How to Save a Life [Part #20] : Breaking

Untitled-2

Untitled-1

Author      : mbie07
Link          : HtSaL on AFF
Indotrans : dillatiffa

~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~

Entah kenapa masih banyak yang bertanya siapa Dongwook.. >_<
Hmms, coba kembali ke chapter 17/18 (maaf saya kurang yakin dan belum sempat mengecek).. Saat Dara menyebutkan tentang buku Red String of Fate milik Hanbyul yang akan dibuatkan cover, Jiyong bertanya siapa Hanbyul, Dara jawab istri Dongwook, Jiyong tanya lagi siapa Dongwook, Dara jawab kakak Seunghyun. Jadi.. sudah jelas?
Dan kenapa sampai seperti itu reaksi Dongwook??

Well.. bayangkan saja, saudara kita meninggal dan tunangan yang katanya sangat mencintai saudara kita tidak muncul pas hari kematiannya tiba-tiba menghilang entah kemana.. (*di Korea perayaan hari kematian itu termasuk acara penting yang sakral)
Tentu dong dia merasa cemas, tapi yang ditemui adalah sang tunangan sedang bersama dengan orang lain. Pastinya kita merasa saudara kita dikhianati.. kita tidak akan berpikir jauh karena perasaan awal yang muncul adalah ‘pengkhianatan’..

Ehm,, tetap bertahan sampai akhir ya.. seperti kata orang rainbow comes after rain.. jadi, ciao ^^/

20

~ Breaking ~

  

Terkadang hidup seperti memainkan tipuan untuk kita. Hidup membuat kita berpikir bahwa akhirnya hari ini adalah hari yang kita tunggu-tunggu. Hari dimana akhirnya kita bisa bergerak maju, bahwa hanya tinggal menunggu waktu untuk kita bisa bahagia. Kita berpikir sekaranglah saatnya bagi kita untuk membiarkan kenangan pahit yang kita simpan terlepas, bahwa kita akhirnya bisa mengobati kesedihan yang membuat kita selama ini terpuruk.

 

 

Jiyong sudah mencoba. Tuhan tahu seberapa besar usahanya. Dia sudah mencoba untuk menyembuhkan Dara. Dia sudah mencoba untuk mencintai Dara agar gadis itu bisa melupakan rasa sakitnya. Dia sudah mencoba, namun akhirnya dia disadarkan bahwa seberapa besar pun usahanya, seberapa  kerasnya pun dia mencoba, serta seberapa banyak emosi dan cinta yang dia berikan tidak akan pernah bisa menyembuhkan Dara – hanya gadis itu yang bisa melakukannya sendiri.

“Dara kumohon, kamu harus makan,” bisik Jiyong pelan, memohon, namun Dara tetap dalam posisinya bergelung di ranjang, memeluk tubuhnya sendiri, tatapannya kosong, air matanya jatuh tanpa henti di pipinya. Perkataan Dongwook masih terngiang jelas di kepala Dara, tatapan jijik pria itu masih diingatnya dengan sangat baik. Dara memang pantas mendapatkan semua cacian dari Dongwook, dia memang pantas untuk dibenci, dia pantas mendapatkan semua itu.

Dongwook memang benar. Dongwook sangatlah benar dan bahkan dirinya masih mencoba untuk mengelak.

Jiyong mengacak rambutnya lalu berlutut di lantai dan menyandarkan kepalanya di ranjang sambil mengepalkan tangan. Dia menatap Dara yang masih bergelung – membiarkan rasa sakit dan rasa bersalah memakannya hidup-hidup. Jiyong merasa tidak berguna, dia secara ditusuk perlahan hingga menembus tubuhnya.

Sudah berhari-hari sejak Dara berhenti berbicara, berhenti makan. Praktis gadis itu berhenti hidup dan hanya tidur disana – membiarkan waktu berlalu begitu saja. Akhirnya Dara menyerah pada rasa sakit, penderitaan, rasa bersalah. Dia membiarkan rasa sakit dan rasa bersalah mengirisnya secara perlahan, mengiris segala yang masih tersisa dalam dirinya.

