Gonna Get Better [Chap. 22]

untitled-1

Cast : Sandara Park, Kwon Jiyong, Lee Donghae

Kategori : Romance

Wattpad : @rmbintang

Chapter 22

.

.

.

            From : Mr. Boyfriend

            Babe, aku sampai dalam lima menit. Kau sudah siap, kan?

     Senyuman Dara mengembang ketika dia membaca pesan yang dikirim oleh kekasihnya Jiyong dan tanpa menunggu waktu lama Dara langsung membalas pesan itu. Setelah membalas pesan dari Jiyong, Dara yang tadinya sedang mendengarkan musik sambil berbaring langsung bangkit dari tempat tidur kemudian duduk di depan cermin. Dara melepaskan semua roll rambut yang dia pakai lalu merapikan rambutnya yang sengaja dia buat sedikit ikal kemudian wanita itu mengambil lipstik warna nude lalu memolesnya di atas bibir mungilnya yang membuat penampilannya terlihat cantik alami.

     Dara kemudian mengambil tas slempang yang telah dia siapkan lalu mulai memasukan beberapa barang penting ke dalam tas. Dara hendak akan berdiri saat tiba-tiba dia mendengar pintu kamarnya dibuka lalu beberapa saat kemudian dia mendengar suara seseorang yang sangat dia rindukan memanggil namanya dengan sangat lembut.

     “Dara-ah.” Dara langsung berbalik ketika mendengar suara itu.

     “Imo.” Ujar Dara dengan mata dan bibir yang sedikit terbuka ketika dia melihat bibi yang sangat dia sayangi berjalan ke arahnya.

     “Surprice!” seru bibi-nya dengan suara senang sambil merentangkan tangannya.

      “Kapan imo datang ke Korea?” tanya Dara sambil berjalan ke arah bibi-nya itu dengan wajah berseri.

     “Tadi malam.” jawab bibi-nya sambil merentangkan tangan lalu memeluk Dara erat. “Bagaimana keadaanmu? Apa kau baik-baik saja?” tanya bibi-nya sambil melepaskan pelukannya lalu menatap Dara yang saat ini sedang mengangguk.

     “Bagaimana dengan imo? Apa imo baik-baik saja?” Tanya Dara yang bibi-nya balas dengan anggukan juga. Dara kembali tersenyum lalu memeluk bibi-nya lagi.

     “Imo aku merindukanmu.” Ujar Dara dengan nada sedikit manja.

     “Aku juga.” balas bibi-nya sambil mengusap lembut punggung Dara.

     “Ada banyak hal yang ingin aku ceritakan kepadamu, terimakasih karena telah datang ke Korea.” ujar Dara setelah dia melepaskan pelukannya.

     “Kau bisa menceritakan semuanya sebelum aku kembali ke London minggu depan.” Ujar bibi-nya lagi yang Dara balas dengan anggukan. “Apa kau akan pergi?” tanya bibi-nya lagi ketika melihat tas yang Dara pakai.

     “Aku ada janji dengan seseorang sekarang.”

     “Wah sayang sekali.” ujar bibi-nya dengan nada sangat kecewa. “Apa kau tidak bisa membatalkannya?”

     “Tidak bisa.” ujar Dara sambil menggelengkan kepala. “Memangnya ada apa?”

     “Kau tidak tahu?” tanya bibi-nya heran. “Hari ini keluarga besar kita akan berkumpul, nanti malam kita akan makan malam bersama untuk merayakan ulang tahun halmeoni yang harus batal bulan lalu.” Ujar bibi-nya lagi yang membuat Dara menggelengkan kepalanya.

     “Aku tidak tahu ada acara hari ini.” ujarnya.

     “Aneh, apa halmeoni tidak memberitahumu?” tanya bibi-nya lagi yang Dara balas dengan kembali menggelengkan kepala namun kali ini dengan raut wajah sedih.

     “Halmeoni tidak mengatakan apapun karena dia sedang marah kepadaku.”

     “Wae?” tanya bibi-nya dengan nada yang sedikit terkejut. “Apa kalian bertengkar?” Dara menganggukan kepalanya dengan pelan. “Tapi kenapa bisa eomma marah kepadamu? biasanya dia selalu memanjakanmu.”

     “Aku akan menjelaskannya nanti karena ceritanya sedikit rumit dan panjang.”

     “Ya sudah kalau begitu. Tapi sebaiknya kau tidak usah pergi sekarang, ibumu bilang dia juga akan datang dengan adik-adikmu.” raut wajah Dara langsung berubah ketika nama ibunya di sebut.

     “Imo aku tidak punya adik.”

     “Dara-ah kau masih belum memaafkan ibumu? Kalian belum pernah bicara lagi?”

     “Imo aku minta maaf karena aku benar-benar harus pergi siang ini. Aku tidak bisa membatalkan janji ini begitu saja.” ujar Dara tanpa memjawab pertanyaan bibi-nya.

     “Begitu?” tanya bibi-nya yang hanya Dara balas dengan anggukan. “Ya sudah kalau begitu kau boleh pergi, tapi usahakan kau pulang sebelum makan malam karena halmeoni pasti akan sangat kecewa kalau kau nanti tidak ada. Walau bagaimanapun kau itu kesayangannya.” Ujar bibi-nya lagi sambil tersenyum hangat yang Dara balas dengan anggukan mengerti.

     “Aku langsung pulang setelah janjiku selesai. Aku janji.” Ujar Dara dengan senyuman bahagia yang kini kembali menghiasi wajah cantiknya dan hal itu tidak luput dari pandangan bibi-nya.

     “Kau terlihat senang sekali karena bisa pergi.” Ujar bibi-nya sambil memicingkan mata lalu menyilangkan tangan di depan dada. “Imo penasaran siapa orang yang akan kau temui sehingga membuatmu senang seperti itu.” Ujar bibi-nya lagi yang membuat Dara langsung tersipu. “Omo kenapa kau tersipu malu seperti itu? apa orang yang akan kau temui itu orang yang spesial bagimu?” tanya bibi-nya lagi yang Dara balas dengan anggukan malu-malu. “Kekasihmu?”

     “Ne.” Balas Dara dengan suara lembut.

     “Kau punya kekasih dan sama sekali tidak memberitahu imo?”

     “Aku akan menceritakan semuanya nanti, aku tidak bisa menceritakan hal ini melalui telepon makanya aku sangat senang karena imo datang ke Korea.” ujar Dara sambil tersenyum manis.

     “Aigoo kau terlihat sedang sangat kasmaran saat ini.” Ujar bibi-nya lagi sambil sedikit berdecak namun tersenyum senang dan saat itulah mereka mendengar suara yang berasal dari ponsel milik Dara.

