Broken — Chapter 17

broken

Fanfic by : bludoki

Source by : asianfanfics.som

Translated by : Ierha12 + chichan

Jiyong mengamati dara ketika ia memberikan selebaran pada siswa-siswi disekitar kampus.

School Fair sudah dekat… semua orang sangat sibuk, kemanapun jiyong memandang hanya dara yang dapat ia lihat. Hal itu membuatnya gila dan lelah. Mungkin itu masih bagian dari hukumannya… Dia harus melihat dara setiap detik untuk mengingatkan dirinya pada setiap kesalahan yang pernah ia lakukan. Pada akhir dari siksaan ini tak berarti apapun selain hukuman lain yaitu menghabiskan hidupnya tanpa dara…

Dara terlihat bekerja begitu keras… itu lebih melelahkan ketika melihatnya berlarian daripada tekanan emosional yang jiyong rasakan.

Jiyong menghela napas.. melayangkan tatapannya darinya ke kertas yang jiyong pegang. Itu adalah salah satu lirik lagu yang ia dan bandnya sudah rencanakan untuk memainkannya di acara tersebut. Itu adalah tradisi bandnya untuk bermain sebelum acara Fair berakhir… ia senang melakukannya namun sekarang itu jadi hal terakhir yang ingin dia lakukan.. karena untuk pertama kalinya… Dara tidak akan berada di sana untuk mendengarkan musiknya…

Sekali lagi ia terganggu saat ia merasakan kehadiran Dara disekitarnya. Ia mengangkat kepalanya dan melihat Dara memberikan selebaran dari stan mereka untuk teman band-nya…

Rahangnya mengeras… menelan kebawah benjolan didalam tenggorokannya dan hatinya mulai berdebar menggila…

dara tidak menyadari kehadirannya sampai akhirnya ia berada didepan jiyong… itu terlalu menyakitkan…

Jiyong bisa melihat bagaimana Dara menegang dan matanya melebar sedikit saat melihatnya… ia juga bisa merasakan mata teman-teman band-nya saat mereka menatap mereka berdua. Mencoba menghentikan kecanggungan yang ada, ia mengeluarkan senyuman kecilnya untuk Dara… ia buru-buru melayangkan tatapannya sebelum ia jatuh lebih dalam ketika menatap bola mata coklat milik Dara.
Ia mengulurkan tangannya untuk mengambil brosur yang dipegangnya. Dara tetap diam sambil melihat jiyong menatap secarik kertas brosur tersebut dan berbalik melihat dara.

“Kami pasti akan mengunjungi stanmu …”

Dara hanya bisa mengangguk dan menyaksikan bagaimana Jiyong melipat selebaran tersebut dan menyelipkannya ke dalam sakunya… Dara ingin memukul kepalanya sendiri dan mengatakan kalau dirinya harus pergi namun ia masih terjebak di tempatnya kini. Saat itu ia mendengar Jiyong berbicara.

“Apakah kau perlu bantuan untuk mengurus kertas-kertas itu…?”

Dara merasa hatinya meloncat karena suara jiyong. Dara mengikuti tatapan mata Jiyong dan melihat kalau Jiyong sedang menatap selebaran yang ia pegang…

“Tidak, terima kasih… Jaejoong akan datang dalam satu menit untuk membantuku …”

Dara tak tahu mengapa ia bisa menyebut nama Jaejoong dengan jelas, seharusnya itu tidak perlu… tapi dia ingat apa yang dikatakan Bom tentang bagaimana perasaan Jiyong tentang hubungannya dengan  Jaejoong, dia dengan otomatis menyebut nama Jaejoong… seolah-olah dia ingin menguji apa yang Bom katakan. Dan melihat apa yang terjadi sekarang… mungkin dia akan terluka karena hal itu…

Dan seperti apa yang Dara harapkan…

Ia melihat wajah Jiyong yang tersenyum berubah jadi kosong. Matanya perlahan-lahan melayang jauh saat ia melihat ke bawah dan sedikit menganggukkan kepalanya.

Dara menelan ludahnya berat… merasakan adanya sedikit rasa bersalah, dan pada saat yang sama ia merasa sedikit bahagia dari reaksi yang ia dapatkan dari Jiyong.