“Dara…” panggil Jiyong membuat Dara melengos darinya, Jiyong hanya bisa mendesah. Jiyong berdiri dan meninggalkan kamar gadis itu. Dia perlahan berjalan ke studio dan duduk ditengah ruangan. Tak perlu menunggu lama air matanya mengalir turun di pipinya, tangannya mencengkeram dadanya kuat, hingga kukunya terbenam dalam kulitnya. “Kamu tidak berguna,” bentaknya pahit kepada dirinya sendiri. “Kamu tidak berguna,” ulangnya lalu kemudian mengacak rambut.

Harusnya semuanya baik-baik saja. Dara akhirnya tersenyum, Dara akhirnya tertawa – namun seolah nasib sedang mempermainkan Jiyong karena dalam waktu singkat senyuman dan tawa Dara direnggut begitu saja, jauh dari jangkauan Jiyong, jauh dari jangkauan Dara.

Tepat pada saat Jiyong berpikir bahwa ini bisa menjadi awal proses penyembuhan Dara – namun sepertinya tidak akan pernah terjadi. Tepat pada saat Jiyong berpikir bahwa kebahagiaan akhirnya menghampiri hidup Dara, hidup Jiyong, namun sayang semuanya tampak seperti mimpi.

Semuanya hanyalah mimpi.

Apa yang bisa lebih menyakitkan dibandingkan harus melihat Dara menghukum dirinya sendiri atas semua yang terjadi? Dara menghukum dirinya sendiri atas semua yang telah terjadi dan Jiyong tidak bisa melakukan apapun selain berdiri diam disana dan tetap diam disana jikalau Dara membutuhkan sesuatu.

Hal itu menghancurkannya hingga berkeping, karena tidak peduli apapun usaha yang dia lakukan Jiyong rasanya tidak akan pernah bisa meraih Dara.

Dara tengah tenggelam, tenggelam dalam rasa frustasinya, tenggelam dalam seluruh rasa sakit yang tidak akan pernah bisa JIyong salami untuk menyelamatkan gadis itu. Jiyong sudah mencoba. Tuhan tahu bagaimana dirinya telah mencoba untuk meraih tangan Dara, namun bagaimana bisa dia menyelamatkan orang yang tidak memiliki keinginan untuk diselamatkan?

Ketika Dara tidak ingin menyelamatkan dirinya sendiri.

*

Segala yang bisa Jiyong pikirkan adalah semua tentang Dara. Semua yang bisa Jiyong rasakan adalah rasa sakit yang tengah Dara rasakan. Semua yang Jiyong pedulikan adalah tentang Dara, setiap jengkal tentang Dara, segala hal kecil semuanya tentang Dara hingga tanpa sadar dia mulai melupakan dirinya sendiri. Jiyong lupa bahwa dirinya juga terluka. Jiyong lupa bahwa dia juga seseorang untuk bersandar, bahu untuknya menangis. Bahwa dirinya pun sangat tersakiti.

Semuanya terlalu banyak untuk dia tanggung sendiri. Terlalu banyak emosi yang harus hatinya yang kecil tanggung. Terlalu banyak hal yang berdatangan kepadanya sekaligus dan dia tidak cukup kuat untuk bisa berdiri tegak menghadapi semuanya.

Masalahnya adalah Jiyong sangat mencintai Dara, dia sangat terluka sehingga dia lupa untuk hidup diantara semua rasa sakit dan cinta – dia lupa siapa dirinya. Dia tidak tahu bagaimana cara menempatkan dirinya diantara semua itu.

Dia telah tersesat.

