MISSING YOU [Oneshoot]

cover missing you

Author: Reni Bintang & Kwonjita

Main Cast: Park Sandara (2ne1), Kwon Jiyong (Bigbang)

Support Cast: All Mimber (Bigbang), Lee Donghae, Jessica Jung

Genre : Romance

~~~

Akuenggatahumaungomongapa?

Ffiniakubuatsama author Reni Bintang. Akuharap kalian dapaatmenyukainya,

ahh…untuk Reni Bintangjoengmalgomawo,

kamumaukolabsamadiriku yang mungkintidakbegitubanyakmembantu, terlebihdalamhalmerangkai kata yang aku rasa akumasihharusbelajarlagiuntukhalitu…

sekalilagiakuberharap kalian semuamenyukaicerita yang kami berduabuatini,

soksilahkandibaca, Dan janganlupaberikomentar yah?

Terlebihuntuk kata-kata di atas.

Bahkan kata-kata itu pun masihbanyak yang di sempurnakanreniBintang,

diabenar-benarmembantudirikubanget

*****

Kadang sebuah perasaan rindu kepada seseorang bisa muncul kapan saja. Ketika kita tidak sengaja menemukan hal yang berhubungan dengan orang itu, saat tidak sengaja mendengar lagu yang pernah kita nyanyikan bersama, atau ketika melihat orang lain bahagia sama seperti kita pernah bahagia bersama orang itu maka tanpa kita sadari perasaan rindu perlahan muncul dihati, terus menggerogoti sampai ke ubun-ubun. Sampai puncaknya kita benar-benar ingin bertemu dengan orang yang tidak sengaja hadir dibenak kita. Perasaan itulah yang kini dirasakan oleh Sandara Park, dia tiba-tiba merindukan sosok pria yang pernah singgah dihatinya, pria yang pernah memberikan kebahagiandengan memberinya cinta hingga sampai orang itu membuat dia terluka karena sebuah pengkhianatan. Pandangannya kembali menerawang menatap langit malam yang hitam kelam tanpa satupun bintang yang bersinar.

Hembusan angin yang menyentuh kulit wajahnya membuat gadis itu sedikit bergidik, tapi dia masih enggan beranjak dari posisinya sekarang. Perasaan rindu itu sedikit membuatnya terganggu, apakah dirinya kembali merindukan sosok itu? Sosok pria yang pernah membuatnya merasakan sakit begitu dalam, sampai dia harus pergi jauh untuk melupakan pria itu. Dan sekarang tiba-tiba saja takdir membuatnya harus kembali dari tempat persembunyiannya. Sebenarnya dirinya tidak ingin kembali ke Korea tempat dimana pria itu berada, dia tidak ingin membuka luka lamanya. Namun perintah kedua orangtuanya sudah bulat dan tidak bisa dibantah. Dirinya harus kembali besok.

Dara Pov

“eomma, pesawatku sudah landing.” Kataku sambil menjepit ponsel milikku diantara telinga dan bahu. tangan kananku kini sedang memegangi gelas kertas berisi kopi yang sudah dingin sedangkan tangan kiriku sedang memegangi carry bag milikku. “apakah Sanghyun sudah berangkat? Kenapa aku belum melihat batang hidungnya?” aku diam sebentar untuk mendengarkan Eomma. “Arasseo.” Sambungku kemudian memutuskan sambungan telepon. Aku kemudian berjalan ke pangkalan taksi dan menunggu seseorang yang akan datang menjemput.

“Butuh tumpangan Nona?” seseorang tersenyum manis kepadaku. Aku memicingkan mata mencoba untuk lebih menajamkan pandanganku kepada sosok yang sekarang berdiri dihadapanku. “Ya!” katanya sedikit mengagetkanku. “apakah hidup di Paris selama tiga tahun membuatmu melupakanku huh?” sungutnya sambil berdecak.

“ommo.” Kataku. “mianhae Donghae-ah.” Ujarku setelah sadar bahwa Donghaelah yang sekarang sedang berdiri dihadapanku. “kau terlihat berbeda, jadi aku sedikit tidak mengenalimu. Lagipula kepalaku masih pusing karena jet lag jadi aku tidak bisa menyadari kehadiranmu” Sambungku sambil terkekeh. Dia mendengus kesal kemudian mengerucutkan bibirnya. Hal itu berhasil membuat aku tertawa lepas karena tampangnya benar-benar sangat lucu saat dia memanyunkan bibirnya seperti itu.

“berhentilah tertawa Dara.” Katanya. “kau membuat kita menjadi pusat perhatian sekarang.” Lanjutnya sambil melihat orang-orang yang melihat kepada kami karena melihatku tertawa lepas. “kajja kita pulang.” Dia mengambil carry bag dari tanganku kemudian merangkulku menjauh dari bandara.

Setiap orang memiliki ciri khasnya masing-masing yang dapat membedakan kita dengan orang lain, dan hanya orang terdekatlah yang akan mampu mengenali ciri khas itu. Sama seperti saat ini seorang pria berhenti dari langkahnya saat dia mendengar suara tawa lepas seorang wanita, dia berpikir sesaat namun dia melanjutkan langkahnya dan melewati setiap orang yang ada di depannya. Dia sama sekali tidak menyadari bahwa sebuah benang penghubung yang menghubungkannya dengan seseorang kini akan terbentang kembali. Benang yang awalnya kusut karena adanya benang lain yang membuat hubungan dua orang yang seharusnya bersama menjadi terpisah. Sebuah takdir memang sangat sukar untuk dimengerti, tak seorangpun yang dapat memahami seperti apa takdir akan menuntun hidupnya. Dan sebagai manusia kita hanya mampu menjalani takdir tersebut.

“kapan kau kembali hyung?” tanya seorang pria bermata panda kepada seorang pria bernama Kwon Jiyong.

“apa kau tidak melihat bahwa aku baru sampai disini?” tanya pria tampan itu. “itu artinya aku baru kembali bodoh.”

“ya!” balas Seungri si panda. “aku hanya bertanya, kau tidak harus menghinaku seperti itu.”

“berhentilah mengoceh.” Ujar Jiyong sambil berjalan dengan menyeret carry bag miliknya ke dalam kamar.

“aigoo.” Ujar Seungri. “ada apa dengan sikapnya?” gumam Seungri yang bingung karena sikap Hyungnya yang sudah marah-marah.