     “Imo aku harus pergi sekarang.” ujar Dara sambil membaca pesan yang kembali Jiyong kirim. “Dia sedang menungguku di luar.” ujar Dara lagi sambil mengangkat kepalanya dan menatap kembali bibi-nya.

     “Ya sudah sana pergi, jangan membuat kekasihmu menunggu terlalu lama!” Ujar bibi-nya. Dara hanya tersenyum kemudian memeluk bibi-nya sebentar.

     “Sampai berjumpa nanti.” Ujar Dara sebelum melepaskan pelukannya lalu segera berjalan cepat dengan perasaan yang sangat senang. Di lantai bawah Dara tidak melihat siapapun jadi dia langung keluar dan segera menuju mobil Jiyong yang sedang menunggu di depan gerbang rumahnya.

     Dara langsung membuka pintu gerbang dan seketika senyumannya menghilang ketika dia melihat Jiyong kini terlihat sedang berbicara dengan neneknya tidak jauh dari tempatnya berdiri. Dengan sedikit gugup dan takut Dara langsung berjalan ke arah mereka.

     “Ji.” panggilnya dengan suara pelan yang langsung membuat Jiyong dan neneknya mengalihkan perhatian mereka kepada Dara. “Maaf jika kau menunggu lama.” Ujarnya lagi sambil berdiri di samping Jiyong lalu merangkulkan tangannya di lengan kekasihnya itu. Jiyong menggelengkan kepala sambil melengkungkan senyuman yang membuat kegugupan dan ketakutan Dara langsung hilang seketika.

     “Ani, aku baru sampai kok.”

     “Kalau begitu kita sebaiknya pergi sekarang.” ujar Dara sebelum dia mengalihkan tatapannya kepada neneknya. “Halmeoni aku pergi dulu, aku akan pulang sebelum acaranya dimulai.” Ujar Dara yang hanya dibalas dengan raut wajah datar neneknya. Dara melihat neneknya hendak akan berpaling saat tiba-tiba Dara mendengar suara Jiyong.

     “Saya meminta izin untuk membawa Dara sebentar dan berjanji akan mengantarnya dengan aman sebelum malam.” Dara melirik kepada Jiyong dan melihat kekasihnya itu sedang membungkuk sambil menunggu jawaban dari neneknya.

     Dara lalu kembali menatap neneknya untuk melihat reaksi apa yang akan neneknya berikan namun Dara kesal setengah mati saat neneknya hanya menatap Jiyong dengan raut yang sangat datar. Dara bahkan tidak tahu apa yang neneknya pikirkan saat ini karena wajah neneknya tidak menunjukkan ekspresi apapun dan tanpa menjawab apa yang Jiyong katakan neneknya langsung berbalik lalu berjalan dan menghilang di balik pintu gerbang.

     “Kasar sekali.” ujar Dara sambil menatap pintu gerbang itu dengan sangat kesal sebelum dia kembali menatap Jiyong. “Kau pasti sangat marah karena nenekku mengabaikan perkataanmu.” Ujar Dara lagi yang Jiyong balas dengan gelengan sambil tersenyum manis.

     “Tidak apa-apa.” ujar Jiyong lembut.

     “Lagian kenapa kau bisa bersama halmeoni? Apa dia menyuruhmu turun dari mobil? Apa dia mengatakan sesuatu yang menyakitimu? Apa yang kalian bicarakan sebelum aku datang?” tanya Dara panjang lebar dengan raut wajah sedikit khawatir.

     “Ani.” Jawab Jiyong sambil menggeleng. “Aku turun sendiri karena ingin menyapa nenekmu, kami tidak sempat berkata apapun karena kau datang.”

     “Jinjja?” tanya Dara lagi yang Jiyong balas dengan anggukan. “Syukurlah kalau begitu, tadi aku sangat khawatir jika nenekku mengatakan sesuatu yang buruk kepadamu.”

     “Ani.” Jiyong kembali menggelengkan kepalanya. “Tapi terimakasih karena sudah mengkhawatirkanku.”

     “Jangan menyapanya lagi nanti, kau hanya akan tersinggung dengan sikap keras kepalanya itu. abaikan saja nenekku sampai dia menerima hubungan kita.” ujar Dara lagi yang Jiyong balas dengan gelengan tidak setuju.

     “Aku rasa nenekmu tidak sesukar itu.”

     “Wae?”

     “Sikap nenekmu itu mirip sekali denganmu, kau juga sekeras kepala itu sebelum akhirnya menerimaku.” Ujar Jiyong sambil terkekeh.

     “Tapi aku tidak pernah sedingin nenekku.” Ujar Dara sedikit tidak terima.

     “Ara.” Ujar Jiyong. “Kau lebih dingin dari nenekmu.” Ujar Jiyong sambil mengacak kasar rambut Dara.

     “Yah!” tukas Dara sambil menepis tangan Jiyong dari kepalanya sebelum merapikannya lagi. “Kau merusak rambutku.” Kata Dara kini sambil sedikit melotot kepada Jiyong. Jiyong langsung tertawa melihat reaski kekasihnya itu.

     “Jangan marah hari ini karena itu tidak cocok dengan penampilanmu.” ujar Jiyong kini sambil memperhatikan penampilan wanita yang sangat dia cintai itu. “You look amazing, as always.” Ujar Jiyong lagi sambil tersenyum sangat manis dan hal itu membuat Dara langsung menangkubkan kedua tangan di pipinya yang sudah mulai memerah.

     “Berhenti mengatakan hal-hal seperti itu.” ujar Dara sambil menatap Jiyong. “Kau membuatku malu.” gumam Dara pelan sebelum berjalan mendahului Jiyong yang kembali membuat Jiyong tertawa melihat tingkah malu-malu Dara.

     “Cute!” gumam Jiyong sebelum dia berjalan untuk menyusul kekasihnya.

     Yang mereka berdua tidak ketahui adalah bahwa nenek Dara masih berdiri di belakang pintu gerbang sambil mengintip mereka berdua melalui celah yang sedikit terbuka sehingga dia bisa melihat apa saja yang Dara dan Jiyong lakukan.

Dara Pov

     Telah hampir satu jam aku duduk di mobil Jiyong, kami sedang menuju ke rumahnya karena dia bilang ibu-nya ingin aku makan siang di rumahnya alih-alih di restoran dan setelah mendengarnya aku menjadi sangat gugup. Selama perjalanan kami Jiyong terus menceritakan semua hal tentang keluarganya sehingga aku bisa sedikit menyesuaikan nanti.

     Aku terlalu fokus dengan semua yang Jiyong katakan sehingga tanpa aku sadari kami kini sudah berada di jalan yang tidak terlalu ramai, aku tidak tahu aku sekarang sedang dimana tapi yang pasti kami berada jauh dari pusat kota.

     “Keluargamu tinggal di daerah ini?” tanyaku sambil kembali menatap Jiyong lalu aku melihatnya menganggukan kepala.

