How to Save a Life [Part #21] : Trying

Untitled-2

Untitled-1

Author      : mbie07
Link          : HtSaL on AFF
Indotrans : dillatiffa

~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~

21

~ Trying ~

  

Kita diciptakan karena banyak alasan. Dan mungkin kita tidak akan pernah tahu apa saja itu. Kita tidak memiliki kekuatan untuk memilih darimana kita datang namun kita bisa memilih kemana kita akan pergi. Kita masih bisa melakjukan banyak hal dan kita masih bisa berusaha untuk tidak menjadikan hal itu sebagai masalah.

 

 

 

“Aku hanya akan pergi selama dua jam,” bisik Jiyong, Dara menatapnya. Dara menganggukkan kepala. “Aku akan segera kembali,” Jiyong maju untuk mengecup kening Dara. Gadis itu kembali mengangguk. Dara memegangi tangan Jiyong membuat pria itu menatapnya. Jiyong tersenyum. “Aku akan segera pulang, aku hanya perlu muncul disana,” Jiyong tertawa kemudian menempelkan keningnya pada kening Dara.

“Kamu akan pulang kemari?” tanya Dara seolah dia tidak mendengar perkataan Jiyong. Jiyong mengangguk. “Yeah,” jawabnya sambil merapikan syalnya kemudian memakai sepatu. “Kamu tidak akan pernah meninggalkanku, kan?” tanya Dara begitu Jiyong berdiri. Jiyong mendekat dan memeluk tubuh Dara erat. “Bumi boleh berhenti berputar dan semuanya boleh jatuh,” bisik Jiyong. “Tapi aku tidak akan pernah meninggalkanmu Dara,”

Jiyong menjauhkan dirinya dari Dara dan tersenyum kemudian berbalik menuju ke pintu, memutar kenop – Dara berdiri diam menatap kepergian Jiyong, dan sesaat kemudian pintu telah kembali tertutup. Dara mendesah lalu berjalan kembali ke kamarnya.

Jiyong mendesah menatap langit malam yang gelap. Dia merapatkan jaketnya saat merasakan dinginnya angin menusuk kulitnya. Asap muncul saat dia menghembuskan nafas. Musim dingin telah tiba. Jiyong tersenyum pahit saat berjalan menuju ke tempat biasa mereka hang out untuk merayakan ulang tahun Chaerin.

Jika acara ini tidak penting, dia pasti akan mangkir, namun dirinya telah membuat banyak alasan untuk mangkir dari ulang tahun Seungri dan Yongbar. Dia tidak bisa ikut melewatkan ulang tahun Chaerin juga, atau mereka akan membencinya karena hal itu. Sudah beberapa hari sejak Dara kembali ke dirinya yang semula, atau kalau boleh Jiyong katakan gadis itu sedang mencoba.

Tentunya sulit bagi Dara pada saat awal, namun gadis itu mengerahkan kemampuan terbaiknya – dia sudah mulai mau makan dan kembali ke kampus. Meskipun masih ada saat-saat dimana mood-nya naik turun, seperti rollercoaster. Dara sudah jauh lebih lumayan – semenjak gadis itu mencoba untuk menyembuhkan dirinya sendiri demi dirinya dan mungkin juga demi Jiyong. Paling tidak begitulah yang tampak bagi Jiyong dan yang dipikirkan Jiyong.

Mereka menghabiskan banyak waktu berdua – Dara yang meminta. Gadis itu tidak akan tidur kecuali ada Jiyong bersamanya, tidak mau makan kecuali Jiyong menemaninya. Dan seolah Dara sedang memberitahukan bahwa dia sangat membutuhkan Jiyong lebih dari sebelumnya dan hal itu jelas membuat Jiyong merasa senang. Hal itu seolah memberikan alasan bagi Jiyong untuk mencintai dan tetap disisi Dara, untuk bertambah kuat dan berjuang bersama Dara.