Jiyong pun mulai berubah. Dan perubahannya bukanlah perubahan kecil, dia berubah secara drastis membuat semua orang menyadarinya. Jiyong mulai menarik diri dari semua orang. Suara tawanya mulai lenyap, senyumnya pudar, dan seolah Jiyong pun telah diterbangkan oleh angin.

Rasa sakit merubahnya. Rasa sakit telah membunuhnya.

Dia telah mati.

Peter Pan mati dalam kematian yang paling menyedihkan… dilupakan oleh dirinya sendiri.

Begitu dosen mereka berdiri dan mengesi barang-barangnya, semua orang langsung menatap setiap gerakan yang Jiyong lakukan. Kediamannya terasa dingin menusuk. Seperti pecahan batu yang tertancap ke kulit mereka. Mereka selalu berharap agar Jiyong dewasa. Heck, mereka berharap hari seperti ini terjadi – saat Jiyong akhirnya belajar untuk menutup mulutnya – namun saat hal itu tiba mereka pernah membayangkan akan sesakit ini. Mereka tidak pernah menduga bahwa mereka akan menyeaali harapan mereka seperti ini.

“Jiyong,” ucap Daesung membuat tatapan Jiyong teralih padanya. Dia mencoba tersenyum tapi Jiyong hanya menatapnya dalam diam. “Kami akan pergi ke karaoke hari ini… kalau kamu mau—,”

“Tidak, aku harus segera pulang,” jawab Jiyong datar lalu menyampirkan tali tasnya ke pundak. “Terima kasih sudah mengajakku, selamat bersenang-senang,” tambahnya kemudian berjalan keluar dari kelas, meninggalkan Daesung mengatupkan bibirnya rapat dan hanya bisa mengangguk pelan. Bom menggigit bibirnya sebelum berlari keluar menyusul Jiyong dan menahan lengan pria itu sebelum dia sempat keluar dari ruangan.

Jiyong berbalik menatap Bom namun mereka terdiam. Bom menggigit bibirnya dan mulai gemetaran. Tangannya menyentuh wajah Jiyong lalu dia memejamkan mata. “Aku benci atas apa yang dia lakukan padamu,” gumam Bom mulai gemetaran. Dia mendongak dan menatap mata Jiyong. Mata pria itu dingin dan menyiratkan luka. Sinar matanya dingin, lukanya nyata terlihat. Kelelahannya tidak lagi bisa disembunyikan, sangat amat lelah. Air mata Bom luruh dan tangisnya pun akhirnya pecah.

“Kenapa kamu membiarkan dia melakukan ini padamu?” tanya Bom. “Kenapa kamu membiarkan dia melakukan semua hal gila ini padamu?!” Bom menangis keras. Jiyong hanya tersenyum lemah memegang tangan Bom. Jiyong mengelus tangan Bom pelan. “Aku mencintainya,” bisik Jiyong. “Tapi dia tidak mencintaimu!” teriak Bom membuat Jiyong tertawa pahit, sakit.

“Aku tahu,” jawab Jiyong tersenyum yang semakin menghancurkan Bom. “Lalu kenapa? Kamu seharusnya bisa dengan seseorang yang lebih baik! Kamu harusnya bersama orang lain yang lebih baik! Aku tidak peduli jika orang itu bukan aku, tapi cintai saja orang lain… cintai dirimu sendiri… kumohon,” Bom terisak menundukkan kepalanya dalam.

Jiyong menempatkan jarinya di dagu Bom, mengangkat kepalanya agar pandangan mata mereka bertemu. “Aku tidak menginginkan orang lain,” jawab Jiyong. “Bom…” Jiyong menggantung perkataannya, Bom mengusap air matanya dengan kasar. “Sebesar inilah cintaku untuknya… sebesar ini dan masih akan terus bertambah,” Jiyong tersenyum kemudian berbalik dan berjalan keluar dari ruangan meninggalkan Bom yang menangisinya. Ya, Bom memang terluka. Sangat terluka. Tapi lukanya sangatlah jauh jika dibandingkan dengan penderitaan Jiyong.

