A Summer with Superman Chapter 3

story by: Bludoki / twitter account

Link: Asianfanfics / Daragon-Hideout

Indo trans: Uta

source: daragon-hideout

CHAPTER 3

Musim panas perlahan-lahan berlalu dengan aku melihat diriku mengamati Jiyong dari jauh. Aku hanya akan menemukan diriku selalu menatap ke arahnya sambil mencengkeram dadaku, dan akan malu-malu berpaling setiap kali dia akan bertemu dengan tatapanku. Aku telah bertingkah aneh setelah festival itu, dan perasaan aneh dalam diri ini juga terus menggangguku.
Dan dari melihat Jiyong, aku menanggung rasa sakit yang ganjil yang selalu menyerangku tiap kali aku melihat dia dengan Ji Hyo. Meskipun gosip tentang mereka telah padam, meskipun ia sudah mengatakan padaku bahwa mereka hanya teman, aku masih tidak bisa apa-apa selain merasakan kegelisahan aneh dalam diriku. Bahkan mungkin aku terlihat seperti pemangsa yang selalu mengamati mangsaku dari jauh.

Mengendarai sepedanya ke sekolah dan pulang ke rumah menjadi perjalanan yang sunyi karena aku. Aku melanjutkan perang diamku melawan… diriku sendiri. Aku tidak pernah merencanakan dan ingin bertindak seperti ini, tetapi aku tidak bisa menahannya. Jiyong membuat aku bisu dengan tanpa melakukan apa-apa. Apa yang membuat diriku sedih adalah bahwa ia tidak pernah bertanya mengapa, dia hanya bermain dengan keheningan yang aku berikan, bukannya aku peduli, tapi hingga akhir, selalu aku yang ingin sekali mendengar darinya.

Keluhan lain lolos dari tenggorokanku. Daguku beristirahat di telapak tangan saat aku sekali lagi, melihat Jiyong dari jendela kelas kami saat ia sedang mengobrol dengan temannya ‘yang untungnya’ teman pria di luar.
“Apa yang salah denganku?”
Aku bergumam. Aku bisa merasakan dahiku berkerut, keriput yang muncul di wajahku sekarang mungkin karena terlalu banyak berpikir, tapi tetap saja, aku tidak tahu apa yang terjadi denganku. Aku pikir kepalaku akan pecah karena pemikiran terlalu banyak yang benar-benar tidak biasa kulakukan. Jiyong adalah satu-satunya ditugaskan untuk berpikir, sementara aku hanya ditugaskan untuk mengeluarkan apapun yang terlintas dalam pikiranku.

“Kenapa? Apa kau sakit?”
Aku mendengar seseorang berbicara di belakangku, dan tatapanku dengan cepat melesat jauh dari Jiyong ke arah tangan yang kurasakan menyentuh dahiku.
“Kau tampak baik-baik saja. Apa yang salah? ”
Sebelum aku sempat berbalik dan menghadapi si pemilik tangan yang besar dan suara serak dalam itu, ia membungkuk padaku yang terkejut karena wajahnya langsung disambut pandanganku, dan karena jarak kecil di antara wajah kami; alis tebalnya melengkung saat ia memberiku senyum lebar yang hangat. Mataku melebar dan cepat-cepat menarik tubuh dan menjauhkan diri sedikit darinya.
Aku melihat sekeliling sesaat dan yakin semua teman-teman perempuanku cemberut, mungkin karena rasa iri dan dengki, kadang-kadang aku merasa takut pada apa yang mungkin bisa fangirls-nya lakukan padaku, karena jujur Seunghyun sering mengunjungiku di ruang kelas kami beberapa hari ini, aku tidak tahu kenapa, juga ketika ia mulai memanggilku dengan nama panggilanku, Dara, bukannya aku memiliki sesuatu terhadap itu, hanya saja aku benar-benar bertanya-tanya mengapa dia bertindak begitu manis dan penuh perhatian terhadapku. Dan setiap kali aku bertanya kepadanya tentang itu, tentang diriku dan fangirls, ia hanya akan menunjukkan senyum liciknya dan memberitahuku bahwa ia hanya ingin melakukannya. Aku hanya bisa mengangguk, mencibir dan mengatakan kepadanya bahwa ia lebih baik menjelaskan pada fangirls-nya bahwa kami hanya teman, kemudian setelah itu aku akan mendengar dia tertawa sebelum ia menepuk kepalaku. Selalu seperti itu, sampai aku bosan memintanya dan membiarkan dia melakukan apa yang dia inginkan, sekarang dia bahkan sering menyerobot di kelas kami untuk kenyamanannya.
“Tidak ada, apa yang kau lakukan di sini? Kau mengejutkanku.”