Jiyong masih bekerja keras dengan lukisan-lukisannya  untuk ekshibisi. Dia merasa bersyukur karena meskipun dia mengalami guncangan emosional hasil pekerjaannya tidak pernah terpengaruh. Sebenarnya melukis juga membantunya menyalurkan semua rasa frustasi dan emosi hingga bercampur dalam lukisan yang dia hasilkan. Dara tidak pernah membimbing Jiyong dalam hal itu, gadis itu lebih kepada sebagai inspirasinya.

Dan mungkin itulah alasan kenapa Jiyong semakin mencintai dunia melukis.

Jiyong mendesah, bibirnya membentuh senyum lemah. Untuk seseorang yang tidak pernah menginginkan untuk jatuh cinta atau merasakan apapun, dirinya telah jatuh cinta dengan cara yang paling menyedihkan. Dia jatuh cinta – dalam dan sulit – seolah dia sedang berdiri ditengah pasir hisap. Semakin dia bergerak semakin dalam dia tenggelam.

Orang-orang mungkin menyebutnya gila. Mereka mungkin akan memanggilnya bodoh seperti yang selalu Bom katakan padanya setiap hari. Mungkin Jiyong memang gila dan mungkin dia memang sungguh bodoh. Tapi baginya dia tidak merasa demikian. Dia masihlah seorang Kwon Jiyong dan yang membedakan hanyalah bahwa dia sekarang jatuh cinta kepada Sandara Park.

Dia tidak gila. Dia tidak bodoh. Dia hanya sedang jatuh cinta.

*

“Begitu Jiyong sampai disini, pasti dia akan langsung menguasai karaoke-nya lagi,” Chaerin tertawa dan semua orang setuju dengannya. “Aku tidak akan memaafkan si bodoh itu kalau dia sampai melewatkan ulang tahunmu,” kata Seungri menggeleng-gelengkan kepalanya. “Sama,” Yongbae setuju, mereka tertawa bersama dengan beberapa teman masa SMA mereka.

“Aku merindukannya,” ungkap Chaerin jujur. “Aku tidak pernah menyangka aku akan merindukannya dan semua hal gilanya itu,” tambahnya membuat semua orang setuju dan mereka mulai mengingat-ingat semua hal gila yang pernah Jiyong lakukan dulu – seolah saat itu adalah hari ulang tahunnya.

Semua orang menatap pintu kayu yang perlahan terbuka. “Oh ngomong-ngomong soal si devil,” Yongbar tertawa saat melihat Jiyong memasuki restoran. Mereka semua menatap Jiyong – menyadari kediaman pria itu dan seolah atmosfer disekelilingnya terasa berbeda. Mereka sejujurnya mengira bahwa Jiyong akan berteriak-teriak tidak jelas saat memasuki restoran, tapi yang dilakukannya hanya berjalan tenang kearah mereka dengan senyuman tersungging di bibirnya.

Jiyong megambil tempat duduknya yang biasa setelah menyapa semua yang ada disana sopan. “Selamat ulang tahun Chae,” ucapnya memeluk Chaerin cepat dan menyerahkan hadiah yang telah dia siapkan. Semuanya saling lirik satu sama lain sebelum menatap Jiyong yang sedang memanggil pelayan agar mencatat pesanannya. Jiyong akhirnya menyadari kebisuan yang menyelimuti mereka. “Ada apa?” tanyanya pada mereka yang masih menatapnya.

“Rambutmu pirang,” ungkap Seungri tidak menemukan hal lain untuk dikatakan, membiarkan pertanyaan Jiyong tidak terjawab, karena mereka juga tidak tahu apa yang salah dengan diri Jiyong. “Oh,” katanya mengelus rambutnya. “Well yeah,” Jiyong tersenyum saat pelayan membawakan pesanannya diatas meja, Jiyong berdoa singkat lalu mulai makan – tidak menyadari tatapan semua orang yang masih tertuju kepadanya.

“Jiyong apa yang terjadi padamu?” tanya Yongbae, akhirnya tidak tahan dengan kebisuan disekeliling mereka yang lama-lama justru membuat canggung. Dan mungkin dia juga tidak bisa menerima perubahan Jiyong yang tiba-tiba seperti yang lainnya, yang merasa kecolongan dan sejujurnya tidak tahu apa yang harus dilakukan atau dikatakan atau bahkan dipikirkan. Jiyong mendongak dan mengelap mulutnya dengan tissu. “Apa maksudmu?” tanyanya menatap mereka satu per satu.