Bom menangisi Jiyong, menangisi cinta pria itu, menangisi sakit hati pria itu. Setiap air mata yang dia keluarkan adalah untuk Jiyong. Bom lalu merasakan tangan Minzy mengelus bahunya, dia lalu bergerak memeluk temannya, membenamkan wajahnya di bahu Minzy dan mulai menangis lebih keras.

*

Jiyong mendorong pintu hingga terbuka dan matanya langsung menangkap pemandangan pecahan kaca berserakan, dia masuk kedalam dan menemukan Dara berada didalam bak – basah kuyup dan sedang akan menggores pergelangan tangannya dengan pecahan kaca.

Jiyong buru-buru langsung menarik pecahan kaca membuat Dara berteiak-teriak meminta pecahan kacanya dikembalikan – Jiyong melemparkannya sejauh mungkin dari jangkauan Dara. Jiyong menarik dara dalam pelukannya, memeluk gadis itu erat, namun tentu saja Dara memberontak minta dilepaskan. Tak lama, Dara terisak, mencengkeram erat pakaian Jiyong.

“Dara kumohon…” pinta Jiyong memeluk gadis itu kian erat.  Dara mendorong tubuh Jiyong menjauh kemudian berdiri dan berjalan menjauh, meninggalkan Jiyong dengan tangannya yang terkepal kuat. Jiyong lalu mengikuti Dara yang berjalan dalam keadaan basah kuyup. Tak lama Dara sampai di tempat tujuannya, membuka pintu dan masuk kedalam studio Seunghyun. Dara menutupi mukanya dengan kedua telapak tangan dan mulai menangis berlutut di lantai.

Jiyong menatap Dara. Gadis itu sudah pucat, tubuhnya gemetaran. Badannya semakin kurus, dan matanya bengkak. Dia terlihat sangat menyedihkan. Jiyong berjalan menghampiri Dara. “Dara kumohon, kamu perlu ganti baju,” katanya lembut memegang tangan Dara yang langsung ditepis oleh gadis itu. “Tinggalkan aku,” kata Dara. “Tinggalkan aku sendiri,”

Jiyong menggigit bibirnya kemudian menarik nafas dalam. “Ayo,” katanya sekali lagi mencoba meraih tangan Dara dan sekali lagi pula tubuhnya didorong menjauh. “Sudah kubilang tinggalkan aku! Kenapa kamu tidak meninggalkan aku saja! Tidak bisakah kamu kemasi barang-barangmu dan pergi dari sini?! Tidak bisakah kamu menyerah saja padaku?!” cecar Dara.

“Kalau menyerah padamu semudah itu, sudah akan kulakukan sejak awal,” kata Jiyong menatap langsung mata Dara – akhirnya air matanya menyerah dan mengalir keluar. “Dara aku mencintaimu,” ungkap Jiyong. “Aku sangat mencintaimu dan itu sangat menyakitiku,”

“Kalau begitu tinggalkan aku! Tinggalkan rasa sakitmu!” teriak Dara pada Jiyong lalu berdiri, Jiyong mengikutinya. “Kenapa kamu ada disini?! Aku tidak mencintaimu! Aku tidak pernah mencintamu!!” serunya sambil mendorong tubuh Jiyong. Jiyong tetap diam ditempat, menahan tangan Dara yang mencoba mendorongnya.

“Kukatakan padamu aku tidak akan pernah meninggalkanmu! Aku mencintaimu meskipun kamu tidak mencintaiku!” seru Jiyong membuat Dara menatapnya. “Kamu ingin tahu kebenarannya?” tanya Dara pada Jiyong yang masih menatapnya. “Katakan padaku apa itu,” tantang Jiyong. “Aku memegangmu, menciummu, bersetubuh denganmu karena kamu sangat mirip dengan Seunghyun! Karena kamu sangat mengingatkanku pada Seunghyun! Yang harus kulakukan hanyalah tinggal memanggilmu dengan nama Seunghyun!” jerit Dara menarik tangannya dari Jiyong.