Suasana sejuk angin pagi kota Seoul membuat seorang wanita cantik bernama Sandara Park merentangkan tangannya seakan menikmati setiap hembusan angin yang bertiup lembut hingga menyentuh kulit mulus hingga rambut coklat miliknya yang ikut bergerak seakan ikut menari dengan hembusan angin. Dia sangat merindukan suasana seperti ini, suasana yang tidak pernah dia temukan di Paris.

“berhenti berdiri disana.” Teriak ibunya. “cepatlah turun, Donghae sudah menunggumu lama.”

“Ne eomma.” Balas Dara. “aku akan turun sekarang.” Dia kemudian turun lalu langsung menemui sahabatnya yang sudah menunggu. “apa aku membuatmu menunggu lama?” tanyanya kepada Donghae yang sedang duduk di ruang tamu.

“sedikit.” Balas Donghae kemudian dia berdiri lalu menarik tangan Dara dan menyeretnya keluar. “aku akan mengajakmu jalan-jalan seharian.” Ujarnya dengan senyuman tersungging di wajah tampannya.

“aigoo.” Ujar Dara dengan senyuman. “kau sepertinya sangat bersemangat.”

“bagaimana aku tidak bersemangat. Seorang bidadari akan jalan-jalan denganku.” Dia berucap sambil tertawa renyah kepada Dara. Dara hanya memutarkan bola matanya, dia tidak habis pikir sekarang sahabatnya pandai menggoda.

“apa kau sedang menggodaku sekarang huh?”

“kau boleh menganggapnya seperti itu jika itu yang kau pikirkan.” Dara tertawa lepas mendengar itu keluar dari mulut sahabatnya. Donghae memang selalu bisa membuatnya tertawa lepas.

Jiyong kini kembali menghentikan langkahnya saat mendengar suara tawa khas yang dulu selalu dia dengar keluar dari bibir seorang gadis yang pernah mengisi ruang terdalam dihatinya. Dia mengedarkan pandangannya untuk mencari asal suara tawa tersebut tapi dia tidak menemukan apapun. Tawa itu benar-benar mengingatkannya kepada gadis itu, gadis yang pergi dengan luka karena pengkhianatan yang pernah dia lakukan. Dia kembali merasa bersalah setelah mendengar tawa itu.

Jiyong Pov

Aku yakin bahwa aku mendengar suara tawa Dara, aku sangat yakin aku tidak salah mendengar. Tawa itu begitu khas dan hanya Dara yang memiliki tawa seperti itu. Apakah Dara telah kembali? Apakah aku harus ke rumahnya untuk memastikan? Ya aku harus ke rumahnya besok. Aku harus bertemu dengannya dan meminta maaf kepadanya.

“apa yang sedang kau pikirkan Ji?” tanya Seunghyun hyung yang merasa sedang diacuhkan olehku tapi aku tidak menghiraukannya, aku masih sibuk dengan pikiranku tentang Dara. Aku merindukannya. Aku sangat merindukannya. “kau benar-benar mengacuhkanku ternyata.” Aku dapat mendengar Seunghyun hyung mendengus kesal. Aku masih belum menanggapinya, aku masih memikirkan gadis itu.

“Ya! Hyung apa yang kau lakukan?” teriakku sambil memegangi kepalaku yang dipukul cukup keras oleh tangan kekarnya. Aku memandangnya dengan kesal.

“mwo?” katanya sambil melotot kepadaku.

“jika terjadi sesuatu dengan kepalaku yang berharga.” Kataku sambil mendengus dan memegang kepalaku yang sekarang sedang berdenyut. “aku akan menuntutmu.”

“cihh.” Ujarnya. “jika kepalamu itu memang sangat berharga maka seharusnya kau memiliki otak yang cukup cerdas dan tidak akan melakukan hal bodoh sampai mengkhianati Dara hanya karena kau tergoda oleh rubah itu.” Kata Hyung dengan memasang tampang kesalnya. Aku tahu dia masih sangat marah kepadaku karena perbuatanku yang menyakiti Dara dulu. “Dan kalau kau..” dia diam tidak melanjutkan apa yang dia coba katakan. Dia kemudian memandangku dengan wajah menyesal. “mian.” Ujarnya. “aku tidak bermaksud mengatakan itu.” Aku tersenyum kecut kepadanya, bukan karena aku marah atau tersinggung dengan apa yang dia katakan tadi tapi karena aku tahu bahwa apa yang Hyung katakan memang benar. Aku memang pria brengsek bodoh yang telah menyakiti gadis terbaik yang pernah aku kenal hanya karna seorang wanita yang bahkan tidak aku cintai. Aku berdiri dari tempatku kemudian berjalan keluar untuk mencari udara segar. Perkataan Hyung tadi berhasil memukulku telak.

Sebuah pemandangan yang menampakan hamparan bunga dandelion membuat Dara memandang dengan takjub. Dia tidak menyangka bahwa bunga ini akan tumbuh dengan baik. Dia tersenyum melihat semua keindahan yang ada disekitarnya, namun senyumnya kembali memudar ketika potongan adegan di masa lalu kembali melintasi kepalanya. Dia memandang kesekeliling dan bertanya kepada diri sendiri kenapa dia bisa sampai ke tempat ini. Tanpa dia sadari kakinya terus melangkah ke tempat ini. Tempat yang menyimpan sejuta kenangan dengan orang yang dulu begitu dicintainya, tempat yang akan selalu mengingatkannya kepada Kwon Jiyong.

Flashback

“Ji.” Ujar seorang gadis cantik dengan lembut. “kemarilah.” Dia menggerakan tangannya kepada seorang pemuda tampan, memberikan isyarat untuk mendekat.“lihatlah.” Katanya sambil mengedarkan seluruh pandangannya ke depan sebuah bukit. “bukankah ini bunga dandelion?” tanyanya. “ini sepertinya baru ditanam. Aku yakin seseorang telah menanamnya.” Dia tersenyum sangat cantik. “siapa orang yang begitu rajin menanamnya disini?” tanyanya kemudian, pemuda bernama kwon Jiyong itu hanya tersenyum menanggapi pertanyaan gadisnya. “kenapa kau tersenyum?”