Yongbae melirik kearah Seungri dan Chaerin. “Ada apa denganmu?” tanya Chaerin. “Apa kamu sakit?” tambah Seungri, Jiyong hanya menatap mereka. Mulutnya sudah terbuka untuk menjawab mereka, namun dihentikan oleh suara ponselnya bordering. Jiyong mengeluarkan ponselnya dari saku setelah meminta diri. Teman-temannya hanya bisa saling melirik satu sama lain, penuh rasa tak percaya.

Jiyong sangat tidak suka menggunakan ponsel.

“Ada apa?” tanyanya menempelkan ponsel di telinga, semua orang menatapnya seolah dunia sedang berhenti berputar begitu Jiyong menjawab telepon yang masuk. “Aku tidak ingin sendirian,” jawab Dara dari ujung sana. “Apa kamu ingin agar aku pulang?” tanya Jiyong cemas. Dara menggelengkan kepalanya, seolah Jiyong bisa melihat gelengannya. “Tidak,” jawab Dara. “Lalu apa?” tanya Jiyong lembut.

“Aku sudah berada di luar restoran yang kamu bilang kamu akan pergi kesana,” ungkap Dara jujur setelah diam sejenak dan berpikir. “Benarkah?” tanya Jiyong berdiri, mata semua orang masih tertuju padanya. “Bolehkah aku ikut masuk?” tanya Dara ragu. “Tentu saja,” Jiyong tersenyum. “Tunggu sebentar,” katanya sambil menekan tombol end di ponselnya dan memasukkan benda itu kembali kedalam saku.

Jiyong lalu menolehkan kepalanya kepada Chaerin. “Chae,” panggilnya membuat gadis itu tersentak. “Ya?” tanyanya kaget. “Bisakah aku mengundang seseorang jika kamu tidak keberatan?” tanya Jiyong. Chaerin berkedip beberapa saat sebelum mengangguk kepada Jiyong. “Tentu saja,” jawabnya melirik kepada Yongbae dan Seungro. “Aku tidak punya alasan kenapa tidak boleh,”

“Terima kasih,” Jiyong tersenyum lalu pamit dan berjalan keluar dari restoran, meninggalkan semua orang dalam kebisuan, mereka hanya bisa saling melemparkan pandangan penuh tanya satu sama lain.

Beberapa menit kemudian, Jiyong kembali bersama dengan seseorang bersamanya. Jiyong menggandeng tangan gadis itu dan mereka berjalan masuk dengan Jiyong tertawa. Mata semua orang tertuju kepada gadis yang sedang bersama Jiyong – rambut hitam panjangnya dibiarkan terurai sampai ke punggung, kulitnya putih, dan matanya cantik. Syal pink melingkar di lehernya, cukup tinggi sampai menutupi ke hidungnya. Gadis itu berpostur kecil dan dia sangat cantik.

Jiyong menarik sebuah kursi untuknya, dan Dara duduk setelah membungkukkan kepala memberi salam kepada teman-teman Jiyong. Jiyong duduk disampingnya. “Guys, kenalkan ini Dara,” kata Jiyong, semua orang menatap Dara lalu saling berebut mengulurkan tangan memperkenalkan diri kepada gadis itu.

Seungri, Yongbae, dan Chaerin saling lirik kemudian mereka menatap Dara antara rasa tak percaya dan kagum. Mata mereka beralih kepada Jiyong dan Jiyong menertawakan reaksi teman-temannya. “Apa?” tanyanya. “Dia gadis itu,” kata Yongbae dengan bodohnya menunjuk kearah Dara membuat Chaerin memukul tangannya. Yongbae meringis menatap Chaerin sambil mengelus tangannya. Jiyong semakin tertawa keras. “Dia nyata,” gumam Seungri tidak percaya. “Well, memang,” jawab Jiyong membuat Dara sadar namun bingung tahu bahwa entah apapun itu yang tengah mereka bicarakan adalah tentangnya.

