[Series] Melody of The Paint – 7

edit1

Melody of the paint

Author: alexandria

Cast star: Kwon Jiyong(30th), Sandara Park(28th), Lee Donghae(29th), Park Sanghyun(20th), Choi Dongwook(28th), Choi Seunghyun(20th), Lee Seungri(25th),Lee Chaerin(29th)

 

Part 7

 

 

 

“Selamat pagi nona..” suara Hye Jung membangunkan Sandara, matanya masih berat untuk dibuka.

Hye Jung menepuk lengannya untuk membangunkannya. Sandara menggeram masih menutup matanya.

“Hmmmmmmmm…….. give me five minutes more, adjuma” bisiknya serak dan menarik selimut menutupi seluruh tubuhnya.

“tapi nona, tuan Jiyong tidak s-”

“Terima kasih adjuma, biarkan aku yang menanganinya.” Kata Jiyong sergap membuat Hye Jung kaget dan membungkuk saat melewatinya.

Tch.Jiyong berdecak sambil melangkah ke arah tempat tidur dan memasukan tanggannya ke dalam saku celana. Ia pun berjalan ke arah jendela dan membuka kain jendela dengan hentakan keras, membiarkan sinar matahari pagi menembus masuk ke dalam kamar. Ia kembali melangkah ke arah tempat tidur dan menarik selimut menjauh dari tubuh Sandara.

Sandara mengerutkan matanya dan membuka matanya perlahan, menutup matanya dengan sebelah telapak tanggannya karena silau sinar matahari.

“Oh my..!!! Adjuma, aku katakan lima menit lagi..” kata Sandara masih menutup matanya dengan tangannya sambil menggosokan kakinya malas di tempat tidur.

“Bangunlah.. ini sudah jam enam pagi. Aku tidak suka orang malas yang bangun kesiangan di rumahku.”

Mendengar suara yang berbeda, Sandara membuka matanya cepat dan bertemu dengan tatapan dingin Kwon Jiyong.

“shit! Ini baru jam enam Jiyong.. Lagian aku tak menyuruhmu untuk mengurusku di rumahmu. Biarakan aku tidur.”

“No! Bangun sekarang. Aku bantu ke meja makan. C’mmon?”

“Aku tak butuh bantuanmu.. pergilah duluan, aku akan menyusul”

“dan? Aku akan menunggu selama satu jam di meja makan?”

“maksudmu?”

“kamu sudah tinggal disini selama satu minggun Sandara. Dan selama satu minggu itu, kamu membuatku menunggu disana selama satu jam dan hampir dua jam!”

“Hm, Tuan Kwon? Apakah aku bisa bertanya sesuatu?”

“Ask then..”

“Apakah aku pernah memintamu untuk menungguku? Kamu bisa saja makan tanpa menungguku.”

Jiyong menarik napasnya panjang dan membuangnya keras, “Sandara, aku tidak suka kalau aku makan sendiri disana padahal ada orang lain yang masih hidup di rumah ini? tepatnya yang belum makan. Hanya untuk bersikap sopan, aku menunggumu.”

“okay okay… aku akan bersiap-siap.. bisakah kamu panggilkan adjuma? Aku membutuhkannya.”

“for what?”

Sandara mencipitkan matanya, menatap nanar ke arah Jiyong yang memasukan tangannya ke dalam saku celana sambil mengangkat bahu.

“for what?! Tuan Kwon, tolong berpikirlah. Aku tahu kalau otakmu masih berjalan dengan sangat lancar apalagi ini masih pagi hari.”

Jiyong pun membungkuk dan mengangkat Sandara, Sandara mengelak tapi geraman Jiyong dan tatapannya membuat ia berhenti melakukan aksi pemberontakkannya.

Ia menaruh pelan tubuh Sandara di kursi roda. Berkat dokter Dong Young Bae, dokter pribadi keluarga Kwon (itu yang didengarnya dari adjuma), ia sekarang bisa duduk tapi masih susah untuk berdiri. Sandara meringis pelan, “Masih sakit?” tanya Jiyong yang berjongkok di depannya dengan wajah khawatir.

Sandara menggelengkan kepalanya, “Ini karena ototku masih tegang dan karena kamu membangunkan aku terlalu pagi.”

“tch..” Jiyong pun mendorong kursi rodanya pelan ke arah ruang makan.

Mereka makan dalam diam. Seperti biasa hidangan makan pagi adalah bubur, telur setengah matang, dan susu putih kental.

Sandara sangat tidak suka akan bubur tapi keadaan ini memaksanya untuk menelan semua yang telah disajika di atas meja suci ini.

“Ehm… Tuan Kwon,”

“hm?”

“Kamu bilang akan menyewakan perawat buatku tapi mana? Sudah seminggu aku disini dan aku tak melihat tanda-tanda kamu akan menyewa perawat buatku.”