“Ah… Jadi begitu…” Dara mendengar Jiyong berbisik. Alis dara naik sedikit dan senyuman tipis melengkung di bibirnya.

“Yeah… Baiklah, aku harus pergi sekarang… sampai jumpa nanti..” katanya dengan antusias pada teman-teman band Jiyong.

Dan Jiyong kembali menatapnya saat Dara meninggalkan mereka tanpa melihat ke arahnya… Jiyong menghela napas lagi… merasa begitu tak berdaya dengan apa yang ia rasakan…

“Ini hanya permulaan… “ pikirnya. Ia tak bisa berbuat apa-apa selain menerima setiap rasa sakit yang ia alami dan memperkirakan akan lebih sakit di masa depan.

“Poster-poster ada di dalam kelas. Bantu aku untuk menempelnya kesekitar… “

Dara mengatakannya sambil marah ke Jaejoong begitu dara melihatnya. Dara hampir gila karena mencari Jaejoong kemana-mana.

“Kemana saja kau?” Tanya Dara tak sabar.

“Hanya pergi suatu tempat…” ia menjawab dengan tegas dan sedikit mengejutkan Dara karena jelas di wajahnya terlihat terganggu. Dara tak bisa bertanya padanya saat ini… ekspresinya perlahan berubah menjadi penasaran. Ia merasa ada yang aneh.. dia agak takut dari perubahan mendadak dalam diri Jaejoong.

Jaejoong melirik padanya ketika ia melihat Dara diam. Dara hanya bisa melihat Jaejoong dan hal berikutnya yang dia dengar adalah Jaejoong yang mengejeknya sebelum Dara pergi ke kelas mereka.

“Ada apa dengannya…?” Dia bertanya penasaran pada dirinya sendiri saat ia melihat Jaejoong berjalan pergi.

Jaejoong berjalan menyusuri lorong dengan ekspresi marah di wajahnya. Dia terus bergumam sendiri sambil sesekali memeriksa telepon hanya untuk melihat layar ‘message-less’.

Dia cemberut dalam kekecewaan dan mendesah dalam kesedihan setelah ia sampai di kelas mereka.

teringat akan tujuannya, ia mengamati ruangan untuk mencari poster. Dan setelah beberapa saat, alisnya terangkat saat ia tak melihat apa-apa selain ruang kelas yang kosong.

“Apa ia bercanda..?” Bisiknya kesal. Ia segera pergi keluar dari kelas… dengan keningnya yang berkerut bersamaan dengan hidung kusutnya yang iritasi, sekali lagi ia bergumam sendiri tentang bagaimana harinya akan jadi lebih buruk.

Dia sedang dalam perjalanan kembali ke tempat Dara. Tiba-tiba ia berhenti dari langkahnya.

Ekspresi wajah Jaejoong perlahan berubah saat ia melihat seorang pria yang tak asing sedang menempel poster terakhir yang Dara ingin tempel di dinding dekat kelas mereka.

Jengkel di wajahnya perlahan-lahan menghilang dan tergantikan dengan rasa keingintahuan.

Jaejoong tak melakukan apa pun tetapi hanya berdiri di tempatnya dan menyaksikan sampai selesai bagaimana Jiyong menempel poster itu.

Jiyong tersenyum sendiri sambil menatap poster. Ia merasa bahwa seseorang sedang mengawasinya. Tatapannya perlahan berpindah ke tempat Jaejoong.

Jiyong agak terkejut. Matanya sedikit melebar dan tatapannya segera bergeser kembali ke poster yang dia tempel.

“Apa kau yang menempel semua poster-poster ini?” Tanya Jaejoong.

Selama satu menit, Jiyong hanya menatapnya sebelum bibirnya melengkung dan mengeluarkan sedikit senyum sambil mengangguk.

“Yah… Dara tidak bisa menemukanmu dimana-mana, jadi kupikir aku akan membantu sedikit…”

Jaejoong tersenyum kembali. Dia meletakkan tangannya ke dalam saku celananya dan menghela napas saat ia mendekati Jiyong.

