The Maid : Part #1

maid

Author :: Sponge- Y
Main Cast :: Sandara Park (25 tahun), Kwon Jiyong (19 tahun)
Other Cast :: Lee Donghae (25 tahun), Park Bom (25 tahun)
Genre :: Romance

Annyeong… ini ff baru saya lagi. Nggak tahu kenapa tiba- tiba saya ingin membuat ff seperti ini. Sebelumnya saya minta maaf, karena belum bisa melanjutkan Secret, hoho. Tapi jangan khawatir cepat atau lambat pasti akan saya lanjutkan lagi. Selamat membaca ^^

~~~~~~~~~~~~~~~~~~~

“Ya! Apa yang telah kamu lakukan kepada pelangganku?” bentak seorang pria paruh baya kepada seorang yeoja yang merupakan pelayan di restorannya.

“Maaf presdir, memangnya ada apa?” Tanya yeoja tersebut dengan ekspresi tidak bersalah.

“Mwo? Apa kamu ingin meracuni pelanggan kita? Apa yang telah kamu berikan kepadanya?”

“Ne? Maaf presdir, tapi saya sama sekali tidak mengerti maksud anda.”

“Aisht… aku benar- benar tidak tahu apa isi otakmu itu. Mulai sekarang kamu saya pecat. Kamu hanya mengotori nama baikku dan restoran ini saja.”

“tapi presdir, saya baru saja mulai bekerja. Bagaimana bisa anda memecat saya begitu saja?”

“Sudahlah, aku tidak mau melihatmu lagi.” Bentaknya sambil mendorong yeoja tersebut menyuruhnya pergi.

“Tapi apa tidak ada bayaran untuk hasil kerjaku tadi?”

“Mworago?”

Dara POV

“Maaf tapi sepertinya anda tidak bisa bekerja disini.” Kata seorang pegawai kepadaku. Aisht… selalu saja begini. Entah ini untuk yang keberapa kalinya aku ditolak bekerja. Memangnya apa yang salah denganku? Bukankah aku cantik dan berbakat? Cihh… akan kupastikan suatu saat mereka akan menyesal pernah menolakku seperti ini.

—-

Kuhempaskan tubuhku di sofa ruang tamu ini. Ini adalah rumah Bom, satu- satunya teman baik yang kumiliki saat ini. Sejak ayahku bangkrut, hanya Bom lah yang mau menerimaku untuk tinggal di tempatnya. Sedangkan Eomma dan adikku, Sanghyun sudah kembali ke Busan. Mereka memutuskan untuk tinggal di Busan, dan aku lebih memilih untuk tetap di Seoul. Tentu saja ada alasannya, yaitu karena Lee Donghae. Dia adalah namja yang kusukai selama 5 tahun terakhir ini. Aku mengenalnya saat kita kuliah di tempat yang sama. Kita sangat dekat, bahkan tidak sedikit yang mengira bahwa kita adalah sepasang kekasih. Tapi aku sendiri tidak mengerti kenapa Donghae tidak pernah menyatakan cintanya padaku. Padahal aku yakin, dia juga memiliki perasaan yang sama denganku.

“Wae? Kamu di pecat lagi?” Tanya Bom tiba- tiba dan aku hanya mengangguk lemah.

“Aisht… sampai kapan kamu akan terus seperti ini Dara? Paling tidak kurangilah sedikit kebodohanmu itu.” Lanjutnya.

“Ya! Mereka saja yang tidak menyadari potensi yang aku miliki.”

“Cihh… potensi pantatmu.”

“Ya! Bukankah seharusnya kamu menghiburku?”

“Aku sudah bosan menghiburmu terus.”

“Mianhe, aku selalu merepotkanmu. Aku janji akan segera mendapatkan pekerjaan dan keluar dari apartemenmu ini.”

“Cihh… kamu selalu mengatakan ini sejak tiga bulan yang lalu. Tapi mana hasilnya? Baru bekerja satu jam saja sudah dipecat.”

“Aku akan berusaha lagi. Aku janji.”

