Bad Boy For Bad Girl [Chap. 9]

BFB Cover

Author: ElsaJung | Cast: Sandara Park/Dara – 2NE1, Kwon Jiyong/G-Dragon – BigBang, Jung Sooyeon/Jessica | Support Cast: Choi Seunghyun – BigBang, Park Bom – 2NE1, Dong Youngbae – BigBang, Kang Daesung – BigBang, Lee Seunghyun/Seungri – BigBang | Genre: Comedy, Romance, a little bit sad | Rating: Teen | Lenght: Chaptered/Series

.

.

.

.

Bab 9

Jiyong mengetuk-ketuk meja dengan jemarinya, kemudian berdehem kecil. Tidak ada satu pun yang memalingkan pandangan darinya. “Mulai sekarang, siapa pun yang memiliki urusan atau masalah dengan Sandara Park harus berhadapan denganku. Mulai menit ini, detik ini, Dara menjadi kekasihku. Jangan protes maupun mengusiknya atau aku akan menghancurkan hidup kalian, mengerti?”

Kerutan di kening Chanyeol terlihat semakin jelas, sementara Dara dan semua siswa yang ada di sana menjatuhkan rahang lebar-lebar.

“Kwon Jiyong,” Panggil Dara lirih. “Kau gila?!”

“Kuulangi sekali lagi, Sandara Park resmi menjadi kekasihku.” Jiyong tersenyum lebar.

Tanpa disadari oleh siapa pun, seseorang tengah memerhatikan mereka dari kejauhan. Orang itu mengepalkan tangan kanannya dengan tangan lain yang meremas ponsel silver dalam genggamannya. Dia memicingkan mata. Sesaat, guratan senyum penuh kelicikan terpahat di Bibirnya.

Permainan baru dimulai, Sandara Park.

***

“Apa? Jiyong dan Dara resmi menjadi pasangan kekasih?” Bom hampir memuntahkan mashed potato yang tengah bersemayam di dalam mulutnya.

Seunghyun mengangguk cepat. Okay, pada awalnya Seunghyun tidak memiliki keinginan yang tinggi untuk melaporkan hal ini kepada Bom karena cepat atau lambat gadis itu akan mengetahuinya dari mulut ke mulut. Bukan itu masalahnya. Masalahnya adalah karena Seunghyun berjanji akan menceritakan kabar terbaru mencakup masalah Jiyong dan Dara kepada Bom dengan satu syarat: Bom dilarang keras menyeret Seunghyun dalam melancarkan segala jenis aksi abnormalnya.

“Kapan? Kapan mereka meresmikannya? Apa kalian mengadakan pesta tanpa sepengetahuanku?”

“Tidak ada pesta.” Kalau pun ada, kau tidak akan kubiarkan datang. Seunghyun bergumam dalam hatinya. “Jiyong baru saja mengumumkannya. Daesung dan Seungri tengah menyusulnya. Dia temanku, tapi dia benar-benar gila.”

Ya! Itu berita bagus!” Seru Bom bertepuk tangan dengan riuh seakan baru saja memenangkan sebuah kupon undian. “Akhirnya, Dara—temanku yang malang memiliki seseorang di sisinya. Ah, ini melegakan. Terima kasih.” Bom melirik Seunghyun dengan tatapan penuh arti.

“Tidak.” Seunghyun menggelengkan kepalanya cepat. “Aku tidak akan pernah ikut campur dalam rencana anehmu itu lagi.”

Bom memajukan Bibirnya sembari mendengus pasrah. “Baiklah.”

“Bagaimana kalau kau membiarkanku pergi sekarang?” Seunghyun menaikkan sebelah alisnya.

Bom menyeringai. “Tidak boleh. Tunggu. Aku akan memesan satu porsi makanan lagi dan kau harus membayarnya untukku.”

“Ya Tuhan,” Seunghyun melenguh panjang. Sangat menyebalkan.