“aku hanya ingin tersenyum.” jawabnya, dia tidak mengerti kenapa gadisnya begitu menyukai bunga ini. “apa kau ingin tahu siapa orang bodoh yang rela menaiki bukit yang jauh ini hanya untuk menanam bunga-bunga itu?” tanyanya yang dibalas anggukan oleh kekasihnya. “orang bodoh itu adalah aku.” Katanya kemudian tersenyum. “aku adalah orang bodoh yang rela menanam ini semua demi kekasihku yang sangat menyukai bunga ini.” Kekasihnya membulatkan mata juga mulutnya. Tidak percaya dengan apa yang baru saja dia dengar. Jiyong tersenyum melihat ekspresi yang di keluarkan oleh gadisnya. “apa usahaku hanya mendapatkan respon seperti itu?” ucapnya pura-pura sedih. Dara langsung merangkulkan tangannya kepada tubuh Jiyong, dia begitu bahagia dan tersanjung dengan apa yang telah dilakukan kekasih yang paling dia cintai ini, dia mendekatkan wajahnya kepada wajah lelaki tampan di hadapannya kemudian memberi kecupan singkat yang membuat pria itu tersenyum menggoda.

“aku tidak tahu kau bisa seromantis ini Ji.” Ujarnya kemudian memeluk erat kekasihnya dan tanpa sadar dia mengalirkan setetes air mata karena begitu bahagia dengan apa yang Jiyong lakukan.

“hei.” Ujar Jiyong setelah melepas pelukan Dara. “kenapa kau menangis?” tanyanya sedikit khawatir. dia mengangkat tangannya kemudian menghapus lembut air mata yang telah mengalir di wajah cantik kekasihnya. Dia tidak ingin melihat Dara menangis, ini sangat membuatnya sakit.

“aku menangis karena begitu bahagia.” Balasnya. “aku tidak menyangka bahwa kau bisa melakukan hal seperti ini untukku.”

“apa kau menyukainya?” tanyanya yang dibalas anggukan antusias oleh Dara. “jika kau begitu menyukainya aku harap kau akan merawatnya sampai bunga ini tumbuh menjadi bunga yang indah, bunga yang cantik sepertimu.”

“aku pasti akan melakukannya.” ucap Dara dengan lembut. “Anni.” Dia kemudian menggelengkan kepalanya dengan kuat. “kita berdua akan melakukannya.” sambungnya kemudian mengambil tangan Jiyong yang menggantung lalu menautkan pada tangannya sendiri.

Flashback End

Sandara memejamkan matanya cukup lama, kenangan akan Jiyong kembali merasuki pikirannya membuatnya mau tidak mau kembali mengingat kebahagian sekaligus luka yang telah ditorehkan oleh mantan kekasihnya itu. Dia kemudian menangis terisak, tidak sanggup lagi menahan semua perasaan yang bercampur aduk. Disaat yang sama dia sangat membenci dan mencintai Jiyong. Dia merindukannya, teramat sangat rindu tapi disisi lain dia tidak ingin kembali lagi bertemu dengan Jiyong, dia tidak sanggup. Gadis itu kembali membuka matanya lalu menghapus air mata yang sudah mengering di pipinya. Dia kembali ke Korea bukan untuk mengenang lukanya, dia kembali karena orangtuanya sangat merindukannya. Dia tidak bisa terlihat rapuh lagi dihadapan orang-orang yang menyayanginya. Dia bangkit kemudian pergi dari bukit itu. Dan berjanji tidak akan lagi menginjak tempat itu.

Ditempat lain kini seorang pria sedang duduk di hadapan seorang bartender disebuah bar mahal, mencari udara yang dia maksud adalah dengan cara minum minuman beralkohol yang setidaknya bisa sedikit membantunya untuk melupakan lukanya dan rasa bersalahnya walaupun untuk sejenak. Bar ini sudah menjadi tempat langganan sejak dulu, jauh sebelum gadisnya memutuskan untuk pergi menyerah dengan hubungan mereka. Semua orang selalu menyalahkannya selama ini karena dia membuat wanita paling berharga itu pergi. Dia menyadari itu, dia sadar dan sangat tahu bahwa apa yang dia lakukan terlalu salah hingga sangat wajar jika pada akhirnya gadisnya tidak ingin bertemu dengannya lagi, dan pergi kebelahan dunia lain tanpa memberitahunya sama sekali.

Flashback

Sandara sedang berjalan menyusuri koridor kampus sambil membawa kotak makan siang yang dia buat khusus untuk kekasihnya Jiyong. Jiyong sangat menyukai makanan yang dibuat olehnya. Dia bersenandung selama perjalanan, namun langkahnya terhenti saat mendengar suara kekasihnya yang sedang berbincang bersama dua orang lain, Dara menebak itu adalah Yongbae dan Daesung. Dia berjalan pelan kearah ruangan dimana Jiyong kini berada dan menempelkan telinganya pada pintu dan mengintip dari balik pintu yang sedikit terbuka.

“lalu kenapa kau menempel terus pada Jessica tadi malam?” Dara yakin bahwa yang dia dengar sekarang adalah suara Yongbae.

“omong kosong macam apa itu?” Dia tersenyum saat mendengar suara kekasihnya. “aku tidak menempel kepadanya.”

“kau jangan mengelak.” Ujar Yongbae lagi. “aku jelas melihatmu dengannya tadi malam. Kalian begitu lengket seperti permen karet yang menempel pada rambut.” Dara mengerutkan kening setelah mendengar apa yang Yongbae katakan.

“aku mencium sesuatu yang mencurigakan.” Dara kini melihat Daesung yang bicara. “jujurlah kepada kami Hyung.”

“baiklah.” Dia melihat kekasihnya bersuara. “baiklah aku mengaku. Aku memang bersama Jessica tadi malam.” Tenggorokan Dara tercekat. Kakinya mundur satu langkah ke belakang.

“lalu apa saja yang kau lakukan dengannya?” Dara mendengar suara Yongbae lagi. “apa Dara tahu?”

“tentu saja dia tidak tahu.” suara Jiyong lagi. “apa aku sudah gila hingga harus memberitahunya?”

“memangnya kau melakukan apa dengan perempuan rubah itu?” Dara kembali memfokuskan telinganya. Dia ingin tahu apa yang sedang terjadi antara kekasihnya dan perempuan bernama Jessica yang daritadi disebut oleh Yongbae.

“aku tidur dengannya.” Dara memejamkan matanya. Tangannya kini menggenggam erat kotak makan siang yang sedang dia pegang sampai kuku-kuku jarinya memutih.

“mwo?” yongbae dan Daesung berteriak bersamaan. “apa kau gila? Apa kau sedang mengkhianati Dara huh?” suara Yongbae terdengar kesal.

“jangan salahkan aku.” Dara kembali mendengar suara Jiyong. “aku tidak mengkhianatinya, aku hanya bersenang-senang dengan gadis itu karena Dara sama sekali tidak membiarkan aku menyentuh tubuhnya.” Kaki Dara melemas, pandangannya mengabur karena air mata yang sudah menggumpal dikedua matanya dan tanpa sadar kini dia menjatuhkan kotak makan siang yang tadi dia pegang, dan beberapa detik kemudian tubuhnya ambruk ke lantai menghasilkan suara bruk yang sangat keras. Ketiga pria yang tadi sedang berbicarapun langsung berlari ke arah suara itu.

