SWEET REVENGE [CHAPTER 11-End]

sweet-revenge

Title : Sweet Revenge

Author : Saikounolady (@saikounolady)
Main Cast : Sandara Park, Kwon Jiyong
Genre : Romance, AU
Length : Series
Rating : PG-17

Please jangan ada yang jadi siders ya ^.^


 “Sudah cukup bermainnya.. Dara-ah.”

Dia tersenyum polos namun aku bisa membaca kekhawatiran dari raut wajahnya ketika melihat perubahan ekspresiku. Aku sangat membutuhkan penjelasan dari dirinya tapi aku berusaha menyembunyikan rasa panik yang membuncah di hatiku.

“Ka.. kau juga diajak Jiyong ke sini?”

Dengan hati-hati dia beranjak duduk di ayunan kosong di samping ayunan yang tengah aku duduki.

“Hemm.. bisa dibilang begitu.”

“Lalu.. Jiyong akan menyusul?”

“Menyusul? Haha.. kau benar-benar berharap dia menemuimu?”

Dia tertawa kecil seakan hal yang diucapkannya itu hal yang sepele. Belum sempat aku membalas ucapannya dia menghentikan niatku.

“Jiyong tak akan ke sini. Lebih baik kau pulang.”

Kalimat itu terdengar seperti mantra yang bisa membunuhku dalam sekejap. Tubuhku bergetar menahan emosi yang terlalu banyak.. bercampur.. aku bahkan tak bisa merasakan kelu di hatiku. Hatiku yang menjerit dan menangis. Masih belum mampu menjawab, dia berdiri mengelus pelan bahuku sambil mengucapkan kata-kata yang sama sekali tak mengurangi rasa sakitku mungkin malah menambahnya.

“Jiyong sebenarnya ingin menyerahkan ini sendiri, bagaimanapun kau pernah menjadi orang terdekatnya. Fitting pakaian pengantin mereka tak bisa ditunda. Aku harap nanti kau bisa datang, Dara.”

Dia menyerahkan Sebuah benda petak dengan banyak ukiran, bertuliskan Jiyong.. Tiffany. Aku sudah tak bisa membebani perasaanku dengan menahan rasa perih dan sakit ini. Semua memang salahku terlalu banyak berharap.. tapi biarkan aku meringankan hatiku dengan menangis.. lagi. Lemah aku meraih benda yang dia serahkan kemudian menggenggamnya sambil terus tertunduk.. menyembunyikan tangisan ini. Dengan satu gerakan aku sudah berada di dalam pelukannya.. pelukan yang terasa begitu dingin karena rasa sakit yang menggerogoti hati dan jiwaku perlahan.

“Youngbae.. jangan sakiti aku seperti ini.. huhuhu..” Aku memukul-mukul dadanya.. dia hanya diam kemudian meraih tanganku, menghentikan pukulan ini.

“Mianhaeyo.. aku tak punya pilihan Dara.”

“Youngbae.. huhuhu.. Aku ingin melihat Jiyong.. Jiyong.. bawa dia ke sini.” Aku terjatuh putus asa melepaskan diri dari pelukannya. Membiarkan airmata-ku membasahi tanah ini. “Aku ingin memperbaiki semuanya.. huhuhu.. Beri aku kesempatan.. Jebal.” Aku meraung lemah.. mengijinkan taman ini menjadi saksi kehancuranku.

“Hentikan Dara.. jangan menangis lagi.” Youngbae berusaha mengangkatku tapi aku tak bergeming.. aku sudah terlalu lelah dengan semua ini.. aku benar-benar lelah. Tatapanku kosong.. airmata tak juga berhenti.. tak ada yang bisa aku harapkan lagi.

“Dia berhasil membunuhku.. katakan padanya.. aku benar-benar sudah terbunuh. Aku tak akan pernah bisa hidup lagi.” Sesenggukan aku mengatakan kalimat itu.

“Dara.. jangan berkata seperti itu.. aku yakin ada seseorang yang bisa menggantikan Jiyong di hatimu-“

“Takkan ada.” Aku terdiam sebentar dan melanjutkan kalimatku. “Kau juga harus meninggalkan aku, Youngbae. Kita bertiga.. memang ditakdirkan untuk berpisah.”

“Kumohon.. jangan bersikap seperti ini.”

“Aku harus bersikap seperti apa hah?! Kau tahu seperti apa rasa sakit ini?! Aku harus bagaimana lagi?!” Aku berteriak dengan airmata dan rasa sakit ini, menatap tajam matanya. Youngbae mengalihkan pandangannya sambil menghela nafas tak membuka suara sedikitpun. Kami terperangkap dalam kebisuan, hanya ditemani isakanku yang semakin melemah.

“Udara sangat dingin, kau bisa sakit. Aku akan mengantarmu ke bandara, ayo.” Youngbae berusaha meraih lenganku belum sempat dia menyentuhku, aku sudah berdiri.

