[DGI FESTIVAL 2016_PARADE] Selfish Bastard #2

SB Cover

Author : aitsil96

Category : PG15, Romance, Sad, Chapter

Main Cast : Kwon Ji Yong, Park Sandara

Author’s Note :

FF ini hasil remakedengan beberapa perubahan yang cukup besar di dalamnya dari judul FF yang sama dengan main cast yang berbeda yang sudah pernah saya post di blog lain. Kali ini saya juga menggunakan nama author baru. Main cast asli adalah Kwon Ji Yong dan Yong Na Ra. I’m not plagiator!

This is just my wild imagination. Don’t be a plagiator or reupload this FF without my permission. Don’t bash if you think my story isn’t perfect. Be a good reader, please. If you like to leave a comment, i really appreciate it. Thanks and happy reading all…

.

*perhatikan waktu karena alur maju mundur*

.

Summary         :

“Jika memang waktu bisa diulang, aku tak akan pernah hadir dalam kehidupannya. Aku terlalu tolol menyadari betapa berharganya gadis itu untuk aku rusak. Kini semua telah cacat, kehidupannya tak akan pernah sama lagi seperti dulu. Ini semua karena aku, karena jiwa bajingan egois sialan sepertiku yang terlalu pengecut untuk menghindarinya. Menghindari rasaku yang terlalu besar untuknya, gadisku.”

-Kwon Ji Yong-

“Luka yang ia torehkan sungguh sangat sempurna membekas bahkan hingga saat ini. Luka itu belum sembuh sepenuhnya, hanya mencoba untuk mengering walau aku telah bosan mengobatinya dengan segala cara yang memungkinkan. Rasa ini menyiksaku hingga ke dasar, menceburkanku menjadi manusia idiot yang tak pernah bisa melupakannya. Pria bajingan itu.”

-Park Sandara-

.

-PART 2-

 .

Seoul, July 2012

Ji Yong sedang memijat tengkuknya sendiri yang ia rasakan pegal setelah menghadiri rapat yang baru saja usai. Sudah tiga hari ia terpaksa menginap di kantornya untuk menyelesaikan setumpuk berkas yang harus ia teliti. Ah, pekerjaan ini sungguh menyiksanya. Ia harus bekerja ekstra karena beberapa bulan lagi akan digelar pesta fashion yang selalu diadakan perusahaannya setiap dua tahun sekali untuk menarik investor baik dalam maupun luar negeri.

Acara tersebut merupakan rangkaian pagelaran busana dengan rancangan terbaru dan unik. Tak lupa, mengundang pejabat serta orang-orang penting lainnya, sederet artis papan atas pun turut dihadirkan untuk memeriahkan acara perusahaan ini. Dragon’s Company. Itulah nama perusahaan yang Ji Yong bangun dari nol. Dengan simbol naga berwarna perak keemasan, ia berharap perusahaannya tak mudah ditaklukan layaknya legenda hewan tersebut.

Ini telah masuk waktu makan siang, namun Ji Yong masih duduk di ruang kerjanya. Ah, sungguh ia lelah sekali. Ia bahkan tak berniat untuk mengangkat telepon menyuruh seseorang membawakan makanan. Terlalu lelah.Tiba-tiba pintu terbuka dengan sendirinya, menampilkan seseorang yang sangat ingin ditemui Ji Yong namun itu tak sempat untuk dilakukan karena setumpuk berkas sialan yang membumbung tinggi di hadapannya.

Gadis itu, gadisnya. Dara melangkah dengan pasti ke arah sofa di salah satu sudut ruangan itu dan menyecahkan pantatnya di sana. Dara memang mempunyai kartu khusus yang diberikan Ji Yong, sehingga ia bisa dengan leluasa keluar masuk kantor, meskipun hanya sesekali datang ke sini. Terlalu bising dengan banyaknya orang asing, menurutnya.

“Ji Yong-ah, kemarilah. Temani aku makan,”Dara membuka kotak bekal makan siangnya yang tadi pagi sengaja ia buat sendiri dan mulai merapikannya di meja. Bukan sendiri juga sebenarnya, karena ada eomma membantunya. Dara hanya menemani dan membantu sekadarnya. Mana bisa ia memasak tanpa bantuan? Dara bukanlah gadis yang sering menghabiskan waktu di dapur.