Pintu ruangan itu kini telah terbuka, Jiyong membelalakan matanya saat menyadari kekasihnya kini telah ambruk di depan pintu. Butuh beberapa detik baginya untuk sadar bahwa Dara pasti sudah mendengar percakapannya bersama Yongbae dan Daesung barusan.

“Dee.” Ujarnya pelan kemudian mendekat untuk membantu gadisnya berdiri.

“hajima.” Ucap gadis itu pelan membuat Jiyong berhenti sejenak, namun beberapa detik kemudian dia kembali melangkahkan kakinya “jangan mendekat kepadaku.” jerit gadis itu membuat Jiyong mematung. Yongbae dan Daesung bergegas mendekat kepada Sandara kemudian membantunya berdiri. Tubuhnya kini sudah kembali berdiri dengan tegak, Yongbae memberikan kotak makan siang miliknya yang tadi terjatuh. Dia mengambilnya kemudian menatap Jiyong dengan berbagai macam emosi yang ditunjukkan mata hazelnya. Jiyong bersumpah bahwa mata yang selalu memberikan kesejukan itu kini menatapnya dengan dingin, sorot matanya berubah sendu, dan Jiyong yakin mata itu menunjukkan kesedihan dan kecewa yang mendalam. Tanpa berkata sepatahpun Dara membalikkan badannya kemudian berjalan menjauh dari tempat kekasihnya sekarang berdiri. Dia berjanji untuk tidak menangis dihadapannya tapi walaupun begitu air mata tetap mengalir di kedua pipi cantiknya.

Jiyong mematung di tempatnya berdiri, dia ingin mengejar kekasihnya dan menjelaskan semuanya, tapi apa yang perlu dia jelaskan lagi? karena Dara sudah mendengar semuanya, Dara mendengar dari mulutnya sendiri.Jiyong melihat Dara membuang kotak makan siang yang tadi dia bawa ke dalam tempat sampah yang dia lewati, Jiyong yakin kotak makan siang itu untuknya. Kakinya sangat berat untuk digerakkan jadi dia hanya mampu melihat punggung kekasihnya yang kini berjalan semakin menjauh hingga akhirnya menghilang. Dia mendesah sangat keras sambil kakinya menendang tembok yang ada di depannya, dia memejamkan matanya dan menyesali kebodohan yang telah dia lakukan hingga membuat gadisnya bersedih.

Flashback End

Masa lalu selalu punya caranya sendiri untuk mengejutkanmu. Dia datang tanpa pertanda dan tanpa pernah dibayangkan sebelumnya. Sama seperti takdir yang seolah mempermainkan hati kita disaat yang sedang tidak tepat. Itulah yang kini dirasakan oleh Sandara Park saat mendapati pria dari masa lalunya kini berdiri di hadapannya. Pria yang dulu sangat dia percaya. Pria yang pernah mengajarkan manisnya cinta dan mengajarkan pahitnya pengkhianatan. Dia kini berdiri di hadapannya dengan tatapan penuh emosi. Senyumnya dia sunggingkan membuat wajah sempurnanya terlihat lebih menawan. Dia masih sama seperti dulu, tidak ada yang berubah dari fisik pria itu, batin Dara. Yang berubah hanyalah Dara tidak lagi mempercayai pria itu. Dara mengerjapkan matanya berkali-kali, berharap apa yang kini dia lihat hanyalah ilusinya saja namun setiap kali dia membuka mata pria itu masih berdiri dihadapannya.

“apa kabar?” Dara mendengarnya lagi. Suara yang lebih dari tiga tahun tidak pernah dia dengar lagi.

“Ji…” ucapnya terbata.

“Dara, siapa yang bertamu?” teriak ibunya dari dalam rumah.

“seorang teman lama.” Teriaknya kepada ibunya, dia masih melihat takjub kepada pria itu.

“kenapa kau tidak menyuruhnya masuk?” Dara mendengar suara ibunya yang semakin mendekat. Sejurus kemudian dia merasakan kehadiran ibunya tepat dibelakangnya. Dara melihat Jiyong yang sekarang membungkuk untuk memberi hormat kepada ibunya.

“selamat siang bibi.” Ujarnya lembut setelah kembali menegakkan tubuhnya. “bagaimana kabar anda?”

“Jiyong.” ucap ibunya. Tidak bisa dipungkiri bahwa perempuan separuh baya itu sekarang kecewa kepada pria yang dulu menjadi kekasih putri sulungnya. Walaupun dia tidak mengerti dengan masalah yang sebenarnya terjadi antara putrinya dan pria ini, namun tetap saja dia sangat menyalahkan Jiyong karena membuat putrinya terluka begitu dalam hingga memutuskan untuk pergi jauh dari keluarganya. “Dara tolong lihat masakan eomma di dalam.” Ujar ibunya sambil tersenyum. Dara menurut kemudian masuk ke dalam rumah setelah menatap sekali lagi kepada pria yang sangat dia rindukan dan benci di saat yang sama.

Jiyong menatap punggung Dara yang kini meninggalkannya sendiri bersama dengan ibunya. Jiyong paham ibu Dara sengaja menyuruhnya masuk supaya dia tidak terlalu lama menatapnya. Dia paham bahkan terlalu paham bahwa ibu Dara yang dulu sangat menyayanginya kini juga membencinya sebesar Dara membencinya atau bahkan lebih besar dari rasa benci yang Dara punya untuk dirinya.

“untuk apa kau kemari?” tanya perempuan setengah baya itu membuat Jiyong kembali melihatnya. “dara sudah melupakanmu jadi bibi mohon kau jangan lagi datang kesini.”

“bibi.” Ujarnya pelan. “aku merindukan Dara, aku mencintainya, aku ingin meminta maaf dan aku sangat ingin kembali kepadanya.”

“sudahlah.” Kata Ibu Dara. “kau dan Dara sudah tidak mungkin untuk bersatu lagi. barang yang telah pecah tidak mungkin bisa disatukan lagi.”

“bibi aku mohon.” Jiyong mengiba. “biarkan aku sekali saja berbicara dengan Dara.” Sambungnya penuh harap. “sekali saja biarkan aku mengucapkan maaf yang tidak sempat aku ucapkan dulu.”