Di tempat yang berbeda—tepatnya di sebuah meja bar di kantin VIP, seorang laki-laki tengah tertawa geli, memikirkan apa yang baru saja dilakukannya beberapa menit lalu. Oh, tidak! Mengingat hal itu membuat pipinya merona. Tidak! Kwon Jiyong bukan laki-laki yang mudah tersipu, apalagi tersipu karena seorang gadis. Hanya Sandara Park. Hanya Sandara Park yang bisa membuatnya tersipu, membayangkan apa yang akan terjadi setelah hari ini. Mungkinkah Dara menjadi gadis romantis? Mungkinkah mereka akan bahagia? Mungkinkah? Entahlah!

Sementara itu, Dara memandang Jiyong dengan Bibir atas terangkat, menunjukkan betapa menjijikkannya tampang Jiyong saat ini. Keparat mana yang berani mengaku menjadi kekasihnya tanpa persetujuan di atas materai. Apakah harus seresmi itu? Tentu saja. Dara memiliki banyak hal yang harus dipertimbangkan. Tidak semua laki-laki bisa menjadi kekasihnya, apalagi Kwon Jiyong—orang yang sangat dibencinya.

Jiyong menoleh, balik memandang Dara yang menatapnya dengan tatapan tak sedap dipandang. “Aku tahu aku tampan. Berhenti memandangiku.” Celetuknya menghilangkan tawa gelinya sembari menoyor kepala Dara asal.

Dara tercengang. “Hah? Hebat sekali! Kau tahu, kau orang paling menyebalkan yang pernah kukenal. Kenapa kau mengumumkan berita palsu itu kepada semua orang, huh? Kenapa kau menyebarkan gosip mengerikan itu?!” Pekik Dara dengan suara melengking bak anak kucing yang terinjak ekornya.

“Karena aku ingin si Chenyeol-Chanyel-Canyol atau siapa itu menjauhimu!” Jiyong balas membentak.

“Apa itu alasan yang masuk akal?” Dara tercengang untuk yang kedua kalinya. “Dan, asal kau tahu, dia bukan Chenyeol, Chenyel atau Canyol. Dia Jiyong. Ingat, Chan-Yeol!”

“Apa peduliku dengan namanya?” Cibir Jiyong memajukan Bibirnya dengan ekspresi mengejek. “Intinya, aku tidak memperbolehkanmu dekat dengannya! Aku tidak mau kau dekat dengannya! Selama kau memiliki kontrak satu tahun denganku, kau harus menurutiku. Kau pasti ingat perjanjian kita di awal. Kita harus saling membantu dan bersandiwara. Kau tentu tidak mau Ibu merasa kecewa padamu hanya karena si Chanyeol yang menyebalkan itu dekat denganmu. Sementara ini aku kekasihmu dan kau kekasihku. Titik!”

“Perjanjian keparat itu!” Umpat Dara menepuk dahinya setelah menyadari satu hal. Ya, dia masih memiliki sebuah perjanjian untuk satu tahun ke depan sampai lulus SMA. “Kita menjadi sepasang kekasih? Kurasa itu terlalu berlebihan, Kwon.”

“Ah, jadi kau mau si Chenyel itu mendekatimu? Kau mau membuat Ibu kecewa padamu? Hei, aku sebagai putra dari Ibuku, mau tidak mau harus berbagi kasih sayangnya denganmu. Kau hitung saja berapa banyak uang yang Ibu keluarkan untuk biaya sekolahmu, seragammu dan biaya kursusmu. Kau pikir itu murah? Bahkan, gajimu selama sepuluh tahun di cafe saja belum bisa mencukupi biaya salah satu dari tiga hal itu.” Celoteh Jiyong membuat beton serasa menimpa kepala Dara.

Benar. Dara tahu betapa antusiasnya Nyonya Kwon saat mendengar kabar bahwa ia dan Jiyong saling mengenal satu sama lain. Dara juga tahu betapa banyaknya uang yang dikeluarkan Nyonya Kwon untuknya, seperti apa yang baru dikatakan Jiyong. Bersekolah di SMA Asia Pasific International memerlukan biaya yang lebih dari banyak. Meskipun Nyonya Kwon menjabat sebagai derektur sekaligus pemilik sekolah itu, bukan berarti dia dapat menyekolahkan Dara di sekolah tersebut dengan cuma-cuma. Pikirkan saja biaya seragam yang memiliki harga melebihi pakaian limited edition rancangan desainer ternama. Pikirkan saja biaya bulanan yang memiliki harga melebihi sewa apartemen termahal di Korea.