“Aku berubah pikiran” kata Jiyong ringan.

“Tapi-”

“Apa yang kamu harapkan dari perawat?” Jiyong pun melatakan sendoknya dan menatap lurus ke mata Sandara.

“Aku-”

“Sudah ada adjuma. Sudah ada Dokter Dong Young bae yang akan mengecek terus perkembanganmu. Jadi kamu perlu apa dari seorang perawat? Untuk menyuapimu di tempat tidur karena kamu malas ke meja makan?”

“Haah… whatever.. susah berdebat denganmu Tuan Kwon.”

“Baguslah kalau kamu mengerti.” Jiyong pun mengelap mulutnya dengan serbet dan berdiri meninggalkan meja makan.

“Kamu sudah selasai?” tanya Sandara.

Jiyong hanya mengangkat bahunya dan berjalan terus.

Sandara kembali menatap bubur, telur dan susunya. Sudah seminggu ia memakan makanan tergila ini, sudah seminggu ia tinggal di rumah yang dingin ini, dan sudah seminggu ia tinggal seatap dengan Kwon Jiyong. Hubungannya dengan Jiyong tidak seformal seperti dulu lagi tapi, “haaaaah… ia sangat menyebalkan” gerutu Sandara pelan.

***********************************

Jiyong memasuki ruang kerjanya dimana terdapat piano tua besar berwarna putih tepat ditengah-tengah ruangan dan menjadi satu-satunya barang sekaligus hiasan disitu. Ia duduk di depan pianonya dan memejam matanya, menarik napasnya dalam-dalam dan memainkan jarinya di atas piano.

Seperti biasanya ia memainkan melodi yang menyayat hati, dan hanya melodi seperti itu yang berada dalam benaknya, mewakili apa yang ia rasakan.

Author’s note: melodi yang dimaikan Jiyong adalah “fur elisa”

Ia terus mengumandangkan lagu ini dengan memejamkan matanya, seperti ia sedang menyerap energi dari lagu tersebut. Ia terus menerus mengulang bagian refrain lagu tersebut sambil mengerutkan dahinya ketika melody yang dimainkannya terdengar sangat pelan.

“Hei”

Jiyong mendengar suara lain dalam ruangan itu tapi tidak berhenti memainkan permainannya dan tidak sudi untuk membuka matanya, matanya masih dipejamkan dalam-dalam.

“Kamu tahu?” Suara itu semakin mendekat ke arah tubuh Jiyong, tapi dia tidak menghentikan permainannya.

“Tuan Kwon…….” suaranya sekarang lebih dekat dengan tubuh Jiyong.

“Oh good. Dear My Highness,Mr.Kwon Jiyong, apakah kamu sudi mendengar perkataanku?” kali ini terdapat tepukan di bahu Jiyong, itu membuat Jiyong mengeras dan menghentikan permainannya, ia membanting kuat jarinya-jarinya sebarang di atas piano menghasilkan nada yang kuat dan mengagetkan orang yang berhasil mengganggu permainannya.

“What?”

“Look at me..”

“for what?”

“aku tidak suka orang yang tidak melihat ke arahku langsung ketika aku berbicara. Dan kamu adalah orang pertama yang mengacuhkanku saat aku memanggilmu tadi.”

Jiyong menarik napas dalam-dalam, mengatur kesabaran dirinya, “Okay.. so What?” Jiyong menatap Sandara yang duduk di kursi rodanya, melipat kedua tangannya di depan dada dan menatap Jiyong sinis.

Jiyong menunggu tapi tak ada satu katapun yang keluar darinya. Jiyong mengerutkan alisnya dan memiringkan kepalanya, dengan wajah tanpa ekspresinya, “okay.. kalau kamu tidak mau berbicara, maka aku saja. Aku perlu meluruskan satu hal. Dan kamu juga harus tahu itu, Nona Park, Aku sangat tidak suka kalau ada orang yang menggangguku saat aku memainkan piano. Dan kamu adalah orang pertama yang mengusikku.”

Sandara menaikkan alisnya, “oh ya? Hahahhaha.. Kamu pikir hanya dirimu yang tinggal disini Tuan Kwon?”

“Tapi ini rumah-”

“Ya ini rumahmu.. tapi apakah kamu tahu? Selama aku disini, kamu hanya memainkan lagu yang menyedihkan. Di luar sana kamu memainkan lagu orang lain dengan sangat fantastik. Jadi inikah dirimu yang menyedihkan?! Hanya bisa memainkan lagu-lagu yang seperti itu?”

