Disguise [Chap. 8]

76851_715168101835790_626252511_n

Author : Zhie

Main Cast : Park Sandara (2ne1), Kwon Jiyong (Bigbang)

Support Cast  : Park Bom (2ne1), Lee Joon (Mblaq) 

Genre : Drama, Hurt

Length : Chapter

Rating : PG-13

Annyeong. Zhie di sini ^^, lama tak bersua… akhirnya bisa ngepost ff pribadi lagi (krna akhir2 ini nongol cuma ngepost-kan ff yg masuk 😛 ), setelah hampir setahun akhirnya bisa lanjutin ne FF. Untuk awal ada ‘Disguise’, moga ini bisa menghibur ya. Happy Reading, Ne!. >.<

~~~

Jiyong Pov

‘Aku… menyukai hujan.’

‘Ne, aku juga.’

‘Kalau begitu- mau mendengar lagu tentang hujan?’

Argh!!! Ada apa denganku? Mengapa aku terus memikirkannya? Apa yang salah? Hye Min- Jung Hye Min. Aku merasakan sesuatu yang aneh setiap kali ia menatapku bahkan suaranya pun terasa tak asing di telingaku. Sebenarnya siapa dia, hah?

Berulang kali aku mendesah dan memijat pelipisku pelan. Aku seperti lelaki brengsek sekarang, memikirkan wanita lain di saat kini aku tengah bersama kekasihku. Dara.

“Ya! Apa yang kau pikirkan, Ji? Kau lebih terlihat diam… apa kau sakit?” tanyanya kemudian hendak memegang keningku, tapi dengan cepat aku meraih tangannya- menggenggamnya lembut.

“Anio. Aku baik-baik saja.” jawabku dengan tersenyum untuk meyakinkan.

“Ah. Benarkah?” Dara kembali memastikan, aku pun mengangguk. “Baiklah, kalau begitu… apa yang mau kau pesan sekarang?” tanyanya sambil melihat daftar menu yang ia pegang. Kami tengah berada di sebuah cafe pinggir jalan daerah Heungdo, sebenarnya ini sudah kesekian kalinya aku membawa Dara ke sini setelah kecelakaan itu… tapi sepertinya ini juga menjadi salah satu tempat yang ia lupakan.

Dulu, sebelum kecelakaan itu. Kami berdua sering pergi ke cafe ini untuk merayakan apapun yang perlu kami rayakan, bukan hanya hari jadi kami tapi juga hari bila kami merasa bahagia. Entah itu karena hasil ujian yang memuaskan atau hanya karena ia berhasil mendapatkan tiket masuk pameran secara gratis, dan di sudut cafe ini terdapat sebuah dinding di mana kita dapat menuliskan tentang apa yang kita rasakan hari itu atau sesuatu yang ingin kita curahkan melalui lembaran kertas memo. Dara pasti akan memaksaku untuk menuliskan sesuatu dan kadang itu juga membuatku kesal- itu kekanak-kanakan, benarkan? … tapi sekarang- aku merindukannya.

“Jiyong.”

“Ah. Ne?” Aku kembali tersadar.

“Omo. Ada apa denganmu, hah?” Dara menatapku heran.

“Anio. Jadi… apa yang ingin kau pesan?” tanyaku cepat mengalihkan pembicaraan, sesaat ia pun mendesah dan tak lagi melihatku. Ia kembali fokus dengan daftar menunya…

Dara, Dara… Dara?

Sigh.

Aku bahkan kini tak lagi mengerti, mengapa hatiku seolah ragu dan menanyakan tentang dirinya… padahal telah terjawab dengan jelas… dia berada di hadapanku sekarang, dan aku meyakini dia akan selalu setia denganku- di sisiku- selamanya.

Jadi… aku tak seharusnya ragu dan memikirkan yang lain, kan???

~~~

Sementara itu di kediaman Lee Joon…

Dara bersiap-siap untuk pergi, ia keluar dari kamarnya… menuruni tangga, dan mendapati Joon tengah berada di ruang tengah asik dengan buku dan secangkir coklat panasnya.

