[Vignette] Hello My Illusion – Jiyong version

hello my illusion DG

Scriptwriter VA Panda Starring Big Bang’s Kwon Jiyong, OC’s Jeniffer Lee and 2ne1’s Park Sandara |
Genre Slice of Life  – Psychology  | Duration Vignette | Rating General

Aku melihatnya dengan tak sengaja. Ia berjalan mempesona di tengah kerumunan banyak kepala di sana. Rambut yang menutupi seluruh punggungnya selalu memaksaku menguras sebuah senyuman. Tubuh rampingnya terus meliuk dan sungguh memabukkan. Ia hanyalah seorang gadis yang memiliki nama Jeniffer Lee. Gadis yang telah membuatku terhibur begitu pula musuhku yang lainnya –karena Aku seorang Kwon Jiyong.

Hello my illusion

Sekitar pukul tujuh, aku terbangun tanpa dibantu suara yang biasa berdering nyaring di kamarku. Satu alisku terangkat, tak percaya jika dari tidurku yang teramat larut bisa bangun lebih awal seperti ini. Aku beranjak dari kasur, melihat kearah jendela yang entah kapan telah terbuka sampai memaksa hembusan angin di sana masuk berbondong-bondong.

“Jiyong? Ada yang salah dengan otakmu, mengapa bangun pagi di hari libur?” Tetanggaku, Park Sandara mundur beberapa langkah saat aku menengok keluar rumah dari jendela.

“Oh, ini menjadi kebiasaan baruku, Dara. Kau tidak akan bisa melakukan rutinitas pagimu di hari minggu.” Seruku dengan terus melihat ke arahnya. Tertangkap! Kwon Dami memang benar dengan bualan di meja makan setiap malam!

“Siapa? Aku? kakakmu itu berbohong! Aku bahkan tidak pernah masuk ke kamarmu, Jiyong!” Jawab Sandara dengan panik.

“Dara, Dami noona bahkan tidak mengatakan itu. Noona hanya bilang kalau kau selalu membuat chamomile tea untuk keluarga kami.”

“Oh, kau mempermainkanku Kwon Jiyong!”

Si pemilik mata bulat itu memang mengasyikkan untuk jadi bahan guyonan. Walaupun Sandara sudah kami anggap seperti saudara sendiri tapi untuk seukuran gadis manapun, tentu dia akan tergiur dengan tubuhku. Ya, dia menyukaiku, aku tahu itu dengan sangat jelas saat pertama kali Sandara datang membantu membawakan barang-barang saat aku baru pindah ke tempat ini. Sebuah tempat yang diusulkan oleh ibuku. Tempat yang lebih ramai dibandingkan lingkungan rumahku yang lalu, kiranya tempat yang bisa membuat aku lupa dengan Jeniffer Lee.

Hello my illusion

“Bagaimana dengan harimu? Apa semua baik-baik saja?”

“Ya.”

“Apakah kau sudah bisa beradaptasi dengan lingkungan baru?”

“Ya, hampir.”

“Apakah dia sudah tidak ada dipikiranmu?”

“Tidak. Aku melihatnya setiap malam, sebelum aku tidur.”

Aku langsung terbangun, melihat sekilas pada sosok pria yang sudah kerap kali bertemu denganku. Bisa dikatakan ini merupakan rutinitas baru untuk bertemu dengan pria yang selalu mencoba memberikan senyuman hangat padaku, tapi kesan pertama ku dengan pria ini memang cukup buruk. Aku sangat membenci saat ibuku memaksaku untuk membiarkan ia mengontrol separuh jiwa yang aku punya, dan hal teramat dibenci adalah saat ia membuat kesunyian dengan sebuah benda kecil yang saling beradu. Pria ini mungkin sangat mencintai sebuah pertanyaan sama yang keluar dari mulutnya namun tidak dengan aku yang harus menanggapinya.

“Jiyong-ah, kau tidak bisa seperti ini.”

“Apa? Terakhir kau hanya mengatakan kalau apa yang terjadi padaku saat ini hanya kesalahan mereka, teman-temanku bukan? Lalu apa yang salah dengan Jeniffer?”

“Ya, benar. Sebuah ingatan yang menyakitkan justru akan tertanam dipikiranmu entah berapa lama waktunya tapi terkadang ingatan itu justru membuat sebuah ilusi lain sebagai hasil dari rasa sakit yang coba ingin kau hilangkan, Jiyong.”