“ne, ne. Kupegang janjimu itu. Kajja, aku sudah menyiapkan makan malam.”

—–

Hari ini aku kembali berkeliling Seoul untuk mencari pekerjaan. Aisht… ternyata mencari uang tidak semudah yang aku bayangkan dulu. Dulu saja aku selalu menghambur- hamburkan uang untuk membeli sesuatu yang tidak berguna. Tapi sekarang, mencari satu won saja sudah sangat sulit. Aarrgghhh… kenapa semua ini harus terjadi padaku? Aku lalu memasuki sebuah kedai makanan untuk menanyakan apakah ada lowongan pekerjaan disini.

“Ahjumma, apakah ada lowongan pekerjaan disini?” Tanyaku kepada salah satu penjaga kedai.

“Maaf nona, lowongan pekerjaan disini sudah penuh.”

“Ahjumma kumohon, apakah tidak ada yang tersisa satu pun? Pelayan, koki, atau cleaning service pun aku mau.”

“Tapi nona, pekerja disini sudah lebih dari cukup. Lebih baik nona cari yang lain saja.”

“Ahh… ne. Kamsahamnida ahjumma.” Kataku lalu berjalan keluar. Aisht… harus kemana lagi aku mencari pekerjaan? Sepertinya hampir semua toko di Seoul ini selalu saja menolakku. Aku menyusuri toko di sepanjang jalan ini. Tapi tiba- tiba langkahku terhenti ketika melihat sebuah tas yang terpajang di sebuah jendela toko. Omo! Tas itu cantik sekali. Aisht…. Tapi kenapa harganya 1000 won. Ingin sekali aku membelinya tapi darimana aku mendapatkan uang sebanyak itu? Arggghhh… aku benci menjadi orang miskin. Eomma, Appa, aku ingin kaya lagi.

Tulilit, tulilit. Terdengar ada panggilan masuk di handphoneku dan ternyata dari Donghae oppa.

“Ne oppa?” jawabku.

“Dara, dimana kamu?”

“Emm.. a- aku masih di rumah.”

“Baiklah, aku akan menjemputmu. Aku ingin bertemu denganmu.”

“Anni. Anni. Kita bertemu di taman dekat kantormu saja.”

“Wae?”

“Tidak apa- apa. Sekalian saja, aku akan pergi setelah ini.”

“Baiklah kalau begitu, aku akan pergi sekarang.”

“ne oppa.” Kataku sambil menutup teleponnya. Fiuuhh… hampir saja. Donghae oppa tidak boleh tahu kalau aku sudah tidak tinggal di rumah itu lagi. Dia juga tidak boleh tahu kalau keluargaku sudah bangkrut dan jatuh miskin. Bisa- bisa dia malah menghindariku dan pergi meninggalkanku begitu saja. Itu tidakboleh terjadi. Dengan segera aku pergi ke sebuah taman yang berada di dekat kantornya. Sesampainya di taman, aku menunggunya dan duduk di sebuah bangku.

“Maaf sudah membuatmu menunggu.” Katanya tiba- tiba.

“Omo! Kamu mengagetkanku saja.”

“Kekeke, ada apa dengan wajahmu itu? Apa ada masalah?”

“Anni. Aku baik- baik saja. Tapi kenapa kamu ingin bertemu denganku?”

“Ada sesuatu yang ingin kubicarakan.” Katanya sambil menatapku penuh arti. Omo, omo! Apakah dia akan menyatakan perasaannya padaku? Apa mungkin dia akan langsung melamarku? Kyaaaaaa… hanya memikirkannya saja sudah membuat jantungku berdetak kencang. Jika dia melamarku dan aku menikah dengannya, aku akan mejadi orang kaya lagi. Perlu diketahui, dia adalah pewaris tunggal J&C group. Aku tidak perlu pusing untuk mecari uang lagi dan aku akan hidup bahagia sebagai istri Lee Donghae.

“Ya! Kenapa kamu malah senyum- senyum seperti itu?”

“Mwo? A-anni. K- katakan saja apa yang ingin kamu bicarakan oppa.”