Ji Yong tersenyum melihat gadis itu berada dalam jarak pandangnya saat ini. Padahal ia baru tiga hari tak melihat wajah Dara, namun rasa rindu itu sudah seakan membuncah di hatinya. Ia menghampiri Dara untuk kemudian duduk di sampingnya. Ji Yong menatap gadis pujaannya itu dari samping, Dara memang selalu terlihat cantik dari arah manapun.

Wae? Mengapa melihatku seperti itu?”

Ji Yong tersenyum dan mencubit gemas pipi Dara.

Dara segera menepis tangan Ji Yong, menatap aneh pada kekasihnya itu, “Hei, apa yang kau lakukan?”

“Ini masakanmu?” Ji Yong memilih tak menjawab pertanyaan Dara, lalu beralih pada kotak makanan yang tersaji di hadapannya.

“Tentu saja. Aku hampir telat masuk kuliah gara-gara membuatkan ini untukmu.”

“Aku sudah makan,” dusta Ji Yong.

Dara mendecak, “Kau pikir aku bisa tertipu dengan mulut besarmu itu, huh? Tatapanmu bahkan sudah mengartikan ingin menerkam makanan detik ini juga,”gadis itu mencibir seraya tertawa mengejek.

Ji Yong tertawa dan mulai mengambil sumpit untuk mulai melahap sushinya, “Hmm…mashita. Makanan eommoni sangat lezat.”

“Yak, Ji Yong! Itu aku yang membuatnya,”Dara membual untuk itu, sekali-kali kan ia juga ingin dipuji oleh kekasihnya.

“Hei bodoh, aku tahu kau tak pintar memasak.”

Dara merengut, “Tapi aku yang memotong udang serta ikannya. Aku juga yang menggulung sushi itu.”

“Tetap saja eommoni yang memasaknya. Memangnya kau bisa memasak dengan benar jika tanpa eommoni?” Ji Yong menjawil hidung Dara gemas seraya tertawa.

“Yak! Dasar ahjussi!”

“Berhenti mengataiku seperti itu. Kita hanya terpaut usia tak lebih dari enam tahun,” Ji Yong mengambil lagi sushi dan ia mulai menyuapi Dara.

“Tetap saja kau itu pria tua!” timpal Dara dengan kunyahan sushi di mulutnya.

“Tak akan ada pria tua setampan, semenawan, dan sekaya diriku,Dara-ya.”

Ish, pria ini. Begitu menyebalkan. Selalu saja mengagungkan kesempurnaannya itu. Meskipun hal itu tak dapat ditolak, namun Dara tetap kesal dengan pria di sampingnya ini. Sekaligus rindu. Sudah tiga hari ini mereka tidak bertemu, Ji Yong hanya mengabarinya lewat pesan singkat sesekali dan telepon di pagi serta malam hari sebelum tidur. Kekasihnya ini sibuk sekali.

Biasanya, mereka selalu ada kesempatan bertemu dalam sehari, setidaknya Ji Yong selalu menyempatkan diri untuk menjemput Dara di kampusnya. Namun, karena prianya sedang larut dalam pekerjaan, ia tak bisa berbuat apa-apa. Bahkan Ji Yong pun memilih untuk tidak pulang demi menyelesaikan pekerjaannya.

Pria ini gila kerja? Tentu saja. Itu tanggung jawab menurut Ji Yong. Baru pagi tadi ia mempunyai niat untuk membuatkan Ji Yong bekal makan siang dan dengan paksa menyeret eomma-nya ke dapur. Ya, Dara ke kantor Ji Yong bukan untuk menyerahkan bekal saja, ia juga ingin menatap wajah prianya.

“Aaaaa…” Ji Yong menyuapi Dara dengan membuat suara seperti itu, hal yang kekanakkan sekali.

“Berhenti melakukan hal menjijikkan seperti itu. Aku bisa makan sendiri, ahjussi,”Dara mengambil sumpit lainnya lalu memasukan satu suapan sushi ke dalam mulutnya.

“Aish, kau!”

Dara yang mendengar Ji Yong mengumpat melebarkan senyumnya, senang dengan kehadiran pria itu, “Sesibuk-sibuknya kau, jangan lupa luangkan waktumu untuk makan.”

“Kau harusnya kesini setiap hari membawakan makan siangku, chagiya. Aku akan dengan senang hati menerimanya.”