Jiyong tahu itu. Dia menyadarinya. Dia sudah mempersiapkan dirinya, namun tetap saja hal itu menyakitinya lebih daripada yang dia bayangkan. Itu menghancurkannya. Itu sangat menyakitkan dan dia merasakan dirinya jatuh perlahan runtuh. Tubuhnya jatuh ke lantai.

“Kalau begitu panggil aku Seunghyun!” teriak Jiyong akhirnya hancur karena rasa sakitnya. “Dara itulah seberapa besar artimu untukku! Aku tidak peduli jika kamu menciumku karena aku seperti Seunghyun! Aku tidak peduli jika kamu memandangku karena aku sangat mirip dengan Seunghyun! Jika kamu meminta aku akan meniru Seunghyun! Aku akan menjadi Seunghyun! Katakan saja padaku dan aku akan menjadi dirinya! Aku akan menjadi Choi SeunghyuN!”

Jiyong lalu berjalan mendekat untuk menggenggam tangan Dara. “Karena sebesar itulah rasa cintaku padamu,” bisiknya. “Sebesar itu sampai itu menyakitiku,” tambahnya lemah. Dara menghapus air matanya setelah menarik lepas tangannya dari Jiyong. “Hentikan,” kata Dara. “Tinggalkan saja aku, kumohon,” pintanya menatap langsung ke mata Jiyong. “Lindungi dirimu sendiri dari semua ini, lindungi dirimu dariku,”

“Kenapa kamu terus saja mendorongku menjauh?!” seru Jiyong frustasi, dia mengacak rambutnya. “Aku bersedia memberikan apapun untukmu! Aku akan mencintaimu lebih daripada yang kamu minta! Jika kamu ingin aku menjadi Seunghyun, aku akan menjadi dirinya!”

Jiyong lalu menarik tubuh Dara mendekat kemudian menempelkan kening mereka. “Katakan padaku dimana kesalahanku karena sangat mencintaimu? Dimana salahku karena mencintaimu dengan seluruh jiwa dan ragaku? Kenapa kamu tidak bisa merasakannya? Katakan saja padaku karena aku tidak tahu lagi apa yang harus kulakukan,” bisik Jiyong, Dara merasakan air matanya kembali membasahi pipinya.

Pada saat itulah Dara menyadari bahwa mereka telah tersesat ditengah-tengah semua ini. Ditengah-tengah pertempuran mereka melawan rasa sakit, pertempuran mereka untuk mengetahui mana yang benar dan mana yang salah.

“Komohon berhentilah,” ungkap Dara. “Aku sudah tersakiti,” tambahnya. Jiyong menjambak rambutnya dan menarik diri menjauh dari Dara. “Kamu tersakiti?” tanyanya pada Dara yanghanya berdiri diam menangis. “Persetan dengan itu Dara! Persetan! Kamu tersakiti?! Lalu bagaimana denganku, apa menurutmu aku tidak tersakiti dengan semua ini?! Kamu harus tahu Dara, kamu telah membunuhku! Ucapanmu membunuhku! Dan kamu bilang kamu tersakiti!” teriaknya membuat Dara berjengit pada setiap kata yang keluar dari mulutnya. “B*llsh*t!”

Jiyong berlutut, menutupi wajahnya dengan tangan. Dara masih berdiri diam menangis. “Dan kamu tahu apa?” tanya Jiyong menatap langsung ke mata Dara saat pandangan mereka bertemu. “Aku tidak menyelamatkanmu dari rasa sakit, aku tidak menyelamatkanmu dari Seunghyun…” ungkapnya menarik nafas dalam. “Aku menyelatkanmu dari dirimu sendiri, dan kamu harus tahu seberapa menyakitkannya hal itu karena tidak peduli apa yang kulakukan… aku tidak bisa menyelamatkanmu, karena hanya kamulah yang bisa!”