“Kau mau pergi?” tanya Joon saat melihatnya, Dara pun mengangguk mendekatinya.

“Aku ingin mencari sesuatu, sesuatu yang dapat kugunakan di waktu senggang.”

“Mwo? Apa itu?”

“Kuas dan kanvas, aku mulai merasa membutuhkannya sekarang.”

“Ah. Pergilah dengan Han Ahjussi atau kau mau aku menemanimu?”

“Anio. Aku akan pergi sendiri.” jawab Dara cepat.

“Ya! Ini sudah cukup larut, Dara.” ucap Joon kemudian, tapi Dara tetap bersikeras dengan kemauannya.

“Tenanglah, aku akan baik-baik saja… itu dekat Joon. Lagi pula aku bukan seorang anak kecil. Aku janji akan segera pulang, ne.” ucap Dara kali ini setengah memohon, Joon pun mendesah… ia kembali kalah bila dengannya.

“Aigo. Baiklah. Pergilah sekarang juga, dan segera pulang. Ne? Bila dalam waktu 2 jam kau tidak juga kembali, aku akan membuat laporan kehilangan dan meminta polisi mengerahkan anjing pelacak untuk mencarimu. Araesso?” Joon mengatakannya tegas, Dara pun meringis tapi sigap mengangguk.

“Araesso, Joon ahjussi.”  jawab Dara cepat segera pergi dari ruang tengah itu.

“YA! Siapa yang kau panggil ahjussi, Sandara?” Pekik Joon tak terima, “Ais. Dasar.” gumamnya saat melihat Dara yang telah keluar dari pintu gerbang melalui jendela yang berada di ruang tengah. ‘Apa dia akan baik-baik saja?’

~~~

Dara Pov

Aku baru saja turun dari bus yang membawaku ke pusat kota Heungdo, di mana di sepanjang kanan dan kiri jalan terdapat pusat-pusat perbelanjaan dan beberapa cafe yang selalu ramai. Kutelusuri jalanan yang tetap ramai walaupun hujan yang sebelumnya turun, kini menyisakan hawa dingin yang menusuk tulang… kurapatkan jaket tebalku.

Ah. Sudah lama.

Yah… ini pertama kalinya aku kembali menginjakkan kaki di sini setelah apa yang semuanya terjadi. Tempat ini, tempat favoritku dan Jiyong untuk berkencan… tempat dimana kami menghabiskan waktu hanya berdua.

Jiyong. Aku benar-benar merindukanmu.

Tanpa sadar aku menyunggingkan senyumku saat teringat masa-masa itu, masa dimana aku benar-benar  merasakan apa itu kebahagiaan… dan masa dimana aku dapat menganggap bahwa hidupku telah sempurna.

Tapi kini-

Deg

Aku masih saja terkejut dengan hanya melihat pantulan diriku di kaca toko. Seketika senyumku menghilang, kembali pada kenyataan… sekarang telah jauh berbeda. Wajahku, hidupku, kebahagiaanku telah berubah dengan seiring berjalannya waktu.

Kadang aku bertanya pada Tuhan, apa yang ia inginkan saat memberikanku kesempatan hidup jika harus kulalui seperti ini. Aku bukannya tak bersyukur… hanya saja- tidakkah ini terlalu berat???

~~~

Bom sesekali mengamati Jiyong, ia merasa ada yang sedikit berbeda dengannya hari ini. Jiyong tak jarang terlarut dalam lamunan hingga mengabaikannya. Apa yang sebenarnya dia pikirkan? batin Bom, menyeruput vanila latte nya dengan tenang sebelum akhirnya berdehem untuk mencari perhatian Jiyong yang sedari tadi hanya mengaduk-aduk kopi panasnya tanpa meminumnya.