Dara hampir tersedak mendengar panggilan pria itu terhadapnya. Apa-apaan dia?

Ji Yong yang tersadar dengan perubahan air muka Dara tertawa terbahak-bahak. Gadisnya itu memang selalu salah tingkah jika diperlakukan manis olehnya. Ia mulai menyukai menggoda Dara dengan panggilan sayang yang menurut mereka tak wajar. Ya, memang itu hal yang tak wajar menurut kadar pasangan yang sehari-harinya hanya menggunakan sapaan nama. Mereka tidak mempunyai alasan untuk itu, hanya terbiasa saja melakukannya.

“Kau!”Dara yang sadar bahwa ia sedang dibodohi segera memukul kepala Ji Yong dengan sumpitnya. Rasakan kau!

“Yak! Aku kan hanya bercanda.”

“Candaanmu sama sekali tidak lucu!”

Ji Yong memasukan lagi beberapa sushi ke dalam mulutnya sebelum mengambil botol minuman milik Dara dan menegaknya hingga hampir habis, menyisakan sedikit untuk gadisnya yang masih mengunyah makanan, “Buatku itu lucu, suatu hiburan untuk bisa melihatmu dengan tampang bodoh, Dara-ya.”

Dara hendak mengarahkan sumpit lagi ke kepala Ji Yong ketika dengan tiba-tiba pria itu menaruh bantal kursi di pangkuan Dara dan langsung meletakkan kepalanya di sana. Ji Yong tidur di pangkuan Dara.

“Habiskan makananmu, aku sudah kenyang.”

Dara mengerjapkan matanya melihat wajah Ji Yong yang hanya beberapa senti dari pandangannya. Ia tak bisa bergerak, hanya menatap canggung pada pria yang tengah memejamkan matanya itu. “Ji… Ji Yong-ah.”

“Biarkan seperti ini. Rasanya aku sudah lama tak memberi waktu istirahat bagi tubuhku. Aku tahu kau tak ada jadwal kuliah lagi hari ini. Nanti sore aku akan mengantarmu pulang. Jadi biarkan aku memejamkan mata dulu, aku lelah.”

Dara membeku di tempat mendengar apa yang dikatakan Ji Yong. Oh, sungguh ia memiliki pria yang gila kerja dibalik sifatnya yang menyebalkan, namun Dara harus mensyukuri itu. Meskipun dengan pekerjaan menumpuk, Ji Yong tidak pernah melupakannya. Sesibuk apapun, Dara selalu jadi prioritas di atas segalanya bagi Ji Yong.

Dara tersenyum dan dengan lembut mengusap rambut oranye kemerahan Ji Yong. Pria ini mengubah warnarambutnya seminggu yang lalu. Ia terlihat segar dan lebih… seksi? Ya, katakanlah Dara tergila-gila pada pesona Ji Yong. Lagi pula siapa yang tak akan terpikat dengan pria tampan berpenampilan nyentrik ini? Wanita gila mana yang akan menolak?

Gomawo, Dara-ya,” itu ucapan Ji Yong sebelum ia terlelap dalam tidurnya.

*****

Jam sudah menunjukkan pukul lima sore ketika Dara dan Ji Yong tiba di tempat ini. Mereka kini tengah berdiri berhadapan di pelataran rumah Dara. Ji Yong menepati janjinya untuk mengantar Dara pulang. Namun tak disangka, ia tertidur seperti babi di pangkuan gadis itu setelah makan siangnya. Mungkin ia terlalu lelah sehingga tadi sekretarisnya harus menunda pertemuan penting beberapa tamu yang sudah dijadwalkan bertemu dengan Ji Yong.

Bagaimana bisa Ji Yong menghadiri janji itu jika pria itu tidur layaknya mayat hidup? Sama sekali tak bergerak, Dara membangunkan pun ia tak menggubris. Jika Ji Yong tak mengeluarkan napas, maka Dara akan menelepon ambulans saat itu juga.

“Kau tenang saja, pertemuan yang tadi sudah diatur ulang oleh sekretarisku,” ucap Ji Yong ketika Dara menanyakan perihal batalnya-pertemuan-penting-Ji Yong-karena-ia-tidur-layaknya-babi tersebut, “Ah, lain kali aku tak akan mau tidur di pangkuanmu lagi kalau tahu akan seperti itu.”