Aku tersenyum  padanya. Dia memberiku lagi senyum liciknya sebelum ia lebih mendekat padaku dan bahkan sebelum aku bisa memblokir tangannya, ia sudah mencubit pipiku. Itu salah satu kebiasaan setiap kali ia akan melihatku, aku takut kalau wajahku akan membengkak karena terlalu banyak cubitan yang aku terima darinya tapi tetap saja dia tidak akan berhenti dan malah menyalahkan pipi tembemku.
“Mengapa kau begitu lucu?”
Dia mengatakan itu padaku, saat itulah aku menampar tangannya dan cemberut. Aku mendengar dia tertawa sebelum ia meraih tanganku dan mulai menyeretku keluar dari kelas.

Aku seharusnya merasa aneh di dalam perutku seperti pertama kali ia memegang tanganku, wajahku harusnya bersemu setiap kali kulit kami bersentuhan terhadap satu sama lain, harusnya merasa seperti pipiku akan terbakar setiap kali ia melihatku; tapi tidak ada perasaan itu yang memukulku tiap kali dia akan melakukan hal-hal itu. Aku tahu, bahwa dulu itu benar-benar hanya karena panasnya musim panas.

“Ibuku memasak beberapa seafoodyang ia dapatkan dari kota tetangga.”
Kami mulai berkumpul saat makan siang, dengan Jiyong dan juga Ji Hyo. Aku tidak tahu mengapa dia di sini, mengapa dia selalu dengan Jiyong setiap kali kami nongkrong selama istirahat. Sejujurnya aku tidak suka, aku tidak suka dia dekat dengan kami, terutama dengan Jiyong. Tentu dia seorang gadis yang baik, tapi aku tidak bisa membuat diriku menyukainya tidak peduli bagaimanapun aku mencoba.
Aku tersesat dalam pikiranku, menyaksikan dua orang di seberang meja sementara Seunghyun terus menempatkan makanan di piringku, aku mengangkat bahuku dan memutuskan untuk berpaling sambil cemberut. Dan saat aku akan memakan makanan yang kuambil secara acak dari piring, sebuah tangan menghentikanku. Aku segera melihat pemilik tangan dan kurasakan hatiku tiba-tiba melompat ketika aku tahu bahwa itu Jiyong.
“Dara-ah… itu cumi-cumi, apa kau lupa bahwa kau alergi itu?”
Aku melihat ke bawah pada makanan dan secara mental memukul diriku sendiri karena tidak hati-hati, bahkan sampai makan, aku masih membutuhkan Jiyong untuk mengingatkanku. Apakah ia telah memperhatikanku sepanjang waktu? Dia dengan lembut menurunkan tanganku sementara aku hanya tinggal diam dan tidak bisa berhenti untuk melihat ke arahnya.
“Ini.”

Dia mengambil piringku dan mendorong miliknya ke depanku. Akhirnya aku mendongak dan melihat dia sudah tidak menatapku lagi.
Mereka mulai mengobrol, sementara aku hanya duduk di sana mendengarkan mereka. Jiyong juga diam seperti biasa, hanya Ji Hyo dan Seunghyun yang berbicara, sesekali pandanganku mendarat pada Jiyong, seolah-olah ia memiliki jenis magnet yang kemana pun aku melihat, aku akan selalu berakhir menatap padanya, dan hal seperti ini yang telah kulakukan selama beberapa hari terakhir, aku akan tersipu dan dengan cepat berpaling setiap kali dia akan menangkap aku sedang menatapnya. Kukira aku salah tentang sembuh dari sakit musim panas, sepertinya penyakit ini justru semakin memburuk.