“Maaf… Aku punya beberapa urusan yang harus kudatangi sebelumnya.. tapi by the way… thanks… hariku tidak benar-benar berjalan baik, dan menempel poster-poster itu menjadi hal paling terakhir yang mau aku lakukan.”

Jiyong mengangguk lagi sebelum ia perlahan menunduk… tampak agak ragu-ragu tentang sesuatu.

“Apakah kau akan melaporkanku ke dia …?”

Jaejoong sedikit memiringkan kepalanya ke samping, kemudian senyum licik terbentuk di bibirnya.

“Jika dia tahu kalau bukan aku orang yang menempel ini, ia pasti akan mengulitiku hidup-hidup… jadi aku kira… Aku berhutang padamu setelah ini… karena tidak ada yang memintamu untuk melakukannya kan…?”

Jiyong sedikit terkejut. Tidak percaya bahwa Jaejoong berbeda dari orang yang ia lihat dimalam saat ia dengan Dara. Tapi sedikit bersyukur, Jiyong berusaha tersenyum padanya.

“Terima kasih…”

Jaejoong mengangguk kembali. Setelah beberapa saat yang hening. Jiyong mendesah dan melihat ke arah Jaejoong kembali.

“Aku… harus pergi sekarang… aku masih harus berlatih dengan bandku… Good Luck untuk standmu!”

Jaejoong tidak mengatakan apa-apa dan ketika Jiyong hendak berbalik, Jaejoong menghentikannya.

“Aku kira aku salah terlalu cepat menilaimu Jiyong-ssi..”

Jiyong hanya bisa menatapnya malu setelah mengingat pertemuan pertama mereka. Kalau saja dia bisa memutar kembali waktu… mungkin.. hubungan mereka bisa membaik..

“Yah good luck juga untuk bandmu..”

Suara Jaejoong membangunkan Jiyong dari lamunannya. ia membuka bibirnya untuk menjelaskan pada dirinya sendiri sampai ia menyadari kalau melakukan itu tidak akan memberikan apa-apa sebagai imbalan…kata-katanya tidak akan bisa mengubah fakta bahwa Jaejoonglah yang bersama Dara malam itu.. dan mungkin Jaejoonglah orang yang akan membuat Dara menemukan kebahagiaan yang benar-benar pantas ia dapatkan. Sebenarnya banyak kata-kata yang ingin jiyong ucapkan, tapi ia tak bisa dan hanya diam. Kemudian ia berjalan pergi.

Jaejoong terus menatap ke tempat Jiyong pergi. dia menghela napas dan hendak berbalik ketika ia dikejutkan oleh suara Dara.

“Apa yang sedang kau lakukan?! Aku menyuruhmu untuk menempel poster-pos–..”

Jaejoong memotong ucapan Dara sambil menunjuk poster di dinding dekat mereka.

Dara mengikuti ke mana jari Jaejoong menunjuk dan matanya melebar saat melihat poster-poster tertempel dengan rapi.

“Bagaimana dengan yang lainnya?” Katanya sambil mengangkat alis.

Jaejoong memutar matanya dan mengejek.

“Sudah dilakukan Yang Mulia….”

Alis Dara terangkat lagi. ia menatap Jaejoong tak percaya. Jaejoong menatapnya jengkel lagi sebelum ia mulai berjalan melewatinya.

“Kau menyuruhku untuk menempel poster-poster itu di sekitar sini kan?… itu sudah dilakukan… tsskk…”

Dara segera mengikuti di belakangnya dan memasang tampang yang sangat meragukan di wajahnya.

“Aku memberitahumu tentang hal itu lima menit yang lalu dan kini kau sudah menyelesaikannya?”

“Yep!” Jawab Jaejoong, tidak berhenti dari langkahnya …

“Wow… kukira aku salah sudah berpikir kalau kau tidak berguna..” Dara berbisik tapi cukup bagi Jaejoong untuk mendengar itu, ia langsung berhenti berjalan.

Dara tersentak saat dia hampir tertabrak karena gerakan mendadak Jaejoong.

Jaejoong perlahan menoleh ke belakang dan tubuh Dara segera menegang secepat ekspresi tak terbaca Jaejoong yang menyambutnya.