     “Wae?” tanya Jiyong sambil melirikku sekilas.

     “Ani.” Kataku. “Hanya penasaran karena sepertinya tempat ini sedikit jauh dari keramaian.”

     “Nenekku tidak terlalu suka dengan kebisingan makanya kakekku sengaja membuat rumah yang sedikit jauh dari perkotaan.”

     “Jadi kalian tinggal bersama nenek dan kakekmu?” tanyaku lagi.

     “Ani, nenek dan kakekku sudah lama meninggal dan rumah itu sudah diwariskan kepada ayahku.” Katanya lagi sebelum dia membelokkan mobilnya ke jalan yang lebih kecil lalu beberapa saat kemudian aku melihat sebuah gerbang besar yang terlihat klasik tapi mewah, ketika mobil Jiyong mendekat gerbang itu terbuka sendiri seolah ada seseorang yang mengendalikannya dari jarak jauh. Aku lalu sedikit terkesima ketika Jiyong membuka atap mobilnya dan kini aku bisa melihat sisi kanan dan kiri jalan yang dipenuhi oleh berbagai macam pohon dan tanaman lainnya.

     “Ji apakah ini hutan? Kenapa banyak pohon?” tanyaku lagi sambil mengalihkan tatapanku kepada Jiyong yang sedang menyetir, kini aku mendengar dia tertawa.

     “Jangan konyol babe, lagipula untuk apa aku membawamu ke hutan?”

     “Aku hanya bertanya karena banyak pohon.”

     “Nenekku dulu suka sekali dengan tanaman dan untuk menghormatinya keluarga kami terus merawat semua pohon dan tanaman yang nenekku tanam sendiri.” Jawabnya lagi yang membuatku mengangguk mengerti.

     Aku mengalihkan tatapanku lagi ke depan dan saat itulah aku melihat sebuah rumah mewah yang terdiri dari dua lantai, aku langsung menutup mulutku yang sedikit takjub dengan betapa besarnya rumah Jiyong bahkan hanya dengan melihatnya dari luar seperti ini, aku berpikir bahwa rumah ini lebih pantas untuk disebut kastil apalagi dengan adanya kolam air mancur yang berada tepat di depan kediaman ini. Kediaman Kwon ini membuatku mengingat kastil-kastil dari film barbie yang sering aku tonton ketika masih kecil.

     “Kajja.” Suara Jiyong membuatku kembali dari rasa takjub, aku mengangguk lalu memakai tas dan mengambil bunga dan wine yang aku beli untuk hadiah.

     “Apakah ini adalah tempat di mana kau tumbuh?” tanyaku sambil kembali mengedarkan pandangan dan sekali lagi aku takjub dengan betapa luas lahan rumahnya.

     “Iya, memangnya kenapa?”

     “Besar sekali.” jawabku tanpa menyembunyikan kekagumanku. “Kau pasti sangat bahagia karena bisa tumbuh di rumah sebesar ini.”

     “Mempunyai rumah yang luas tidak terlalu menyenangkan babe, percayalah!” kata Jiyong sambil tersenyum lalu berjalan ke arahku kemudian menggandeng bahuku lalu kami mulai berjalan. “Semakin besar sebuah rumah maka semakin kesepian pemiliknya.” Aku langsung melirik kepada Jiyong ketika mendengar apa yang dia katakan lalu dia tersenyum saat dia membalas tatapanku.

     “Aku pikir kau tidak pernah kesepian.”

     “Sekarang tidak lagi karena kau ada di sampingku tapi aku pernah mengalami hal itu juga apalagi karena aku bersekolah di rumah sehingga saat kecil aku tidak mempunyai banyak teman. satu-satunya teman bermainku adalah kakakku dan beberapa hyung anaknya teman eomma.” Jiyong mengatakan semuanya sambil kami berjalan menuju pintu. Aku sedikit termenung ketika mendengar apa yang Jiyong katakan, aku sama sekali tidak pernah menyangka bahwa seseorang yang selalu tersenyum dan cerah seperti Jiyong ternyata mempunyai masa-masa sulit juga.

     Tanpa mengetuk Jiyong langsung membuka pintu di hadapan kami dan sekali lagi aku merasa takjub dengan interior rumah Jiyong yang begitu klasik dan mewah. Semua furniture-nya bahkan sangat berbeda dari yang biasa aku lihat di tempat lain, aku yakin semua benda di rumah ini pasti dibuat khusus hanya untuk rumah ini. Wah! Jadi seperti ini lah isi rumah kediaman konglomerat.

     “Jiyong kau sudah datang?” Aku langsung mengalihkan perhatianku ke sumber suara yang memanggil Jiyong, lalu aku melihat seorang wanita cantik yang mirip dengan Jiyong yang sedang turun dari tangga, rambutnya panjangnya dengan warna hitam pekat, tubuh wanita itu tinggi namun sedikit berisi tapi hal itu tidak mengurangi kecantikannya. Aku yakin ini pasti kakak Jiyong yang sebelumnya Jiyong ceritakan di mobil.

     “Noona, kau ada di sini juga?” Tanya Jiyong sambil terus membawaku berjalan mendekat kepada kakaknya itu.

     “Eomma menyuruhku untuk datang karena dia bilang kau akan memperkenalkan kekasihmu kepada seluruh anggota keluarga Kwon.” Kata kakaknya lagi yang membuatku sedikit terkesiap kaget, seingatku aku datang ke sini hanya untuk makan siang bersama ibu Jiyong bukan dengan seluruh anggota keluarganya. Dan seolah tahu dengan apa yang aku pikirkan Jiyong tiba-tiba berbisik di telingaku.

     “Tenang babe! Kita hanya akan makan dengan ibu dan ayahku dan kakakku juga.” bisiknya yang langsung membuatku merasa lega. Aku lalu melihat kakak Jiyong langsung tersenyum saat matanya menatap tepat kepadaku.

     “Wah jadi ini wanita yang eomma maksud?” tanyanya sambil tersenyum geli dan ingatan tentang kejadian kemarin langsung melayang di dalam kepalaku, hal itu membuatku semakin gugup dan malu. Apapun arti senyumannya itu, aku mohon bukan karena kejadian yang ibu Jiyong saksikan.

     “Babe, ini kakakku.” Aku langsung menatap Jiyong ketika mendengar suaranya lalu beberapa detik kemudian aku kembali mengalihkan tatapanku kepada kakaknya yang masih tersenyum.

     “Annyeonghasimika.” Kataku langsung sambil sediki membungkuk dan beberapa saat kemudian aku mendengar kakak Jiyong tertawa. Dengan sedikit gugup aku mengangkat kepalaku lalu kembali menatapnya.