“Tak perlu, aku bisa pergi dengan Seunghyun. Youngbae.. boleh aku minta satu hal padamu?  permintaan terakhirku.”

“Bo.. boleh, apapun itu akan kulakukan.”

“Hentikan pernikahan Jiyong dan Tiffany.”

“Eh? A..apa-” Youngbae membelalak terkejut mendengar ucapanku.

“Kau tadi sudah berjanji akan melakukan apapun yang kuminta.”

“Ta..tapi.. permintaanmu-” Youngbae semakin terlihat kebingungan dan tak percaya.

“Aku hanya bercanda, bodoh.” Aku memotong kalimat Youngbae dengan kebohongan. Namja di hadapanku ini terlihat sangat lega mendengar ucapanku itu. Aku tak punya waktu untuk bercanda dalam keadaan seperti ini.. hal itu sesuatu yang benar-benar aku inginkan, tapi sangat mustahil.. sepertinya aku memang harus melupakan semuanya.

“Youngbae berikan ini padanya.. jaga dirimu baik-baik juga Jiyong.. untukku.” Sebelum pergi aku menyerahkan bungkusan yang sudah sejak tadi berada dalam pelukanku, Youngbae menyambutnya.

“Uhm? aku mengerti.. jaga dirimu juga Dara.”

Tanpa menjawab dan memandang matanya, aku meninggalkan tempat ini.. menahan kuat airmata yang tak pernah bosan menemani hidupku. Aku berusaha melangkah secepat mungkin meninggalkan taman itu.. semua kenangan itu. Aku tahu Youngbae berusaha mengejarku, dia terus mengikutiku tapi aku tak menghiraukannya.

Aku ingin pergi dari tempat ini.. kota ini.. secepat mungkin. Aku tak menyangka semua akan berakhir seperti ini. Aku hanya bisa menyalahkan diriku yang terlalu banyak berharap pada Jiyong.. seharusnya aku tahu bahwa tak sebersit pun diriku terlintas di benaknya.

***

“No..na? Apa yang terjadi?”

Melihat aku datang dengan mata sembab dan tetesan airmata, Seunghyun yang sedang duduk di kap mobil terkejut bukan main.

“Menyakitkan.. semua terlalu menyakitkan, Seunghyun. aku.. aku.. menyerah. Semua sudah berakhir.. huhuhu.. tolong hentikan rasa sakit ini.. aku tak sanggup-“ Aku memukul-mukul sendiri dadaku.

Seunghyun maju beberapa langkah mencoba menghentikan usahaku menyakiti tubuhku sendiri. Aku yakin dia memahami apa yang baru saja terjadi padaku..

“Nona.. maafkan aku.. semua salahku. Harusnya aku tak menyembunyikan semua itu.. harusnya aku memberitahu nona sejak awal-“

“Bukan salahmu.” Aku masih berdiri terpaku dengan tatapan kosong. Seunghyun yang masih menggenggam erat pergelangan tanganku menuntun aku berjalan menuju mobil.. aku hanya mengikutinya dan memutuskan untuk mengakhiri semua ini lebih cepat.

“Seunghyun, majukan jadwal keberangkatanku jam 11 ini. Aku ingin segera pergi dari sini.”

Seunghyun hanya menjawab dengan anggukan.. sekilas aku melihatnya.. aku tak pernah melihat ekspresi sesedih ini di wajahnya.

***

JIYONG’S POV

“Bagaimana dengan yang ini jagiya? Atau masih lebih bagus yang tadi?”

Lagi-lagi Tiffany mengulang pertanyaan itu.. sudah 2 jam kami berkutat mencari gaun pengantin untuk dirinya. Sebenarnya beberapa minggu yang lalu kami sudah memutuskan desain yang cocok dan hari ini hanya perlu fitting ulang tapi melihat banyak desain gaun terbaru, Tiffany mengubah pilihannya.. sibuk mencari yang terbaik dari desain-desain baru itu.

“Aissh.. harus berapa kali aku katakan? Kau terlihat cantik memakai apapun.”

“Aku bosan mendengar jawabanmu.. selalu seperti itu. Ada apa Jiyong? berkali-kali kau termenung tak memperhatikan aku. Ada yang mengganggu pikiranmu?”

Kali ini Tiffany berjalan mendekatiku. Benar.. sesuatu sejak tadi mengganggu pikiranku.. sesuatu yang aku pikir tak pantas membuatku gelisah seperti ini.

“Kau juga dari tadi bolak-balik melihat jam tanganmu.. kau ada janji?”

Tiffany melingkarkan tangannya ke leherku.. menatap dalam mataku. Pertama kalinya aku menghindar dari tatapan matanya.. aku merasa sedikit berbeda.. entah kenapa. Dengan sedikit perasaan tidak enak aku menjawab sambil melepaskan diriku perlahan.. menimbulkan kebingungan dan kekesalan di wajah manisnya.