“Apa yang kau katakan …? Aku tak berguna …? Apa yang-… ” wajahnya benar-benar merah karena kemarahan dan sebelum ia bisa melanjutkan dengan kata-katanya, Dara tertawa membahana.

“aku bilang kukira… kau melewatkan pointnya disini” katanya di sela-sela tawanya. Jaejoong terus memelototi sampai Dara bisa tenang kembali.

“Oh.. wajahmu… kau tampak begitu jelek sebelumnya… baiklah… cukup untuk itu… bantu kami mendirikan stan…”

Mata Jaejoong melebar dan lubang hidungnya tiba-tiba membesar setelah mendengar apa yang Dara katakan. Dan setelah melihat reaksinya, Dara tertawa lagi dan mulai berlari menjauh darinya.

“Yak!! Kau! Kembali ke sini!” Jaejoong berlari mengejarnya sambil memasang tampang yang sangat kesal di wajahnya.

Jiyong melihat semua itu dari ujung lorong… dia berbalik dan mengistirahatkan punggungnya ke dinding… ia menggigit bibir bawahnya menahan sakit yang begitu dalam. Sudah sangat lama ia tak mendengar Dara tertawa selepas ini… dan ia benar-benar merindukan tawanya itu…

Setelah beberapa saat, senyum kecil terbentuk di bibirnya… cukup senang bahwa sekarang Dara perlahan-lahan kembali ke dirinya yang dulu..