“Aku ingin meninggalkanmu,” kata Jiyong, Dara terpaku mendengarnya dan air matanya turun semakin deras. “Aku ingin berhenti mencintaimu…” katanya kembali menutupi wajahnya dengan telapak tangan. “Tapi aku tidak bisa… aku tidak bisa berhenti mencintaimu, aku tidak bisa meninggalkanmu… aku tidak ingin berhenti mencintaimu. Aku tidak ingin meninggalkanmu,”

Jiyong menempatkan kedua tangannya di pinggang lalu menarik nafas dalam. “Ahhh!!!” teriaknya keras, akhirnya sudah mengeluarkan semua hal menyakitkan yang ada dalam dadanya. Jiyong lalu mulai melemparkan apapun yang berada dalam jangkauan tangan dan kakinya. Akhirnya Jiyong sudah mencapai batasnya. Dia akhirnya hancur.

Dara berdiri diam menatap Jiyong yang menangis keras, melemparkan apapun yang ada disekitarnya – akhirnya hancur, dan yang bisa dia lakukan hanyalan menatap Jiyong.

Dara cepat-cepat memeluk tubuh JIyong. “Jiyong,” tangisnya, Jiyong berdiri diam menangis membiarkan lengan Dara yang masih basah kuyup memeluknya. Jiyong berbalik dan balas memeluk Dara, menarik gadis itu lebih erat kedalam pelukannya. Mungkin Jiyong sudah gila. Mungkin Jiyong bodoh. Dia tidak tahu apapun lagi.

Segala yang Jiyong tahu adalah bahwa dia sangat mencintai Dara. Dia sangat mencintai gadis itu.

“Aku minta maaf,” tangis Dara membenamkan wajahnya di dada Jiyong dalam pelukan pria itu. “Aku minta maaf karena telah menyakitimu… karena telah melakukan semua ini,” katanya lalu mendongak menatap langsung mata pria itu. Mereka berdua sama-sama terluka. Mereka berdua sama-sama lelah. Hidup dan mencintai seseorang ternyata sangat melelahkan. “Kumohon…” pinta Dara sambil menggelengkan kepalanya.

“Jangan menyerah padaku,” katanya lirih. Dara tengah memohon. “Jangan menyerah padaku… kumohon,” tangisnya lalu menundukkan kepala, Jiyong menarik tubuhnya semakin erat dalam pelukannya, mencium puncak kepalanya. “Aku tidak akan menyerah,” ungkap Jiyong. “Aku tidak akan menyerah padamu,”

Dara mengangguk dan mencengkeram pakaian Jiyong. “Ayo ganti bajumu,” bisik Jiyong, dan Dara terus mengangguk – dan dengan demikian mereka berdua berjalan keluar dari ruangan, keluar dari studio Seunghyun meninggalkan semuanya – air mata, kekacauan, dan mungkin juga rasa sait.

Mereka berjalan ke kamar mandi dengan Jiyong membantu Dara menanggalkan pakaiannya. Jiyong lalu mengisi bak dengan air hangat dan Dara masuk kedalamnya. Jiyong berjongkok di depan bak, lengannya menyandar pada dinding bak, matanya memandang Dara. Mata mereka saling terkunci satu sama lain, Dara kemudian menempelkan keningnya pada kening Jiyong.

“Kamu terlihat lelah,” bisiknya membuat Jiyong tersenyum. “Mungkin aku lelah,” jawab Jiyong jujur dan kemudian kebisuan menyelimuti mereka. Jiyong menggigit bibirnya. “Aku mencintaimu,” bisiknya memejamkan mata, membiarkan kalimat itu terucap dari bibirnya lagi dan lagi. Dara memejamkan matanya dan membiarkan pikirannya ditenangkan oleh suara Jiyong, oleh kata-kata yang terus diucapkan lagi dan lagi.