“W-What? Beraninya kamu-”

“Aku hanya seorang yang mendengarkan melodimu itu dan itu adalah komentarku.” Sandara mengangkat bahunya dan memutar kursi rodanya dan hendak menuju pintu tapi tiba-tiba kursi roda berjalan mundur, “Heii…” Jerit Sandara ketika kursi rodanya berputar cepat ke arah orang yang telah diusiknya tadi, bertemu dengan wajahnya yang dingin dan memandangnya tajam.

“Apa kamu kesini hanya untuk itu Sandara?” desis Jiyong di antara giginya saat wajahnya sangat dekat dengan Sandara. “tch.. kenapa kamu tidak menjawabku?” ia memiringkan wajahnya di depan wajah Sandara merasakan napas hangat Sandara. Disisi lain Sandara seakan tersihir kembali oleh makhluk dengan nama Kwon Jiyong.

“Apakah kamu tidak bernapas Sandara?” Jiyong mengerutkan alisnya, menaruh jari telunjuk di bawah lubang hidungnya, mengecek napasnya, dan ia mendorong kepala Sandara dengan telunjuknya.

Sandara berkedip berkali-kali, mulai sadar dari hipnotis singkat yang dibuat Kwon Jiyong.

“Let me go, tuan Kwon..” ia hendak memutar kursi rodanya,tapi Jiyong menahannya dengan kakinya yang jadi ganjalan kursi roda itu.

“No… tetaplah disini.” Sandara mengerutkan alisnya, tidak mengerti dengan apa yang ia dengar.

“Tetaplah disini, hingga aku selesai menciptakan satu lagu yang menurutmu tidak menyedihkan.” Kata-kata itu meluncur keluar dari mulut Jiyong lancar dan cepat tanpa melihat Sandara yang membulatkan matanya sekarang.

“o-okay.. ”

Jiyong kembali memainkan melodi yang rencana ia akan mainkan nanti di pentas musikal nanti, ia sudah mengulang selama lima puluh kali dan tak mendapatkan melodi yang diinginkannya. Ia menghembuskan napasnya keras dan menjambak rambutnya sendiri. Ia menoleh ke arah Sandara yang dari tadi berda di sisi piano, menunggunya mendapatkan melodi yang bagus tapi sekarang ia sudah tertidur pulas dengan wajah yang ditopang tangannya di atas sisi piano.

Jiyong melihatnya lama, ia tidak pernah berpikir bahwa ia merawat seseorang wanita yang bukan keluarganya di rumahnya. Ia tidak pernah berpikir bahwa dirinya bisa melakukan kesalahan yang konyol hingga membuat wanita di depannya ini menderita dan ini sudah seminggu.

“Tch… maafkan aku Sandara..” katanya pelan sambil memindahkan rambut-rambut yang menghalangi wajahnya yang tertidur damai.

*****************************

*rrrrrrtttttt* *rrrrrrtttttt*

Ponsel Sandara berdering, membangunkannya yang sedang tertidur pulas di ranjangnya. Ia meraba-raba ponselnya tanpa membuka matanya.

“Hello?” sapanya dengan suara serak khas bangun tidur.

“Ssantoki….. Bagaimana kabarmu ha?!”

“Aiiissht… aku kira siapa?! Haaiiisssh…..” kaki Sandara menendang ke sembarang arah dan menaikan selimutnya menutupi seluruh tubuhnya.

“woaaah.. memangnya kamu menunggu telepon dari siapa? Ha?”

“hmmmmm…. ada apa?”

“Anni… aku merindukanmu dan juga khawatir denganmu.”

“simpan rasa simpatimu itu.. kalau kamu khawatir denganku, kamu tidak mungkin mau menyerahkan aku kepada si sombong Kwon.”

Chaerin tertawa mendengar rajukan sahabatnya itu, “Ommo.. bukannya kamu yang mau dia bertanggung jawab atasmu?! Hitung-hitung aku membantu mewujudkan apa maumu.”

“Aku tutup.” Kata Sandara cepat

“Heeeeeiiii…tunggu..”

“Waeyo? Kalau kau hanya mau menggangguku, aku tidak ada waktu..”

“Okok… maafkan aku Ssantoki…. aku hanya ingin berkunjung kesana, apakah boleh?”

“Untuk apa kamu meminta izin dariku? Ya tentu boleh lah.. tanya saja pacarmu itu, dia lebih tau bosnya daripada aku.”

“Aiiisht…Baiklah, sampai jumpa ssantoki..”

Begitu Chaerin menutup teleponnya, Sandara kembali mencari posisi yang nyaman untuk kembali ke dunia mimpinya.

Tapi kok dia merasa, ada yang memperhatikannya daritadi. Sandara pun menurunkan selimutnya, ia menoleh ke arah kanan, dan

“kyaaaaaaaaa!!!”