“Itu sudah cukup Jiyong…” bisiknya pada diri sendiri sambil memegang kepalanya.

~~~~~~~~~~~

Segera setelah Dara tiba di sekolah, dia melihat Bom dan Youngbae berbicara sangat serius.

Sambil memasang tampang yang sangat aneh di wajahnya, dia mendekati mereka. Youngbae-lah yang pertama kali melihat kehadiran Dara. Dia dan Bom segera berhenti berbicara dan menghadapi dara.

“Apa yang kalian bicarakan …?” Tanyanya penasaran.

Bom menatap ragu-ragu pada Youngbae sebelum berbicara.

“Well… tadi malam.. ibu Jiyong masuk ke rumah sakit… dia mengalami serangan jantung…”

Mata Dara melebar dan hatinya tenggelam setelah mendengar berita itu. Ia sudah menganggap ibu Jiyong seperti ibunya sendiri.

Dan setelah berpikir tentang hal itu, Dara tidak tahan untuk tidak khawatir tentang Jiyong. Jiyong sangat mencintai ibunya karena ia hanya memiliki ibunya dalam keluarganya. Karena ayahnya sudah meninggal sejak ia masih sangan muda. Dia ingat pertama kalinya Ibu Jiyong dibawa ke rumah sakit karena alasan yang sama, Jiyong sampai menangis karena sangat khawatir dan tidak mampu berbicara sampai ibunya terbangun dari komanya.

Dara kembali tak bergeming ketika dia merasakan tangan Youngbae memegang bahu atasnya. Dara menatapnya dengan rasa khawatir yang sangat jelas diwajahnya. Youngbae sedikit tersenyum sambil menenangkan Dara.

“Jangan khawatir… Jiyong bilang kalau ibunya baik-baik saja sekarang.. itu hanya serangan jantung ringan seperti sebelumnya…”

“Bagaimana dengan jiyong? Apa dia baik-baik saja?” Dia bertanya tanpa berpikir dua kali. Bom berdiri di belakangnya dan melingkarkan lengan bahunya.

Youngbae hanya mengangguk sementara Bom menjelaskan bahwa Jiyong sekarang berada di rumah sakit untuk merawat ibunya. Namun itu tidak cukup untuk membuat Dara merasa lega.

“Kita bisa datang menjenguknya saat pulang sekolah..” Dara hanya bisa mengangguk mendengar kata-kata temannya, pikirannya masih diliputi rasa khawatir pada Jiyong.

“Ada apa sekarang …? Apa seseorang telah mati …? “

Dara cepat-cepat menatap Jaejoong yang menatapnya ingin tahu. Mereka mendirikan stan mereka tapi pikiran dara masih jauh dari apa yang dia lakukan…

“Kenapa kau selalu ikut campur dengan urusan orang lain?”

Jaejoong mengangkat alis dan menunjuk tangannya. dia menunduk dan melihat bahwa Dara sedang melukis bagian yang salah dari stan mereka. Dara segera melepas kuas cat nya.. tiba-tiba, ia mendengar suara tawa Jaejoong sehingga dia sekali lagi memelototinya.

“Jadi … siapa yang meninggal …?”

Mata Dara melebar. dia mengambil kuas cat dan mendekati Jaejoong yang menjadi sedikit terancam dengan reaksinya. Dara mengejek Jaejoong dengan kuas cat dan yang hanya bisa Jaejoong lakukan sekarang adalah berdiri kaku ditempat.

“Jaga mulutmu!”

Sebuah kata yang terlontar sebelum Dara melepaskan kuas catnya lagi dan berjalan pergi. Jaejoong bingung dan sedikit takut dengan sikap Dara. ia hanya bisa berkedip saat ia melihat Dara berjalan pergi sebelum akhirnya menyadari apa yang baru saja terjadi.

“Y… yak!! Kau hampir menodai wajahku!” Jaejoong mencoba mengomel. Tapi Dara bahkan tidak melihat ke belakang dan terus berjalan pergi.

“Aku benar-benar menyesal Dara… Aku tidak akan bisa datang denganmu… kami masih belum selesai dengan beberapa hal untuk stan kami… tapi … Aku akan memberitahu Youngbae untuk menemanimu …”

Bom terengah-engah ketika ia sampai dan melihat Dara yang menunggunya di gerbang kampus mereka. Dia terlihat sangat menyesal dan lelah pada saat yang bersamaan… Dara menggeleng dan tersenyum pada temannya.

“Tidak… tidak apa-apa… Aku akan pergi kesana sendiri…” Ujarnya dengan santai.

“Apa kau yakin …? Maksudku.. Jiyong akan-… “

“Tak apa Bom… Aku pergi ke sana karena ibunya, bukan dia… Aku harus pergi sekarang… Jangan terlalu keras bekerja. Itu akan membuatmu kelelahan Bom…”

Dia menepuk bahu Bom kemudian berjalan pergi.