“Dara, mianhe. Aku harus pergi.”

“Mworago? Pergi? Kenapa? Kapan? Kemana? Dengan siapa? Berapa lama?” Tanyaku dengan panik

“Aigoo Dara, tenanglah. Aku harus menjalani training di Jepang selama tiga bulan. Aku akan berangkat besok.”

“Mwo? Dan kamu baru memberitahuku sekarang oppa?”

“Jeongmal mianhe, Dara- yah. Aku hanya pergi selama tiga bulan.” Hanya katanya? Aisht… tidak bertemu dengannya sehari saja rasanya seperti satu tahun. Apalagi tiga bulan?

“Kamu tidak marah kan?” tanyanya lagi.

“Apa hakku untuk marah. Ne, pergilah.”

“Ya! Kamu marah.”

“Anniya, aku tidak marah, sungguh. Tapi kamu harus janji akan segera kembali setelah tiga bulan.”

“Tentu saja. Maukah kamu menungguku?”

 “tentu saja aku akan selalu menunggumu oppa.”

“Gomawo Dara- yah. Tapi kamu besok tidak boleh pergi ke bandara.”

“Wae? Aku juga ingin mengantar kepergianmu.”

“Kamu pasti akan menangis jika mengantarkanku. Aku tidak bisa melihatmu seperti itu.”

“Aisht… ne, arasso. Jadi ini adalah terakhir kalinya kita bertemu?”

“Sepertinya begitu. Kamu harus janji jangan menangis setelah ini ne?”

“Mollayo.”

“Ya!”

“Ne, aku tidak akan menangis.Aku Janji.”

“Kekeke, yeoja pintar.” Katanya sambil membelai lembut rambutku. “Sepertinya aku harus pergi.” Lanjutnya lagi.

“Mwo? Sekarang?”

“Ne, masih banyak pekerjaan yang harus kuselesaikan.”

“Baiklah, hati- hati untuk besok oppa.”

“Gomawo, aku menyayangimu Dara.” Katanya dengan senyum manis. Apa aku tidak salah dengar? Dia bilang dia menyayangiku? Kyaaaaa…. Ini kemajuan. Sebelumnya dia tidak pernah mengucapkan kata- kata seperti ini. Tapi meskipun dia tidak pernah bilang bahwa dia mencintaiku, aku yakin dia mempunyai rasa yang sama denganku. Sejak mengenalku, dia tidak pernah sekali pun dekat dengan yeoja lain. Dia juga selalu marah jika ada namja lain yang mencoba mendekatiku. Oleh karena itu, tidak sedikit dari teman- teman kita yang mengira bahwa kita benar- benar pacaran. Tapi sayangnya dia tidak pernah menyatakan cintanya padaku. Aku juga tidak mengerti dengan sikapnya itu.

“Aku pergi dulu ne? Jangan khawatir aku akan selalu menghubungimu.”

“ne.” Dia lalu mengusap rambutku sekali lagi dan berbalik meninggalkanku. Dia benar- benar pergi meninggalkanku. Tidak ada lagi Lee Donghae yang selalu menemaniku selama tiga bulan ke depan.Aku hanya bisa menatap punggungnya yang semakin jauh meninggalkanku. Dan sekarang aku sudah mulai menangis. Aku tidak peduli jika tadi aku sudah berjanji padanya bahwa tidak akan menangis. Yang ingin aku lakukan saat ini hanyalah menangis.

——

Aku berjalan terseok- seok menyusuri jalan yang cukup ramai ini. Hari sudah mulai gelap dan dari tadi aku hanya terus menangis. Apakah aku berlebihan kali ini? Tapi bagaimana lagi, aku sangat mencintai Lee Donghae dan tidak ingin kehilangannya.

“Aaarrghh… kenapa semua ini harus terjadi padaku?” Teriakku dan orang- orang di sekitarku hanya menatapku heran. Mungkin mereka berpikir kalau aku adalah orang gila. Cihh… aku tidak akan mempedulikan itu.