     “Kenapa formal sekali?” tanyanya yang membuatku sedikit bingung dan seolah membaca pikiranku kakak Jiyong tiba-tiba merentangkan tangannya lalu memelukku. “Namaku Kwon Dami.” Katanya langsung sambil mengusap punggungku. “Selamat datang di rumah kami, karena aku kakaknya Jiyong jadi mulai sekarang kau bisa memanggilku unnie.” Katanya lagi dan aku yang sedikit terkejut hanya bisa menganggukan kepala.

     “Noona sepertinya kau membuat kekasihku takut.” Aku mendengar suara Jiyong yang membuat Dami Unnie langsung melepaskan pelukannya di tubuhku.

     “Kau takut kepadaku?” tanyanya dengan mata bulat.

     “A-aniyo.” Kataku sambil menggelengkan kepala.

     “Yah jangan bicara formal, kau bisa bicara santai denganku. Arasseo?” Aku langsung mengangguk yang membuat Jiyong langsung tertawa.

     “Kau hanya membuatnya semakin tidak nyaman.” Aku mendengar suara Jiyong lagi lalu beberapa saat kemudian aku merasakan tangan Jiyong di pinggangku. “Eomma mana?” tanya Jiyong lagi kepada kakaknya.

     “Di mana lagi kalau bukan di dapur.” Aku melihat Dami unnie mengedikkan bahunya. “Eomma membuat banyak sekali makanan karena dia sangat antusias dengan kenyataan kau untuk pertama kalinya membawa seorang wanita ke dalam rumah ini.” Kata kakaknya lagi sambil tersenyum penuh arti, aku sedikit terkejut mendengar apa yang Dami unnie katakan barusan. Apa aku tidak salah mendengar? Aku wanita pertama yang Jiyong bawa ke dalam rumah ini? “Dan aku berharap kau sedang tidak dalam program diet karena eomma pasti akan menyuruhmu menghabiskan semua yang dia buat.” Katanya lagi kini kepadaku yang membuatku menatapnya dengan tatapan horror. Aku memang tidak sedang diet tapi sebelum Jiyong menjemputku aku sudah memakan banyak makanan karena aku pikir kalangan atas seperti ibu Jiyong tidak akan suka dengan seorang wanita yang terlalu banyak makan, tapi apa ini yang aku dengar?

     “Jangan dengarkan dia, dia hanya bercanda.” Aku mendengar suara Jiyong yang membuat lamunanku langsung buyar. “Ayo kita temui eomma.” Kata Jiyong lagi sambil tersenyum yang aku balas dengan anggukan lalu tanpa menunggu lama Jiyong langsung kembali membawaku berjalan semakin dalam dan kini kami sedang menuju dapur. “Eomma.” Seru Jiyong langsung setelah kami memasuki dapur, ibu Jiyong yang sebelumnya sedang mengiris sesuatu dibantu dengan beberapa pembantu langsung berbalik lalu tersenyum kepada kami berdua. “Eomma ini Dara. babe, ini eomma kesayanganku.” Ujar Jiyong yang membuatku menatap penuh kepada ibu Jiyong yang kini senyumannya semakin merekah.

     “Mrs. Kwon, maaf karena sebelumnya saya tidak menyapa dengan benar. Naman saya Sandara, senang bertemu dengan anda.” Kataku dengan suara yang sedikit gugup lalu aku akan membungkuk untuk memberikan salam namun seperti halnya Dami unnie alih-alih membiarkan aku membungkuk ibu Jiyong malah langsung memelukku bahkan dia juga mencium pipiku.

     “Jangan memanggiku Mrs. Kwon. Mulai sekarang kau bisa memanggilku eommoni. Arasseo?” ujarnya langsung setelah melepas pelukan, aku tidak langsung menjawab tapi langsung mengalihkan tatapanku kepada Jiyong yang langsung menganggukkan kepalanya, aku kembali menatap kepada ibu Jiyong lalu menganggukan kepalaku sambil tersenyum.

     “Eommoni, aku membawa ini. aku harap anda suka.” Kataku sambil menyerahkan bunga dan wine yang sejak tadi aku bawa.

     “Tentu saja aku suka.” Katanya sambil mengambil bunga dan wine itu. “Bunganya cantik sekali, nanti setelah makan kita bisa merangkainya ke dalam vas sambil mengobrol. Kau tidak keberatan, kan?”

     “Tentu saja, itu suatu kehormatan untukku.” Kataku sambil mengangguk.

     “Ya sudah kalau begitu aku akan menyelesaikan masakanku dulu, kalian masuklah!”

     “Apa ada yang bisa aku bantu?” tanyaku yang langsung membuat ibu Jiyong menggelengkan kepalanya berkali-kali.

     “Tidak usah! Kau tamu di sini, kau tunggu saja sebentar lagi juga selesai. Jiyong ajak Dara berkenalan dengan Dami.” Ujar eomoni sambil melirik kepada Jiyong.

     “Mereka sudah bertemu sebelum kami ke sini.” Ujar Jiyong.

     “Kalau begitu ajak Dara berkeliling rumah dulu.” Ujarnya lagi yang Jiyong balas dengan anggukan.

     “Kalau begitu, aku akan menunjukkan kamarku saja.” kata Jiyong sambil tersenyum lalu menaruh tangannya di bahuku. “Ayo babe!”

     “Eommoni, saya pergi dulu.”

     “Ne, aku akan memanggil kalian sebentar lagi. nikmati waktumu di sini, ne?” Aku mengangguk sambil tersenyum senang sebelum keluar dari dapur.

     “Ayahmu mana?” tanyaku kepada Jiyong saat kami berdua sedang berjalan menuju kamarnya.

     “Appa sedang istirahat karena baru pulang dari Hongkong tadi malam, nanti kau bisa melihatnya saat makan.” Katanya lagi. “Eomma sangat menyukaimu.” Kata Jiyong setelah beberapa saat yang aku balas dengan anggukan setuju.

     “Dan aku juga sangat menyukainya.”

     Beberapa saat kemudian kami masuk ke dalam kamar Jiyong yang tidak jauh berbeda dari kamarnya yang di apartemen, bedanya di kamar ini banyak sekali piringan hitam dari penyanyi yang Jiyong suka. Ada juga beberapa poster yang di tempel di dinding dan juga di atas meja belajar banyak sekali buku dari berbagai genre dan juga penulis.

     “Aku mau ganti baju dulu.” Kata Jiyong yang aku balas dengan anggukan lalu dia masuk ke dalam closet.

     Aku terus mengamati kamar Jiyong dan aku langsung menyunggingkan sebuah senyuman saat melihat sebuah bingkai yang berisi foto kami berdua yang diambil saat kami sedang berada di Jepang. Aku lalu mengambil album foto yang diletakkan bersama dengan buku-buku, aku membawanya kemudian duduk di tempat tidur. Aku membukanya secara perlahan lalu langsung tersenyum ketika melihat foto Jiyong saat dia masih bayi, dia sangat menggemaskan.