Pikirkan saja semua itu!

Nyonya Kwon mengeluarkan ratusan juta won untuk itu. Dan sekarang, Dara dekat dengan Chanyeol. Hal itu tentu membuat Nyonya Kwon kecewa baik secara langsung maupun tidak langsung. Dara tidak sejahat itu. Meski bukan gadis baik seperti kebanyakan gadis lainnya, ia masih memiliki hati nurani dan cukup rasa malu untuk tidak membuat Nyonya Kwon kecewa.

Baiklah, tidak ada pilihan yang lebih baik daripada menjadi kekasih palsu Jiyong.

Dara mengangguk gusar. “Aku akan menjadi kekasihmu, Kwon Jiyong. Mari kita berpura-pura menjadi pasangan kekasih mulai hari ini.” Ia menghela napas panjang. “Aku akan meminta Chanyeol untuk menjaga jarak denganku. Ya, begitulah.” Tak lama, Dara memicing tajam. “Jangan harap aku bersikap baik padamu!”

Jiyong melempar wajahnya, membelakangi Dara sembari menggosok hidungnya dengan punggung tangan. Bukan. Bukan karena hidungnya terasa gatal, tapi karena ia sedang menahan tawa. Tawa penuh kemenangan lebih tepatnya. Tidak pernah terpikirkan sebelumnya kalau Dara adalah gadis yang mudah sekali ditipu. Apa? Ditipu? Yap! Mengenai Nyonya Kwon, Jiyong mengikut-sertakan nama Ibunya hanya untuk alasan belaka. Dara yang malang.

Jiyong kembali menghadap Dara. “Kalau begitu, kuantar kau pulang. Jangan lupa berkunjung ke rumahku nanti malam, babe.” Tukasnya, kemudian mengecup kening Dara singkat.

“Jangan sampai aku membuat ukiran indah di wajahmu, Kwon Jiyong.” Dara bergumam.

“Mau kucium di Bibir?” Jiyong mengedipkan matanya.

“Ciuman pantatku!”

Demi Tuhan, ini sangat menggelikan. Tangan Dara terasa gatal. Ia ingin melempar tinju sekeras mungkin tepat di wajah Jiyong. Dara akan membuat wajah tampan nan berkilau itu menjadi penuh lebam. Lagipula, apa peduli Dara? Baginya, Jiyong adalah orang paling terkutuk di muka bumi setelah fir’aun dan pengikutnya.

***

Grandma,

Dara berjalan menyusuri setiap inci rumahnya. Ia sedang mencari Nenek Park yang menghilang entah ke mana. Rumah itu tampak seperti bangunan tak berpenghuni dengan sayup-sayup gemericik air yang diketahui berasal dari dapur. Bayangan buruk tiba-tiba berkeliaran di benak Dara. Bagaimana kalau si peneror gila itu masuk ke dalam rumah dan menculik Neneknya. Mungkinkah? Ya Tuhan, tidak mungkin! Gemericik air itu. Nenek Shin pasti ada di dapur.

Grandma,” panggilnya sekali lagi.

Dara melangkahkan kakinya perlahan dengan benak yang tengah menyusun hipotesa berisikan berbagai kemungkinan terburuk yang terjadi padanya maupun pada Neneknya. Si peneror itu bisa datang kapan saja. Rumah tempatnya tinggal tidak memiliki keamanan yang memadai. Bahkan pintu masuk pun tidak dapat dikunci dengan baik. Untuk Nenek Park yang tua dan lemah, ketika si gila itu datang, dia bisa apa?

Saat berada di depan sumber suara, jantung Dara hampir mencelos dari tempatnya. Ia mendesah, menghela napas lega. Nenek Park berada di sana, di hadapan sebuah wastafel yang mengucurkan air. Gemericik air itu berasal dari Nenek Park yang tengah membasuh sesuatu di sana.

Tapi, tunggu. Darah?

Grandma, what’s going on?” Pekiknya berlari menghambur menuju Neneknya.

Nenek Park menyeka darah di sudut Bibirnya. “Ah, Dara? Kau sudah pulang?”

“Apa yang terjadi? Kenapa Nenek berdarah?”