“Ya! Lee Donghae! Bagaimana bisa kamu meninggalkanku begitu saja?” Teriakku lagi yang membuat semakin banyak orang yang menatapku dengan aneh. Aku kembali terisak dan terduduk di trotoar jalan.

“Dasar namja bodoh.” Rengekku disela- sela isak tangisku sambil menghentak- hentakkan kedua kakiku. Aku benar- benar membenci Lee Donghae saat ini.

Tulilit. Tulilit. Terdengar ada panggilan masuk di handphoneku. Aisht… siapa yang menelepon di saat- saat seperti ini? Mengganggu saja. Aku lalu mengambil handphoneku dan mengangkatnya tanpa melihat dulu siapa yang memanggil.

“Ya Dara! Dimana kamu?” . Aisht… ternyata dari Bom.

“Wae?” Jawabku singkat.

“Ya! Apa kamu menangis? Apa yang terjadi? Kamu di pecat lagi?”

“Anniya. Aku bahkan belum mendapat pekerjaan.”

“Lalu ada apa?”

“Ini lebih buruk daripada di pecat Bomie-ah.”

“Wae? Dimana kamu sekarang? Jangan bertindak macam- macam ne?”

“Cihh… apa kamu pikir aku akan bunuh diri? Kita bicara di rumah saja. Aku akan segera pulang.” Kataku lalu mengakhiri sambungan telepon. Aku tahu Bom pasti khawatir padaku. Dia memang satu- satunya sahabat yang paling baik bagiku. Kita sudah saling mengenal sejak kecil. Tapi sayang dia kurang beruntung. Dia tidak melanjutkan sekolahnya karena orang tuanya meninggal dalam sebuah kecelakaan. Sejak saat itu dia harus berjuang menghidupi dirinya sendiri. Dan sekarang, aku malah terus merepotkannya. Aku benar- benar orang yang tidak berguna.

—-

“Aku pulang.” Kataku pelan sambil membuka pintu rumah Bom.

“Wae Dara? Apa yang terjadi?” Dengan cepat dia menghampiriku dan bertanya dengan wajah khawatir.

“Donghae, dia akan pergi.” Jawabku sambil menghempaskan tubuhku di sofa ruang tamu.

“Aisht… ternyata Donghae lagi. Memangnya mau kemana dia?”

“Dia akan pergi ke Jepang. Bomie-ah, eotteoke? Aku tidak akan bertemu dengannya lagi.”

“Memangnya dia akan pergi berapa tahun hah?”

“Tiga bulan.”

“Mwo? Hanya tiga bulan? Cihh.. kukira dia akan pergi selamanya.”

“Ya! Tiga bulan itu bukan waktu yang singkat. Sehari tidak bertemu dengannya saja sudah seperti satu tahun. Apalagi tiga bulan?”

“Aisht… kamu sangat berlebihan Dara. Sudahlah, lupakan saja tentang Donghaemu itu. Bukankah banyak namja yang lebih tampan daripada dia?”

“Anni. Bagiku dia yang paling tampan.”

“Ne, ne. Terserah kamu saja. Kajja, aku sudah menyiapkan makan malam.”

“Aku sudah tidak nafsu makan.” Kataku sambil beranjak berdiri dan pergi begitu saja.

Bom POV

Sepertinya Dara benar- benar serius. Dia tidak mau makan apa pun dan sekarang dia tidak ada di tempat tidurnya. Apakah dia sangat menderita karena Lee Donghae akan pergi? Cihh.. kurasa dia memang yeoja gila. Bahkan Lee Donghae hanya pergi selama tiga bulan dan dia bereaksi terlalu berlebihan. Aisht… kenapa aku bisa memiliki teman sebodoh dia? Kira- kira kemana dia? Tidakkah dia berpikir kalau ini sudah malam? Aisht… sangat menyebalkan.

“Baby I’m sorry neowa isseodo nan lonely!!!” Terdengar suara Dara yang bernyanyi dari arah ruang tamu dengan suara yang sangat keras.

