Ahjumma Next Door [Chapter 8] : Settling the Unsettled

Author         : silentapathy
link              : asianfanfics
Indotrans    : dillatiffa

~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~

“Unnie, aku minta maaf, aku tidak bisa kesana. Aku sedang ada masalah dengan omma dan appa sekarang.. Neh.. Terima kasih dan jaga dirimu juga ya.. Sampaikan salamku untuk Dara unnie.”

 

Minzy menyandarkan punggungnya dan menghela napas perlahan.

“Minzy-yah..” Hwangssabu memanggilnya.

“Neh?”

 

“Jangan terlalu cemas, oke? Ini mengejutkan, ayahmu baru mengatakan tentang hal ini sekarang.”

 

“Ssabunim.. Aku tahu aku ini memang masuh muda dan aku masih harus belajar banyak tentang bisnis.. Tapi apakah itu salah jika mendahulukan teman daripada uang?”

 

Hwangssabu berjalan mendekat dan menepuk bahunya.

“Aku tidak bisa menyalahkan orang tuamy, Minzy-yah. Sudah berapa lama sejak terakhir kali ada orang yang mencoba menyewa unit di lantai dua?”

 

Itu memang benar, mereka terus saja kehilangan penghuni. Properti yang dipercayakan kepada Minzy adalah gedung apartemen 5 lantai – dengan masing-masing 10 unit di setiap lantai, lengkap dengan ruang bersama, kolam renang, dan gym. Begitu dia lulus kuliah, orang tuanya memintanya untuk pindah ke Jepang untuk mengembangkan bisnis mereka di sana. Tapi dia tidak mau. Hingga akhirnya mereka mereka membuat perjajian –

– Jika dia mengelola gedung apartemen ini dengan baik, dia yang akan mengurusi semua bisnis di Seoul. Dengan demikian, dia harus melakukan hal ini, setidaknya bisa memberinya alasan untuk tetap tinggal di Korea.

“Kurasa apartemen di seberang jalan itu kembali menyebarkan rumor! Terima kasih untuk Lee Seungri – paling tidak dia telah sedikit banyak membantu. Dia memang telah membuat masalah, tapi aku bisa melihat bahwa dia anak yang baik.. Mari kita berharap bahwa ini akan menjadi awal yang baik, neh?”

 

Minzy hanya tersenyum. Teringat tentang para pemuda itu. Meskipun dibalik sikap gagah yang tampak mereka masih saja bisa bersikap bodoh, tapi dia bisa melihat kebaikan hati mereka. Terlebih lagi, mereka tidak akan mendatangi Seungri yang mabuk malam itu jika mereka tidak peduli padanya. Mereka terlihat seperti saudara.

“Ssabunim..”

 

“Neh?”

 

“Bagaimana jika…”

 

========== 

“Aku merasa kasihan pada gadis itu.. Maksudku, aku mengaku jika dia memang aneh tapi dia jauh dari kesan bisa menyakiti makhluk lain. Aku penasaran kenapa orang-orang berbicara seperti itu padanya.” Yongbae berkata sambil menutup pintu.

Beberapa menit yang lalu, Daesung, Yongbae, dan TOP masuk ke dalam untuk mengecek keadaan gadis itu dan berpamitan pada Seungri dan Jiyong. TOP masih agak menjaga jarak dari CL, mengingat gadis itu hampir saja membuatnya botak.

“Semua orang itu punya keanehannya masing-masing.” TOP memiringkan kepalanya sedang mengira-ngira saat mereka bertiga berjalan menuju elevator. “tapi.. aku masih tidak paham.. Dia adalah seorang Park. Keluarga Park memiliki sebagian besar mall dan jangan sebut tentang Park B—“

 

Pintu lift tiba-tiba saja terbuka.

“WWAAAAAAAAH!!!”

 

TOP menjerit..

benar-benar tidak jantan – ngomong-ngomong.

Bom berkedip.

TOP menutup lalu membuka matanya lagi.

Daesung dan Yongbae mencolek TOP.

“Psssshht.” Bom mencibirkan bibirnya dan melirik TOP dari ujung kepala sampai ujung kaki, sambil keluar dari elevator, berjalan melewati mereka begitu saja.

TOP mengedipkann matanya cepat merasa tidak percaya.

Tepat ketika dia sedang membicarakan tentang penyihir itu, pikirnya.

“AAAAAAAAAAH!!!” Yongbae menirukan teriakan TOP, menggodanya, saat mereka memasuki kotak lift.

“Siapa yang gay sekarang???” Daesung mengejeknya.

==========

“Terima kasih.” Bom membungkukkan badannya kepada Jiyong dan Seungri.

“Hei, noona, sudahlah, itu bukan apa-apa.” Seungri menanggapi.

”Tentu saja kamu toh tidak melakukan apapun.” CL bergumam sambil mengedarkan matanya ke seluruh penjuru lorong.

Bom menyenggol CL, menaikkan alisnya.