     “Apa yang sedang kau lihat?” Aku langsung mendongkak ketika mendengar suara Jiyong.

     “Ji, kenapa kau sangat menggemaskan saat masih kecil?”

     “Memangnya sekarang aku sudah tidak menggemaskan?” tanyanya sambil berjalan ke arahku lalu duduk di sampingku. Kami berdua lalu melihat album foto itu bersama. sesekali aku tertawa saat Jiyong menceritakan kejadian lucu di masa kecilnya.

     “Apa ini saudaramu?” tanyaku mengamati sebuah foto yang diambil saat Jiyong masih berusia lima tahun namun di sampingnya ada dua orang anak laki-laki yang sepertinya lebih besar dari Jiyong.

     “Ani, mereka berdua hyung yang dulu suka bermain denganku.” Jawab Jiyong yang aku balas dengan anggukan.

     Aku terus mengamati foto itu karena wajah salah satu anak-anak itu terasa familiar bagiku, anak lelaki itu terlihat mirip dengan seseorang yang aku kenal tapi aku tidak yakin siapa. Aku terus mengamati foto itu lalu langsung membuka mulutku dengan sedikit lebar saat nama seseorang terlintas di benakku. Aku langsung mengalihkankan pandanganku kepada Jiyong.

     “Ji, apa kau dan Donghae sudah kenal sejak dulu?” tanyaku yang langsung membuat Jiyong menatapku.

     “Mwo?” tanyanya bingung.

     “Ini.” kataku sambil menunjuk anak laki-laki yang berfoto dengan Jiyong. “Bukankah ini Donghae?”

****

     “Ji?” Seru Dara dengan suara lembut sambil menatap Jiyong lekat, namun kekasihnya itu tidak menjawab seruannya. Saat ini mereka sedang duduk di gazebo yang berada di belakang rumah Jiyong. Setelah selesai makan siang bersama dengan keluarga Jiyong, Dara lalu membantu ibu Jiyong untuk merangkai bunga sambil mengobrol dan setelahnya mereka melanjutkan obrolan sambil meminum teh di gazebo ini. Ibu Jiyong sudah kembali ke rumah dan sekarang tinggal Jiyong dan Dara yang masih betah berada di tempat yang sangat tenang ini namun Jiyong dari tadi hanya diam saja, sepertinya Jiyong terlalu larut dalam lamunannya sendiri. “Babe!” Seru Dara lagi kini sambil memegang bahu Jiyong pelan. “Jangan melamun terus.” ujarnya ketika akhirnya Jiyong mengalihkan perhatian kepadanya.

     “Oh, maafkan aku.” Ujar Jiyong sambil mengambil cangkir lalu meminum teh yang sudah terasa dingin.

     “Ada apa?” tanya Dara. “Kenapa kau hanya diam saja daritadi?” tanyanya lagi yang membuat Jiyong yang masih meminum teh melirik kepada Dara.

     “Tidak ada apa-apa.” jawabnya sambil menaruh lagi cangkir di meja lalu kembali menatap Dara sambil tersenyum, namun wanita itu tidak percaya dengan jawaban Jiyong.

     “Kau sudah seperti ini sejak aku menunjukkan foto itu.” ujar Dara sambil menyandarkan punggungnya pada sandaran kursi di belakangnya. “Apakah yang tadi itu benar-benar Donghae?” tanyanya lagi yang membuat Jiyong mengalihkan tatapannya lalu mengangguk pelan.

     “Aku tadi bertanya kepada noona, dan dia bilang Donghae adalah putera dari sahabat baik eomma.”

     “Jinjja?” tanya Dara dengan suara sangat terkejut yang hanya Jiyong balas dengan mengangguk. “Jadi kau sudah kenal lama dengannya? Kalian berteman sejak kecil?”

     “Aku tidak ingat karena aku masih kecil saat itu. Aku hanya ingat aku memanggilnya hyung saat kami bermain bersama. Aku pikir aku melupakan namanya karena kami sudah lama tidak bertemu.”

     “Daebak!” seru Dara sambil menutup mulutnya dengan sebelah tangan. “Aku tidak bisa membayangkan kau memanggilnya hyung.” Ujarnya lagi yang membuat Jiyong tersenyum miring lalu kembali menatap kekasihnya.

     “Aku juga tidak bisa membayangkannya.” katanya.

     “Tapi Ji, apakah Donghae sadar bahwa kalian dulu saling mengenal?” tanya Dara yang Jiyong balas dengan mengedikan bahu.

     “Entahlah!” jawabnya. “Aku ragu jika dia ingat.”

     “Kalau begitu kalian harus berhenti bermusuhan mulai sekarang karena kalian pernah berteman baik.” Ujar Dara sambil tersenyum. “Berteman lagi dengannya.”

     “Untuk hal itu tergantung pada sikapnya sekarang. Kami mungkin pernah dekat tapi jika dia terus membuatku kesal, aku tidak punya pilihan lain.”

     “Jadi kau mau terus bermusuhan dengannya?” tanyanya lagi yang Jiyong balas dengan anggukan. “Apa yang membuatmu tidak menyukainya seperti ini?”

     “Dia menyukaimu, hal itu saja sudah membuatku tidak nyaman.”

     “Kalian waktu itu bertemu, kan? Sebelum kalian muncul bersama di cafe?” tanya Dara. Jiyong awalnya hanya diam namun Dara memicingkan matanya yang akhirnya membuat Jiyong mengangguk. “Apa yang kalian bicarakan saat itu? Kenapa kau tidak mau memberitahuku?”

     “Ini urusan pria.” Ujar Jiyong.

     “Tapi aku terlibat di dalamnya jadi aku berhak untuk tahu.” Ujarnya sambil menatap Jiyong serius. “Ayolah beritahu aku, supaya aku bisa mengerti alasan kenapa kau membencinya.” Ujar Dara lagi sambil menyilangkan tangan. Jiyong diam sebentar sebelum akhirnya menjawab pertanyaan kekasihnya.

     “Aku sebenarnya sudah tahu bahwa nenekmu tidak setuju dengan hubungan kita karena masa laluku sebagai seorang playboy.” Ujar Jiyong dengan mata yang terus menatap Dara. “Donghae mengatakan bahwa nenekmu hanya percaya kepadanya untuk membuatmu bahagia, dia bahkan mengatakan bahwa kita tidak akan bertahan lama karena dia yakin bahwa aku hanya main-main denganmu.” Ujarnya lagi.

     “Donghae mengatakan hal itu kepadamu?” tanya Dara dengan sedikit terkejut yang Jiyong balas dengan anggukan.