Jiyong merangkulkan lengannya pada tubuh Dara, menarik gadis itu mendekat dan mulai menceritakan cerita yang dimaksud dalam nada suara yang hanya bisa didengar oleh mereka berdua. Jiyong tertawa dan Dara hanya menganggu padanya. Bibir Dara membentuk huruf ‘O’ kemudian beralih menatap teman-teman Jiyong yang langsung tersenyum kepadanya. Dara berkedip kepada mereka kemudian menundukkan kepalanya karena respek. “Ini adalah Chaerin, dia yang sedang berulang tahun,” Jiyong tersenyum menatap Chaerin.

“Selamat ulang tahun,” katanya dengan suara lembut membuat semua orang seketika terdiam. Mereka berkedip menatap Dara dan gadis itu sekali lagi bisa merasakannya. “Aku akan sangat berterima kasih jika kalian bisa berhenti membuat Dara merasa canggung,” Jiyong tertawa, mereka langsung menoleh kepada Jiyong dan detik berikutnya mereka ikut tertawa. Tak lama pesta kecil mereka dimulai dengan orang-orang mulai memakan makanan mereka, bernyanyi, minum – sementara Jiyong dan Dara berada dalam dunia mereka sendiri, saling berbicara dan berbagi makanan, seolah hanya mereka berdua yang ada didalam restoran dan yang lainnya tidaklah penting.

Yongbae, Chaerin, dan Seungri tidak bisa menghapus tatapan cemas mereka dan saling lirik satu sama lain masih terus memperhatikan Jiyong. Mereka melihat bagaimana Jiyong dengan lembut melepas syal Dara jadi gadis itu bisa makan dengan baik tanpa mencemaskan syalnya. Dara hanya menatap Jiyong mengucapkan terima kasih. Tatapan mereka kemudian jatuh kepada bekas luka yang ada pada tengkuk Dara. Dara mendongak dan akhirnya menyadari tatapan yang mereka berikan khususnya pada bekas lukanya dan itu membuatnya sadar dan mulai menggosokkan tangannya di tengkuk.

Jiyong dengan perlahan merapikan rambut Dara untuk menutupi bekas lukanya dan mendelik kesal kepada teman-temannya yang langsung tersentak meminta maaf. “Aku akan sangat berterima kasih jika kalian berhenti membuat Dara merasa canggung,” katanya sebelum mengambalikan perhatiannya sepenuhnya kepada Dara, mengisi piring gadis itu dengan makanan. Teman-teman Jiyong kembali saling lirik satu sama lain dan mereka hanya bisa sama-sama mengedikkan bahu. Mereka kembali memperhatikan pasangan dihadapan mereka yang masih sibuk berbincang, dengan Jiyong tertawa dan menceritakan hampir semua cerita sementara Dara hanya diam mendengarkan.

Setelah beberapa saat, ponsel Dara bergetar didalam sakunya, gadis itu mengambil ponselnya dan membaca pesan yang baru saja masuk. Dia lalu mencondongkan tubuhnya pada Jiyong membisikkan sesuatu setelah membaca pesan yang masuk. “Appa di rumah. Aku harus pergi,” katanya dan Jiyong menatapnya penuh kecemasan. Jiyong menggenggam tangannya membuat Dara menatapnya.. Dara mengelus tangan Jiyong pelan mengerti apa yang ingin pria itu coba sampaikan. “Dia hanya ingin melihat hasil pekerjaanmu,” katanya membuat Jiyong mengeluarkan desah lega.

“Aku harus pergi sekarang,” Dara berdiri dan Jiyong juga berdiri bersamanya. “Bersenang-senanglah disini, aku akan menunggumu,” tambahnya membuat Jiyong mengangguk. Dara lalu berbalik menatap teman-teman Jiyong dan membungkuk mengucapkan selamat tinggal, setelah itu dia kembali mengalihkan perhatiannya kepada Jiyong. “Aku harus pergi,” bisik Dara dan Jiyong tersenyum lalu mengangguk. Jiyong lalu mencondongkan tubuhnya dan mengklaim bibir Dara tidak peduli mereka sedang berada didepan teman-temannya yang menatap mereka dengan mata terbelalak dan mulut terbuka lebar.