“Itu keinginanmu sendiri, mengapa jadi seperti aku yang salah? Aku juga sudah berusaha membangunkanmu tadi.”

Ji Yong memajukan wajahnya ke arah Dara dan berbicara dengan nada yang cukup rendah di dekat telinganya, “Kau salah jika berpikir aku akan bangun dengan begitu mudah. Kau tahu? Aku sangat lelah hari ini. Seharusnya kau memikirkan cara lain hingga aku akan merespon dengan cepat Dara-ya. Hmm… menciumku misalnya? Di sini. Tepat di bibir. Aku akan bangun lebih cepat dari yang kau kira sepertinya.”

Gadis itu terkejut bukan main. Ia melebarkan matanya cepat saat Ji Yong menjauhkan wajahnya dari sisi Dara, “Kau! Benar-benar ahjussi mesum!” segera ia menjitak kepala Ji Yong dengan kepalan tangan sekuat tenaga.

Ji Yong berteriak kesakitan karenanya. Ah, Dara memang mempunyai sejuta kejutan di balik wajah imutnya itu. Semenjak pertemuan mereka tiga tahun lalu di sekolah Dara, gadis itu memang suka sekali memanggil Ji Yong dengan sebutan ahjussi, dan terkadang ditambah dengan kata mesum. Dara memang merasa otak Ji Yong telah teracuni hal-hal yang tidak beres dengan usianya saat ini.

“Hei, kalian akan terus berdiri seperti orang bodoh di situ? Masuklah jika ingin berbincang.”

Oppa, sejak kapan kau di sini?”

Itu Jun Hyung, kakak lelaki Dara yang kadar cerewetnya menyaingi para ahjumma saat arisan. Pria itu berdiri di depan pintu rumah dengan tampang datar sekaligus memuakkan seperti biasanya. Jun Hyung siang tadi baru pulang dari pulau Jeju, pekerjaannya sebagai fotografer membuatnya sering bepergian hingga ke luar negeri sekalipun.

“Sejak lahir,” jawab Jun Hyung asal.

Annyeonghaseyo, hyungnim,” Ji Yong membungkuk hormat pada Jun Hyung. “Kau pulang dengan selamat?”

“Hei hei hei, apa-apaan kau ini? Aku lebih muda darimu,” Jun Hyung memutar bola matanya malas, “Dan apa maksudmu dengan menanyakan aku pulang dengan keadaan selamat atau tidak? Singkirkan pikiranmu yang berharap aku akan celaka, Ji Yong-ah. Aku masih harus menjaga serta mengawasi adikku dari lelaki sepertimu.”

Ji Yong da Jun Hyung memang terpaut usia setahun. Dan itu pun Jun Hyung yang lebih muda. Ji Yong sering melakukan itu untuk menggoda Jun Hyung, mereka cukup akrab sebenarnya, sehingga tak ada sapaan formal di antara keduanya.

“Aku harus melatihnya, Jun Hyung-ah. Jika aku dan Dara menikah, kau akan jadi kakak iparku.” Ji Yong tersenyum jahil dan mengabaikan sindiran pedas Jun Hyung terhadapnya.

Jantung Dara berdegup lebih kencang saat Ji Yong menyatakan hal tersebut. Walau ia yakin itu hanya sebuah candaan, tapi entah kenapa pipinya memanas dan hatinya menghangat. Ia membayangkan bagaimana saat Ji Yong melamarnya nanti dan mereka akan menjadi sepasang suami istri. Ah Dara, kau mulai berpikiran yang tidak-tidak!

“Ish, siapa pula yang akan merestui kalian?” Jun Hyung mencibir, “Masuklah, hari sudah sore.”

“Aku akan pergi lagi. Tugasku selesai setelah mengantarkan adikmu ini pulang dengan selamat.”

“Bagus. Segera pergilah kalau begitu.”

Jun Hyung tersenyum sekilas pada Ji Yong sebelum membalikkan badannya untuk masuk ke dalam rumah. Ji Yong adalah pria yang baik, dan Jun Hyung yakin akan hal itu. Selama ini, adik perempuannya selalu terlihat bahagia bersama pria itu. Ia tak peduli jika dikatai menyebalkan, karena keyataannya memang seperti itu. Hanya saja sebagai seorang kakak ia harus terlihat berwibawa di hadapan kekasih adiknya itu, bukan? Walau terkadang kata yang ia lontarkan pedas dan tak beretika, Jun Hyung mempunyai ketulusan dan bentuk dukungan terhadap hubungan Dara dan Ji Yong.