“Sampai jumpa besok…!” Dara melambaikan tangan pada temannya… tidak menunggu apakah Bom masih harus mengatakan sesuatu.

Bom menggeleng saat dia melihat Dara pergi… setelah beberapa saat, sedikit senyuman terbentuk di bibirnya.

“Good luck Dara …”

Jiyong sedang menatap ibunya yang tertidur… kantung hitam mulai terlihat di bawah matanya karena ia tak tidur sejak tadi malam… dia tidak berani untuk tidur walau hanya sedikit dan terus di sisi ibunya. Pada saat dia menerima telepon dari pembantu rumah mereka, dunia nyaris runtuh. Dia segera bergegas ke rumah sakit, menangis… dan lega … itu tidak seburuk yang pertama.

Dia memegang tangan ibunya erat karena air mata mulai mengisi matanya lagi.

“Aku sudah kehilangan Dara… jangan tinggalkan aku juga … ‘

Dia mencium tangan ibunya dan menutup matanya saat ia mencoba untuk menahan diri dari menangis… dan saat itu, ia merasakan tangan keriput ibunya menyentuh pipinya. Dia mendongak dan melihat ibunya menatapnya dengan kelembutan di matanya.

“Maaf karena membuatmu khawatir lagi …” Dia berkata dengan suara mengantuk. Jiyong menggeleng dan menyeka air mata di matanya.

“Apa kau baik-baik saja sekarang, bu ..?” Tanyanya sambil melepaskan tangannya dan membantu ibunya yang ingin duduk …

“Ya … aku baik-baik saja… Kurasa aku terlalu banyak bekerja sendiri beberapa hari ini …”

Jiyong mendesah dalam kekecewaan dan duduk kembali ke kursinya.

“Itulah mengapa Kau seharusnya tidak melakukan pekerjaan di rumah… apa gunanya memiliki pembantu ketika Kau-…”

Ia terputus oleh suara ketukan lembut di pintu… jiyong memandang ibunya, masih terlihat jelas kekecewaan dalam ekspresinya sementara ibunya hanya tersenyum padanya dan melihat ke pintu.

Jiyong menghela napas sebelum berdiri dari tempat duduknya dan berjalan untuk membuka pintu.

Matanya melebar setelah ia membuka pintu dan melihat siapa yang berada di ambang pintu.

“D… Dara… a.. apa yang.. kau lakukan disini …?” Dia tergagap. Dara hanya bisa memberinya sedikit senyuman sebelum tatapannya bergeser melewatinya dan menuju ibunya yang melihat mereka dari tempat tidurnya.

Jiyong menyadari bahwa Dara datang ke sana tidak untuk melihatnya melainkan ibunya … kemudian Jiyong membukakan pintu dan membiarkan Dara masuk.

“Oh Dara… akhirnya kau datang… Jiyong disini mengomeliku…tidak bisakah ia lihat kalau aku baru saja bangun …”

Dara sedikit tertawa pada wanita tua itu yang sedang menggerutu sementara Jiyong hanya diam di dekat mereka… jiyong melipat tangannya di depan dada dan bersandar di dinding sambil menatap dua wanita yang sangat berharga dalam hidupnya itu.

“Dia hanya peduli padamu… Kau membuat kami semua khawatir..” Dara menjelaskan. Ibu Jiyong cemberut padanya tapi akhirnya merentangkan tangannya ke arah Dara.

“Kemarilah sayang.. Aku sangat merindukanmu, kemarilah dan berikan wanita tua ini pelukan …”

Dara tersenyum dan tanpa berpikir dua kali, ia mendekati wanita tua itu dan memeluknya. Jiyong tersenyum, benar-benar senang karena Dara datang.

“Baiklah..ini sudah lama sejak kalian berdua tak mengunjungiku di rumah … Aku begitu kesepian jadi aku hanya menyibukkan diri dengan melakukan beberapa pekerjaan rumah… jadi, itu salahmu mengapa aku di sini…” ujar wanita tua itu.

Kedua mata mereka melebar dengan apa yang ibu Jiyong katakan .. tidak ada yang berubah dalam dirinya… dia masih blak-blakan dalam kata-katanya, dan sedikit kekanak-kanakan. Dan seolah-olah itu tidak cukup mengejutkan mereka… ia melanjutkan.
“Jadi aku berencana akhir pekan mendatang… kita harus pergi ke luar kota… Aku telah berencana untuk pergi berkemah … -“

Mata Jiyong langsung melesat ke Dara yang hanya diam dan terus mendengarkan ibunya. Dia tahu Dara merasa tidak nyaman dengan topik ini. Jiyong membuka tangannya dan perlahan-lahan mendekati dua wanita itu.

“Ibu…” ia mencoba menghentikannya namun seakan ibunya terlalu tuli untuk mendengarnya, sambil ia terus menceritakan rencananya pada Dara.

“Ibu…” ia mencoba sekali lagi tapi gagal …