“Saranghagin naega bujokhanga bwa Ireon motnan nal yongseohae I’m sorry ige neowa naui story Sarangiran naegen gwabunhanga bwa Ne gyeote isseodo.” Lanjutnya dengan nada yang semakin tidak karuan. Kupikir yeoja itu benar- benar gila. Dia pikir apa yang dilakukannya malam- malam begini?

“Baby I’m so lonely lonely lonely lonely lonelyyyyyyy!!!!!!” Kali ini suaranya lebih keras daripada sebelumnya. Ya! tidak bisakah dia diam? Mengganggu saja.

“Baby I’m lonelyyyyyyyyyy!!!!!!!!” Dia tidak henti- hentinya berteriak seperti orang gila.Aigoo… kenapa ada orang semacam dia di dunia ini? Sepertinya ini tidak bisa dibiarkan. Bisa- bisa gendang telingaku pecah setelah ini.

“Lonelyyyyyyy!!!!!!!!!” Lagi- lagi dia berteriak. Baiklah, sepertinya memang tidak bisa dibiarkan. Aku lalu bangkit dari tempat tidur dan berjalan menuju ruang tamu. Sesampainya di ruang tamu kulihat Dara terduduk dengan beberapa kaleng bir yang berserakan di atas meja. Mwo? Jadi dia mabuk? Cihh…. Dia bahkan belum mendapatkan pekerjaan, dan sekarang dia menghambur- hamburkan uang hanya untuk membeli bir.

“I’m so lonelyyyyy!!!!! Teriaknya lagi. Penampilannya saat ini benar- benar seperti orang gila. Dengan baju tidur dan rambut yang terlihat sangat acak- acakan.

“Ya! Kamu pikir apa yang kamu lakukan malam- malam begini?” Bentakku sambil memukul kepalanya. Dan dia hanya diam menunduk tanpa berkata apa- apa. Sepertinya dia sudah mabuk sekarang. Aku lalu mengangkat tubuhnya dan mencoba membawanya ke kamar. Aisht… kapan sih yeoja ini berhenti merepotkanku? Sejak kehadirannya di rumahku sepertinya hidupku benar- benar berubah. Menyebalkan.

Dara POV

Setelah selesai mandi dan berpakaian rapi aku segera menuju ke ruang makan. Kepalaku masih pusing bekas mabuk tadi malam. Dan perutku juga sangat lapar karena aku belum makan apa pun dari tadi malam.

“Gwenchanayo? Apa kepalamu masih pusing?” Tanya Bom ketika aku sampai di meja makan.

“Sedikit. Bomie-ah, mianhe. Aku merepotkanmu lagi tadi malam.” Kataku merasa sedikit bersalah padanya.

“Tidak apa- apa. Aku sudah biasa kamu repotkan. Apa kamu akan mencari pekerjaan lagi hari ini?”

“Ne. Dan hari ini aku harus mendapatkan pekerjaan. Persediaan uangku sudah habis untuk membeli bir tadi malam.”

“Cihh… memangnya siapa yang menyuruhmu membeli bir hah?”

“Arasso. Aku tahu aku salah tadi malam.”

“Bagus kalau kamu menyadari kesalahanmu itu. Ini makanlah.”

“Ne.”

—–

Aku sudah memasuki sekitar lima toko dan mereka semua menolakku. Aisht… sebenarnya apa yang salah denganku? Kenapa mereka selalu menolakku? Huftt… apakah aku menyerah saja? Lalu bagaimana aku akan hidup jika tidak punya uang? Anni. Aku tidak boleh menyerah, dan terus- terusan merepotkan Bom. Aku yakin, aku bisa mendapatkan uang dengan hasil kerja kerasku sendiri.

“Tolong!” Tiba- tiba aku mendengar teriakan seorang yeoja. “Tolong! Kumohon, siapa pun tolong aku.” Teriaknya lagi. Aku berhenti dan mengedarkan pandanganku ke sekitar sini untuk mencari darimana asal suara itu. Sepertinya aku salah jalan, jalanan ini sangat sepi. Dan bodohnya aku baru menyadarinya sekarang.