“Percayalah, aku tidak menyedihkan seperti itu Tuan Nam. Hidup lama di Amerika justru membuat otakku mahir menyaring apa yang perlu diingat dan apa yang perlu dilupakan begitu saja.” Aku mulai membenci arah pembicaraan ini, Tuan Nam dengan kacamatanya tidak mampu membuatku mengelak. Di sana, di balik kacamata keemasan yang ia kenakan, kedua matanya kian menatapku dengan dalam.

“Jeniffer Lee adalah sebuah kesalahan.” Ujarnya tanpa berhenti menatapku.

Buku tanganku memucat, baru kali ini Tuan Nam dengan lantangnya menyalahkan Jeniffer yang justru aku anggap sebagai malaikatku. Jeniffer bukan seperti gadis yang ibu dan adikku bayangkan, ia adalah sosok yang memberiku rengkuhan sayap untuk melindungiku dari musuhku. Ia selalu memberiku sebuah senyum saat jam istirahat, tapat di bawah mentari yang terik.

“Ada banyak hal di dunia ini yang sangat aku benci. Pertama, pada orang yang seenak-enaknya masuk pada ingatan oranglain. Kedua, orang yang mencoba mengusik ingatan masa lalunya. Terakhir, Aku sangat membenci keluargaku menganggap aku butuh bantuan seorang psikiater!”

Hello my illusion

Jeniffer Lee, aku mengenalnya saat di mana kedua orangtuaku berpisah. Sesekali gadis itu hanya menengok dari kejauhan, tapi aku menyadarinya. Sebulan berlalu, kami mulai akrab namun ibu membawaku ke Amerika, sempat aku berbincang dengan Jeniffer di suatu malam sebelum kepergianku. Dalam kegelapan, Jeniffer menangis dengan diam. Hatiku remuk entah mengapa, dan di Amerika, aku menemukan pribadiku yang kian kacau.

Di usia menginjak awal remaja, mereka mengatakan bahwa aku bukan orang yang normal. Aku termasuk orang yang lebih sering menghabiskan waktu di dalam kelas tanpa membuat percakapan dengan siapapun itu. Ibuku mulai menangis, memberikan sejumlah obat sebagai tindakan kasih sayangnya namun ia justru lebih mempercayai dokter dibandingkan dengan anaknya sendiri, Kwon Jiyong.

Semua orang menyalahkan kebodohanku saat aku dengan sengaja menggoreskan pecahan kaca pada nadiku. Ibuku menjerit, kakakku bahkan terbatu saat menyaksikan adiknya bertindak bodoh, namun karena itu, aku bisa bertemu kembali dengan ayahku yang menganggap aku normal. Ayahku datang dengan cahaya surganya tersenyum, mengelus kepalaku di tengah kegelapan saat yang lain terlelap. Hanya ada ayahku dan juga … Jeniffer yang tiba-tiba muncul dengan berlari memelukku.

“Jangan kacaukan hidupmu, berhenti mengikuti suruhan ibumu jika itu akan menyakitkan.”

Sejak saat itu aku mengikuti apa yang diserukan Jeniffer karena di sana kami sepakat untuk saling ada saat yang lainnya membutuhkan. Jeniffer tidak pernah sekalipun meninggalkanku, sampai aku telah beradaptasi dengan baik di sekolah yang baru tapi ibu menganggapku berbeda. Sekalipun aku sudah bertindak normal, berkomunikasi dengan teman-teman juga keluargaku tapi saat mengatakan bahwa aku bahagia saat ayah datang saat aku sakit, ibuku bangkit dari meja dan menghentikan makan malam kami.

“Jangan berbicara soal ayah lagi,” suara ibu kala itu bergetar.

Nyatanya, pernyataan yang aku ajukan justru membuatku tak habis pikir dengan diriku sendiri saat kakakku turut menangis juga menyalahkanku. “Ji! Kau kacau karena kau yang membuat ayah tidak ada di antara kita untuk selamanya!”

Ya, aku ingat. Sembari kesakitan pada kepalaku, aku mengingat bahwa ayahku telah tiada karena hendak menyelamatkanku dari peristiwa di malam itu. Malam saat aku mendengar pertikaian mereka dan memutuskan untuk berpisah.

Aku menangis dan terus mengurung diri selama berhari-hari. Menghindari keramaian sampai akhirnya Jeniffer mengetuk pintu kamar ku di malam hari dan ia membawa sejuta harap untuk aku melanjutkan hidupku namun hal itu tak berlangsung lama, karena kenyamananku dikacaukan dengan kepindahkan kami ke Korea. Jeniffer menghilang begitu saja, namun suaranya kerap kali datang sebelum aku tidur.