Sandara terkejut melihat Kwon Jiyong yang duduk bertopang dagu sambil melipat kakinya di kursi depan ranjangnya. Mata tajamnya menatap Sandara tanpa ekspresi.

“Untuk apa kamu disini ha??”

“kamu tahu ini jam berapa?”

“untuk apa aku tahu?”

Jiyong menggelengkan kepalanya dan mendecakan lidahnya, “Karena aku lapar.”

“Dan? Kenapa kalau kamu lapar?”

“Haruskah aku mengucapkan kalimat itu setiap hari padamu?”

Sandara mengerutkan keningnya, menatap Jiyong bingung.

*knok**knok*

“masuklah adjuma.”

“Tuan Jiyong, makanannya sudah dingin tuan.. Mau saya siapkan lagi yang lain atau?”

“Siapkan yang lain saja adjuma..”

“Tidak usah adjuma”, potong Sandara cepat

Jiyong menatapnya tajam, dan begitu juga dengan Sandara, tanpa melepaskan tatapannya, Sandara lanjut berkata, “Panaskan saja, adjuma.. kita akan turun makan secepatnya.”

“Kalau begitu permisi tuan, nona..” setelah Hye Jung menutup pintu, Jiyong berdiri dari kursinya berjalan ke arah jendela.

“Sepertinya ada yang lupa, siapa tuan rumah disini.”

“Kamu itu menyebalkan, tapi cukuplah saja denganku, jangan merepotkan orang lain. Kasihan adjuma..”

“Memang ini salah siapa? Aku sudah menunggumu bangun 1jam yang lalu.”

Sandara mengambil Hpnya dan melihat jam, ia membulatkan mata dan menggigit bibirnya, merasa bersalah.

Seharusnya ia tidak tertidur begitu lama. Dan sekarang harus menghadapi naga dingin ini lagi.

“Aiissht… Kenapa kamu tidak membangunkan aku saja ha?”

“What? Aku mencoba membangunkanmu tapi sepertinya membangunkan mayat lebih gampang daripada membangunkanmu.”

“geezz… sudahlah.. kesinilah, bantu aku” Sandara mengulurkan kedua tanggannya layaknya anak kecil meminta gendongan.

“Kamu selalu menyusahkan.”

“hihi.. dan kamu selalu menyebalkan, Tuan Kwon..” Sandara tertawa kecil ketika Jiyong mengangkat tubuhnya ke kursi roda.

“How’s your hip?” tanya Jiyong lembut berjongkok di depannya setelah mendudukkannya di kursi roda.

“Better.. ” Sandara tersenyum hangat padanya.

“ckckck.. itu karena aku yang merawatmu, makanya kamu lebih cepat sembuh..” jawab Jiyong bersahaja sambil berjalan memutari kursi roda dan mendorongnya.

“Harusnya kamu makan saja tadi, tuan Kwon..”

“Aku sudah bilang padamu kan? Kalau aku-”

“yayayayayayayaya… aku sudah tahu.. kamu membuatku merasa bersalah saja. Padahal tidurku baru beberapa jam.”

“Yeah.. beberapa jam.. 5jam untuk tidur siang. Wow.. beberapa jam… tch”

“tapi bukannya aku tadi menemanimu di ruang kerjamu ya?”

“Ya.. dan kamu selalu merepotkan.”

Kwon Jiyong, aku ingin lebih mengenalnya, ia membuatku penasaran akan sifatnya, sikapnya, dan hidupnya. Yang aku tahu sekarang, ia tidak memamerkan kebaikannya. Dasar lelaki dingin. Tunggu saja nanti. benak Sandara.

 

 

 

To Be Continue

*******************************************

Annyeong cinggu….

Mianhe,, author berkelana terlalu lama ya..

Kekekek, sempat ingin putus ditengah jalan sih

Tapi sayang juga, padahal ini cerita pertama author,

Kan gak asik,cerita pertama dan tidak selesai.

Oh iya, ada yang kiraiin ini terjemahan ya?!

Ada kesamaan dengan ff yang lain ya?

Tapi ini memang hasil dari karya author sendiri.

Inspirasi author sih dari novelnya kak ilana tan, ada yang tahu gak?

Yang sunshine becomes you. Nah author dapet inspirasi dari situ.

Tapi tenang aja, cerita ini, author jamin akan happy ending deh.

Tetap ngasih masukan dan kritikan ya cinggu…

Gumawoo udah mampir

*bowtothefloor*

36 thoughts on “[Series] Melody of The Paint – 7

  1. Next unnie-ah.. udah lama nunggu kelanjutannya. Akhirnya muncul juga. Wkwk. Dan jangan putus ditengah jalan yoh, gw kan kepo XD
    Ditambah ya konflik mereka. Mungkin sm si @i_am_kiko? Hihihi 😉

    #D

Leave a comment