“Ya! Lepaskan! Jangan ambil tasku! Aku akan memberimu uang berapa pun asal kamu tidak mengambil tasku.” Lagi- lagi terdengar suara wanita itu. Aku lalu mencarinya lagi dan kulihat di salah satu sudut jalan ada seorang namja yang sedang menarik sebuah tas dari seorang yeoja. Apakah dia pencuri? Sepertinya memang wanita itu yang berteriak tadi.

“Diam kamu wanita tua.” Bentak namja tersebut dengan kasar. Omo! Apa yang harus aku lakukan? Kenapa disini tidak ada orang lagi selain aku? Haruskah aku menolongnya? Lalu bagaimana jika dia membunuhku? Padahal, aku sudah berjanji pada Lee Donghae untuk menunggunya sampai dia pulang dari Jepang.

“Kumohon, lepaskan.” Rintih wanita tadi sambil terisak. Aku jadi tidak tega melihatnya. Aisht… aku tidak bisa membiarkannya. Aku harus menolong ahjumma itu. Aku lalu mengambil sebuah kayu yang kebetulan tergeletak tidak jauh dari tempatku berdiri.

“Ya! Lepaskan tasnya.” Teriakku sambil berjalan mendekati mereka dengan kayu yang berada di tanganku. Mereka sama- sama terkejut melihat kedatanganku tiba- tiba. Tapi kulihat ada sedikit kelegaan di wajah ahjumma tadi.

“Siapa kamu?” Tanya namja tersebut.

“Lepaskan tasnya atau aku akan melaporkanmu kepada polisi.” Bentakku.

“Cihh… mengganggu saja.” Gerutunya sambil berjalan mendekatiku. Kyaaaaaa… dia mendekatiku. Omo! Omo! Apa yang harus aku lakukan? Apakah aku lari saja? Lalu bagaimana dengan ahjumma itu? Dengan gerakan cepat dia mencoba untuk menangkapku tapi aku lebih cepat untuk menghindar dan langsung memukulnya di bagian punngung dengan kayu yang sudah kupegang dari tadi. Dan sekarang dia jatuh tersungkur di tanah. Mwo? Apa yang barusan aku lakukan? Aku memukulnya? Kyaaaa…. Aku benar- benar memukulnya. Aku tidak percaya bisa melakukannya juga.  Aku lalu menghampirinya dan mulai memukulinya lagi.

“Ya! Berhenti! Dasar yeoja gila!” Katanya sambil merintih kesakitan.

“Mworago? Yeoja gila? Cihh… rasakan ini.” Aku memukulnya lagi dengan lebih keras. Berani- beraninya dia mengatakan aku yeoja gila. Tidak tahukah dia jika suasana hatiku sedang buruk?

“Hentikan. Sudah cukup.” Kata ahjumma tadi sambil memegang tanganku agar tidak memukul namja ini lagi. “Kajja, kita pergi saja.” Lanjutnya lalu menarik tanganku meninggalkan tempat ini dan pergi ke tempat yang lebih ramai.

“Gomawo. Aku tidak tahu apa yang akan terjadi jika tidak ada kamu tadi.” Kata ahjumma tadi.

“Ne sama- sama ahjumma.”

“Tapi siapa namamu? Kamu sangat berani tadi.”

“Dara. Nama saya Dara.” Jawabku dengan senyum yang kubuat semanis mungkin. Dari penampilannya sepertinya dia orang kaya.

“Dara? Nama yang bagus. Bagaimana jika aku mentraktirmu makan sebagai ucapan terima kasihku?” Tawanya. Mwo? Makan? Aisht.. aku sangat mau. Aku sudah sangat lapar karena belum makan dari tadi.

“Apakah tidak apa- apa ahjumma?”

“Tentu saja. Kajja.”

—-

Sekarang aku dan ahjumma tadi makan di sebuah restoran mewah. Dia memesan banyak sekali makanan enak untukku. Untung saja tadi aku menolongnya dan tidak jadi kabur. Jika tidak pasti aku sedang kelaparan saat ini.