“bibi mohon.” Jawab Ibu Dara. “pergi dari sini. Jangan buat Dara menangis lagi setelah melihatmu. Dia sudah bahagia. Ada orang lain yang mampu membuatnya bahagia dan kembali tersenyum seperti dulu.” Perempuan separuh baya itu menghembuskan nafas berat karena dipaksa untuk mengingat kembali saat putri sulungnya menangis selama berhari-hari di dalam kamarnya sampai matanya bengkak. Hatinya serasa diremas saat dia mendengar tangisan dari bibir putri yang dia jaga selayaknya seorang putri berharga. “jika kau masih menghormati bibi maka pergilah dan jangan pernah lagi menginjakkan kakimu disini. Jangan lagi menampakkan dirimu di hadapan Dara maupun keluarga kami.” Hati Jiyong sakit saat di paksa untuk melupakan gadisnya. Merasa kedatangannya sia-sia Jiyong kemudian membungkuk dan pergi dari rumah yang dulu sering dia datangi untuk bertemu dengan gadisnya.

Jiyong memandangi pemandangan luas di hadapannya, sebuah padang dandelion yang dulu pernah dia tanam kini terhampar sangat indah, seindah gadis yang menjadi alasannya rela menanam bunga-bunga itu. Dia menghembuskan nafas berat saat mengingat apa yang tadi dia lihat.pagi tadi dia sengaja memarkirkan mobilnya tidak jauh dari kediaman Dara, dia ingin melihat gadisnya itu, dia ingin berbicara lagi dengan gadis yang sangat dia rindukan itu. Dia ingin meminta gadis itu untuk kembali kepadanya, dia akan meminta maaf dan walaupun dia tahu ini sudah sangat terlambat tapi dia tetap ingin mencobanya. Dia tidak akan mendengarkan permintaan dari ibu gadis itu. Dia akan memperjuangkan gadis itu walaupun seluruh dunia mengatakan dia tidak pantas untuk Dewinya. Dan setelah lebih dari satu jam menunggu akhirnya dia melihat Dara keluar dari gerbang rumahnya. Dia tersenyum saat melihat betapa cantiknya gadis itu, dia masih sama seperti dulu, tidak ada yang berubah dari Dewinya, batin Jiyong. namun senyumnya memudar saat melihat seorang pria yang keluar dari gerbang rumah Daradan berjalan beriringan dengan gadisnya. Pria itu merangkul tubuh gadisnya mendekat, kemudian pria itu mendekatkan kepalanya pada telinga Dara dan membisikan sesuatu yang membuat gadisnya tertawa lepas. Tawa yang tidak pernah dia lihat dan dengar lagi sejak hari dia menyakiti gadisnya.

“pabbo!!!” teriaknya. “kau pria brengsek yang sangat bodoh Kwon Jiyong.” teriaknya lagi, dia menyesal. Menyesal karena membiarkan gadisnya tertawa lepas dihadapan pria lain. Dia menyesal karena memberikan kesempatan kepada pria lain untuk memiliki gadisnya. Dia menyesali semua yang pernah dia lakukan, dia menyesal karena dengan begitu mudahnya mengkhianati gadis yang selalu membuatnya bahagia karena nafsu sesaatnya.

Dara terduduk gugup dengan seorang pria yang juga duduk dihadapannya. Dia tidak berharap untuk bertemu dengan pria ini saat dia akan memasuki sebuah coffee shop di dekat rumahnya. Pria ini merupakan sahabat dekat dari pria yang dulu sangat dia cintai. Dia tidak berharap bertemu dengan pria ini bukan karena dia membencinya, tidak sama sekali Dara mengenal pria ini dengan baik dan tidak ada alasan baginya untuk membenci pria ini. Dia hanya tidak ingin kembali mengingat pria itu lagi, pria yang kemarin datang dan berdiri dihadapannya, pria yang membuatnya tidak percayalagi dengan adanya cinta sejati. Pria yang ada di hadapannya akan selalu mengingatkannya kepada pria itu.

“kapan kau pulang?” ujar pria yang bernama Yongbae.

“sudah lebih dari seminggu.” Jawabnya sambil tersenyum.

“kau tahu Dara. Kau pergi tanpa memberitahu kami sama sekali, kau membuat kami merasa bahwa kau tidak menganggap kami penting.” Ujarnya membuat Dara mengingat lagi hari saat dia memutuskan pergi ke negara lain untuk melupakan kekasihnya. Dia tidak memberitahu siapapun termasuk sahabat-sahabatnya sendiri.

“maafkan aku.” Jawabnya. “kau tahu kondisiku saat itu.” Ujarnya kemudian tidak ada lagi tanggapan dari pria yang duduk dihadapannya sehingga yang terdengar kini hanya alunan lagu yang diputar di cafe itu.

“Dara aku tahu kau terluka. Dan aku juga tahu Jiyong memang salah” Ujar pria itu setelah keheningan yang cukup lama diantara mereka. “tapi Jiyong sama terlukanya seperti dirimu.” Inilah yang dia takutkan, dia tahu bahwa nama pria itu pasti akan kembali disebut. “dia hancur saat kau pergi.”

“yongbae-ah.” Ujarnya dengan suara bergetar. “aku bersedia duduk disini denganmu bukan untuk membahas tentang Jiyong.”

“aku hanya ingin memberitahumu.” Ujar pria itu lagi. “aku tahu kau belum bisa melupakannya.” Sambungnya. “caramu menyebut namanya masih sama seperti dulu.” Gadis itu diam kemudian mengambil cangkir kopi yang ada dihadapannya dengan kedua tangan. “aku tahu kau sangat merindukannya. Dan dia juga sangat merindukanmu.” Dia merindukanku? Batin Dara. Ada rasa yang menggelitik hatinya saat mendengar itu, ada rasa kesal bercampur senang.

Jiyong kembali lagi mengunjungi bar langganannya, sudah empat hari berturut-turut dia datang kesini. Minum sampai lupa akan semua kekalutannya kemudian tertidur di apartemnnya dengan keadaan setengah sadar. Namun yang disesalkannya adalah sebanyak apapun dia meminum semua minuman terkutuk itu toh tetap saja saat dia bangun dia akan tetap mengingat kesakitannya, mengingat Dara dan semua luka yang telah di torehkannya pada hati gadis itu. Kini Yongbae duduk di sampingnya, sudah berhari-hari sahabatnya ini mengikuti dirinya kemanapun Jiyong melangkahkan kaki.