“Dara-ah, apa kau sudah mendapat gaji untuk bulan ini?”

“Aku sering bolos kerja, Grandma. Mungkin aku tidak akan menerima gaji untuk bulan ini. Kalau pun Bibi Ahn memberi uang, aku tidak akan menerimanya. Tapi, aku masih memiliki uang simpanan. Memangnya kenapa?”

“Bulan ini Nenek harus chek-up ke rumah sakit.”

“Baiklah.” Dara mengangguk lemah dengan perasaan gusar.

Selama ini Dara tidak pernah tahu akan nama penyakit yang diidap neneknya. Sudah empat tahun dan sang nenek tak kunjung memberi tahu. Bukannya tidak peduli. Dara merasa kasihan pada neneknya. Setiap Dara bertanya akan penyakit tersebut, Nenek Park selalu menangis sampai terisak. Dara hanya bisa mendoakan neneknya dan terus mencari uang dengan rasa penasaran yang bergentayangan di benaknya. Menyiksa memang, tapi bagaimana lagi?

“Nenek istirahat dulu.” Ujar Nenek Park menepuk bahu Dara sebelum melangkah pergi.

Dara menganggukkan kepalanya gusar untuk kali kedua.

Beep!

Ada satu pesan masuk. Dara mendesah tak tertahankan saat melihat kata ‘bastard’ di layar ponselnya yang mendandakan bahwa pengirim pesan itu tak lain dan tak bukan adalah Kwon Jiyong—orang gila yang kini berstatus sebagai kekasihnya. Okay, terdengar aneh, tapi begitulah adanya. Bahkan, Dara sendiri berpikir kejadian beberapa jam lalu tidak lebih dari mimpi. Tapi, kenyataan tidak seindah itu.

Baiklah, kita lihat kekacauan apa yang akan terjadi setelah ini!

‘Kurasa masih ada waktu sekitar dua jam sebelum kau berkunjung ke rumahku. Aku hanya ingin mengingatkanmu, kau harus memakai pakaian girly karena Nenekku bisa menjelma menjadi iblis neraka kalau sampai kau mengenakan pakaian yang tidak seharusnya dikenakan oleh seorang gadis yang bersekolah di Asia Pasiific International. Ingat itu, babe.’

Apa? Sebuah pesan berisikan rentetan kata yang bermaksud memerintah dengan sisipan panggilan sayang? Sepertinya Jiyong gila. Mengerikannya, itu benar.

Tunggu. Memakai pakaian girly? Oh, man! Jiyong benar-benar mengajaknya berdebat! Mana bisa Dara mengenakan pakaian aneh bin ajaib yang entah kenapa disukai oleh gadis-gadis remaja seusianya. Tidak! Tidak ada siapa pun yang akan melihat Dara mengenakan pakaian girly—selain seragam tentunya—tak terkecuali, termasuk di dalam mimpi.

Dara segera mengetuk layar ponselnya. Ia menekan layar dengan kata ‘send’ mencuat di atasnya.

‘Tidak! Aku tidak mau! Nenekmu itu, aku akan melawannya. Kau kira aku penakut, huh? Dan, lagi. Jangan panggil aku seperti itu! Menjijikan, tahu tidak?!’

Kurang lebih seperti itulah pesan yang dikirimkan Dara kepada Jiyong.

Beep!

‘Terserah. Aku tidak akan berbaik hati untuk membelamu. Nenekku sangat keras kepala. Kau mau Ibu bertengkar dengan Nenek? Kau mau membuatnya bersedih? Wah, hebat sekali! Ah, panggilan itu? Aku melakukan apa yang kuingin. Kau lupa aku siapa? Aku Kwon Jiyong, Sandara Park’

Cih, masih saja sombong. Apa Jiyong harus menunjukkan siapa dirinya sebenarnya pada kekasihnya sendiri? Astaga! Apa itu tadi? Kekasih? Ah, tidak! Pikiran Dara sepertinya terganggu.

Sial! Jiyong membuat Dara merasa bersalah untuk yang kedua kalinya. Persetan dengan kebenciannya pada segala hal berbau girly di dunia ini! Dia akan bersandiwara setiap berkunjung ke rumah Jiyong. Hanya bersandiwara, okay?