“Ani, aku hari ini bebas.. tenang saja.”

Agak terpaksa aku tersenyum berharap kecurigaannya yang tak beralasan itu segera menghilang. Sejujurnya ada seseorang yang membuat aku begitu gelisah seperti ini.. perasaan yang sepertinya sudah sangat lama tak pernah aku rasakan.. berkali-kali aku mencoba mengabaikan dirinya tapi tetap saja terus terlintas.

Beruntung aku masih bisa mengendalikan pikiranku, aku tak ingin terus-menerus memikirkan orang lain terlebih aku sudah memiliki gadis yang luar biasa di sisiku. Refleks aku memeluknya.. mencoba membuang jauh bayangan Dara.

“Ah.. jagiya? Kenapa tiba-tiba..”

“Saranghaeyo.”

Tiffany terlihat terkejut kemudian tersenyum sambil merapatkan kedua tangannya di pinggangku. Kegelisahan yang aku rasakan sejak tadi menghilang ketika merasakan kenyamanan dan kedamaian saat memeluknya seperti ini sampai akhirnya terusik karena seseorang.

“Yaa! Jiyong!”

Aku menoleh ke arah suara tinggi itu.. Youngbae sudah berdiri di depan pintu masuk. Berjalan tergesa mendekati kami berdua.

“A..ada apa? Kau seperti orang kesetanan!”

“Ikut aku sebentar! Tiffany, aku pinjam Jiyong 15 menit.”

Tanpa menunggu persetujuan dari kami berdua Youngbae sudah menarik paksa aku keluar meninggalkan Tiffany dengan tanda tanya besar di wajahnya.

“Youngbae.. apa yang kau lakukan.. ada apa hah?” Aku sedikit memberontak.

“Kita bicara di luar.”

Aku menoleh ke belakang berusaha meyakinkan tunanganku – yang berdiri terpaku menatap kami berdua – bahwa tak ada hal yang perlu dikhawatirkan.

“Jagiya.. aku keluar sebentar..”

“Ne..” Tiffany mengangguk bingung sambil tersenyum tipis.. aku merasa bersalah pada gadis itu.

***

“Ini..”

“Eh? apa ini?” Youngbae memberikan sebuah bungkusan padaku sesaat setelah kami berdua duduk di sebuah bangku.

“Buka saja.”

“Camkanman! Apa kau tadi menemui dia?” Aku tiba-tiba teringat hal itu. Mencoba menebak-nebak mungkinkah sikap aneh Youngbae juga bungkusan ini berhubungan dengan yeoja itu. “Apa ada hubungannya dengan dia?” Aku menggerakkan daguku menunjuk bungkusan di pangkuanku ini.

“Aku bilang buka saja dulu.”

“Aissh.. kau ini!” Aku akhirnya membuka bungkusan itu tanpa memikirkan apapun.. dengan hati-hati aku mengeluarkan.. sebuah jaket. Perasaan bersalah seketika memenuhi rongga dadaku melihat jaket ini. Aku sendiri tak tahu apa yang terjadi padaku malam itu, bisa-bisanya mengajak dia untuk bertemu denganku di taman itu.

Aku tak ingin bertemu dengannya sejak awal.. karena itulah aku meminta Youngbae menggantikanku dengan alasan untuk menyerahkan undangan pernikahan –hal yang sebenarnya tak masuk akal— tapi setidaknya gadis itu tak terlalu kecewa. Apa aku terlalu kejam?

Aku kembali pada bungkusan di pangkuanku, menarik jaket ini keluar sepenuhnya. Saat itulah sesuatu seperti kotak kecil jatuh menggelinding, aku bergerak meraihnya.. tak jauh tergeletak selembar kertas yang sepertinya terlepas dari ikatannya di kotak kecil ini.

Perasaan aneh merasuki relung hatiku saat menyentuh kotak ini.. lagi-lagi aku gelisah. Dalam hitungan detik aku membukanya.. jantungku berhenti.. melihat benda cantik ini. Malaikat? Aku terdiam.. Mengapa benda ini bisa membuat hatiku terasa begitu perih, seakan kehilangan sesuatu yang benar-benar berharga. Mengapa gadis itu selalu membuat perasaanku tak karuan. Dara bukan seseorang yang bisa membuat aku gelisah seperti ini, hanya Tiffany.. yah hanya Tiffany! Aku berkali-kali menyebutkan kalimat itu dalam hatiku.

“Jiyong, apa yang kau rasakan?” Youngbae membuyarkan pikiranku dengan serentetan pertanyaan konyolnya. “Apa kau merasa sedih? Gelisah? Takut? Menyesal? Kau tahu, semua  masih belum terlambat.”

“Mworago? Apa yang kau bicarakan. Aku tak merasakan apapun. Sudah cukup kan? Aku harus kembali menemani Tiffany-“ Aku sedikit berbohong dan berniat meninggalkan Youngbae.