“bukankah ini sangat terlihat klise?” ujar Yongbae yang melihat Jiyong terus menuangkan margarita untuk kesekian kalinya pada gelas kecil dihadapannya lalu menenggaknya dan mengulangnya terus. Jiyong sudah sedikit mabuk. “jika kau sangat merindukan Dara maka datangi dia, bukannya mabuk-mabukan seperti ini.” Ujar Yongbae lagi yang sama sekali tidak dihiraukan oleh Jiyong. “Ya Kwon Jiyong! apa kau tidak mendengarku?” Yongbae mendengus kesal kepada sahabatnya itu kemudian dia mengambil ponselnya dan segera mencari kontak seorang wanita yang tempo hari dia temui secara tidak sengaja di sebuah coffee shop.

Sandara kini sedang berjalan mondar mandir di dalam kamarnya sendiri. Dia berjalan dengan gelisah setelah mendapat pesan dari Yongbae. Awalnya dia tidak ingin menghiraukan pesan itu namun hatinya sama sekali tidak bisa diajak kompromi karena akhirnya dia malah menjadi khawatir. Di satu sisi dia sangat ingin menemui Jiyong namun di sisi lain hatinya masih belum sanggup untuk melihat pria itu lagi. Dara masih tidak sanggup untuk tidak terluka saat melihat sosok pria itu. Hatinya terus berdebat tentang apa yang dia ingin lakukan sekarang. Karna jika dia beranjak dari tempatnya sekarang itu berarti dia harus siap untuk memaafkan kesalahan yang tidak termaafkan yang pernah Jiyong lakukan dulu. Namun jika Dara masih tetap disini maka dia takut akan menyesal, karena dia tidak bisa memungkiri bahwa Jiyong masih bersemayan di hatinya yang terdalam, nama Jiyong masih terukir disana. Dia masih menjadi pria yang menjadi tokoh utama dihatinya, pria yang pernah dia impikan untuk menjadi masa depannya. Dia mendesah kesal kepada dirinya sendiri karena masih bimbang dengan hal ini. Dia kemudian duduk di tepi ranjangnya dan memejamkan mata sebentar untuk menenangkan pikirannya dan sedetik kemudian dia membuka matanya lalu mengambil mantel tebal di dalam lemari dan segera berlari keluar.

Kini Yongbae sedang kepayahan karna harus menyeret tubuh Jiyong yang sudah sangat mabuk. Dia mendengus kesal kepada sahabatnya itu karna dia terpaksa harus mengabaikan kekasihnya sendiri yang sedang menunggu di apartemen miliknya hanya untuk menemani sahabat yang menurutnya sangat brengsek karna membuat kekasihnya sendiri pergi dengan mudahnya. Dia takut sesuatu yang buruk akan Jiyong lakukan jika dia terus seperti ini, oleh karena itu Yongbae selalu mengekor kemanapun Jiyong pergi.

“lepaskan aku.” Teriak Jiyong dengan suara paraunya. “aku masih ingin minum.”

“ya!” teriak Yongbae. “berapa banyakpun botol yang kau minum tidak akan merubah keadaan. Dara tidak akan kembali hanya dengan kau mabuk seperti ini.” Ujar Yongbae kesal kemudian mendorong sahabatnya hingga jatuh di tanah. “mabuk seperti ini tidak akan membuat lukamu sembuh Kwon Jiyong. jadi tolong sadarlah.” Dia kembali mendesah kesal karena menahan amarahnya. “lukamu bisa sembuh hanya jika kau sudah mati.”

“kalau begitu bunuh saja aku.” Teriak lelaki itu. “bunuh saja aku supaya aku tidak harus merasakan kesakitan seperti ini lagi.” Dia mulai terisak. “aku sudah tidak kuat. aku ingin mati saja jika Dara tidak ingin kembali kepadaku.” teriaknya lagi kini sambil menangis karena perasaan bersalah dan rindu kepada gadis yang terlalu dia cintai. Yongbae melihat sahabatnya dengan prihatin. Dia tidak tahu harus melakukan apa untuk membantu sahabatnya ini. Dia sudah memberitahu Dara tentang kesakitan yang Jiyong rasakan saat dia mulai pergi. Tapi hati Dara tetap tidak tergerak untuk memaafkan sahabatnya ini. Dia tidak bisa menyalahkan Dara, karna dia sangat paham bahwa Dara bersikap seperti itu karena ulah dari sahabatnya sendiri.

Jiyong menangis dalam diam, air matanya sudah tidak bisa dia tahan. Rasa sakit yang terus menggerogoti hatinya sejak Dara meninggalkannya karena kesalahan dan kebodohan yang dia lakukan kini sudah tidak bisa lagi dia tahan terlebih saat dia bertemu dengan gadisnya lagi, rasa bersalahnya semakin membesar dan menyebar keseluruh tubuhnya. Dia ingin mati untuk bisa menghempaskan kesakitannya. Dia tidak sanggup hidup dengan mengetahui bahwa gadis itu sangat membencinya. Dia mendesah kemudian memalingkan wajahnya ke kanan, dia tidak ingin sahabatnya yang sedang berdiri dihadapannya melihat dia yang sangat lemah seperti ini. Namun saat dia memalingkan wajahnya kemudian memandang lurus ke depan dia melihat disana berdiri seseorang, sosok yang sangat dia kenal. Dia mengerjapkan matanya berkali-kali takut jika yang dia lihat tadi hanyalah halusinasinya yang ditumbulkan oleh minuman yang terlalu banyak dia tenggak. Namun saat dia membuka matanya sosok itu masih berdiri disana.Seseorang yang sangat dia cintai dan rindukan kini sedang berdiri dibawah sebuah pohon di pinggir jalan. Gadis itu sedang melihatnya, dia tidak bisa melihat sorot mata gadis itu karna terhalang oleh kegelapan. Dia bangkit berdiri dengan susah payah, tubuhnya lemas karna semua minuman fermentasi yang tadi dia minum untuk membunuh rasa sakitnya. Dia berjalan terseok-seok mendekati gadisnya itu. Dia terus mendekat hingga mampu mencium aroma dari gadisnya, aroma yang sangat dia rindukan. “ini memang kau.” Ujarnya lembut. “Aku bisa bernafas sekarang.” Ujarnya lirih saat telah berhasil berdiri di hadapan dewinya. “aku bisa hidup sekarang karna kau ada disini.” Sambungnya kemudian memeluk gadis yang sangat dia rindukan. Dia memang masih mabuk, tapi gadis yang sekarang berada di hadapannya seribu kali lebih memabukkan. Dia mendekapnya sangat erat, dia mendekap gadis itu lebih erat dari yang pernah dia lakukan sebelumnya. Dia tidak ingin gadis itu pergi lagi, dia tidak akan membiarkan itu terjadi lagi.