     “Aku juga baru ingat bahwa eomma pernah bilang bahwa putera sahabatnya akan segera menikah, aku tidak enak hati ketika mengingatnya karena entah mengapa aku merasa bahwa orang yang eomma maksud adalah Donghae dan wanita yang akan dia nikahi adalah dirimu.”

     “Jinjja?” tanyanya lagi dengan semakin terkejut.

     “Jinjja, makanya aku sangat kesal dan membencinya. Jika apa yang aku kira itu benar, maka dia benar-benar percaya bisa memilikimu padahal dia tahu kau sudah menjadi milikku.”

     “Halmeoni juga pernah membicarakan tentang pernikahanku dengan Donghae, mungkin dia berpikir bisa memilikiku karena hal itu. Karena halmeoni memberinya harapan.”

     “Tapi bisa saja dia sendiri yang mempengaruhi nenekmu sehingga nenekmu ingin segera menikahkanmu dengannya.”

     “Aku ragu dia akan melakukan hal seperti itu.” ujar Dara. Jiyong tiba-tiba berdiri dari tempat duduknya, dia memasukan tangannya ke dalam saku celana sambil berjalan pelan lalu berdiri membelakangi Dara di salah satu sudut gazebo, pandangannya menerawang pada taman kecil yang berada tidak jauh dari tempatnya berdiri. Dara mengikuti semua gerakan Jiyong dengan matanya.

     “Kau begitu percaya kepadanya.” ujar Jiyong dengan nada suara pelan setelah berdiri cukup lama, tidak menyembunyikan fakta bahwa dia sedikit kecewa dengan apa yang Dara katakan. Dia sedikit kesal karena Dara begitu mempercayai lelaki itu.

     “Dia temanku.” Balas Dara yang masih duduk di tempatnya.

     “Aku tidak suka jika kau terus berteman dengannya.” Ujar Jiyong lagi setelah beberapa saat. “Mulai sekarang kau jangan bicara lagi dengannya, jangan menemuinya lagi. Aku benar-benar tidak suka.”

     “Wae?” tanya Dara sambil berdiri lalu berjalan menghampiri kekasihnya. “Apa kau tidak percaya kepadaku?” tanyanya lagi sambil melingkarkan tangannya di pinggang Jiyong lalu memeluk lelaki itu dari belakang. Jiyong meletakkan tangannya di atas tangan Dara saat merasakan pipi kekasihnya menekan punggungnya.

     “Kau tahu sendiri bahwa aku sangat percaya kepadamu melebihi siapapun tapi aku tidak percaya kepada pria itu.” balas Jiyong tanpa merubah posisinya.

     “Tenang saja, aku sudah bicara dengannya, sekarang dia pasti sudah mengerti.”

     “Tetap saja. Jangan menemuinya walaupun dia memintamu.”

     “Apakah kau akan marah kalau aku menemuinya?” tanya Dara yang membuat Jiyong bungkam untuk sesaat. Dara dengan sabar menunggu jawaban kekasihnya itu.

     “Aku tidak akan marah.” ujar Jiyong setelah beberapa saat sambil berbalik dan membuat Dara menghadapnya kemudian menatapnya. “Tapi aku akan sangat kecewa jika kau menemuinya lagi.” katanya dengan suara tenang sambil terus menatap kekasihnya itu dalam, memberitahukan dengan sorot matanya bahwa dia serius saat mengatakan itu. Dara tidak langsung menanggapi apa yang Jiyong katakan, dia takut salah memberi jawaban yang bisa membuat Jiyong benar-benar marah tapi setelah berpikir Dara akhirnya menganggukan kepalanya.

     “Baiklah aku akan mencobanya jika itu yang kau inginkan.” katanya sambil tersenyum.

     “Tapi kau tidak merasa bahwa aku mengaturmu, kan?” tanya Jiyong yang Dara balas dengan anggukan mengerti.

     “Kau melakukannya karena kau menyayangiku.” Jawabnya sambil tersenyum.

     “Aku melakukannya karena aku tidak ingin kau terluka.” Ujar Jiyong sambil mengangkat tangannya lalu membelai wajah kekasihnya dengan punggung tangan. Dara tersenyum sambil mengangguk lagi dan kali ini giliran Jiyong yang tersenyum karena kekasihnya sangat pengertian. “Gommawo karena sudah mengerti.” Katanya sebelum mencondongkan wajah lalu menekan bibir kekasihnya. Jiyong bisa merasakan Dara tersenyum sebelum membalas ciumannya.

     Saat mereka sedang terhanyut dengan dunia mereka tiba-tiba ponsel Dara berdering dengan cukup keras sehingga mampu membuat Dara sedikit tersentak kaget namun hal itu tidak lantas membuat mereka berhenti. Mereka terus berciuman sampai ponsel Dara berhenti berdering. Butuh beberapa saat sampai mereka menghentikan aktivitas mereka. Jiyong tersenyum sambil mengusap lembut bibir Dara yang sedikit bengkak.

     “Siapa yang menelpon?”

     “Imo sepertinya.” Ujar Dara sambil berjalan menuju meja lalu mengambil ponselnya. “Ji, aku harus pulang sekarang.” katanya lagi setelah melihat pesan yang baru dikirim oleh bibinya. Jiyong mengangkat tangannya lalu melihat arloji dan kembali menatap Dara setelahnya.

     “Okay.” Ujar Jiyong sambil mengangguk.

     “Kita pamitan dulu kepada eommani.” Jiyong mengangguk lagi sebelum menggenggam tangan Dara kemudian mereka berdua berjalan masuk ke dalam rumah untuk pamit kepada keluarga Jiyong.

     Setelah berpamitan kepada keluarga Jiyong, mereka berdua langsung keluar dari rumah lalu masuk ke dalam mobil untuk menuju rumah Dara. Awalnya Jiyong mengemudikan mobil dengan sedikit cepat karena sebentar lagi akan masuk jam makan malam, dia tidak ingin membuat nenek Dara lebih membencinya karena membuat Dara terlambat di perayaan ulang tahunnya, namun Dara menyuruh Jiyong untuk menurunkan kecepatan dan mengemudi dengan aman sehingga akhirnya sekarang dia mengemudi dengan kecepatan biasa. Selama perjalanan Dara tertidur lelap, mungkin karena dia sangat lelah.

     “Babe!” Jiyong menepuk bahu Dara dengan sangat lembut untuk membangunkan kekasihnya. Dara mulai terbangun setelah beberapa saat.

     “Sudah sampai?” tanyanya sambil menguap yang Jiyong balas dengan anggukan.

     “Sudah dari tadi, aku tidak ingin membangunkanmu tapi ponselmu terus berbunyi.” ujar Jiyong lagi.

     “Jam berapa sekarang?”

     “Hampir jam delapan.” Jawabnya sambil mengusap lembut rambutnya.