“Seperti yang tadi kukatakan.. uhmmm.” Bom merasa canggung mengucapkan terima kasih pada Jiyong yang telah menolong Dara, orang yang sama yang menerima amukannya beberapa malam yang lalu.

“Itu bukan masalah. Aku tidak begitu banyak membantu. Kebetulan saja aku sedang lewat saat itu. Aku.. Aku juga ingin meminta maaf, atas sikap kami waktu itu.” Jiyong menggaruk bagian belakang kepalanya.

“Kami juga minta maaf untuk yang waktu itu. Kami terlalu bersikap berlebihan, kami sedikit hilang akal dan kaget.” CL meminta maaf.

“Hilang akal??? Kaget??? Sedikit??? Pshhtt!!! Lebih seperti sedang kerasukan!” Seungri berbisik sambil melihat sekelilingnya – menghindari untuk menatap CL.

“Aku bisa mendengar itu.” CL melirik Seungri.

“Oh benarkah? JUSTRU ITU LEBIH BAIK!”

 

 

“OUCH!!! Yah hyung!”

 

“Kurasa temanmu ini punya masalah.” CL memberitahu Jiyong.

“Maafkan tentang itu CL-ss..”

 

“Cukup panggil saja CL, tidak perlu bersikap formal.”

 

Jiyong mendelik pada Seungri, memperingatkannya.

Dia menarik napas panjang.

“Baik, baik.. Aku minta maaf…”

 

Bom tersenyum. “Kamu cute. Aku menyukaimu.”

 

Seungri menggaruk kepalanya dan tersenyum.

“Pshhhhht! Sombong!” CL tersulut.

CL dan Seungri yang terus saja bertengkar tidak lepas dari pengawasan Bom.

‘Sangat menarik’, pikirnya.

“Kamu bisa pergi sekarang Jiyong. Ini sudah larut. Maaf karena telah merepotkanmu.” Kata Bom.

“Ini bukan apa-apa noona. Tapi kamu benar, sebaiknya aku pergi sekarang.” Jiyong membungkuk.

“Ayo pergi!” Jiyong berkata dan menarik maknae.

“Kami pergi dulu.” Cepat-cepat Seungri berpamitan dan membungkuk.

“Dia cute, kan?”

 

“Aishhht. Phuleeeeeaaase unnie!” Kata CL lalu meninggalkannya masuk ke apartemen.

==========

Dara membuka matanya perlahan. Dia melihat sekelilingnya dan matanya menangkap Dadoong terbaring di sebelahnya, manjilati tangan kanannya. Ditepuknya kepala kucingnya.

Bagaimana dia bisa berada di kamarnya?

Dia menutup matanya dan mencoba untuk mengingat apa yang terjadi. Dan segera, dia bangkit berdiri tidak bersemangat. Dia menyadari tas Bom dan dompet CL di meja samping tempat tidurnya.

Dia keluar dari kamarnya, berjalan melewati ruang tamu, menuju ke rak yang memisahkan unit-unitnya. Dia mendorong pintu dan langsung mengunci pintu begitu dia sudah masuk ke dalam.

Dia melihat-lihat hasil kreasinya.. Mantel-mantel, gaun-gaun, dan beragam model pakaian – menakjubkan.. Tidak seorang pun bisa membayangkan bahwa dia mampu menciptakan semua itu – jika hanya melihat pada penampilannya sekarang.

Dia mencengkeram dadanya dan berjalan lagi, menyeret tubuhnya ke unit terakhirnya. Seketika dia mencapai pintu, didorongnya pintu itu sekuat tenaga yang masih dimilikinya, lalu mengunci diri di sana. Dia tetap berjalan hingga ke sudut ruangan, dan saat dia meliahat apa yang dicarinya, dia langsung memeluknya.

Meskipun dia adalah orang yang bisa dibilang lemah, tapi dia benci jika ada orang yang melihatnya menangis. Ini adalah ruang gelapnya – ruang paniknya. Sebuah tempat dimana dia berada di luar jangkauan siapapun. Disini dia merasa jauh lebih aman dibandingkan segala tempat lain. Tidak satupun dari Bom, CL, atau Minzy yang bisa masuk ke ruangan ini.

Ini adalah miliknya seorang diri.

Dia menutup matanya dan membiarkan air matanya jatuh.

“Maafkan aku, maafkan aku karena aku jadi seperti ini…” dia terus-terusan menangis.

Dia yakin Bom langsung pergi kemari begitu mendengar hal yang terjadi padanya. Sama seperti CL. Dia menebak apakah Minzy juga datang.

“Apa yang telah aku lakukan kali ini? Kenapa aku harus selalu seperti ini???” dia bertanya kepada dirinya sendiri.

Dia hanyut dama perasaan bersalah dan sekaligus merasa terluka. Ini terlalu besar untuk dia tanggung sendiri. Teman-temannya – menurutnya – mereka selalu harus berlari kepadanya saat sesuatu seperti ini terjadi. Dia menyalahkan dirinya karena menjadi lemah. Dia menyalahkan dirinya yang selalu menyusahkan teman-temannya.