“kenapa kau seperti ini?” tanya lembut gadis yang sekarang ada di dalam pelukannya. Suaranya sarat akan kekhawatiran.Jiyong bahagia karena akhirnya mendengar lagi suara renyah itu. Suara yang selalu mampu menenangkannya dulu.

“kau pergi. Kau meninggalkanku Dee, bagaimana aku tidak kacau?” Dia merasakan tubuh wanitanya bergetar. Dia mendengar suara isakan yang keluar dari bibir gadis itu. Dia sakit, hatinya seakan ditimpa berton-ton batu saat dia mendengar tangisan keluar dari bibir gadis yang selalu ingin dia lindungi. Dan dia marah kepada dirinya sendiri karena dia adalah alasan utama gadis itu menangis sekarang. “maafkan aku.” Ujarnya lirih. “aku mencintaimu, sangat mencintaimu. Aku menyesal atas semua kebodohanku yang telah membuatmu sangat terluka. Aku minta maaf.” Dia mengeratkan dekapannya.

“aku memaafkanmu.” Gadis itu mengatakannya dengan bibir bergetar. “aku memaafkanmu jadi berhentilah mengacaukan dirimu sendiri.” Gadis itu mendorong tubuhnya dengan perlahan, memaksa Jiyong untuk melepaskannya. “aku akan memaafkanmu untuk semua kesalahan yang pernah kau lakukan.” Dara diam sejenak kemudian menghembuskan nafas berat. “tapi aku tidak bisa kembali kepadamu.” Ujarnya tegas sambil menatap tepat ke dalam mata Jiyong.

“Dee.” Desisnya mengiba.

“hanya itu yang bisa aku berikan sekarang Ji.” Air mata mengalir lagi dari kedua matanya. Membuat Jiyong kembali merasakan sakit yang sangat dalam. Dia tidak bisa memaksa Dara untuk kembali kepadanya walaupun itu adalah sesuatu yang sangat dia inginkan sekarang. Dia tidak bisa memaksanya untuk tetap tinggal karena dialah yang membuat gadis itu pergi.

Jiyong mendesah penuh kekecewaan. “baiklah jika itu keputusanmu.”

Dara kemudian memalingkan wajahnya ke arah Yongbae yang sedang berdiri sambil menyandarkan tubuhnya di bawah pohon yang tidak jauh dari tempatnya bersama Jiyong. “Yongbae-ah pulanglah.” Ujarnya pelan. “kembalilah temui kekasihmu. Aku yang akan mengantarkan Jiyong pulang.”

“Gomawo Dara.” Ujar Yongbae. “tapi apakah kau sungguh tidak keberatan?” tanyanya yang dibalas anggukan oleh Dara. Gadis itu menarik tubuh Jiyong mendekat kepada tubuhnya. Dia mampu mencium bau alkohol yang sangat menyengat dari tubuh pria itu.  Sebuah taxi berhenti di hadapan mereka kemudian Dara memapah pria itu masuk ke dalam taxi. Suasana sunyi sangat jelas terasa dalam taxi yang Jiyong dan Dara tumpangi. Dara duduk bersandar pada jendela taxi itu, memandang keluar dari jendela seakan tertarik dengan suasana malam hari kota Seoul. Sedangkan Jiyong yang duduk disebelahnya hanya bisa terus menatap gadisnya dari samping. Dia terus menatap gadis itu, merasakan lagi kehadiran gadis itu disampingnya membuat dia merasa bahagia sekaligus sedih. Karna walaupun gadis itu ada di sampingnya sekarang namun Jiyong sama sekali tidak bisa menyentuh gadis itu. Jiyong seakan melihat Dara dalam wujud CG, yang walaupun dia ada bersamanya namun gadis itu seolah tidak ada. Masih ada jurang yang sangat dalam yang membatasi mereka meskipun Dara mengatakan dia telah memaafkannya.

Setelah keluar dari dalam taxi Dara kemudian memapah lagi pria itu sampai ke dalam apartemen Jiyong karna walaupun kesadarannya sudah sedikit pulih namun tubuh Jiyong masih lemas, dia masih tidak bisa berdiri dengan tegap apalagi untuk berjalan. Dara membaringkan tubuh Jiyong di tempat tidur. Dia melepas sepatu yang Jiyong kenakan kemudian menarik selimbut untuk pria yang masih dicintainya itu. Dan saat Dara akan berdiri untuk pulang tiba-tiba saja dia merasakan tangan kekar Jiyong memegang lengannya, menahannya untuk pergi kemudian menariknya sedikit keras hingga membuatnya berbaring di tempat tidur yang sama dengan pria itu. Posisinya membelakangi Jiyong yang dia yakin sekarang sedang berbaring miring. Dia diam tidak bergerak, kemudian air mata keluar lagi dari dalam matanya. Dia menangis lagi, dia menangis terisak karena sama sekali tidak mampu membendung rasa sakit yang telah membuncah di dadanya.

Jiyong melihat punggung gadisnya kembali bergetar, walaupun Jiyong tidak mendengar tangis keluar dari bibir gadisnya tapi Jiyong yakin kini Dara sedang menangis tanpa suara. Dia kembali merasakan sakit saat mengetahui itu. Dia sama sekali tidak menyangka bahwa dia telah menyakiti gadisnya begitu dalam. Dara sangat terluka dan itu membuatnya kembali merasa bersalah. Jiyong menarik tubuh gadis itu mendekat, lalu memeluknya dari belakang. Dara memang menangis karna sekarang Jiyong mampu mendengar isakan menyakitkan yang Dara keluarkan. Dia memeluknya lebih erat berusaha menenangkan gadisnya. “mianhae Dee.” Bisiknya lembut di telinga gadis itu. “mianhae karna membuatmu menangis seperti ini.” Ucapnya lagi sarat akan penyesalan. Selama beberapa menit dia mempertahankan posisinya ini sambil sesekali membelai rambut gadis itu. Dara sudah berhenti menangis dan sekarang yang terdengar hanya hembusan nafas teratur dari gadisnya, Dara jatuh tertidur di pelukannya. Dia melepaskan pelukannya dengan perlahan takut membuat wanitanya terbangun. Dia kemudian bangkit berdiri dari tempatnya dan kemudian melepaskan sepatu yang dikenakan oleh Dara kemudian dia menarik selimbut sampai dada gadis itu, dia tidak ingin gadisnya kedinginan.