     “Aku sudah terlambat.” Ujar Dara kini sambil menegakkan tubuhnya. “Terimakasih telah mengantarku.” Ujar Dara sebelum dia mengecup bibir Jiyong sebentar. “Nanti aku telepon.” Ujarnya lagi sebelum membuka pintu lalu keluar dari mobil Jiyong. Jiyong hanya tersenyum ketika melihat punggung kekasihnya yang semakin menjauh. Dia akan kembali menghidupkan mesin mobil saat tiba-tiba mendengar kaca jendelanya diketuk oleh Dara yang membuat Jiyong merendahkan kaca mobilnya.

     “Wae?” tanya Jiyong dengan kening berkerut. “Apa kau meninggalkan sesuatu?” tanyanya lagi yang Dara balas dengan gelengan.

     “Masuklah!” ujar Dara yang membuat Jiyong menatapnya bingung. “Aku mengundangmu masuk ke dalam.” Kata Dara lagi sambil tersenyum. “Aku ingin mengenalkanmu kepada seluruh keluargaku.” Tambahnya lagi.

     “Mwo?” tanya Jiyong yang sedikit terkejut dengan apa yang Dara katakan.

     “Wae? Tidak mau?”

     “Tentu saja mau.” Ujar Jiyong dengan sedikit keras sambil mengeluarkan kunci mobil kemudian keluar dari mobil lalu berjalan cepat ke arah Dara.

     “Kajja!” ujar Dara sambil tersenyum ketika kekasihnya telah berdiri di sampingnya. Jiyong menganggukan kepalanya sambil meraih tangan kekasihnya dan menggenggamnya kemudian mereka berjalan masuk ke dalam rumah nenek Dara.

Jiyong Pov

            To : Mistress girlfriend

            Dara, kenapa aku baru tahu bahwa kau sedang berada di Daegu sekarang?

     Aku menaruh ponselku dengan sedikit keras di atas meja setelah mengirim pesan untuk Dara. Aku sangat kesal setelah aku datang ke ruangan Dara untuk mengajaknya makan siang namun ternyata dia tidak berada di sana. Saat aku bertanya kepada asistennya tentang keberadaan Dara, dia mengatakan bahwa Dara sedang berada di Daegu untuk mengunjungi dan meninjau pabrik tekstil yang merupakan cabang usaha milik perusahaan Donghae. Aku menjadi marah ketika memikirkan dia sedang bersama dengan pria itu.

     Aku duduk di kursi kerja lalu langsung menyandarkan punggungku sambil menyilangkan tangan di depan dada. Mataku menatap tajam pada ponsel yang terletak di meja, aku menunggu balasan dari kekasihku itu namun ponselku tidak kunjung berbunyi. Aku semakin kesal dibuatnya, belum lagi aku sangat lapar sekarang sehingga membuatku semakin sensitif. Aku mengambil ponselku lagi kemudian kembali mengetik pesan untuk Dara.

            To : Mistress girlfriend

            Apa yang sedang kau lakukan? Kau tidak akan membalas pesanku? Baiklah!

    

     Setelah mengirim pesan itu aku lalu berdiri kemudian pergi menuju kantin karena rasa laparku tidak bisa dibendung. Aku hanya membeli kopi dan sandwich lalu kembali lagi ke ruanganku dan mulai memakan makan siang sebelum jam istirahat berakhir. Saat sedang mengunyah tiba-tiba aku mendengar suara ponselku berdering. Aku langsung menelan makananku kemudian menaruh sandwich yang sedang aku pegang lalu mengambil ponselku.

     “Babe.” Aku langsung mendengar suara Dara setelah menempelkan ponselku ke dekat telinga. Dia memanggilku babe, itu berarti dia tahu bahwa dia telah membuatku marah. Dia hanya memanggilku dengan panggilan itu jika dia membuat kesalahan kepadaku. “Tadi ponselku mati makanya aku baru menghubungimu.” Ujarnya lagi.

     “Kenapa kau tidak bilang bahwa kau akan pergi ke Daegu?” tanyaku langsung dengan nada suara kesal.

     “Ini sangat mendadak, aku saja baru diberitahu dini hari tadi dan setelahnya aku langsung bersiap-siap karena harus tiba di sini sebelum jam sembilan.” Katanya dengan suara lembut dan tenang. “Maaf karena aku lupa memberimu.”

     “Kau pergi dengan siapa saja?” tanyaku lagi untuk memastikan dia tidak pergi dengan temannya itu.

     “Aku pergi sendiri menggunakan kereta pertama.” Jawabnya lagi. Kekesalanku langsung hilang setelah mendengarnya, dia pasti lelah karena harus berangkat pagi-pagi dengan kereta, dia akan sedih jika aku marah karena hal ini.

     “Ya sudah kalau begitu.” Kataku dengan suara yang mulai tenang.

     “Kau tidak marah, kan?”

     “Ani, tapi jujur aku sedikit kesal karena malah tahu hal ini dari assistenmu.”

     “Mian, aku tidak bermaksud membuatmu kesal.”

     “Tidak apa-apa karena sekarang kau sudah menjelaskannya.”

     “Gommawo.” Katanya yang terdengar sangat lega. “Kau sudah makan?” tanyanya setelah beberapa saat.

     “Aku sedang makan saat kau menelpon. Kau sendiri?”

     “Aku sekarang sedang menuju tempat makan.”

     “Kau makan dengan siapa?” tanyaku lagi namun Dara tidak langsung menjawab.

     “Aku bersama Donghae.” Jawabnya setelah beberapa saat dan jawabannya ini kembali membuatku merasa kesal namun bukan kepada Dara tapi pada seseorang yang sedang bersamanya.

     “Dia ada di Daegu juga?”

     “Dia sudah ada di sini sejak dua hari yang lalu.” Jawabnya lagi.

     “Apa kalian hanya makan berdua saja?”

     “Ani, kami bersama dengan manager dan staff lain di kantornya.” katanya lagi. “Kenapa? Apa kau kesal lagi?” katanya dengan suara berbisik. Aku menyimpulkan bahwa Donghae pasti sedang berada di dekatnya.

     “Aku kesal tapi bukan kepadamu.”

     “Don’t worry! I’m here because my responsibility.”

     “I know.” Kataku dengan suara pelan namun tegas.

     “I love you.” Aku tersenyum ketika mendengar apa yang dia katakan.

     “I love you more.” Jawabku langsung. “Kapan kau kembali ke Seoul?”

     “Kalau hari ini selesai aku akan langsung pulang besok dini hari, kalau tidak berarti aku pulang lusa.”

     “Ya sudah, jangan bekerja terlalu keras.”

     “Kalau begitu aku akan menghubungimu lagi nanti, sekarang aku harus makan dulu.” Katanya dengan suara ringan.

     “Okay. Bye babe.”