“Hati-hati,” bisik Jiyong mencium kening Dara, gadis itu memejamkan matanya saat Jiyong menciumnya. Dara mengangguk. “Kamu juga berhati-hati,” kayanya dan kemudian Jiyong mengantarkan Dara keluar dari restoran.

Jiyong kembali ke kursinya sambil mendesah keras dan mengambil sebotol bir dan meminumnya langsung – membuat semua orang terpana seolah dia sudah hilang akal. Dan mungkin Jiyong memang sudah hilang akal. Kwon Jiyong yang mereka tahu adalah seseorang tidak akan pernah jatuh cinta, Kwon Jiyong yang mereka kenal adalah seseorang yang sangat cerewer dan agak kekanakan, dan Kwon Jiyong yang mereka kenal adalah seseorang yang tidak akan pernah minum-minum karena dia sangat tidak menyukai rasa alkohol jenis apapun.

Dan kini Kwon Jiyong yang ada dihadapan mereka sekarang bukanlah Kwon Jiyong yang itu. Dia bukanlah Kwon Jiyong yang mereka kenal.

Jiyong mengusap mukutnya dan meringis meletakkan botol bir kosong di meja. “Itu adalah rasa terburuk yang pernah ada dalam sejarah umat manusia,” katanya sambil menggeleng-gelengkan kepala meringis merasakan pahit dan rasa yang sangat tidak enak, teman-temannya berkedip menatapnya dan kemudian mereka langsung tertawa keras dan Jiyong pun ikut tertawa bersama mereka.

*

Sudah lewat jam 12 malam dan mereka masih duduk-duduk di rerumputan di taman kota yang sekarang sudah kosong dengan berkaleng-kaleng berserakan disekitar mereka. “Aku sangat terkejut, kamu harusnya sudah tidur sekarang, benar kan? Jatah waktumu hanya sampai jam 9 malam kalau aku tidak salah,” Yongbae tertawa dan menyesap isi kalengnya. Jiyong tertawa. “Well, aku sudah banyak berlatih,” katanya kemudian minum dari kaleng bir-nya sendiri, teman-temannya mulai menggodanya. “Kamu pasti sudah hebat di ranjang sekarang!” Seungri tertawa membuat Chaerin memukulnya karena candaannya itu.

“Tentu saja! Aku bertaruh aku bisa membuatmu menjerit semalaman!” jawab Jiyong dengan seringai bangga tersungging di bibirnya membuat yang lain tersedang mendengar perkataannya. Jiyong tertawa keras kemudian menghabiskan isi kaleng bir-nya. Mereka lalu terdiam dan merasakan angin dingin berhembus menyentuh kulit mereka, mereka menatap sungai buatan yang ada di taman dihadapan mereka.

“Apa yang terjadi padamu, bro?” tanya Yongbae memecah kesunyian menatap Jiyong yang terus memandang kedepan, lengannya dia letakkan di lutut dan tangannya memegang kaleng bir yang masih belum terbuka. Jiyong tidak menjawab pertanyaan Yongbae dan membiarkan pertanyaan temannya itu ditelan kesunyian. Jiyong mendesah. “Kamu bilang kepada kami kamu tidak ingin jatuh cinta,” kata Seungri meminum bir dari kalengnya.

“Tapi akhirnya kamu jatuh cinta,” kata Chaerin menatap Jiyong. Jiyong masih tetap diam dan tak lama kesunyian kembali melingkupi mereka. Jiyong lalu tertawa. “Guys,” panggilnya membuat mereka semua tertawa. “Kenapa kalian tidak bilang padaku bahwa menjadi dewasa itu sulit? Bahwa memiliki perasaan itu sulit, bahwa jatuh cinta itu sulit… bahwa hidup itu sulit?” tanyanya dengan air mata mengalir di pipinya. Mereka langsung ditelan dalam kesunyian, tidak sanggup menjawab pertanyaan Jiyong, tidak sanggup bergerak.

Bagaiman bisa mereka memberitahukan apa yang telah Jiyong ketahui? Bagaimana bisa mereka mengatakan apa yang selalu Jiyong peringatkan kepada merek?