“Apa kau sudah selesai menjawab lembar rencana masa depan?”
Jiyong memecahku keluar dari trans dengan pertanyaannya. Kami di atas sepeda, dalam perjalanan ke sekolah kami, dengan aku duduk di belakang dia lagi, berpikir tentang apa yang terjadi sebelumnya di rumah. Ibuku memarahi aku lagi, dan itu tentang ‘lembar rencana masa depan’ yang Jiyong bicarakan.
Aku tidak pernah berpikir untuk merencanakan masa depan. Aku tidak pernah berharap untuk melewati masa ini dengan cepat, yang tinggal satu semester lagi, kami semua akan pergi terpisah dengan jalan yang berbeda dan menghadapi jalan yang kami putuskan untuk diambil, dan sayangnya bagiku, aku masih belum menemukan sesuatu yang aku inginkan di masa depan. Aku sudah terbiasa untuk selalu mengikuti kata-kata Jiyong, dengan dia selalu melakukan hal-hal untukku, jadi tidak pernah terlintas dalam pikiranku untuk melakukan sesuatu sendiri dan itu menghabiskan kesabaran ibuku terhadapku sebelumnya.
“Aku tidak bisa memikirkan apa pun untuk ditulis di sana.”
Dengan tegas aku menjawab Jiyong, ia membutuhkan beberapa waktu untuk berbicara lagi.

“Apa yang salah? Yang harus kau lakukan adalah menulis apa yang kau ingini di masa depan.”
Itulah masalahnya, aku bahkan tidak tahu apa yang kuinginkan.
“Bagaimana denganmu? Apa kau sudah menyelesaikannya?”
Aku justru balik bertanya. Aku merasakan dia menghela napas sebelum ia menoleh ke belakang sedikit dan menjawabku.
“Ya. Jadi kau harus mulai menjawabnya, semua murid perlu mengumpulkannya hari Jumat. Apa kau ingin Mrs Lee memarahimu lagi?”
Aku cemberut dan menunduk.
“Bisakah kau saja yang menjawab untukku, Jiyong? Bagaimanapun, kita masih akan bersama kan?”
Aku bergumam, tidak benar-benar berpikir tentang kata-kataku, dan ketika aku hanya menerima keheningan darinya, aku melanjutkan.

“Aku hanya ingin selalu bersamamu, itu satu-satunya yang ada di benakku.”
Masih hilang dalam pikiranku, membiarkan bibirku bicara tentang semua yang kurasakan saat itu, tanpa keraguan aku mengeratkan peganganku di sisi tubuhnya.
“Konyol.” …”

Aku mendengarnya berbisik. Ya…aku konyol. Selalu berpikir tentang cara termudah untuk melarikan diri, selalu menggantungkan diri dalam kepedulianmu, aku konyol untuk berpikir bahwa kau selamanya bersamaku. Tapi tak bisakah kita seperti itu?

Aku menata barang-barangku, menyiapkan diri untuk menemui Jiyong dan pulang ke rumah ketika aku mendengar seseorang memanggil namaku. Aku mengikuti suara itu dan melihat Seunghyun berdiri tepat di luar kelas kami dengan ekspresi tak terbaca di wajahnya.
Dia melihat ke sekitar untuk beberapa saat, para murid perlahan-lahan berkurang hingga tinggal kami berdua. Aku terus menatapnya penuh tanya sementara ia memberiku senyum tipisnya lagi.
Dia perlahan-lahan berjalan ke arahku, menggigit bibir bawahnya seperti anak kecil yang mendapat masalah. Dia terus mengalihkan pandangannya ke samping hingga ia sampai di depanku.
“Ada apa, Seunghyun-ah?”
Dia tertunduk sebentar, kemudian aku terkejut ketika ia meraih tanganku. Perasaan berpacu terjadi di dalam dadaku lagi, tanganku mulai berkeringat karena antisipasi yang terbentuk yang aku bisa rasakan di dalam hati. Aneh … lagi-lagi semuanya terasa aneh.
Dia mendongak dan aku hampir menghembuskan napas yang tertahan ketika mata kami terkunci dan salah satu tangannya meraih sisi wajahku dan kurasakan belaian itu.
“Tidak peduli bagaimana aku mencoba, akhirnya aku selalu menatapmu…ini pertama kalinya aku merasakan perasaan aneh dalam diriku setiap kali kau dekat. Aku tidak tahu bagaimana aku berhasil menahan diri, hanya melihatmu dari jauh…tapi sekarang, aku tidak ingin menjadi pengecut lagi danmembiarkan orang lain memiliki kesempatan untuk membawamu pergi …”