     “Bye Ji.” Serunya sebelum dia mengakhiri telepone. Kini perasaanku sedikit tenang setelah mendengar suaranya.

     Setelah menutup telepone aku langsung melanjutkan lagi makan siangku yang belum sempat aku habiskan kemudian kembali melanjutkan pekerjaanku. Aku sedang mengetik saat mendengar telephone yang menghubungkan dengan atasanku berdering. Aku mengangkat telepone dan langsung mendengar atasanku meminta supaya aku datang ke ruangannya. Setelah menutup telepone aku langsung berdiri kemudian pergi ke ruangan atasanku yang berada di lantai atas. Setelah sampai aku langsung mengetuk pintu.

     “Masuk.” Aku langsung membuka pintu saat itu dan di sana sudah ada Vise President yang tadi menelponku. “Duduklah!” katanya lagi ketika melihatku masuk yang aku balas dengan anggukan kemudian duduk di salah satu sofa.

     “Apa ada hal penting yang harus saya kerjakan lagi?”

     “Tidak ada, hanya saja ada sesuatu hal penting yang harus kita bicarakan.” Katanya lagi dengan nada serius yang membuatku langsung merasa gugup. Aku mengingat apakah aku telah melakukan kesalahan sehingga dipanggil kemari? “Jiyong apa bisa kau jelaskan ini!” katanya beberapa saat kemudian sambil menyerahkan sebuah foto. Aku mengambil foto itu lalu langsung memijat pelipis setelah melihat foto itu. Foto yang diambil dari rekaman CCTV yang menunjukkan aku sedang memeluk Dara saat kami di pantry. Selama ini aku selalu yakin bahwa telah berhati-hati bahkan aku hanya memeluk atau menciumnya di tempat yang tidak terjangkau oleh CCTV. Apa mereka diam-diam memasang CCTV baru di tempat yang sama sekali tidak terlihat? “Apakah kalian berkencan?” tanyanya lagi yang aku balas dengan anggukan pelan. Tidak ada gunanya menutupi hal ini terus, lagipula cepat atau lambat hubungan kami pasti akan terekspos.

     “Kami mulai berpacaran belum lama ini.” Akuku.

     “Apa kalian lupa dengan peraturan di sini?” Aku menggelengkan kepalaku.

     “Kami tahu makanya kami pacaran diam-diam.” kataku yang membuat atasanku bergeming untuk beberapa saat.

     “Aku belum memberitahumu bahwa sebenarnya bulan depan aku akan dimutasi ke Hongkong dan kau yang akan menggantikan posisiku di sini dan tentu saja yang akan menempati posisimu sekarang adalah Sandara, tapi jika kantor pusat tahu bahwa kalian berpacaran maka rencananya pasti akan berubah. Skenario yang mungkin terjadi adalah salah satu dari kalian harus dimutasi ke kantor cabang lain dan skenario terburuk adalah salah satu dari kalian harus mengundurkan diri. Jujur saja aku tidak ingin kedua hal itu terjadi karena kalian berdua dibutuhkan di sini.” Katanya setelah beberapa saat.

     “Apa anda sedang meminta saya untuk mengakhiri hubungan saya dengan Dara?” tanyaku yang membuatnya langsung menggelengkan kepala.

     “Aku tidak punya hak untuk menyuruh kalian melakukan hal itu, aku hanya ingin kalian berdua memikirkan ini secara masak-masak. Aku tidak akan memberitahu CEO tentang masalah ini tapi aku juga tidak bisa terus menyimpannya, jika kalian masih ingin terus bersama maka aku sarankan salah satu dari kalian meminta mutasi ke cabang luar negeri.”

     “Anda belum memberitahu Dara, bukan?” tanyaku setelah berpikir selama beberapa saat.

     “Aku akan memanggilnya ketika dia kembali dari tugasnya.”

     “Jangan katakan kepada Dara bahwa anda tahu, beri saya waktu untuk memikirkan solusinya dan ketika telah memutuskan saya akan langsung memberitahu anda.” Kataku lagi.

     “Kau yakin tidak ingin dia tahu?” tanyanya dengan sedikit ragu yang aku balas dengan anggukan mantap.

     “Saya akan memberitahunya setelah mengambil keputusan.”

     “Baiklah jika itu maumu, aku percaya kepadamu jadi pikirkan semuanya dengan tenang.” Katanya lagi yang aku balas dengan anggukan mengerti. “Kalau begitu kau boleh kembali melanjutkan pekerjaanmu.” Katanya lagi sambil berdiri dari tempat duduknya kemudian berjalan ke arah meja kerjanya.

     “Terimakasih untuk pengertiannya.” Kataku sambil sedikit membungkuk. Setelah atasanku mengangguk aku langsung keluar dari ruangannya.

     Ketika sampai di ruanganku aku mulai berpikir apa yang harus aku lakukan sekarang. Aku tidak bisa memberitahu Dara tentang hal ini karena hal ini hanya akan memberatkannya, aku tahu bahwa Dara sangat mencintai pekerjaannya di sini dan dia sudah benar-benar nyaman bekerja di kantor ini jadi aku tidak bisa menyuruhnya mengundurkan diri atau dimutasi karena itu sama saja dengan menyuruh kami untuk berpisah walaupun hanya untuk sementara.

     Jadi sekarang yang tersisa hanyalah pilihan apakah aku harus mengundurkan diri atau harus rela dimutasi namun aku juga tidak ingin melakukan kedua hal itu tapi tidak ada cara lain lagi selain kedua hal itu. Ya Tuhan, kenapa ini sangat memusingkan?

     Aku terus memikirkannya sambil menyelesaikan pekerjaanku, namun semakin lama aku semakin bimbang dan juga pusing karena pilihannya sama sekali tidak ada yang menguntungkan bagiku. Aku memutuskan untuk bekerja di sini karena ingin dekat dan terus bersama dengan Dara sehingga aku bisa melihat dan menjaganya setiap saat, jika salah satu dari kami harus mengundurkan diri maka itu artinya aku tidak bisa terus bersamanya setiap saat lagi dan hal itu benar-benar membuatku tidak rela tapi itu masih lebih baik daripada harus pindah ke luar negeri. Aku yang masih bimbang lalu mengambil ponsel kemudian menghubungi kakakku.

     “Noona, jika aku keluar dari pekerjaanku apakah kau akan mempekerjakanku di perusahaan?” kataku langsung setelah dia mengangkat panggilanku.

     “Tentu saja, walau bagaimanapun perusahaan ini akan menjadi milikmu nanti.” Jawabnya langsung tanpa berpikir. “Tapi kenapa kau tiba-tiba mengatakan hal itu? tidak biasanya kau bertanya tentang perusahaan.”

     “Sepertinya aku akan keluar.”

     “Tapi kenapa?”

     “Aku ingin terus bersama dengan Dara.”

TBC

Leave a comment