“Kenapa kalian memaksaku untuk menjadi dewasa?” tanyanya sekali lagi sambil mengusap air matanya namun air mata yang lain masih terus berjatuhan tanpa henti. “Sekarang aku harus merasakan semuanya sekaligus,” katanya membenamkan wajahnya di lengannya, mereka hanya bisa menggigit bibir mendengarkan tangisan menyedihkan Jiyong. Yongbae merasa air mata mengalir di pipinya, lalu dia bergeser kesebelah Jiyong dan menepuk punggung temannya itu.

“Aku harus tumbuh dewasa untuk mengerti akan rasa sakit,” tangis Jiyong. “Aku harus tumbuh dewasa untuk memahami Dara, untuk tetap mencintai Dara, untuk bertahan menahan semua rasa sakit, untuk menerima kenyataan bahwa Dara tidak akan pernah mencintaiku,”

“Aku harus tumbuh untuk menerima semua yang hanya bisa memberiku rasa sakit,” katanya sambil menggelengkan kepalanya. “Sangat sulit untuk tumbuh dewasa,” gumamnya mengusap wajahnya dengan tangan. “Aku tidak ingin menjadi dewasa,” Jiyong menggigit bibirnya dan mereka langsung mengusap air mata mereka. Jiyong mengacak rambutnya sambil membuka kaleng bir yang ada di tangannya dan menghabiskannya dalam sekali minum.

“Kenapa kita tidak bisa berhenti mencintai seseorang?” tanya Jiyong menatap Yongbae yang balas menatapnya dan mendengarkan semua keluh kesahya. “Kenapa mencintai seseorang itu sangat sulit? Kenapa hal itu harus sangat rumit?” tanyanya. Jiyong lalu tertawa dan mengalihkan pandangannya kedepan kemudian berteriak keras. Dia berdiri dan menendangi kaleng-kaleng kosong yang berserakan disana. Jiyong kembali berteriak, membuat teman-temannya ikut berdiri dan berteriak bersamanya.

Jiyong menatap teman-temannya yang menangis namun tersenyum kepadanya. “Kamu terlihat seperti orang idiot,” Jiyong tertawa dan tawanya semakin keras. “Aku tidak pernah menyangka kamu akan berubah sedramatis ini begitu kamu jatuh cinta,” Seungri tertawa, Jiyong menyemprotkan bir dari kaleng yang masih tersisa kepada temannya itu, membuat Seungri terkesiap. Dan tak lama mereka mulai berlari-lari sambil saling menyemprotkan bir satu sama lain – seperti anak-anak. Hanya untuk semalam mereka melupakan semuanya dan membiarkan diri mereka kembali menjadi kanak-kanak dan kembali ke masa lalu.

Saat semuanya masih terlihat sederhana. Saat mereka tidak diharuskan menghadapi apapun.

Jiyong berdiri memandang kearah sungai dan mengengkat kedua lengannya ke udara, teman-temannya menatapnya. “Aku mencintaimu Sandara Park!” teriaknya lalu tawanya pecah. “Aku mencintaimu!!” teriaknya lagi membuat teman-temannya tertawa. “Dude, kamu benar-benar mencintainya!” Yongbae tertawa sementara Jiyong hanya menatap mereka sambil tersenyum seperti idiot. Seungri lalu membuka kaleng bir didepannya. Jiyong menerimanya dan mengucapkan terima kasih.

“Untuk cinta Jiyong,” kata Seungri menjunjung kalengnya tinggi-tinggi. Jiyong tertawa. “Dan juga untuk ulang tahun baby-ku,” tambahnya merangkulkan lengannya ke tubuh Chaerin. “Nah! Cukup untuk cinta Jiyong yang bodoh ini,” Chaerin tertawa membuat Jiyong memutar bola matanya. “Oke terserahlah,” kata Yongbae.

“Untuk cinta Jiyong!” mereka berteriak dan mengadu kaleng-kaleng mereka satu sama lain dalam tos. Mereka lalu meminum bir mereka dalam sekali minum dan tertawa keras.