“Aku tak ingin sahabatku hidup dalam penyesalan. Dara berangkat jam 11 ini.”

“Apa sih kau ini? Aku tak peduli kapan dia berangkat, semua sudah berakhir, Youngbae.” Tanpa menunggu jawabannya aku berdiri dan mulai melangkah.. tak sengaja menginjak sebuah kertas yang belum sempat aku ambil tadi. Sebenarnya aku tak perlu menghiraukan selembar kertas yang terlipat ini, tapi entah dorongan dari mana.. aku memungutnya. Mungkin inilah takdir.

To: Jiyongie

“Aku masih ingin menjadi malaikatmu.. dan akan terus menjadi malaikatmu dengan kehadiran malaikat kecil di dalam kotak ini. Semoga dia bisa menyampaikan perasaanku padamu, menjagamu saat kita terpisah seperti ini.. hingga suatu saat nanti takdir akan menyatukan kita kembali. Aku selalu berdoa kita bertiga bisa bersama lagi, seperti dulu. Saranghaeyo Jiyongie.”

Sebuah pesan singkat.. yah hanya hal sepele yang tak seharusnya mampu membuat airmata berhargaku jatuh menetes seperti ini.. hatiku tersentak membaca kalimat-kalimat itu. Aku tak tahu harus berbuat apa? Aku hanya terdiam dengan tatapan kosong sementara airmata terus berjatuhan. Aku mencoba mengabaikan kertas ini, membiarkannya terjatuh dan tetap melanjutkan langkahku menutupi airmata ini. Bahkan aku tak membawa bungkusan yang diberikan Youngbae. Aku tak ingin terus mengingat Dara, aku ingin melupakannya.

“Jiyong! Apa yang kau lakukan? Yaa! Berhenti!” Youngbae bergerak menyusulku dan menarik kuat kerah bajuku hingga aku setengah terlempar. Aku berusaha menunduk, tak ingin dia melihat wajahku, aku takut dia membaca pikiranku.

“Jiyong.. hargai Dara! Setidaknya terima pemberian dia! Kau sudah terlalu menyakitinya!” Youngbae melempar bungkusan itu ke hadapanku.

“Shireo! Aku tak mau mengingat dia lagi!”

“Aissh! Aku akan percaya bila kau mengatakan kau membencinya.. kau tak merasakan apapun setelah melihat semua ini! Katakan hal itu sambil menatap mataku.“

“Sudah cukup! Apa yang kau mau Youngbae?! Kau mau aku mengejar dia?! Micheosso?! Aku sudah mempunyai tunangan!”

“Aku tak akan bersikap seperti ini bila kau benar-benar memberikan seluruh hatimu pada Tiffany! Dia akan lebih sakit bila kau meneruskan keputusanmu ini! Aku tahu isi hatimu! Sudah berapa lama kita saling mengenal hah?!!”

Youngbae menarik paksa kerah bajuku, mengangkatku dan sekarang dia bisa melihat jelas mataku.. apa yang akan dia lakukan sekarang setelah melihat aku menangis?

“Hah! Aku baru tau kau bisa menangisi orang yang kau benci! Cepat katakan kau membenci Dara dan sedikitpun tak memiliki perasaan padanya! Katakan sekarang dan aku akan berhenti mengganggumu. Aku hanya.. tak ingin Tiffany terluka!”

Aku terhenyak mendengar ucapannya.. aku tahu dia sahabat baik Tiffany. Tapi kali ini sorot matanya sangat berbeda.. seakan siap membunuhku bila aku sedikit saja melukai Tiffany. Apa yang terjadi sebenarnya.. mengapa hatiku bergeming dengan ucapannya.. aku sendiri khawatir aku mungkin akan melukai gadis itu bila terus seperti ini.

“A.. aku-“ Kalimatku terhenti begitu melihat Tiffany berjalan menghampiri kami berdua.

“Yaa! Jiyong, Youngbae! Apa kalian bertengkar?” Tiffany berteriak sambil berlari tergesa. Secepat kilat Youngbae melepas cengkramannya dan berbalik.

“Ani, kami hanya sedikit bercanda.” Ucap Youngbae singkat menggaruk kepalanya kemudian merangkulku dan memaksakan tawanya.

“Ahh.. kalian membuatku khawatir. Mwo?! Jiyong, kau menangis?” Tiffany terlihat sangat terkejut saat menyadari keadaanku, gadis manis ini menyentuh wajahku khawatir.

“Yang benar saja menangis, aku hanya kelilipan.” Aku mengucek mataku kemudian mengalihkan pandanganku.

“Umm..  benarkah? syukurlah. Sepertinya kalian belum selesai.. aku tunggu di dalam kalau begitu, jangan membiarkan aku menunggu terlalu lama ara?” Tiffany menggerakkan telunjuknya ke wajahku sambil tersenyum, tak lama berbalik meninggalkan kami berdua.