Dara tahu, kepada siapa ia harus berkonsultasi.

***

Youngbae mengetuk-ketuk buku latihan soal matematikannya dengan pandangan tertuju pada sesosok laki-laki sangar yang tampak seperti orang idiot karena senyum lebarnya yang mencapai telinga. “Aku tidak percaya kau bersungguh-sungguh akan hal itu, Kwon Jiyong.”

“Aku juga.” Ujar Daesung dan Seungri kompak.

“Dia kerasukan atau bagaimana?”

“Entahlah. Kalau pun begitu, setan macam apa yang sudi berurusan dengan Dara?”

“Jiyong, apa kau kehilangan kesadaranmu?

Entah karena pura-pura tuli atau memang tuli, Jiyong tidak mengindahkan kalimat yang diucapkan ketiga temannya. Ia hanya meringis, tersenyum dan sesekali tertawa sembari memeluk bantal sofa bermotif garis-garis biru-putih. Sungguh, image BigBang bisa-bisa hancur kalau saja ada orang lain yang memergoki sang ketua tengah bertingkah seperti seorang idiot yang dimabuk cinta. Beruntunglah mereka berada di sebuah club VIP sehingga tak satu pun orang bisa masuk selain mereka dan tamu undangan yang hanya datang hari-hari tertentu.

Seunghyun menepuk bahu Jiyong. “Sepertinya mereka bertiga tidak menyetujui hubungan kalian.”

Jika Jiyong termasuk dalam kategori orang normal, ia akan menanggapi kalimat itu dengan balasan berupa sanggahan atau sesuatu semacamnya. Ah, tidak. Jiyong tidak normal. Jika dia normal, dia tidak mungkin mengumumkan kepada semua orang kalau Dara sah menjadi kekasihnya.

“Memangnya aku memerlukan restu kalian untuk menikahinya?”

Sontak kalimat itu membuat keempat temannya memberi respon berbeda. Seperti Daesung yang menjatuhkan rahangnya sampai ke lantai, Seungri yang mengorbankan ponselnya akibat rasa terkejut yang menyengat jantungnya, Youngbae yang sukses menghiasi bukunya dengan garis panjang yang melintang dari ujung ke ujung, dan Seunghyun yang terbatuk setelah tersedak sesuap wafle.

“Astaga, Jiyong! Apa aku harus memanggil pastur untuk melakukan pembersihan padamu?” Seru Daesung histeris, menggigiti kuku jarinya.

“Daesung! Seunghyun! Youngbae! Ikat dia! Aku akan menyiapkan mobil!” Seungri ikut histeris.

“Kau pikir aku kerasukan?” Sergah Jiyong meraung bak singa. Seharusnya ia marah sejak tadi. Tapi, lupakan. Beberapa saat lalu dia memang tuli.

Youngbae mengangguk cepat. “Mungkin aku nyaris tidak pernah berpihak pada Daesung, tapi aku sepemikiran dengannya kali ini. Kau kerasukan, Jiyong.”

“Hei, kau menyukainya? Sejak kapan?”

Jiyong mengangkat bahunya, kemudian kembali tersenyum.

Sejak kapan? Jiyong tidak bisa menjelaskan hal itu secara rinci—tentang sejak kapan ia mulai menyukai Dara dan bagaimana kronologisnya sampai sesuatu yang gila itu terjadi. Yang pasti ia telah menyukai Dara dalam jangka waku cukup lama. Sejak mereka saling mengenal? Tidak selama itu. Intinya, bukan masalah sejak kapan, lama atau tidak. Jiyong tidak mempermasalahkan hal itu. Yang harus diketahui oleh orang-orang adalah Jiyong menyukai Dara.

“Lalu, dia juga menyukaimu?”

“Aku tidak tahu, tapi aku yakin dia menyukaiku.”

“Kau gila, Jiyong.” Gumam Seunghyun menggelengkan kepala.

Tiba-tiba Seungri menggebrak meja. Dalam sepersekian detik, tatapan empat pasang mata langsung mengarah padanya.

“Jessica,” Seungri menggantung kalimatnya. “Dia melakukan kekerasan lagi. Kali ini dia mengancam semua murid di sekolah kita lewat akun sosial medianya. Dia menuliskan bahwa tak ada satu pun yang boleh mendekatimu dan percaya kalau kau memiliki hubungan spesial dengan Dara.”