*

Sudah hampir pukul tiga dini hari saat Jiyong sampai di rumah. Dia mendorong pintu hingga terbuka, dan hampir jatuh karena mabuk. Dia bahkan tidak tahu bagaimana caranya pulang jika Yongbae tidak mengantarnya. Jiyong melepas sepatunya dan berjalan kekamar Dara namun ditengah jalan menemukan gadis itu tertidur di sofa, tertidur memeluk tubuhnya sendiri. Jiyong tersenyum kecil lalu berjalam menghampiri Dara. Jiyong kemudian duduk di lantai menatap wajah Dara dengan dagu dia bertumpu pada tangan yang dia letakkan di sofa. Rasanya Jiyong seperti sedang menatap aquariumnya dengan ikan emasnya berenang kesana-kemari.

Tapi dia tidak sedang menatap aquarium. Dia sedang menatap Dara, wanita yang dia cintai dengan segenap jiwa dan raganya hingga dalam beberapa hal membuatnya tampak bodoh.

Jiyong menatap wajah Dara yang sempurna, bulu matanya yang panjang dan lentik, helaian rambutnya menyabar di wajahnya. Jiyong lalu meletakkan lengannya diatas tubuh Dara kemudian matanya terpejam, dia tertidur dengan kepala menyandar ke sofa, lengannya memeluk tubuh gadisnya.

Selama dia masih bernafas. Selama jantungnya masih berdetak, dia tidak akan pernah berhenti berusaha menyelamatkan Dara, dia tidak akan pernah berhenti mengatakan bahwa dia mencintai gadis itu dan baginya itu adalah sebuah janji.

Itu adalah tanggung jawab besar dan janji besar yang dibuat. Dan mungkin Jiyong tidak sepenuhnya siap untuk hal semacam itu, namun pada saat dia menyatakan bahwa dia mencintai Dara dirinya telah membuat janji.

Kalimat ‘aku mencintaimu’ tidak hanya sekedar diucapkan saat jantung berdebar keras, bukan pula karena gadis itu membuatnya bahagia. Kalimat ‘aku mencintaimu’ adalah sebuah janji dalam keabadian. Sebuah janji bahwa Jiyong hanya akan memandang Dara, bahwa Jiyong hanya akan menjaga Dara, dan bahwa Jiyong hanya akan bersama Dara seumur hidupnya.

Orang-orang tidak sepenuhnya menyadari tapi kalimat ‘aku mencintaimu’ bukan hanya sebuah pernyataan. Itu adalah sebuah janji.

Sebuah janji yang dengan senang hati akan Jiyong penuhi.

 

 

Kita berpikir bahwa kita hanyalah mencoba. Bahwa kita melakukannya hanya sekedar untuk merasa lebih baik dan tanpa menyadari bahwa sebenarnya kita sama sekali tidak sedang mencoba. Kita tidak merasa bermasalah dengan hal itu, bahwa kita mulai menjadi lebih baik, bahwa kita mulai merasa bahagia.

Itu akan terjadi secara perlahan dan kita tidak akan menyadarinya sampai waktu yang berlalu menyadarkan kita.

  

~ TBC ~

 

Prolog 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 Epilog FN

65 thoughts on “How to Save a Life [Part #21] : Trying

  1. oppa 😥 hiks 😦
    apakah sesakit itu eoh ??
    unni buat jiyong oppa bahagia. udah cuku oppa merasa sakit 😦 😥 huu huuu huaa
    *lebay*

  2. oppa 😥 hiks 😦
    apakah sesakit itu eoh ??
    unni buat jiyong oppa bahagia. udah cukup oppa merasa sakit 😦 😥 huu huuu huaa
    *lebay*

  3. Ga berhenti nangis sampe d chap ini , ya tuhan cobaan abang ji banyak sekali . aku suka bgt kalo gemg sma.nya ini lg ngumpul . gesrek semuaa . haha

  4. Jiyong knp tidak bahagia ..setelah dara merasa lebih baik …dara sesulit itukah tuk melupakanya dan menerima jiyong..aaahhkk..ˋ﹏ˊ.·´¯`(>▂<)´¯`·.

Leave a comment