Dia ingin terlepas dari kelemahannya. Dia ingin terlepas dari ketakutannya. Tapi biar berapakalipun dia mencoba, dia selalu merasa rendah jika dibandingkan dengan orang lain..

Lalu dia teringat akan anak-anak sekolah yang bergosip tentangnya.. Dia teringat merasa pusing dan.. dia teringat akan kehangatan pelukan seseorang.

Dia memeluk dirinya sendiri, dengan masih memegang baju bayi yang sedari tadi dipegangnya – mencoba mengenang tentang dirinya.

Dan itu – entah bagaimana – bisa menenangkannya.

==========

“Tidak masalah oppa. Kurasa dia sedang mengunci dirinya lagi. Neh.. Akan kuberi tahu nanti.. Bye.”

 

Bom menghela napas dan melihat CL yang tertidur. Dia meletakkan teleponnya ke dalam saku, dan duduk di sofa.

Ketika mereka kembali ke kamar Dara, merkea hanya bisa menemukan Dadoong. Mereka tahu dia disana, sedang menenangkan dirinya lagi.

“Dara… berapa lama kamu akan terus begini?” Bom berkata sebelum akhirnya memejamkan mata.

Hari telah berakhir. Tidak ada yang berubah.

==========

Besoknya…

“Kamu mau pergi lagi?” Hyunsuk bertanya pada Jiyong.

“A-a-a-ku..” Jiyong menghela napas karena frustasi lalu kembali ke kamarnya. Ketika dia pulang, dia langsung mengemasi barang-barangnya.

Hyunsuk hanya memandang heran padanya.

“Ini.. A-aku akan pindah paman.. untuk sementara waktu..”

 

“Kenapa? Apa ada masalah?”

 

“.. Aku tidak bisa tetap tinggal disini dan selama dua minggu tidak melakukan apapun.. Dan selain itu.. aku sudah terlalu banyak berhutang padamu..”

 

“Jadi sekarang kita membicarakan tentang gengsi?”

 

“Bukan.. Ini bukan masalah gengsi..”

 

“Aku akan mengirimkan biaya hidup untuk Lydia dan Hayi untuk satu bulan…”

 

“Tidak perlu paman. Aku akan melakukannya. Seumur hidupku, hidup kami, kami selalu bergantung padamu.”

 

“Kita ini keluarga..”

 

“Paman.. Anda bilang kami harus menggunakan waktu dua minggu ini untuk melakukan apa yang kami inginkan..”

 

Hyunsuk mengerutkan alisnya.

“Aku menginginkan hal ini.. Aku ingin tahu bagaimana rasanya untuk hidup seorang diri, melakukan hal-hal dengan usahaku sendiri. Tanpa perasaan memiliki hutang.”

 

“Tapi kamu sudah bekerja keras untuk semuanya.”

 

“Aku tinggal di rumahmu, Anda yang menanggung biaya pendidikanku, sementara aku terus saja mempermalukan Anda dengan apa yang aku lakukan.. Paman, hal ini bukan yang aku janjikan padamu dan ayah.”

 

“Sudah kukatakan padamu, jangan memikirkan tentang hal itu. Aku bilang, coba lakukan apa yang benar-benar kamu inginkan untuk sekali saja..”

 

“Itulah kenapa aku harus pindah..”

 

Jiyong menunggu jawaban Hyunsuk. Entah bagaimana, dia merasa gugup.

“Jadi tidak ada yang bisa menghentikanmu, ehh? Kamu dan kegigihanmu. Kamu sama seperti ayahmu.. Aigo… Sekarang kamu mau kemana?

 

Jiyong tersenyum.

“Tempat Seungri.” Jiyong menjawab. “Aku akan membayar separuh biaya sewanya. Aku sedang berpikir untuk menyewa apartemen sendiri tapi uangku belum cukup. Lagi pula maknae memaksaku untuk tinggal bersamanya. Dia menyesali keputusannya tinggal sendiri.

 

Hyunsuk hanya menganggukkan kepalanya.

“Akan kuantar kamu kesana. Kamu tidak mungkin membawa barang-barangmu itu dengan motor, eh?” Katanya sambil menunjuk barang-barang Jiyong.

“Terima kasih paman..”

 

“Apa kamu yakin kamu akan nyaman dengan hal itu? Tinggal katakan padaku jika kamu membutuhkan sesuatu, oke?”

 

“Paman??? Aku kan sudah bilang…”

 

“Oke, oke.. Kupikir aku harus membiasakan diri untuk tinggal sendiri.”

 

Mereka tertawa setelah Hyunsuk berkata demikian.

Tapi bagi Hyunsuk.. Ini adalah kesempatan untuk melihat seseorang…

………………………………………………………………………..
~TBC~

36 thoughts on “Ahjumma Next Door [Chapter 8] : Settling the Unsettled

  1. Kesempatan melihat seseorang? Dara unnie kah? kan tetangganya tohh😄 Kasian Dara unnie.. sebenernya apa sih masalahnya dara unnie sampe kayak gitu? mengurung diri misalnya..

Leave a comment