“Kamu sangat hebat tadi. Aku benar- benar kagum padamu.” katanya ketika kita sedang menikmati makanan.

“Kamsahamnida ahjumma.”

“Dimana kamu tinggal?”

“Saya tinggal di daerah Champyeong.”

“Jadi kamu tinggal disana. Kamu masih sekolah? Atau sudah bekerja?” Aisht… kenapa ahjumma ini terus bertanya dari tadi? Aku seperti seorang tersangka kejahatan saja. Tidak bisakah dia membiarkanku makan dengan tenang? Menyebalkan.

“Saat ini saya sedang mencari pekerjaan.” Jawabku dengan senyum yang kupaksakan.

“Jinjja? Kamu mencari pekerjaan?”

“Ne ahjumma.”

“Kebetulan sekali saat ini aku sedang mencari seseorang untuk bekerja di tempatku.”

“Benarkah ahjumma?”

“Ne. Kalau begitu apakah kamu bersedia?”

“Tentu saja ahjumma. Saya akan senang sekali. Tapi kalau boleh saya tahu apa pekerjaannya?”

“Pembantu. Aku memerlukan pembantu untuk anakku.” Mwo? Pembantu? Apakah tidak ada pekerjaan lain yang lebih baik? Yeoja secantik aku menjadi pembantu? Cihh… itu tidak mungkin.

“Wae? Kamu keberatan? Aku tahu ini pekerjaan yang tidak pantas untukmu. Tapi aku bisa membayarmu lebih. Bagaimana jika 5000 won sebulan?” Mwo? 5000 won? Kyaaaaa… dengan bayaran sebanyak itu aku bisa membeli tas yang aku lihat kemarin.

“Bagaimana? Kamu bersedia? Aku mohon, sangat sulit mencari pembantu untuk anakku ini.” Lanjutnya.

“N-ne, saya bersedia ahjumma.” Aisht…. Mau bagaimana lagi? Aku tidak bisa menolak pekerjaan dengan bayaran sebanyak itu. Apalagi sekarang persediaan uangku sudah mulai habis.

“Bagus, kamu bisa mulai bekerja besok.”

“Tapi ahjumma bilang pembantu untuk anak anda? Apakah anak anda tinggal sendirian?”

“Ne. Sejak aku dan suamiku yang dulu bercerai dia tidak mau lagi tinggal bersamaku. Sepertinya dia sangat membenciku. Tapi aku tidak bisa membiarkannya tinggal sendirian terus, aku menkhawatirkannya. Namanya Kwon Jiyong, dia masih SMA.”

“Mwo? Kwon Jiyong? Apakah seorang namja?”

“Ne. Tapi kamu tidak perlu khawatir. Dia tidak pernah menyukai perempuan.” Mwo? Tidak menyukai perempuan? Jadi maksudnya anak ahjumma ini homo? Aisht… menakutkan sekali.

“Ahh, ne ahjumma. Saya bisa mengerti.”

“Aku berharap kamu bisa menghadapinya. Dia anak yang sangat dingin dan keras kepala.”

“Ne ahjumma, saya akan mencoba.”

“Tapi kamu tidak boleh menyukainya.”

“Ne? Menyukainya? Tentu saja saya tidak akan menyukainya ahjumma. Apalagi dia masih sangat muda untukku.” Cihh… apa maksudnya menyukainya? Aku tidak akan pernah menyukai anak kecil seperti itu. Aku akan tetap mencintai Lee Donghae, sampai kapan pun.

“Baiklah, kamu bisa ke tempat ini besok. Aku akan menunggumu disana.” Katanya sambil menyerahkan sebuah kertas bertuliskan alamat kepadaku. Akhirnya aku medapatkan pekerjaan juga. Aku tidak peduli lagi jika harus menjadi pembantu. Yang terpenting sekarang ini aku bisa mendapatkan uang dan aku tidak akan merepotkan Bom lagi.

~ to be continue ~

Jangan lupa tinggalkan komentar ya chingu 😀 Gomawo ^^

next >>

61 thoughts on “The Maid : Part #1

Leave a comment