Aku terdiam. Aku tidak tahu apa yang ia bicarakan tapi setiap kata-katanya terasa menusuk menembus diriku. Setiap kata-katanya jelas menggambarkan setiap perasaanku, setiap tindakanku terhadap sahabat terbaikku. Kenapa Seunghyun tahu semua tentang itu? Mengapa dia mengatakan semua ini padaku? Dan sebelum pikiranku bahkan bisa memproses alasan di balik semua itu, kata-kata berikutnya telah memukulku pada alasan di balik semua itu.
“Aku mencintaimu Dara …”
Aku tidak tahu apakah itu suara atau kata-katanya yang membuat menggigil seluruh tubuhku, tapi setelah mendengar itu semua, diriku menjadi kosong. Aku tidak bisa melihatnya, aku bahkan tidak bisa mengeluarkan satu katapun. Pertama kali mendengarnya, setidaknya aku harus mengatakan sesuatu, tapi aku begitu tersesat. Dan satu-satunya yang aku yakin tentang perasaanku adalah bahwa, apa yang kurasakan di dalam hati jauh dari kebahagiaan yang aku harapkan.

Aku berjalan pulang. Ketika aku keluar Jiyong sudah tidak ada di sana lagi. Matahari baru saja akan tenggelam, air di sungai memantulkan warna kecoklatan; air berbinar seolah potongan berlian kecil dituangkan di dalamnya. Aku masih berada dalam kekosongan, pikiranku terbang ke suatu tempat hingga aku mendesah.
Dan ketika aku memandang ke depan, tenggorokanku terengah saat melihat ‘dia’ di atas sepedanya, berjalan ke arahku. Aku berhenti dari jalanku saat aku melihat dia. Sinar terakhir dari matahari mengenai bentuknya dengan sempurna, casting bayangan di bawahnya, kecantikannya yang sempurna sedang disorot oleh matahari terbenam. Ia mengayuh sepedanya seolah-olah dia terburu antara hidup dan mati, aku tahu dia melihatku karena wajah khawatirnya perlahan menjadi lebih tenang ketika ia semakin dekat.
Semantara jarak antara kami perlahan-lahan berkurang, hatiku mulai berpacu sekali lagi.

Bibirku terbuka seolah musik yang diciptakan oleh hatiku sedang bermain bersama telingaku, sampai penglihatanku perlahan kabur, hanya untuk menyadari bahwa air mata telah menghalangi penglihatanku yang jelas.
Jiyong buru-buru turun dari sepedanya bahkan sebelum ia bisa mencapaiku. Sepeda malang itu seperti dibuang karena ia turun dengan kasar dari benda itu. Aku berdiri diam di tempatku, menunggu saat dia berlari ke arahku. Sudah jelas di wajahnya bahwa ia marah dan karena itu kukira aku akan dimarahi olehnya.
Tapi aku salah, karena begitu dia berada satu inci dariku, aku merasa diriku diselimuti oleh pelukan erat, aku mendengar diriku tersentak karena tubuh kami yang saling bertabrakan.
“Dimana kau? Aku sudah mencari ke mana-mana. Aku pikir sesuatu yang buruk terjadi padamu!”
Aku mendengar dia berteriak, merasa lengannya memelukku begitu ketat sehingga kupikir aku akan patah, tangannya terus membelai bagian belakang kepalaku, tapi aku hanya bisa menenggelamkan kepalaku di bahunya dan menangis.
Setelah pengakuan Seunghyun, aku cepat-cepat lari ke atap gedung kami dan menyembunyikan diri, aku tidak tahu mengapa tapi aku ingin sendirian dan menenangkan diri. Aku tidak menyadari bahwa aku menangis dan butuh hampir satu jam untuk menenangkan diri. Tapi di sinilah aku sekarang lagi; menangis di pelukan Jiyong, tak bisa mengendalikan emosiku yang meluap. Aku bahkan tidak tahu alasan di balik air mataku, itu karena kebahagiaan, atau karena kesedihan aneh yang aku rasakan lagi.
Aku merasakan dia menarikku keluar dari pelukan kami, aku mendongak dan melihat dia menatapku dengan raut khawatir jelas di wajahnya. Dia masih memegang salah satu bahuku dengan erat sementara salah satu tangannya meraih wajahku dan mengusap air mataku.