“Katakan padaku. Apa sebenarnya yang mengganggu pikiranmu sekarang? Kau benar-benar tak seperti biasanya, Ji.” sungut Bom membuat Jiyong menghela nafas panjang. Jiyong berpikir ia tak seharusnya menyembunyikan apapun, selama mereka menjalin hubungan ia tak pernah sekalipun berbohong atau menyimpan sesuatu dari wanitanya. Tapi kali ini… haruskah ia memberitahunya? Memberitahu bila ada gadis lain yang memenuhi pikirannya sekarang. Bukankah itu akan menyakitinya? Jiyong kembali melihat wanita yang kini juga tengah melihatnya- menunggu jawaban. Jiyong pun menyunggingkan senyumnya.

“Ani. Gwaenchana. Aku hanya terlalu lelah dengan tugas-tugas yang menumpuk.” jawabnya berbohong, yah… kebohongan pertama yang Jiyong buat. Jiyong pun tak mengerti untuk apa ia berbohong, di saat ia sendiri dapat memastikan bahwa itu seharusnya tak berarti apa-apa.

“Ah. Benarkah?” Bom terlihat tak puas, ia pun akan kembali bertanya saat tiba-tiba ponselnya berbunyi. “Eomma… ne, aku masih dengan Jiyong. Haruskah aku pulang sekarang? Ah. Araesso. Aku akan segera datang. Ne.”

“Wae?”

“Eomma Hanbyul datang sebentar untuk berkunjung dan menjenguknya, kau tahukan beberapa hari ini ia demam. Aku rasa itu karena ia sangat merindukan Eommanya… tapi sayang Eommanya begitu sibuk hingga ia tak bisa berlama-lama dan ingin melihatku sebelum pergi. Jadi aku harus pulang sekarang.”

“Ah. Tapi aku masih harus mampir ke perpustakaan untuk mencari buku sebagai bahan refrensi… aku tak bisa mengantarmu pulang, Dara.”

“Ne… tidak masalah, aku akan pulang sendiri Ji. Tidak usah cemas, hanya pastikan besok kau datang untuk sarapan pagi seperti biasa. Oke.”

“Oke. Karena jika aku tak datang, calon ibu mertuaku akan seharian menelpon dan menanyakan keadaanku.”