“Kita bisa kembali ke kota setelah akhir pekan sehingga Kau bisa–… “

“Ibu… kami sudah putus…” Kali ini, suaranya sedikit lebih keras dari sebelumnya dan segera menghentikan ibunya dari kata-katanya. Dara segera menatapnya terkejut tapi jiyong melihat kembali padanya sambil terus menatap tegas pada ibunya.

“Oh…” itu adalah satu-satunya kata yang keluar dari mulut Ibu Jiyong.

“Jadi Kau tidak perlu repot-repot merencanakan tentang hal-hal seperti ini…” Nadanya perlahan turun saat ia mengucapkan kata-katanya …

Dara tetap terlihat terkejut di wajahnya sambil ia terus menatap Jiyong… dia terdiam… tidak percaya jiyong akan mengatakan hal seperti itu pada ibunya yang baru saja kena serangan jantung.

Ekspresi Ibu Jiyong perlahan berubah… senyum di wajahnya perlahan goyah saat ia perlahan-lahan menatap ke bawah.

“Itu mengerikan… Aku pikir Kalian berdua–…”

“Yah kita masih bisa pergi bersama suatu saat… Aku sangat merindukanmu juga jadi aku akan menantikan untuk pergi bersamamu, omonim …”

dan itu menempatkan kembali senyum kecil di wajah wanita tua itu… Jiyong menatap Dara dengan alis berkerut namun tidak bisa membuat dirinya untuk menghentikannya … ia hanya bisa menghela napas dan berpaling.

“Jiyong … Kau pergi dan temani Dara pulang … ini sudah sangat malam…”

Ibunya memerintahkan Jiyong ketika Dara memberitahunya kalau dia akan pulang… Jiyong sedikit tersentak sementara Dara canggung melihat Jiyong dan melihat kembali ke ibu Jiyong.

“Tidak… tidak apa-apa…” dengan canggung dara mengatakan itu pada wanita yang lebih tua darinya itu. Tapi ibu Jiyong menggeleng tidak sepakat.

“Tapi siapa yang akan menjagamu nanti …?” Tanya Jiyong pada ibunya.

“Aku bilang aku sudah baik-baik saja … Aku hanya perlu menghabiskan malam di sini … selain itu, aku ibumu ,Jiyong, bukan putrimu … Kau juga perlu tidur jadi setelah mengantar Dara ke rumahnya … kau harus pulang dan beristirahat … “

Jiyong hendak berkata lebih lanjut tapi dengan ekspresi kecewa ibunya ia hanya bisa menganggukkan kepala dan tidak bisa mengeluarkan kata-kata protes.

keheningan menyelimuti mereka berdua setelah keluar dari kamar ibu jiyong… jiyong tidak bisa melihat dara dan sebaliknya… jiyong berdeham.. benar-benar merasa tidak nyaman dengan suasana canggung itu jadi ia berusaha keras memikirkan sesuatu untuk meringankan suasana walaupun sedikit. Jiyong mau bertanya tentang dara ketika dara memotongnya saat dara mulai berbicara.

“Apa itu sungguh penting bagimu untuk menyebutkan hal itu…?” Dara bertanya dan suaranya terdengar sangat kecewa. Jiyong terkejut dari nada bicaranya… dan sedikit bingung dengan apa yang ia bicarakan.

“Apa …? Tentang apa …?” Dia tidak tahan tetapi melihat ke arahnya.

Dara memejamkan mata sejenak… menenangkan dirinya untuk tidak berteriak padanya,  karena mereka masih di dalam rumah sakit… setelah beberapa saat, ia memandang Jiyong yang memasang tampang bingung di wajahnya.

“Dia baru saja kena serangan jantung Jiyong… dari semua orang, seharusnya kau tau kalau setiap pernyataan yang mengejutkan dapat memicu serangan lain… tapi tidak… kau malah melontarkan dengan keras tentang kita putus…”

Dara mendesah setelah mengeluarkan frustrasinya. Jiyong sedikit terkejut… untuk sejenak, dia tidak bisa berkata-kata. Dan ketika mereka sampai di luar rumah sakit… jiyong mendongak ke langit malam dan mendesah… dia hanya ingin bertanya bagaimana keadaan dara tapi semua yang dia dapatkan hanyalah omelan dari dara.

“Dan melakukan apa…? Hanya berdiri di sana dan membiarkan Kau semakin tak nyaman dari sebelum…? Ditambah… itu semua benar dari awal kan…? Kita sudah putus jadi tidak ada alasan untuk membiarkan ia melakukan rencananya untuk kita bertiga…” Jiyong tidak tahan untuk tidak meninggikan suaranya sedikit … berpikir bahwa dia hanya khawatir dengan dara, tapi semua yang bisa dara lihat hanyalah kekurangan dari apa yang dia lakukan.