“Kau akan pergi ke kantormu?” tanya Dara.

“Iya, aku memiliki beberapa pekerjaan yang harus segera aku selesaikan dalam waktu dekat ini.”

Dara memberengut. Meneliti penampilan pria di hadapannya. Tak bisakah hari ini Ji Yong langsung pulang ke rumahnya dan beristirahat? Ia tahu Ji Yong amat lelah, lingkaran hitam di sekitar matanya tak bisa disembunyikan.

“Aku akan pulang ke rumah secepat yang aku bias,Dara-ya. Aku berjanji hari ini akan pulang ke rumah dan beristirahat. Tak ada lagi tidur di kantor,” Ji Yong menyejajarkan wajahnya dengan Dara dan melihat tepat di bola mata hazelnya seraya tersenyum. Ia tahu Dara khawatir terhadapnya, dan ia tak ingin membuat gadis kesayangannya ini memiliki pikiran tentangnya yang mungkin dapat mengganggu.

Dara tersenyum balik pada Ji Yong, lega karenarasa khawatirnya dapat berkurang. Ji Yong mengacak-acak rambut Dara dengan senyum yang semakin melebar.

“Cepatlah masuk. Aku yakin oppa-mu akan datang lagi dan semakin menggerutu ketika kau tak kunjung datang.”

Geurae. Kabari aku kalau kau sudah sampai di kantor dan pulang ke rumah.”

Senyuman Ji Yong tergantikan rasa kaget luar biasa ketika Dara berjinjit ke arahnya dan mengarahkan bibir mungilnya ke pipi Ji Yong. Dara mencium pipinya. Entah dapat keberanian dari mana gadis itu, yang jelas ia sekarang hanya bisa terpaku melihat Dara berbalik memunggunginya dan berjalan menjauh. Pria itu memandanginya hingga gadis itu tertelan pintu besar rumahnya.

Ini bukan skin ship pertama mereka, namun ini pertama kali Dara menciumnya. Sekali lagi. Menciumnya. Oh astaga, walaupun hanya di pipi tapi ini sungguh membuat jantung Ji Yong hampir melompat karenanya. Apalagi kalau Dara menciumnya di tempat lain? Bisa-bisa ia pingsan seketika di tempat. Aish, berhenti berpikiran macam-macam, Ji Yong!

Biasanya Ji Yong yang mencium pipi tembam gadisnya itu. Bahkan saat pertama kali mereka memutuskan untuk menjadi sepasang kekasih, Dara tak ingin disentuh, berpegangan tangan pun tidak. Gadis itu cukup keras kepala dan sulit ditaklukan. Namun lama kelamaan dengan segala taktik yang Ji Yong lancarkan, mereka melakukan skin ship juga seperti pasangan lain pada umumnya, namun hanya sampai batas pelukan serta cium pipi dan kening, tak lebih dari itu.

Ji Yong dengan setengah kesadaran yang masih dimiliki berbalik menuju mobilnya, bersiap untuk pergi. Di mobil ia menarik napas beberapa kali untuk menenangkan pikiran dan perasaannya yang tak tentu arah. Jika hal ini terjadi setiap hari, ia akan pingsan sesering mungkin. Ah, gadis itu. Gadis kecilnya. Gadis kecil yang sekarang tak terasa telah beranjak dewasa.

*****

“Hah, kau benar-benar pintar mencuri kesempatan.”

Dara berbalik mendengar Jun Hyung berbicara, melihat kakaknya yang sedang menonton televisi memunggunginya. “Apa maksudmu?”

“Tak disangka adik kesayanganku mencuri sebuah ciuman. Oh Tuhan, betapa aku telah berburuk sangka pada Ji Yong. Ternyata otak adikku sendiri yang telah teracuni.”

Dara membulatkan matanya, “Oppa!”

“Kau beruntung karena eomma dan appa sedang pergi ke rumah halmeoni. Kalau mereka tahu, apa yang akan mereka lakukan nanti? Kali ini kau lolos, aku tak akan memberitahu mereka. Tapi hanya untuk hari ini. Tidak dengan hari lain!”