Hello my illusion

Dua tahun berselang, tahun di mana Aku, Kwon Jiyong perlu melanjutkan hidup. Selepas kelulusan sekolah, tepat satu tahun yang lalu, Jeniffer datang padaku dengan bunga lili di lengannya. Di bawah sayup mentari yang dipakas oleh awan kelabu, gaun peach selututnya sangat menawan. Rambut hitam legamnya menari saat dirinya berlari menuju ke arahku. Jeniffer memanggil namaku dengan suara manis.

“Kwon Jiyong-ssi,”

Jarak kami kian terpangkas, senyuman indahnya semakin terpancar. Jas hitam yang aku kenakan dengan sepatu pantopel membawa tubuhku santai menuju sosoknya. Detik kemudian, kami tertawa bersama. Di tengah keheningan tepat saat daun maple yang rapuh jatuh di antara kami berdua. Tak lama berselang, Jeniffer mengelurkan suaranya. “Jeniffermu akan hilang sebentar lagi.”

Aku terdiam, melihat mata bulatnya dengan seksama. Jeniffer masih menawan seperti pertama kami bertemu. Perlahan, sebuah pelajaran sengaja aku tanamkan di dalam otakku. Ya, Jeniffer hanyalah teman khayalanku. Lambat laun, sosoknya mengikis menjadi ratusan kupu-kupu penuh warna di sana. Jeniffer datang bersama sayap indah putihnya, dan sekarang dia menghilang dengan ratusan sayap indah berwarna-warna.

Kalian tahu?

Aku masih memiliki Jeniffer. Tentu bukan Jeniffer yang membuatku memerlukan seorang psikiater, tapi Jeniffer yang membuat hariku kian unik.

Jenifferku, dialah Park Sandara. Gadis bermata bulat yang selalu berada di sampingku sampai saat ini. Sandara … obatku.

the end


i’ll be back~~ Yuhuu!! Yosh, ikut partisipasi pakai ff lama jadi aku tengok-tengok file di laptop dan yang bukan cast DG jadi aku ubah haha

Ini cerita kacau gak? Huallah, asalnya gak mau buat begini eh tapi pas nulis berjalan gitu aja :)) Alhamdulillah lah selama lamanya gak nulis bisa juga lebih dari 5 page Ms.Word wkwk
Maapkan daku yah yang tiada kabar, berhubung lagi libur semester yang lumayan lah jadi diusahain bakalan produktif hehe
Jujur, jangan terlalu dibawa serius yah soal teman kyalan ini. Its my style, versi aku tapi bukan versi nyata karena aku gak ada bayangan tentang temen khayalan jadi yang kalo menurutku begini (?)
Ditunggu yah pendapat kalian dari cerita ngawur akooh. See you :*

-Pinda


10 thoughts on “[Vignette] Hello My Illusion – Jiyong version

  1. Awalnya ngira Jeniffer mantannya. pas masuk tengah cerita aku ngira Jeniffer itu hantu/? ternyata memang benar hantu hayalan/? xD
    Keren keren. Bahasa dan gaya penulisannya juga keren bangeett..
    Terus semangat nulis nya. ^^

  2. Jeniffer ternyata sbuah khayalan,
    Khayalan yang merubah hidup jiyong
    Aku kira jeniffer itu hantu
    Keren crtanya
    Semangatt ya
    Ditunggu karya2 slnjutnya

  3. kalo baca cerita ini jadi inget drakor it’s ok it’s love…..hehhehehehe
    moment DGnya sedikit thor….hehhehe
    ditunggu ffw yg lainnya… Semangaaaatt.

  4. Oooo gini ceritanya. Jiyong punya temen khayalan namanya jeniffer. Terus jiyong suka sm dara, gitu? Bingung aaa. Ini udh bagus kok, thor. Ditunggu karya karya selanjutnya😉

  5. Suka gaya bahasanya kereen . Oh jennifer teman khayalan jiyong . Tpi dia juga suka sama dara. Huhu bguslah.. kirain siapa jeniffer rupanya tohh wkwkw . Keren keren

  6. Awal baca agak gak mudeng,,,tapi wkt mendekati end baru ngeh ternyata jeniffer khayalan ,,, untunglah sosok sandara ada jadi jiyong bisa lepas dari khayalan.y ,,,

Leave a comment