“Tunggu.” Sela Seunghyun. “Bukankah gadis itu bersikap baik kepada Dara?”

“Kau tidak tahu?” Daesung mencoba membantu Seungri menyampaikan segala informasi yang didapatnya. Mereka berdua adalah partner dalam hal-hal semacam ini. “Jessica memang seperti itu. Dia seperti putri duyung yang menarik mangsanya dengan nyanyian indahnya. Setelah mangsa itu berada di tangannya, ia baru menerkam mangsa itu. Kau mengerti?”

Youngbae menjentikkan jari, seakan baru saja mendapat ilham dalam benaknya. “Jadi, dia berpura-pura baik pada Dara karena Dara dekat dengan Jiyong? Maksudku, Jessica akan melancarkan perangai buruknya pada Dara?”

“Kurang lebih seperti itu.”

“Jessica Jung, aku akan membunuhmu.” Racau Jiyong sembari mengepalkan tangan.

Sementara itu, di tempat berbeda, tetapi di waktu yang bersamaan, dua gadis tengah berdiri di sebuah ruangan besar berwarna pastel dengan dinding bermotif kotak-kotak pink-putih. Salah satu diantara mereka tengah berkutat di dalam sebuah clothes closet untuk memilah-milah beberapa pakaian dan sisanya tengah melempar satu per satu pakaian yang tergeletak di hadapannya.

 “Pakaian macam apa ini?” Dara menjerit histeris sembari melempar pakaian yang dipegangnya.

Yap! Dara sengaja berkonsultasi kepada Bom karena gadis dengan pawakan bak super model itu satu-satunya teman perempuan yang dimilikinya. Selain berkonsultasi, alasan lain Dara mendatangi rumah Bom adalah karena ia hendak meminjam beberapa potong pakaian yang sekiranya pantas dikenakan olehnya.

“Itu namanya crop top.” Jawab Bom setengah berteriak. “Bukankah kau pernah memakainya saat kita liburan?” tanyanya dengan kepala mencuat dari balik pintu.

Dara melenguh panjang. “Kau mau aku memamerkan perutku pada Nenek Kwon—si-tua-yang-menyebalkan itu? Kau bercanda? Dia akan mencekikku, Park Bom. Shit! Pekerjaan sambilan ini mengerikan. Aku harus menjadi guru dari orang yang ingin kulenyapkan dari muka bumi. Benar-benar menjengkelkan!” Tukasnya mengacak rambut frustasi. “Aku menginginkan pakaian yang girly, simple dan sopan.”

“Tunggu. Jangan katakan kau berandan girly demi Jiyong.” Belum sempat Dara menjawab, Bom lebih dulu menyela. “Puji Tuhan, diberkatilah kalian. Aku senang mendengarnya.”

“Hehehe~” Dara tertawa renyah. Sedetik kemudian, wajahnya berubah masam. Suasana terasa mencekam. “Sudah bosan hidup, ya?”

Bom meringis. “Aku akan membantumu, sungguh.”

Entah kenapa Dara merasa tak ada satu pun hal di hidupnya yang tampak normal. Baik itu ia sendiri, maupun orang yang dikenalnya. Ambil Bom sebagai contoh. Dia memang tampak seperti gadis baik, multitalenta, cukup pintar dan berasal dari keluarga terpandang. Tapi, tidak ada yang  menyangka gadis seanggun Bom memiliki pemikiran yang sangat dangkal dan irasional. Buktinya, hampir dua jam Dara meminta saran kepada Bom tentang pakaian yang harus dikenakannya ketika berkunjung ke rumah Keluarga Park nanti dan sampai saat ini, tak ada satu pun pakaian yang mendekati kata normal. Bagaimana tidak? Normalkah Bom menyarankan Dara untuk memakai lingerie? Bukankah itu gila?

Dara merebahkan tubuhnya di ranjang empuk berukuran king size milik Bom. Tak lama, sang pemilik keluar dari dalam clothes closet-nya dengan membawa pakaian lengkap berserta sepatunya sekali. Pakaian itu tampak serasi, tidak terlalu rumit dan sopan tentunya. Yap! Mungkin Dara akan merombak pemikirannya tentang Bom. Dia satu-satunya orang yang normal di dalam hidup Dara. Pakaian itu membuat bibir Dara tertarik ke samping. Sangat lebar.