Dara menghembuskan napasnya, ia emosi sekaligus malu karena tertangkap basah mencium pipi Ji Yong. Kemudian ia teringat sesuatu, “Kau mengintip, hah?”

Anni, aku hanya memastikan jika Ji Yong tidak akan berbuat macam-macam terhadapmu. Dan apa yang kulihat tadi? Kau! Kau yang macam-macam dan bertindak agresif,Dara-ya. Astaga, aku sungguh tak punya muka lagi di depan Ji Yong.”

“Yak! Kau tak usah sok suci,oppa. Memangnya aku tak tahu kelakuanmu di mobil dengan Yeon Joo? Kau berciuman dengannya, tepat di bibir. Lalu dengan Ha Ni? Kau juga mencuri ciumannya di taman dekat rumah.”

“Hei, aku itu lelaki. Wajar kalau seperti itu. Kau ini wanita, usiamu baru masuk kepala dua,Dara-ya. Itu sungguh tak pantas. Lagpula mereka mantanku. Tak usah kau ungkit lagi.”

“Lalu apa bedanya kau dan Ji Yong? Mengapa kau harus selalu mengawasiku dengannya? Kau pantas melakukannya dengan wanitamu, maka Ji Yong pun begitu. Tak usah kau mengawasiku terus, aku sudah dewasa. Aku tahu mana yang terbaik untukku.”

Jun Hyung terdiam mendengar ocehan panjang lebar adiknya. Ia tak memikirkan sejauh itu. Yang jelas, ia hanya ingin menjaga Dara selalu, sebisa yang ia mampu. “Ya… itu karena aku tahu batas. Mungkin Ji Yong tidak,” ucapnya ragu.

Dara sebal dengan kakak lelakinya yang protektif itu. Selalu saja menasehati dan bicara yang tidak-tidak. Eomma pun rasanya tak pernah sebawel Jun Hyung. Ia kemudian menyeringai, terlintas pikiran untuk sedikit menggoda Jun Hyung, “Ji Yong tahu batas, oppa. Kau tenang saja. Kami sudah melakukan hal yang lebih dari apa yang kau lihat barusan, dan itu semua aman.”

Jun Hyung yang terdiam mulai membelalakkan matanya lagi, “Yak! Apa saja yang sudah kau lakukan dengannya?”

*****

Ji Yong baru saja menutup ponselnya. Ia mengabari Dara bahwa ia sudah sampai di rumah dan siap untuk tidur. Dengan mendengar suara merdu dari gadis itu, rasanya ia sudah rindu pada Dara. Ji Yong memang begitu. Selalu rindu pada gadisnya. Ia kembali mengingat ciuman Dara yang masih terasa di pipinya. Oh Tuhan, pria maskulin ini berubah menjadi flower boy ketika salah tingkah. Hatinya tergelitik membuat ia tersenyum. Ia sudah sinting sepertinya, dan itu semua karena Dara, gadis yang sangat disayanginya.

Pembicaraan mereka sebenarnya sangat singkat setiap berbicara di telepon. Tak ada kata mesra yang terucap layaknya pasangan kasmaran lain. Mereka hanya berbicara seperlunya untuksaling mengabari, lalu mengucapkan selamat malam. To the point. Itu adalah ritual yang selalu mereka lakukan saat menjelang tidur.

Ting!

Satu pesan masuk dalam ponselnya.

‘Yong-ah, kau baik-baik saja?’

Ji Yong membaca itu dengan mata yang tiba-tiba melebar. Ia yang asalnya berada dalam posisi tidur terlentang, segera mendudukan tubuhnya. Meskipun nomornya tak termasuk dalam daftar kontak, ia tahu pasti siapa pengirim pesan ini. Hanya satu orang yang menyebutnya dengan panggilan itu, ‘Yong-ah’.

Orang ini, orang yang sangat dihindarinya. Wanita yang hampir merampas masa depannya setelah menorehkan luka yang akan selalu membekas di hidupnya. Ji Yong menghembuskan napasnya gusar, sebaiknya ia cepat beristirahat. Bisa-bisa ia tak akan tidur malam ini jika memikirkan lagi masalah itu, masa lalu kelamnya.