Jiyong tidak tahu jika apa yang dilakukannya masihlah bisa dikatakan sebagai hal yang benar. Jika cintanya kepada gadis itu sangatlah besar. Jadi kenapa jika dia mencintai Dara? Dia akan mencintai Dara dengan cinta yang lebih besar lagi; jadi kenapa jika dia tidak bisa melepaskan gadis itu? Jiyong akan memeganginya lebih erat. Tidak ada yang salah dengan hal itu. Begitulah cinta.

Dan cinta adalah selalu tentang menjaga janji, benar kan? Itu selalu tentang memegang janji.

Dara lalu melingkarkan lengannya yang basah pada tubuh JIyong, menarik pria itu. “Maaf,” gumamnya membenamkan kepalanya di lekukan leher Jiyong, pria itu mengangguk. “Aku minta maaf,” gumam Dara. “Terima kasih,”

Jiyong membantu Dara melangkah keluar dari bak. Dia langsung memakaian jubah mandi Dara dan kemudian mengeringkan rambut panjang gadis itu dengan handuk putih. Jiyong tertawa saat Dara menatapnya. “Kita harus sering melakukan ini,” katanya tertawa, Dara masih diam menatapnya. Dara menatap mata Jiyong yang bengkak dan lelah – mata yang masih menatapnya dengan cara yang sama seperti saat pertama kali mereka bertemu. Mata pria itu masih penuh rasa kagum, penuh dengan cinta. Dara menatap bibir Jiyong melengkung membentuk senyuman, seolah senyumnya adalah hal yang permanen terpasang di bibirnya.

Dara merindukan itu. Dia merindukan itu semua. Dia merindukan Jiyong. Dia tidak tahu kenapa tapi dia sangat merindukan Jiyong.

“Aku merindukanmu,” ungkap Dara menatap mata Jiyong, membuat pria itu menghentikan gerakannya, balas menatap Dara – kosong. Jiyong lalu tertawa. “Benarkah?” tanyanya masih tertawa. Dara menganggukkan kepala. “Aku merasa kamu pergi,” ungkapnya jujur. Jiyong tersenyum. “Kamu juga pergi… aku merindukanmu,” bisiknya menarik Dara kedalam pelukan. “Sangat merindukanmu,”

Setelah berganti baju, mereka beranjak menuju ruang makan. Dara duduk di tempatnya yang biasa dan Jiyong menyiapkan ramen instan untuk mereka berdua. “Well… kita harus mencoba makan ini sesekali,” Jiyong tertawa lalu mendorong jatah ramen Dara kearah gadis itu. “Well, aku menyukai ini,” kata Dara dan mereka mulai makan dan saat itulah Dara menyadi betapa rindunya dia melakukan banyak hal dengan Jiyong.

Tak mata Jiyong mulai berbagi cerita dan menceritakan tentang semua orang yang mencemaskan gadis itu karena sudah absen selama seminggu. Dara mendengarkan Jiyong sambil terus makan secara perlahan. Dalam waktu singkat dia sudah tahu dirinya sudah dimaafkan. Jiyong telah memafkannya seolah dia seperti tidak melakukan apapun, dan hal itu menakutkan baginya. Menakutkan karena dia mungkin akan kembali mengambil keuntungan dari perasaan Jiyong padanya. Bahwa dirinya mungkin akan melakukan sesuatu yang akan menyakiti Jiyong dan dia bisa memperoleh maaf dari Jiyong kapanpun dia mau.

Cinta Jiyong padanya membuat Dara takut.

Tanpa sadar Dara berhenti makan dan menatap Jiyong. Jiyong akhirnya menyadari tatapan mata Dara dan dia balas menatap gadis itu. “Ada apa?” tanya Jiyong cemas. Dara langsung tersadar lalu menyelipkan helaian rambutnya kebalik telinga. Dia menggelengkan kepala. “Ayo tidur,” bisiknya membuat Jiyong mengangguk.