Dia suka itu!

“Aku akan memakainya, Bom.”

“Benarkah?” Mata Bom tampak berbinar. “Akhirnya, aku menemukan pakaian yang pantas untukmu. Kau tahu, ini sangat sulit bagiku.” Tambahnya mendramatisir.

Dara menunjukkan ekspresi datarnya. “Jangan berlebihan.” Ketusnya.

“Baiklah. Ini pakaian Anda, Nona.” Ujar Bom membungkuk sembilan puluh derajat layaknya seorang pegawai pusat perbelanjaan yang tengah melayani pelanggannya.

“Terima kasih, Nona.” Dara ikut membungkuk sembilan puluh derajat—berlagak sopan.

“Silakan datang kembali. Semoga hari Anda menyenangkan.”

Suara kekehan keluar dari balik bibir mereka berdua.

Beep!

Sebuah pesan dari si keparat.

‘Nona Sandara Park, apa kau merasa tenang setelah aku menghilang seharian? Tenang saja, aku tidak akan bersikap sebaik itu dengan membiarkanmu hidup tenang. Aku tahu, mungkin kau bukan tipe orang yang menyukai hadiah. Tapi, maukah kau menerima hadiah dariku? Tidak perlu tergesa-gesa. Kita tunggu tanggal mainnya, okay?’

Dan, pesan itu sukses membuat senyum di bibir Dara sirna dalam sekejap.

Bom berjalan mendekat, berusaha mengintip melalui ujung matanya. “Siapa?”

“Ji-Jiyong. Dia berkata, aku harus datang dalam 5 menit.” Jawabnya gugup.

“Baiklah. Cepat ganti pakaianmu. Aku akan mengantarmu sebelum berangkat kerja. Ah, iya. Bibi Ahn berkata, kau tidak perlu khawatir pada pekerjaanmu. Kau bisa bekerja di sana kalau kau punya waktu luang.”

“Ya. Te-terima ka-kasih.”

Bahkan, pesan dari Jiyong pun rasanya lebih baik daripada pesan dari peneror itu.

***

BRAK

“Buka buku Biologi halaman 124!” Tegas Dara berteriak lantang setelah pintu kamar Jiyong terbuka.

Jiyong yang ada di dalamnya terdiam membeku, tak berkutik, bahkan tak bernapas sejenak. Tepat satu detik setelahnya, ia menghela napas, kemudian menggunakan udara yang dihirupnya itu untuk tertawa sekeras mungkin. Ya, tertawa sangat keras hingga menggema di seluruh penjuru kamar. Semua benda di kamar itu berhasil memantulkan suara gelak tawa Jiyong yang semakin menjadi setelah meneliti dengan seksama pakaian Dara dari atas sampai bawah dan dari bawah ke atas.

YA! APA YANG KAU LIHAT?!!”

Dara memacu langkahnya bak induk monyet yang kehilangan anaknya. Berlarian menuju sofa di tengah ruangan yang tengah diduduki Jiyong. Ia mendarat diatasnya dengan posisi tidak biasa, yaitu menerkam Jiyong dan menjambak rambut laki-laki itu, tak peduli pada pakaian bagian bawahnya yang menyingkap karena terlalu bersemangat.

“Itu-”

“APA?!!” Dara tetap menarik rambut Jiyong sembari memukul tubuh laki-laki itu sesekali.

“Itu-itu menyingkap.”

“Hah?”

Dara segera beranjak dari posisinya yang semula duduk di kursi dengan kedua kakinya sekali, menjadi duduk normal seperti biasa.

“Kau mau menggodaku, huh? Kau berniat menggodaku?”

Satu pukulan sukses menerjang kepala Jiyong.

“Kau pikir, aku cukup gila untuk melakukan hal itu?”

“Lupakan. Aku hanya ingin berkata, kau tampak cocok memakainya.”

Kalimat itu berhasil membuat Dara terperangah.

Sial, Sandara Park! Sekarang bukan waktunya untuk tersipu atau pun gugup. Aneh!