“Jiyong.. aku beri kau pilihan. Berikan seluruh hatimu pada Tiffany. Bila kau tak sanggup, tinggalkan dia. Aku tak mau pengorbananku selama ini malah membuat gadis itu menderita.. karena dirimu.”

“Youngbae? Apa maksudmu?”

“Aku mencintainya. Selama ini aku diam karena melihat dia bahagia. Aku selalu yakin padamu, tapi sekarang.. keyakinanku memudar. Aku mohon, jangan membohongi perasaanmu sebelum semua terlambat. Aku tak ingin persahabatan kita hancur karena masalah percintaan ini.”

Keraguan dan kegelisahan semakin memenuhi perasaanku. Aku terkejut mendengar pengakuan Youngbae, sepintar itukah dia menyembunyikan perasaannya selama ini? Ah, bukan saatnya memikirkan hal itu.

Aku tahu benar resiko setiap pilihan yang aku buat nanti. Banyak orang yang akan terluka. Aku terdiam sejenak merasakan hatiku.. mencari jawaban yang benar-benar aku inginkan. Saat itulah aku melihat malaikat berkilat tergeletak di ujung kakiku, aku memungutnya.. terus memandanginya. Cukup lama aku tenggelam dalam pikiranku, aku rasa aku tahu keputusan yang harus kuambil.

Dengan langkah mantap aku mulai berjalan tetap menggenggam erat malaikat ini. Youngbae membuka suaranya begitu melihat aku beranjak dari tempat itu. “Jiyong.. kau yakin?” Namja itu menghela nafas dalam sebelum meneruskan kalimatnya. “Baiklah aku berusaha percaya padamu. Jaga Tiffany, jangan sakiti dirinya.”

Aku mengangguk pelan “Aku tahu semua keputusanku akan menyakiti mereka.. tapi hanya ini yang bisa kulakukan. Gamsahabnida sudah menyadarkanku, Youngbae-ah.” Youngbae hanya mengangguk, kami berdua berjalan menuju bangunan itu, tempat Tiffany menunggu. Aku sudah siap dengan keputusanku. Aku yakin aku tak akan menyesal.

***

“Ah.. kalian sudah selesai-“ Aku menghentikan pertanyaan Tiffany dengan pelukan erat yang tak biasa. Aku terisak lemah di bahunya.

“Jagiya? Apa yang terjadi? Jangan menangis-“

“Mianhaeyo Tiffany.. aku.. aku.. tak mampu menjadi seseorang yang bisa membahagiakanmu. Aku percaya kau akan bahagia dengan seseorang yang jauh lebih mencintaimu, tak seperti aku.”

“Kau bicara apa Jiyong? Aku sangat bahagia di sisimu.” Tiffany terlihat kebingungan dan khawatir, aku melepaskan pelukanku perlahan.. menatap matanya. Begitu berat mengucapkan hal ini tapi aku tak punya pilihan.

“Tiffany, aku tak ingin meyakitimu terlalu dalam. Pernikahan ini.. aku tak mampu meneruskannya. Kau boleh membunuhku begitu aku kembali nanti.”

“A..apa maksudnya? Apa yang terjadi?! Jiyong jangan bersikap seperti ini!”

Aku hanya menatap gadis yang sudah siap meneteskan airmatanya itu, aku tahu dia bisa membaca pikiranku. Aku ingin memeluknya dan menenangkannya tapi.. aku sudah tak bisa berpura-pura lagi. Aku tak ingin hidup dalam kebohongan yang pada akhirnya akan menyakiti semua orang. Mianhaeyo Tiffany.. aku sudah menjadi namja brengsek untukmu.

“Jeongmal mianhaeyo, Tiffany.” Airmataku sudah tak terbendung lagi.. sangat menyakitkan melihat dirinya seperti ini.. semua terlalu menyakitkan. “I’m so sorry, but i love you.. da geojismar.”

“HENTIKAN! Katakan semua ini hanya lelucon! Aku selalu percaya padamu!” Tiffany menangis sambil memukul-mukul tubuhku. Aku menerima setiap pukulan itu.. “Pukul aku sepuasmu, bila ini bisa meringankan kepedihan itu-“

“Bagaimana bisa hah?!! Cukup Jiyong, cepat katakan semua ini hanya lelucon! Huhuhu.. Jiyong.. jangan lakukan ini padaku.. aku mohon.. jangan bersikap seperti ini.. Jebal.” Tiffany menghentikan pukulannya, jatuh terduduk memegang kedua kakiku.. terisak dan terus menangis.

“Jiyong.. huhuhu.. jangan tinggalkan aku.” Aku sudah tak sanggup melihat kerapuhannya ini, baru saja aku akan meraih yeoja itu.. Youngbae tiba-tiba menyalipku. Dia berlutut untuk memeluk Tiffany, gadis itu menangis hebat dalam pelukan Youngbae.