“Ne… itu karena dia sangat menyayangimu. Kalau begitu aku pergi ne.”

~~~

Kini Dara tengah terhenti di sebuah toko yang ia tuju. Toko yang lengkap menyediakan alat-alat lukis dan lainnya. Segera ia membeli apa yang ia butuhkan. Itu akan benar-benar membantunya untuk melepaskan kepenatan ataupun sekedar membunuh rasa bosan.

“Omo. Aku membeli cukup banyak malam ini.” ucapnya saat menyadari kantong belanjaan yang ia bawa dan sebuah kanvas yang ia pegang.

Dara kembali menyusuri jalan Heungdo, dan kali ini langkahnya terhenti pada sebuah cafe yang sangat familiar untuknya. Senyum tipis pun terukir jelas di wajahnya, Selamat datang kembali di tempat penuh kenangan ini, Dara. batinnya seakan mengingatkan. Ia pun segera menuju konter untuk memesan, dan seseorang yang cukup akrab menyambutnya.

“Selamat malam nona, apa ada yang ingin anda pesan?” tanyanya ramah seperti biasa.

“Ah. Ne… satu matcha vanilla smoothies.” jawab Dara cepat, karena sudah lama ia tak meminum minuman favoritnya itu. Minuman yang biasa disajikan dalam keadaan dingin dengan campuran antara buah pisang, susu almond, teh bubuk green tea dan juga ekstrak vanilla beserta madu… ia sangat menyukainya, walaupun itu lebih tepat dinikmati pada cuaca panas tapi Dara selalu memesannya. Pelayan cafe itu terlihat tengah mengamati Dara, membuat Dara membalas tatapannya padanya, “Wae?” tanyanya kemudian, membuat pelayan cafe itu tersadar.

“A…ani, hanya saja… kau memesan sesuatu yang jarang orang lain pesan apalagi disaat cuaca dingin seperti ini. Itu mengingatkanku pada seseorang. Mianhe.”

“Ah. Benarkah?”

“Ne. Tunggulah sebentar aku akan segera menyiapkannya.”

“Ah. Sambil menunggu bisa aku meminta secarik kertas memo. Aku ingin menaruhnya di sana.” ucap Dara, lagi-lagi  membuat pelayan cafe itu melihat lekat ke arahnya.

“Ah. Tentu silahkan.” jawabnya akhirnya menyerahkan sebuah kertas memo pada Dara, Dara pun dengan langkah pasti menuju ke sudut ruangan dan menuliskan sesuatu di kertas memonya- menempelkannya di sana. Tak lama ia kembali dan minumannya telah siap, ia pun segera membayarnya.

“Ini pesananmu, nona.” ucap pelayan cafe itu menyerahkan minuman yang ia pesan.

“Ne. Gomawo, Minzy-ah.” jawab Dara dengan senyuman, dan akhirnya berlalu pergi meninggalkan cafe itu.

.

“Ya. Minzy-ah… kau harus mengisi tissue toilet. Aku pemakai terakhir tadi.” ucap seseorang menghampiri konternya dan itu lagi-lagi mampu menyadarkannya.

“Ah. Jiyong Oppa, ne… aku akan segera mengisinya.” jawab pelayan cafe berambut pendek itu sesekali melihat Dara yang telah berlalu dan menghilang di tikungan jalan.

“Apa yang kau lihat, hah?” tanya Jiyong akhirnya mengikuti arah pandangan yeoja yang dipanggil Minzy itu.

“A… ani.” jawab Minzy cepat.

“Kalau begitu seperti biasa, sebelum aku pergi… berikan aku kertas memo itu.” lanjut Jiyong kemudian, Minzy pun memberikan apa yang ia minta dan sejenak menatapnya.

“Kau tahu oppa… aku heran, mengapa kau tak memberitahu kebiasaan Dara eonni dulu. Ia seperti orang asing sekarang… bahkan ia tak mudah mengingat namaku, walaupun ia selalu ramah tersenyum tapi iai benar-benar tak ingat padaku. Paksalah ia untuk mengingat, Oppa… ini menyakitkan karena kami tak lagi tampak dekat.” ucap Minzy kemudian.

“Ya. Apa maksudmu itu hah? Aku tak ingin memaksanya mengingat sesuatu bila itu dapat memperburuk kondisinya jadi sudahlah. Ini bukan sesuatu yang wajib dia ingat, tenanglah… yang penting ada aku yang selalu mengingatmu.” jawab Jiyong dengan cengerin, membuat Minzy hanya mendengus kesal.