“Apa yang terjadi? Mengapa kau menangis? Apa terjadi sesuatu?”
Itulah pertama kali aku mendengar Jiyong begitu panik, dan jujur, aku menyukainya. Aku ingin dia khawatir tentangku, aku ingin dia selalu melindungiku, aku ingin dia selalu memastikan bahwa aku ada di sisinya, aku ingin dia hanya memikirkanku.
Aku menggigit bibirku yang gemetar sebelum berbicara.
“Seunghyun…”
Aku tersedak air mataku dan melihat alisnya berkerut karena begitu frustrasi setelah mendengar nama temannya.
“Seunghyun…mengatakan kepadaku bahwa dia mencintaiku.”
Akhirnya aku mengatakannya sebelum gelombang air mata yang lain lolos dari mataku. Genggaman Jiyong perlahan mengendur, wajahnya benar-benar telah kabur karena air mataku, aku ingin melihat reaksinya, aku ingin tahu bagaimana perasaannya padaku saat kukatakan hal itu. Aku hanya ingin tahu.
Tapi kemudian, aku menemukan diriku dipeluk lagi olehnya, air mataku perlahan membasahi kemejanya. Dia memelukku begitu lembut hingga semua yang bisa kurasakan adalah kehangatannya yang menambahkan perasaan terbakar di dalam dadaku.
“Dia memintaku untuk menjadi pacarnya Jiyong-ah …”
Aku berbisik, mencengkeram erat punggungnya sementara lenganku melilit di sepanjang pinggangnya, memeluknya kembali. Untuk sementara dia diam, hanya membelai kepalaku dan lagi, aku hanya bisa menutup mata dalam banyaknya kenyamanan yang ia berikan.
“Aku tidak tahu harus berbuat apa. Ia mengatakan ia akan menunggu. Aku tidak bisa berpikir. Aku tidak tahu. ”
“Sssh … lalu kenapa kau menangis?”
Dia berbisik. Aku merasakan hatiku telah ditusuk dengan pertanyaannya dan rasa sakit bisa kurasakan dalam suaranya.
Aku tidak bisa menjawabnya kembali, justru hanya menangis lagi, dan membenamkan wajah di dadanya, ingin mendengar denyut jantungnya.
Alasanku menangis adalah karena aku ingin mendengar kata-kata itu bukan dari Seunghyun, karena aku telah menyadari bahwa aku ingin mendengar kata-kata itu dari orang lain, dan dia adalah orang yang sama dengan orang tempatku menangis sekarang, orang yang bisa membuat hatiku berpacu cepat dan lambat pada saat yang sama, orang yang aku telah bersamanya sepanjang hidupku, orang yang dengan egois aku inginkan untuk diriku sendiri. Aku menangis karena aku ingin mendengarnya dari Jiyong, dan mengetahui bahwa tidak mungkin untuk memiliki hak itu, hanya aku yang memiliki keinginan egois ini dan mungkin karena ia menyiapkan kata-kata itu untuk gadis lain.

“Aku bahagia untukmu.”

***

-tbc-

kalo skarang minta 20 komen gimana? bwahahahaha…#MasukinUtaKeSumur

okayyy..yg penting jgn lupa ninggalin jejak ya^^

37 thoughts on “A Summer with Superman Chapter 3

  1. Jippa Bodoh !
    Ngbiarin Dara jadian ama Seunghyun ><
    krna Dara jadian ama Seunghyun !

    And Jiyong …….. T.T
    Huhu ,, chap lnjut tisu nyaa msti bnyak ! Kloo prlu segudang ~
    soalny chap lnjut bkal mnyedihkn bgt T.T

    Hoaah ,, jd nga sabar pngen nangis senangis"nya di chap.4 !
    ~kekeke XD
    for Translator Gomawo & Fighting ! ^^

  2. Bingung sama perasaan jiyong dia keliatan sayang banget ma dara tapi knp malah ngebiarin dara ma seunghyun..
    Ahk… Jiyong harus.a km perjuangin dara dong!.., itu yg dara mau!

Leave a comment