“Ah.. Youngbae-” Aku sedikit terkejut melihat reaksi Youngbae.

“Sudah hampir jam 11. Jangan harap kau akan bebas dari pukulanku, kau sudah membuat dia menangis seperti ini. Pergilah sekarang!” Youngbae memberi kesempatan padaku untuk segera pergi, sementara kedua tangannya menahan Tiffany yang berusaha keras memberontak. Aku tak mungkin menyia-nyiakan pengorbanan sahabatku ini.. aku harus pergi sekarang. Selangkah aku beranjak Tiffany membuka suara di sela isakannya.

“Jiyong.. jangan tinggalkan aku.. Jiyong.. kumohon-“

Aku berhenti sejenak begitu mendengar suara lemahnya.

“Jiyong! Tunggu apalagi? Lakukan sekarang atau tidak sama sekali!” Youngbae berteriak mengingatkan aku yang sedang terpaku.. menyadarkanku.

“Maaf.. Maafkan aku Tiffany. Aku.. aku akan menebus semua kesalahanku saat aku kembali nanti.” Tanpa menghiraukan mereka aku berlari keluar menuju mobil putihku.

“JIYOOONG!! Youngbae! lepaskan aku.. lepaskan! lepaskan!! Huhuhu.. JIYOOONG!!”

Aku masih bisa mendengar tangisan Tiffany dan isakan putus asanya.. dia bahkan berusaha mengejarku tertatih, aku yakin Youngbae berusaha keras menghentikan Tiffany. Aku tak tahu apa yang merasuki diriku.. aku baru saja menyakiti orang yang benar-benar mencintaiku menghancurkan segalanya. Aku selalu menyakiti mereka yang mencintaiku.

Aku berlari seperti kesetanan, begitu cemas saat melihat jam tanganku.. hanya tersisa 15 menit sebelum jam 11. Kemungkinan besar dia sudah berada di pesawat.. tapi aku terus berusaha berlari dan berlari melawan keraguanku.. melawan kegelisahanku.. perasaan ini begitu kuat dan indah.. mampu memberiku kekuatan luar biasa.

***

Sesampainya di bandara aku melompat keluar dari mobil berlari tanpa arah, menyusuri Incheon airport yang sangat padat ini. Aku berlari menuju terminal keberangkatan internasional.. berharap belum terlambat.. saat melihat jam besar yang terpampang di dinding jantungku berhenti.. 11.11 am. Langkahku melambat dengan sendirinya.. aku terlambat?

Semua pengorbananku.. Tiffany.. pernikahanku.. harus berakhir seperti ini? Putus asa aku menangis dan terduduk menjadi tontonan semua orang di sini. Aku berteriak memanggil Dara di sela-sela tangisanku. Aku tak tahu mengapa aku dilahirkan menjadi pecundang seperti ini.. melepaskan seseorang yang mencintaiku hanya karena- tidak, belum terlambat! Aku kembali berdiri melanjutkan langkahku.. menerobos semua penjagaan itu. Aku tak peduli mereka akan menangkapku. Benar saja, empat namja bertubuh kekar berhasil menghentikanku, mereka mengangkatku kasar dan melemparku ke lantai. Aissh.. aku belum menyerah.. nekat aku menerobos mereka lagi dan berkali-kali juga aku terhempas.

“Yaa! Aku hanya ingin masuk sebentar! Mencari seseorang!”

“Kau pikir alasanmu itu berguna hah?! Pergi dari sini!“

Baru saja aku akan berdiri lagi, terdengar suara pesawat yang hendak lepas landas di terminal ini, refleks aku berlarian menuju kaca bening dan lebar yang menghadap ke landasan pesawat. Meski aku tak tahu tujuan pesawat itu aku berteriak dan menangis. Jantungku seakan berhenti saat melihat badan pesawat itu.. Italy Airlines. (Ngarang .__.v)

“Argh! Daraaaa..!!! Daraaaa..!!!” Aku memukul-mukul kaca histeris.

“Yaa! Kau ini berkelakuan seperti orang desa!” Lagi-lagi keempat namja itu mengusikku, kali ini mereka menarik paksa tubuhku. “Kau bisa merusak kaca itu, tolol! Hentikan!”

“Persetan dengan kaca! Kemana?! Kemana tujuan pesawat itu hah?! Jawab aku!” Aku menepis cengkraman mereka kemudian mengguncang satu dari mereka yang berbadan paling kecil, aku tak mungkin bisa mengguncang tiga lainnya dengan badan sekekar itu.

“Mwo?! Kau ini berani-beraninya! Itali! Pesawat itu ke Itali! Aissh.. lepaskan aku!” Namja yang aku guncang itu mendorong tubuhku, aku terjatuh.. aku putus asa begitu mendengar jawabannya.. Kali ini aku yakin, Dara memang sudah pergi. Aku terisak.. tak pernah terbayangkan semua berakhir tragis seperti ini. Semua salahku.. dengan perasaan remuk aku meraih malaikat yang tergantung di leherku, menggenggamnya.. dan meletakkannya di dadaku.