Jiyong dengan langkah santai pun menuju dinding yang telah penuh oleh tumpukan memo warna warni yang menempel, “Ah… lihat, apa yang akan ku tulis hari ini.” gumamnya, sambil mengigit tutup pulpen untuk membukanya, dan seraya mulai menulis dengan menempelkannya tapi sesuatu membuatnya menghentikan goresan pulpennya. Matanya tiba-tiba terhenti dengan secarik kertas memo yang tertempel- menarik perhatiannya.

“Mwo? Apa ini?” Jiyong meraihnya, alisnya saling bertautan saat membaca sekali lagi tulisan yang ada di sana.

Saat ini, di tempat ini, di hari hujan ini…
Aku lagi-lagi merindukanmu, Ji. – Dee-

“Mwo? Apa ini-” Jiyong tersentak dengan tulisan yang sangat ia kenal, ditambah inisial Ji dan Dee… itu seakan-akan ditujukan untuknya sementara ‘Dee’… itu tak lain adalah Dara. Ditambah tanggal yang tertera pada kertas memo itu menunjukkan memo itu ditulis tepat hari ini. Apa Dara telah mengingat ini? batinnya kemudian mulai bertanya-tanya, dengan cepat Jiyong kembali menghampiri Minzy.

“Ya! Minzy-ah.”

“Wae?”

“Ini… Dara, apa tadi ia menulis ini?” tanya Jiyong menunjukkan kertas memo yang ia pegang.

“Mwo? Dara eonni? Ani… ia bahkan tak memintanya, ia kulihat langsung pulang setelah berbincang denganmu tadi.” jawab Minzy, membuat Jiyong mengerutkan keningnya.

“Benarkah? Ta… tapi ini-“

“Hanya ada beberapa orang yang memintaku kertas memo itu hari ini, oppa…  itu termasuk dirimu, dan ku pastikan yang lainnya bukan Dara Eonni.”

“Benarkah? Apa kau yakin?”

“Ne. Tapi- ada yang membuatku sedikit terkejut tadi.”

“Mwo?”

“Seorang gadis memesan matcha vanilla smoothies, kau tahukan? Yah… Dara eonni dulu selalu memesannya bahkan di hari hujan, tapi mungkin sekarang seleranya telah berubah.”

“Siapa dia? Apa dia pelanggan juga?”

“Anio. Jujur… aku baru kali ini melihatnya tapi entah mengapa ia tak seperti orang asing, senyumnya sangat ramah dan familiar bahkan suaranya membuatku terdiam beberapa saat entah karena apa… atau aku yang kurang menghafal pelangganku akhir-akhir ini? Ais…. aku merasa buruk sekarang. Bahkan dia memanggil namaku dengan jelas di saat aku tak menggunakan tanda pengenal. Ah, dia pasti benar-benar pelanggan.”

“Kau ingat seperti apa dia?”

“Ia manis, imut, dengan rambut panjang bergelombang berwarna coklat dan dia tadi membawa kanvas dan peralatan lukis ku rasa. Ah… itu mirip dengan yang selalu dibawa Dara eonni.”

“Mwo?”

“Wae, oppa?”

“An…anio.” Jiyong pun kembali ke sudut ruangan, mengamati setiap kertas memo yang tertempel dengan cermat- mencari sesuatu hingga akhirnya ia menemukan. Salah satu kertas memo yang ditulis Dara dulu… ia pun kembali membandingkan dengan kertas memo yang tadi ia temukan, dan hasilnya…

Deg

“Waeyo? Ini tulisan Dara, benar-benar tulisan Dara… tapi mengapa-” Jiyong tak memiliki kata-kata yang tepat untuk melukiskan kebingungan yang ia rasakan sekarang. “Minzy-ah, kemana arah gadis itu pergi?” tanya Jiyong cepat saat kembali menghampiri Minzy.

“Aku melihatnya berbelok di tikungan jalan, mungkin ia pergi ke halte-“

Belum selesai Minzy memberi jawaban, Jiyong telah lebih dulu berlari menuju tikungan jalan yang Minzy maksud tapi tepat saat itu… bus telah tiba di halte dan sekilas dari kejauhan ia dapat melihat yeoja yang dimaksud Minzy dengan kanvas dan peralatan lukis di tangannya memasuki Bus.

Jiyong tanpa sadar berlari sekuat tenaga ke arah halte, tapi ia terlambat… bus telah kembali melesat dan kini nafasnya terasa berat… bus telah menjauh tak mampu lagi ia kejar. Ia berhenti- berusaha mengatur kembali nafasnya. Ia tak dapat berpikir jernih kali ini, apa yang sebenarnya yang ingin ia dapatkan dan buktikan.

SHIT! Ada apa denganku? rutuknya lagi-lagi tak mengerti, “AAARGGGHH, ADA SEBENARNYA DENGANMU, KWON JIYONG!” pekiknya kemudian benar-benar merasa frustasi kali ini.

-to be continued-

So, jangan lupa untuk selalu tinggalkan jejak. Hengsho. ^.^/

<<Back  Next>>

49 thoughts on “Disguise [Chap. 8]

Leave a comment