“Apa aku bilang kau salah …? Apa aku bilang kalau Kau berbohong tentang hal itu…? Aku hanya khawatir dengan kesehatan ibumu… Kau hanya perlu membiarkannya mengatakan hal-hal itu… aku tidak keberatan dengan hal itu… Kau tidak harus memberitahunya tentang kita putus pada saat itu… kau menjadi sangat tidak peka seperti Kau biasanya…” setelah kata terakhirnya, ia berjalan melesat , meninggalkan Jiyong …

Mata Jiyong melebar… kata-kata terakhirnya menusuknya keras didalam. Tapi dia tidak tahan dan merasa sedikit marah dengan apa yang dara katakan… lalu jiyong menyusulnya…

“Yeah benar… aku tidak peka… aku sangat tidak peka bahwa aku lebih peduli dengan bagaimana  perasaanmu sebelumnya… bahwa jika bukan karena ibuku Kau tidak akan bertahan tinggal di ruangan itu bersamaku… Aku tidak peka bahwa aku mencoba hal paling sulit bagiku yaitu menghentikan ibuku untuk memintaku menemanimu ke rumah karena aku tahu…. aku adalah orang terakhir yang kau ingin untuk bersamamu sekarang… benarkan Dara … itulah bagaimana tidak pekanya aku…”

Dara berhenti berjalan dan langsung mengarahkan kepalanya pada jyong…

“Itu alasan sesungguhnya Kau melakukan itu…? Ya, kau benar… Kau adalah yang orang paling terakhir yang aku ingin bersamaku sekarang … “

Setelah mendengar itu… hati Jiyong tenggelam … merasa sesuatu yang berat dilemparkan ke arahnya… menguburnya di trotoar tempat ia berdiri. Tapi apa yang lebih menyakitkan adalah bagaimana Dara menatapnya dengan tatapan terluka …

“Aku bahkan tidak ingin menginjakkan kaki disekitarmu Jiyong…” suara Dara tidak pernah goyah karena ia sengaja menyakitinya… namun jauh di dalam, dia tak tahan tapi merasakan sakit di setiap kata yang dia mengucapkan padanya. dara memalingkan muka untuk melihat matanya yang terlalu tenggelam untuk dilihat… mata itu penuh shock dan rasa sakit …

“Jika itu begitu perasaanmu… maka seharusnya kau membiarkan Jaejoong untuk menjemputmu…” kata-kata jiyong keluar seperti bisikan sebelum berjalan melewati dara.

Dara terkejut dengan reaksi Jiyong… tapi lebih heran dengan penyebutan nama Jaejoong… dan pada saat itu, ia teringat kata-kata Bom …

“Ayolah … ini sudah larut…” nada kosong Jiyong membangunkannya dari lamunan saat jiyong melihat sekilas ke arahnya dan menunggunya…

Dara melihat sekilas wajah Jiyong… hanya untuk melihat kekosongan di dalamnya. Dia tidak keberatan menanggapi pernyataannya… tahu bahwa ia seharusnya mengatakan pada jiyong kalau jiyong salah dengan apa yang ia pikirkan tentang dirinya dan Jaejoong… tapi kemudian … tidak ada kata-kata yang keluar dari bibirnya… seolah-olah mengetahui bahwa bagaimanapun ia menjelaskan itu… tidak akan merubah apapun di antara mereka sekarang.

Kesunyian sekali lagi menyelimuti mereka berdua… Jiyong membiarkan dara berjalan di depannya dan ia tetap di belakang… menjaga jarak yang besar di antara mereka.

Dara sesekali melihat ke sisi tubuhnya… mencuri beberapa lirikan ke Jiyong dari sisi matanya. Dia mendesah saat samar-samar melihat Jiyong karena jarak mereka yang jauh… namun terus berpikir kalau itu yang terbaik …

Mereka tiba di apartemen dara… dan dara masih tidak mau melihat ke belakang untuk melihat Jiyong… dia hanya naik dengan cepat… tapi saat ia mencapai lantainya… dia akhirnya melirik keteras bangunan dan melihat Jiyong sedang berdiri didekatnya sambil melihat di mana kamarnya. Jiyong berdiri di sana sebentar sampai akhirnya dia melihat dara… mata mereka terkunci satu sama lain selama beberapa saat dan setelah itu, Jiyong perlahan-lahan berpaling dan mulai jalan kembali ke rumah.

Dara menghela napas panjang… jantungnya berpacu sangat cepat, ia kesulitan untuk mengambil napas…ia memegang dadanya … merasa jantungnya berdebar begitu keras …

“Berada didekatmu tidak akan membuat kita jadi lebih baik Jiyong…” bisiknya, mencengkeram di dadanya.

‘aku masih merasa bagian dari diriku ada yang hilang tanpa kehadiranmu … ‘

<<back  next>>

11 thoughts on “Broken — Chapter 17

Leave a comment