Begitu mereka berbaring di ranjang, tubuh mereka menempel satu sama lain dan Dara tidak bisa mengalihkan matanya dari Jiyong. Mereka sudah bersama selama lebih dari sebulan tapi baru kali ini dia menyadari hal-hal tentang Jiyong. Kebiasaan Jiyong meletakkan lengannya dibawah kepala Dara, sementara tangan yang satunya memeluk pinggang gadis itu. dan bahkan saat tidur Jiyong juga menghadap kearah Dara dan saat bangun posisinya masih sama – seolah pria itu tidak bergerak dalam tidurnya.

Dara tidak bisa tidak bertanya-tanya darimana Jiyong mendapatkan semua kesabaran ini. Dimana dia mendapat kekuatan untuk tetap bertahan bersama dengannya, untuk menerimanya? Jiyong selalu berkata bahwa dia mencintai Dara. Apakah semua itu masih bisa disebut sebagai cinta? Rasanya bahkan mengatakan hal itu cinta pun adalah sebuah penghinaan.

Cinta Jiyong masihlah suci dan polos.

Cinta Jiyong mempesona.

Dan cinta Jiyong juga menakutkan.

Akhirnya menyadari bahwa kita tidak akan pernah bisa meninggalkan rasa sakit. Bahwa kita masih merasakan sedih, bahwa kita masih merasa menyedihkan. Kita berpikir bahwa hari ini akhirnya kita bisa terbebas, namun hal itu tidak pernah terjadi.

 

  

~ TBC ~

Sama sekali nggak membantu saat dalam proses penterjemahan, lagu yang terputar adalah Blue.. T_T

 HTSAL-KJ

 

Prolog 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 Epilog FN

73 thoughts on “How to Save a Life [Part #20] : Breaking

  1. #Lap_ingus…sumpehh bikin nangis deh. perjuangannya jiyong oppa, cintanya jiyong oppa ke dara unnie beneran tulus 10000%

  2. Air mata bukan cuma keluar dari mata tapi juga dari hidung,,
    Ikut ngerasa sakit saat jiyong ngerasa sakit,,
    Sedih banget bacanya tapi untungnya mereka baikan
    Semoga kedepannya akan semakin baik2 aja

  3. oughh kapan jiyong oppa akan bahagia dan gak tesakiti lagi dengan keterpurukan dara ??
    dan kapan juga dara bakalan respon perasaan tulus dari jiyong oppa ??
    miris banget baca ff ini. kasian sama jiyong oppa 😥 😥

  4. Nangis sumpah … huwweeee
    Oh God .. ni ff keren bgtz .. !!! Bner ny trbuat dr pa hati jiyong inih , y ampun .. bgtu besar cnta nya unt dara

  5. Udah baca dari awal dan baru bisa comment di part ini, gak tau harus ngomong apa. Nyeseekkk banget banget bacanya. Jiyong aku tau perasaan kamu ky gimana kok 😭

  6. Ini kedua kali nya aku baca ff ini , dan ini komen pertama ku , aku menulis ini karna sdar bahwa menjadi silent reader itu memalukan , sejati nya kita hanya di minta menulis sebuah komentar untuk menghargai karya penulis dan admin yg udah susah payah translate ini ff , dan kita malas untuk melakukan nya , pdhal adakalanya kita bahkan rela membeli sbuah novel untuk bisa membaca certita nya, pdhal kita tidak perlu mengeluarkan rupiah untuk penulis ff tapi kita tetap tidak melakukan nya , aku minta maaf kepada admin dan penulis karna sempat menjadi siders ,
    Aku sengaja koment di part ini karna menurut ku ini adalah part yg paling menyakitkan dan menyedihkan , dan menurut ku part ini lah yg menjelaskan sesuai dengan judul ff ini , inti dari cerita ini sendiri ,
    Skali lagi aku minta maaf ke para admin karna pernah menjadi sider ,

Leave a comment