Pakaian yang dikenakan Dara memang tampak cocok untuknya. Sebuah A-line skirt dengan atasan kaos lengan pendek channel dan denim yang membalut bagian lengan sampai pinggang tanpa dikancingkan. Tak lupa, Bom menyiapkan ankle boot coklat yang membuat semua benda itu menyatu. Dara tampil berbeda hari ini.

“Bom yang memilihnya. Aku tidak tahu apa-apa.”

“Bagaimana pendapat Nenekku?”

“Baik. Sama seperti yang kau katakan padaku. Ibumu juga berkata demikian.”

“Kenakan pakaian semacam itu setiap kau berkunjung ke sini.”

“Baiklah.”

Entah kenapa, atmosfer terasa lebih hangat saat ini.

“Aku malas belajar.”

“Lalu?”

Jiyong mendekatkan bibirnya ke daun telinga Dara. “Mari kita bermain.”

“Bermain?”

***

Seseorang bertubuh jangkung berpakaian serba hitam tengah mengendap-endap di koridor SMA Asia Pasific International sembari megenakan masker. Sebuah pemukul baseball digenggamnya di tangan kiri dengan tangan kanan yang meraba dinding. Ia berjalan menuju lantai 3, tepatnya ruangan di mana rekaman CCTV disimpan.

Ia menyalakan sebuah macbook yang sebelumnya diletakkannya di dalam ransel, lalu mengambil sebuah rekaman CCTV dari koridor yang menuju kolam renang bawah tanah, sekitar kolam renang bawah tanah, dan kolam renang bawah tanah itu sendiri. Ia mempercepat video yang tengah ditontonya. Tepat saat jam menunjukkan pukul 4 sore, ia melihat seseorang dengan jaket hitam memasuki kolam renang bawah tanah. Tak lama, seorang gadis tampak menyusul. Tidak ada yang terjadi selama beberapa menit. Setelah menunggu cukup lama, di menit berikutnya, orang yang mengenakan jaket itu menutup pintu ruangan kolam renang bawah tanah dan tampak menguncinya. Tepat setelah mengunci pintu, ia membuka tudung jaket yang menutupi kepalanya.

Tunggu! Seseorang berambut pirang?

***

Next>>

Note:

Haiiii.. ga kerasa ya hiatus lama :” Semoga kalian ga lupa sama ff-ku ini. Maap gabisa post sesering author lainnya karena sedang sibuk *dasarsoksibuk* :v ga sok juga sih, memang sedang repot. But, hope you like it. I love you so much, guys. Thankssss… Pyoonggg^^

 

29 thoughts on “Bad Boy For Bad Girl [Chap. 9]

  1. Ciyee ji udh mulai jjur sma bigbang klo ska sma dara unni. Tinggal dara unni aj nii yg tggl ditaklukin.
    Aah yg ngendap2 di ruang cctv keknya chanyeol deh.
    Pnsran author-nim. ^^

  2. Duh ketawa sendiri dgn sikap jiyong yg lgi mabuk cinta haha… Ciee jiyong udh ngaku perasaannya sama bigbang,ditunggu kpn ngaku sama daranya 😀
    Smga aja org tukang neror cepet ketahuan
    Semangat thor nulisnya^^ ditunggu lanjutannya…

  3. pengin deh liat ji ama dara jadi romntis dikit kekeke…
    emang nenek dara sakit apa? kenapa nggak mau ksih tau dara?
    itu pasti si jessica yg nyeburin dara ke kolam,, terus yg nyari rekaman siapa? chanyeol ya?
    next fightiing ^^

  4. oke aku kembali tertawa sunyi. aku ga berani bener bener ketawa keras karena akan disangka gila. ceritanya makin lucu deh, suka banget sama penyampaian katanya yang pas. aku suka aku suka. dari awal sampe akhir ini aku suka banget sama ff yang satu ini. ahh pokonya aku suka sama semua ff yang ada di DGI ini. lanjutin yang cepet ya eonni ^^

  5. Ya ampun..cuma libur ternyata tuh orang buat neror dara
    Rambut pirang ???
    Pasti jesica
    Trus siapa orang yang ngeliat rekaman cctv ???

Leave a comment