Ji Yong segera mematikan ponselnya, lalu melempar asal ke arah nakas. Ia mengusap wajah lelahnya kemudian meringkuk dalam selimut tebal. Ia memutuskan untuk mengabaikan pesan itu. Pesan dari seseorang yang paling ia benci.

****

Flashback

Eomma akan pergi kemana?”

Wanita yang sedang merapikan pakaian ke dalam koper itu menoleh ke samping, mendapati putranya berada di kamar itu juga. Dengan wajah lelah ia terpaksa mengulaskan senyum, lalu mengusap sisa air mata yang masih nampak jelas di pipi putihnya. Ia menghadapkan tubuh dan menyejajarkan tingginya seraya memegang pundak putra bungsunya itu, “Eomma hanya akan pergi sebentar, kau jaga diri baik-baik. Kau sudah mulai besar sekarang. Arra?”

Anak itu mengedip tak mengerti. Meskipun ia masih berusia sepuluh tahun, ia tahu tak mungkin ibunya pergi sebentar jika membawa barang sebanyak itu seraya membawa koper. Ia menatap wajah ibunya, jelas sekali ibunya habis menangis. Mata sembab serta berair tak bisa menyembunyikan kenyataan. Namun, kenapa eomma menangis? Seingatnya appa masih belum pulang kerja mengantar koran. Sementara kakak perempuannya, Kwon Da Mi, masih berada di sekolah.

Eomma tak akan menunggu appa pulang dulu?”

Anni. Beri tahu saja appa-mu aku pergi. Katakan juga pada Da Mi untuk tetap bersekolah seperti biasa. Kau juga, Yong-ah, hiduplah dengan mandiri setelah ini.”

Ji Yong. Anak bungsu keluarga Kwon itu menatap khawatir eomma-nya. Ia tahu ada yang aneh dalam situasi kali ini, namun ia tak dapat berbuat apapun selain berdiam diri. Wanita paruh baya itu berdiri lalu menutup kopernya. Sudah cukup barang yang ia bawa. Ia melihat sekali lagi ke arah Ji Yong, tak sadar air matanya meleleh.

Wanita itu mengusap kepala Ji Yong seraya merekam dengan baik wajah lugu itu. Ia sebenarnya tak ingin melakukan hal ini, namun rasa ego serta keadaan yang mendesaknya. Tak punya pilihan lain, pikirnya. Ia yang baru saja menyeret koper melewati Ji Yong, berhenti ketika ada yang menahan tangannya.

Eomma akan pulang, kan?”

Hatinya teriris mendengar pertanyaan lirih itu. Bagaimanapun, anak ini adalah putranya. Anak kandung yang keluar dari rahimnya sendiri. Tanpa berbalik ia mengangguk seraya menutup mulutnya, meredam isak tangis yang mungkin akan pecah jika tidak ia tahan saat itu juga.

Ji Yong dengan berat hati melepaskan pegangan pada lengan eomma-nya, menatap punggung ringkih yang menjauh, keluar dari kamar. Terdengar suara pintu yang ditarik lalu ditutup lagi. Eomma pergi. Entah kemana. Detik itu juga Ji Yong menyadari, eomma-nya telah pergi. Bukan untuk pergi sebentar seperti yang dijanjikan, melainkan untuk meninggalkannya. Meninggalkan keluarga.

Hari itu. Hari yang tak akan dilupakan Ji Yong seumur hidupnya. Hari dimana wanita yang dihormati dan dicintainya tak akan pernah pulang lagi ke rumah. Hari terakhir ia melihat wajah itu. Wajah wanita yang tak sudi lagi ia temui.

Eomma.

End of Flashback

.

To be continued…

.

38 thoughts on “[DGI FESTIVAL 2016_PARADE] Selfish Bastard #2

  1. Sosweet amat mereka…
    Suka sma cara pacaran mereka…
    Dara jjang!!!
    Kirain itu yg sms mantan nya ji, trnyata bukan…
    Aduhh kira” konflik apa ya yg terjadi sma mereka…
    Penasaran thor..
    Dilanjut yaa..

  2. Sempet berpikir yang sms jiyong itu mantannya jiyong yg gk bisa jiyong lupain *ribet amat dah jelasinnya*
    Btw, aku seneng ngeliat -atau lebih tepatnya membaca- cara berpacaran mereka yg nggak terlalu cheesy gitu lahh.

Leave a comment