Jiyong duduk dilantai didekat tempat tidurnya. Dia menaruh dagunya pada tepian tempat tidurnyadan menghadap pada gadisnya yang kini sedang tertidur lelap. Dia membelai dengan sangat lembut setiap inchi dari wajah Dewinya. Wajah yang sangat dia rindukan. Dia menyingkirkan helaian rambut Dara yang menghalangi wajahnya kemudian memandang dengan penuh rasa puja kepada gadisnya itu. Gadis cantik baik hati yang selalu ceria dihadapannya dulu. Namun sekarang yang dia lihat dari wajah gadis itu adalah kesedihan yang mendalam. Dan itu adalah salahnya karena membuat gadisnya seperti ini. Jiyong terus memandangi gadis itu sampai fajar kembali menyapa dunia.

Jiyong melihat Dara menggeliat dengan malas dibalik selimbut hangat yang menutup sebagian tubuhnya, Dara mengerutkan kelopak matanya karena pancaran sinar matahari yang masuk mengenai wajahnya. Jiyong langsung mengangkat sebelah tangannya berusaha untuk melindungi gadisnya dari sinar matahari sehingga gadisnya bisa kembali melanjutkan tidurnya. Jiyong bertahan dengan posisi itu sampai akhirnya mata Dara terbuka kembali. Dia kembali melihat mata hazel gadisnya yang memandangnya dengan lembut, dan itu berhasil membuat jantungnya kehilangan ritmenya dan tanpa sadar sebuah senyuman tipis menghiasi wajah tampannya.

“apa kau tidak tidur?” Dara menegakkan kembali tubuhnya. “apa kau memandangku semalaman?” tanyanya dengan tatapan yang tidak bisa Jiyong artikan.

“aku merindukanmu Dee.” Kata itu akhirnya keluar dari bibirnya. “aku terus memandangmu karna aku sangat merindukanmu.” Ujarnya lagi. Dara tidak menanggapi perkataan pria itu. Dia menyingkap selimbut yang menutup tubuhnya kemudian bangkit dari tempat tidur Jiyong lalu memakai lagi sepatunya. “Dee.” Ujar Jiyong lagi. “apa kita benar-benar tidak bisa kembali seperti dulu?” pertanyaan Jiyong membuat Dara berhenti dari aktivitasnya. “apa tidak ada kesempatan untukku membuktikan bahwa aku sangat mencintaimu?” tanyanya lagi.

“entahlah.” Balas Dara. “aku mungkin bisa menerimamu lagi. tapi aku tidak yakin orangtuaku akan menerimamu lagi.” Ucapan Dara setidaknya sedikit memberikan angin segar untuk Jiyong. “mereka lebih terluka daripada aku.”

“apa itu artinya kau mau kembali padaku jika orangtuamu setuju?” tanyanya. Dara tidak menanggapi pertanyaan Jiyong. dia kembali sibuk dengan sepatunya. “Dee.” Ucap Jiyong kini sambil duduk tepat di samping Dara. “bantu aku untuk meyakinkan orangtuamu.” Dara mengalihkan pandangannya kepada Jiyong.

“maksudmu?” Dara tidak mengerti dengan apa yang Jiyong katakan.

“biarkan aku dekat lagi denganmu.” Katanya. “aku tidak bisa membuktikan apapun kepadamu dan kepada orangtuamu jika kau masih memasang batas diantara kita.” Bujuknya.

“shiro.” Ujar Dara tegas. “aku masih sakit hati kepadamu. Kesalahanmu sungguh tidak termaafkan Kwon Jiyong. harusnya kau sadar itu.” Ucap Dara sambil berdiri.

“aku tahu itu. Aku tahu aku salah dan aku sangat paham bahwa kau tidak mungkin memaafkan aku dengan begitu mudahnya.” Ujarnya yang masih duduk di tepi ranjang. “tapi kau telah menghukumku selama tiga tahun Dee.” Katanya lagi. “tiga tahun sudah cukup bagiku kehilanganmu.” ucap Jiyong dengan sedih. Dia benar-benar sedih jika mengingat tiga tahun yang dia lalui tanpa Dara. Tiga tahun yang dia lalui tanpa bisa bernafas karna seseorang yang seperti oksigen untuknya pergi meninggalkannya. “aku mohon. Aku tahu kau juga masih mencintaiku.” Dara menangis lagi. air matanya tidak sanggup lagi dia tahan. Dia berjongkok dan menutup wajah cantiknya dengan kedua tangan kemudian kembali terisak membuat Jiyong segera berdiri menghampirinya lalu memeluknya.

“aku terlalu cinta padamu.” Ujar Dara diantara tangisnya. “aku terlalu cinta hingga tidak mampu menghukummu terlalu lama.” Jiyong semakin mengeratkan pelukannya.

“apa itu artinya kau akan kembali kepadaku?” tanya Jiyong yang masih memeluk erat gadisnya. Dia merasakan kepala Dara yang mengangguk. “gomawo.” Bisiknya pada telinga Dara. “gomawo karna kau akhirnya kembali. Aku berjanji tidak akan lagi membuatmu terluka. Aku berjanji hanya akan menghujanimu dengan tawa dan kebahagian.”

“jangan banyak mengoceh.” Ujar Dara. “aku tidak perlu janjimu itu, aku tidak mau mendengar kau mengatakannya. Aku hanya ingin melihat kau melakukannya.”

“arraseo.” Jawab Jiyong kemudian memegang kepala Dara dan membuatnya mendongkak untuk memandang wajahnya. “aku akan melakukannya. akan aku lakukan apapun untuk membuatmu bahagia dan kembali percaya kepadaku.” ujarnya sambil tersenyum kemudian menghapus air mata yang masih keluar dari mata hazel Dewinya. “saranghae Dee.” Ucapnya sangat lembut kemudian kembali memeluk tubuh mungil gadis paling berharganya.

“nado Saranghae Ji.” Balas Dara sambil membalas pelukan hangat pria yang paling dia cintai.

=END=

28 thoughts on “MISSING YOU [Oneshoot]

  1. Aku kira akan sad ending ternyata happy ending
    Walaupun aku kecewa banget sama jiyong Yang mengkhianati dara cuma karena nafsu sesaat,
    tapi aku bersyukur dara mau kembali sama jiyong walaupun sebenarnya itu adalah kesalahan fatal
    Aku gak yakin akan memaafkan jiyong jika aku jadi dara.

    Tapi thor kayanya butuh sequel deh
    Secara orang tua dara masih belum menerima jiyong karena membuat dara sakit terlalu dalam

  2. Honestly, agak sebel Jessica dijadiin semacam cwek murahan :” (she is my bias :”v) but over all aku seneng banget sama ceritanya ^^

Leave a comment