dan memperhatikannya. Melihat Bom yang telah lemas akibat banyaknya berteriak, Jiyong merasa kasihan dan kembali mengambil alih rapat tersebut.

“Mungkin ini terdengar konyol bagi kalian. Tapi aku ingin kalian semua mengenangku, makanya aku memilih apel. Terlihat cukup egois, tapi aku juga ingin kalian mengerti mengapa aku memilih bentuk pohon.” Jiyong terdiam sejenak sebelum meneruskan dengan mata yang bersinar-sinar penuh semangat. “Itu melambangkan harapan dan cita-cita seluruh siswa yang akan selalu tumbuh dan tidak akan mati. Keren kan?”

Semua terdiam mendengar penjelasan Jiyong. Penjelasan yang cukup membuat mereka menyepakati keputusan Ketua mereka. Memang egois untuk memilih apel, tapi kan tidak ada salahnya juga kan?

Seungri tersenyum mengingat kejadian itu. Dilihatnya Daesung yang juga tersenyum kearahnya. Seungri tahu kalau Daesung juga sedang mengenang kejadian itu. Seakan tersadar dari sesuatu, dia menoleh kearah Daesung.

“Bagaimana nuna juga bisa mengatakan hal yang sama?”

“Ani, aku malah merasa Jiyong hyung yang mengucapkannya bukan Dara nuna.”

“Apa yang sedang kalian bicarakan?” Bom berdiri ditengah keduanya yang sedang bingung.

“Bukan hal penting. Ah, nuna. Kenapa kau mengubah jadwal rapat tanpa pemberitahuan dulu? Aigo, aku harus rela dipukul Seunghyung hyung karena datang terlambat.” Daesung kelihatan tidak terima dibuat bingung dengan Bom.

“Mian, aku sedang sibuk dan bingung dengan banyak hal. Lagian bukan aku kan yang membuat jadwal. Kenapa kau tidak bertanya pada Jiyong dulu?” Bom terlihat kembali sibuk dengan catatan yang dia bawa.

“Bom nuna, bukankah Jiyong hyung sudah …” Seungri menggantung kalimatnya.

“Nuna, gwencanayo?” Daesung mendekati Bom yang sedang membalikkan badannya.

“Memangnya aku kenapa?”

“Sejak dulu, kau kan…”

“Seungri-ah.” Dara berlari menghampiri mereka bertiga dengan wajah cerianya. “Chaerin tadi menitipkan ini. Dia bilang dia harus segera mengembalilkannya padamu.” Dara menyodorkan DVD yang tadi Chaerin titipkan padanya.

“Ah, ne. Lalu dimana dia sekarang?” Seungri terlihat mencari-cari sosok Chaerin.

“Dia sudah pulang duluan. Dan karena semua sudah beres, bolehkah aku pulang duluan?” Dara meminta ijin pada mereka bertiga.

“Ne, gomawo atas bantuannya nuna. Kami sangat terbantu.” Daesung kembali menunjukan mata sipitnya. “sejak dulu, simbol festival selalu dibuat oleh ketua Osis. Sedangkan anggotanya tidak perlu repot.”

“Tapi karena Jiyong mau membuat simbol yang besar, kami terpaksa ikut sibuk. hehehe” Bom menjelaskan sambil tertawa.

“Tapi orang itu selalu membereskan pekerjaannya sendiri, dan mendorong orang lain untuk mengikutinya. Kami semua, merasa mempunyai kewajiban untuk mendukungnya.” Lanjut Bom.

Dara termenung mendengarkan penjelasan mereka.

***

“Ji, kau mendengarku?” Dara sedang berjalan pulang sambil menikmati pemandangan sore hari yang indah.

“Ne.”

“Anggota Osis sekolah ini, baik-baik ya. Semua sangat menyayangimu.”

“Mereka memang kebanggaanku. Wajar sih, kalau aku jadi tumpuan mereka, he he he”

“Jangan merusak suasana.”

Tapi kau senang kan melihat mereka menyayangiku?”

“Ne, aku senang ternyata banyak yang peduli denganmu.” Dara kembali tersenyum sambil terus berjalan.

Tiba-tiba sebuah tangan terulur menarik tangan Dara.

“Dari tadi ku lihat kau senyum-senyum saja. Apa yang membuatmu senang? Bukankah gara-gara kau Jiyong harus mati?”

Mata Dara melebar saat mengetahui siapa yang berbicara padanya.

“Aku benci melihat senyummu. Melihat kalian semua berusaha menggali kenangan demi Jiyong yang sudah tiada membuatku muak saja.” Yongbae pergi meninggalkan Dara yang masih terkejut dengan perkataan Yongbae.

“Dara, apa kau baik-baik saja?” Seunghyun yang tidak sengaja melihat kejadian tadi merasa khawatir.

Dara hanya menetap Seunghyun dengan tatapan tak terbaca.

to be continue…

Author’s Note:
Setalah membaca banyak komentar appler aku jadi semakin semangat nulis. Tapi sedih juga banyak yg gak ngerti maksudnya yang ada di chap 4. aku sendiri juga bingung kenapa aku bisa nulis FF ini. Yang aku tahu aku hanya berusaha menuangkan apa yang ada difikiranku saja. Dan untuk yang bener-bener belum jelas, untuk tulisan miring itu maksudnya Jiyong yg berbicara. Sedangkan tulisan Dara(Jiyong) maksudnya Jiyong yang sedang mengambil alih tubuh Dara. Masih adakah yang belum jelas sampai sini? Aku berharap appler mengerti maksudku dan menikmati berdelusi bersamaku. Terima kasih karena sudah mau membaca dan memberi komentar kalian *bow*

<<Sebelumnya Selanjutnya >>

40 thoughts on “WITH #5

Leave a comment