“Dara.. aku mencintaimu.. aku terlalu bodoh baru menyadarinya sekarang. Aku manusia paling bodoh kan? Haha.. aku bodoh.. aku bodoh.. AKU BODOOOOH!!!!”

“Ani.. kau tidak bodoh, Jiyong. Kau bahkan terlihat sangat menggemaskan ketika panik seperti tadi.”

Darahku berhenti mengalir saat mendengar suara seseorang yang kukenal. Dengan sigap aku berbalik mendapati sosok itu tengah berdiri dan tersenyum dengan airmata bahagianya.. aku tak mampu berkata-kata. Apa aku tak salah lihat?

“Da..dara?”

“Sepertinya malaikat itu.. berhasil menyampaikan perasaanku-“

Dara berjalan perlahan mendekatiku dan terhenti saat aku secepat kilat bangkit untuk memeluknya.. aku tak ingin melepas dirinya lagi.. aku ingin terus seperti ini.

“Ji..jiyong? A..apa yang kau lakukan? Waeyo?-“

“Johahanikka. Saranghabnikka” Refleks aku mencium lembut bibirnya.. tak sampai 10 detik dia melepaskannya dan mundur. Setengah jengkel aku menariknya lagi, memaksakan ciuman ini. Menahan tubuhnya yang berusaha memberontak, hingga dia menyerah dengan sendirinya dan melancarkan ‘serangan balasan’-nya. Aku sedikit takjub hingga wajahku memerah karena hal ini.

“Ah.. a..aku bisa dibunuh tunanganmu.” Dara seperti tersadar kemudian mundur beberapa langkah memalingkan wajahnya.

“Aku dan Tiffany sudah berakhir-”

“Leluconmu sama sekali tak lucu.“

“Aku bukan orang yang suka membuat lelucon. Semua kulakukan karena seorang yeoja yang selalu membuat aku berada dalam penderitaan.. seorang yeoja yang selalu pergi dan datang seenaknya dalam hidupku.” Aku menatap matanya berusaha menyampaikan semua yang kurasakan ini melalui tatapanku.. aku tak pintar merangkai kata. Mata yeoja di hadapanku ini mulai berair.. dia menangis.

“Ji.. jiyong jika ini mimpi.. jangan pernah membangunkan aku. Huhuhu. Tapi aku rasa ini hanya mimpi.. Kau milik Tiffany, aku tak pantas untukmu.”

“Huwaaa.. aku merindukan suasana ini.. ahh..”

Tiba-tiba seseorang yang sepertinya kukenal merangkul bahuku berdiri di tengah-tengah aku dan Dara.  Aku memalingkan wajahku ke sebelah kiri untuk melihatnya, dia hanya tersenyum manis. Sedikit panik dan khawatir aku memberi isyarat dengan tatapanku.. sepertinya dia memahami maksudku.

“Dia di sana.” Namja di sampingku ini menggerakkan kepalanya ke arah yang berlawanan.. aku mengikuti pandangannya. Pandanganku berhenti pada sosok itu.. yeoja yang tengah berdiri.. dengan mata sembab. Aku merasa sangat.. sangat bersalah. Dia berjalan perlahan menghampiri kami bertiga dan entah sejak kapan dia sudah menggenggam tanganku.. tak hanya aku, dia bahkan menggenggam tangan Dara.

“Meski menyakitkan.. Huf.. aku rasa aku sudah mati karena rasa sakit ini. Tapi aku minta pada kalian, jangan sia-siakan pengorbananku. Jiyong, aku bisa melakukan ini karena aku mencintaimu.. akan selalu mencintaimu.. walaupun aku tahu aku bukan orang yang kau cintai dan bisa membuatmu bahagia. Yaa.. Dara! Aku tak akan segan-segan merebut kembali Jiyong bila kau mengecewakannya.”

Aku benar-benar hampir pingsan mendengar kalimat-kalimat itu, bahkan Tiffany menyetujui keputusanku secepat ini? Dia seorang gadis yang luar biasa, aku memeluknya bahagia. “Kau akan selalu menjadi seseorang yang berarti dalam hidupku, Tiffany. Aku yakin kau berhak memiliki orang yang jauh lebih baik dari aku.. seseorang yang mencintaimu sepenuh hatinya.” Aku mengucapkan kalimat itu dan melakukan sedikit penekanan sambil melihat ke arah Youngbae. Youngbae mendelik mencoba menyembunyikan wajahnya yang memerah.

“Aku terlalu memaksakan semuanya.. sudah lama aku menyadari.. kau tak mencintaiku.. kau hanya simpati dan peduli padaku. Aku juga tak bisa terus-menerus memaksakan hubungan kita. Aku harap kau selalu bahagia, Jiyong.”

“Nona.. maaf membuatmu menunggu lama.. aku sudah membeli tiketnya, setengah jam lagi pesawat nona dipastikan berangkat. Aku terlalu lamban sehingga kehabisan tiket jam 11 tadi.. mianhae- Ehh? A..da acara apa ini?“ Tiba-tiba seorang namja berbicara tanpa henti sambil mengamati tiket dalam genggamannya dan saat dia mengangkat wajahnya, dagu lebar itu terdorong ke bawah.. terlihat sangat terkejut.

“Seunghyun-ah! Aku rasa.. aku tak membutuhkan tiket itu lagi. Aku akan berada di sini sampai kapanpun.. tentunya bersama dirimu dan dia.” Dara mengaitkan lengannya pada lenganku juga lengan seseorang dengan nama Seunghyun itu. Kehidupanku yang sebenarnya baru saja akan dimulai.. aku bahagia dengan keputusanku.

***

“Jiyong hyeong! Rileks lah sedikit, wajahmu seperti tomat busuk. Kau sudah bermain piano di tempat-tempat ternama dengan ribuan penonton. Tapi menghadapi segelintir orang di gereja ini kau sudah segugup itu! Hahaha.”

“Diam kau Seungri! Yeoja-chingu mu sudah menunggu di luar, temui saja dia!”

“Ehh? Suzy sudah datang? Ahh.. aku tak sabar melihat dia dengan make-up dan dress. Pasti sangat cantik! Aku tunggu hyeong di luar, ara!”

“Ne, arasseo.”

======

“Daesung oppa, terima kasih sudah bersedia menjadi pianist untuk acara ini.. aku benar-benar bahagia.. di hari sepenting ini semua orang yang berharga dalam hidupku berkumpul.”

“Ani, aku juga bahagia bisa membantu muridku.. hehe.. Aku harus bersiap-siap dulu.. Wish you a great and happy wedding, Dara.”

“Ne, gamsabanida!”

======

“Nona.. bogoshipo! 1 bulan tak bertemu.. aku sangat merindukan ocehan nona! Jika nona membutuhkan seseorang untuk dijadikan supir dadakan.. aku akan selalu siap!”

“Haha, Seunghyun-ah! Aku jauh lebih merindukanmu.. bagaimana hubunganmu dengan Bom? Juga pekerjaan baru-mu? Kau pasti menjadi koki yang hebat di restoran itu! Aku selalu suka masakanmu.. apalagi masakan Itali yang kau buat!”

“Ahh.. nona, aku baru saja memulainya.. datanglah ke restoran kami bersama Jiyong, aku dan Bom akan melayani nona layaknya sepasang pangeran dan putri raja!”

“Baiklah! Aku akan menagih janjimu nanti..”

“Umm.. nona.. sangat cantik dengan gaun itu. aku bahagia.. benar-benar bahagia.. semoga pernikahan ini akan selalu membuat nona tersenyum.”

“Gomawo, Seunghyun! Saranghaeyo! Keke.”

======

Aku menggandeng mempelai wanitaku.. lima bulan setelah kejadian itu.. kami memutuskan menikah. Youngbae juga sepertinya sudah berencana menyusul kami segera.. aku bahagia Youngbae akhirnya bisa menemukan jodoh yang sebenarnya selama ini selalu berada di sampingnya.. aku bahagia Youngbae lah yang akan mendampingi yeoja sempurna itu.. Tiffany.

Kali ini kedua orang tua Dara menerimaku sepenuhnya.. mereka menyadari kesalahan-kesalahan itu bahkan meminta maaf. Sejujurnya aku sudah memaafkan dan melupakan semua kejadian itu semenjak Dara kembali ke Seoul.. hanya saja aku yang terus-menerus berusaha membohongi perasaanku.

-THE END-

Kyaah~ ffnya akhirnya end… thanks banget yang udah mau baca, komen, ngasih kritik saran dan masih nungguin ff ini sampe end walaupun updatenya agak lama. Tanpa kalian pasti tukang post jadi lemes juga buat ngepost.. Dan big thx bgt buat reissa eonnie / @saikounolady eonni yg udah ngebolehin ff ini dipost diwp daragon ini.. makasih banyak buat semuanya… *babayannyeong* *bow!!

21 thoughts on “SWEET REVENGE [CHAPTER 11-End]

  1. Hiks …mian ni q gk ngcoment part 9 ma 10 .. dr td sbuk ngbersihin ingus #eh?
    Srius thor .. dr part 9 ntu udh mewek bneran .. ngena bgt mpe ati, ni berasa kek nnton drama huhuhu
    Q kirain sad end .. eh trnyata dkaih hepi end .. ni ff Daebakkk!!!!

  2. Thx so much 4d happy ending, really make me so happy, it would be perfect if our kind writer will add on d epilogue hehe….thx again 😘😘😘👏👏👏👍👍👍💕💕💕

Leave a comment