The King’s Assassin [8] : Charades

TKA

Author :: silentapathy
Link :: asianfanfiction
Indotrans :: dillatiffa

Soal tokoh dan karakter udah clear kan yaa semuanya.. ㅋㅋㅋㅋ
Nah, sebelum rame2 demo Dara disini, mending baca dulu biar memahami dari kedua sisi.. oke, oke.. ^_~

~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~

 

“Silakan menikmati makanan Anda, Jeonha.” Ucap Lady Choi sambil sedikit mengangkat roknya, melangkah mundur perlahan dengan tetap menundukkan kepalanya.

Raja tersenyum singkat dan menganggukkan kepala. Dia menoleh kearah Penasehat Park, Menteri Jung, dan Profesor Lee sebelum kembali menatap sang kepala dayang istana.

“Kau boleh pergi.”

“Y-y-eh, Jeonha.” Kata wanita itu, kembali memberi hormat. Setelah memberikan perintah kepada para asistennya lewat tatapan mata, para dayang istana itu kemudian keluar dari ruangan sambil terus menundukkan kepala.

“Kita tidak bisa mengambil resiko…” kata sang Raja muram begitu mengingat isi surat yang dikirimkan Master Wu kepadanya.

“Jeonha…”

“Dayang Choi adalah adik dari Menteri Choi. Kita tidak bisa mempercayainya.” Kata Raja sambil menatap kepada para pelayan setianya.

“A-a-nda benar Jeonha. Sebaiknya kita semakin berhati-hati sekarang.” Kata Menteri Jung.

“Kurasa mereka tidak akan bertindak segegabah itu hingga berkeinginan untuk mengorbankan hidup mereka hanya untuk membunuh raja.” Kata Penasehat Park.

“Aigoo, kalau kalian tidak keberatan, aku masih ada disini. Berhenti memikirkan hal itu. Sekarang sebaiknya kita fokus kepada gulungan. Apa semuanya aman?” Raja bertanya kepada para abdinya, ingin merubah arah pembicaraan.

“Neh Jeonha. Gulungan itu aman didalam perpustakaan. Saya sendiri yang memastikan bahwa itu tetap aman tersembunyi.”

“Bagus. Bersiap-siaplah. Besok akan menjadi hari dimana semuanya akan berubah.”

Ketiga pria itu menganggukan kepala menanggapi pernyataan raja saat sebuah suara menginterupsi mereka.

“Jeonha, Kepala Eunuch Seunghwan datang kemari membawakan pesan dari Putra Mahkota.” Seorang dayang istana memberitahukan kedatangan sang eunuch dari balik pintu.

“Aisht! Apa lagi yang diinginkan putraku itu sekarang. Dia bahkan menolak menemuiku sejak dia kembali tadi malam!” kata Raja sambil menggeleng-gelengkan kepalanya, agak merasa kesal pada sikap putranya.

“Masuklah.” Katanya singkat membuat pintu langsung terbuka dan membiarkan sang eunuch menghadap kepadanya.

“Jeonha.” Katanya membungkukkan badan dihadapan raja. Dia cepat-cepat mengeluarkan lipatan kertas dari dalam lengannya kemudian menyerahkannya kepada Raja.

“Apa yang sedang dia lakukan sekarang?” tanya sang Raja sambil membuka lipatan kertas itu.

“Beliau sedang tidur, Jeonha.”

“Aigoo! Apa lagi masalah—,” Raja tidak sempat menyelesaikan perkataannya karena tubuhnya gemetaran dan pandangan matanya langsung mengabur begitu membaca apa yang ditulis oleh putranya. Dia mengulang membaca surat itu sekali lagi dan wajahnya langsung berubah muram.

“Apakah yang dibacanya ini benar?

Pangeran meminta dirinya membatalkan persiapan pernikahan?

“Jeonha?” tanya Menteri Jung mengamati Raja yang terlihat seperti baru saja mendengar berita terburuk sepanjang hidupnya.

“Eunuch Seunghwan, panggil tabib pribadi Pangeran sekarang juga! Minta dia memeriksa kesehatan putraku termasuk kesehatan mentalnya – demi Tuhan aku tidak bisa mempercayai hal ini!” Raja meremas kertas dari pangeran dan membuangnya begitu saja.

**

“AKU BAIK-BAIK SAJA! CHINCHA!!!”

Putra Mahkota berteriak keras menarik lengannya dari tabib istana. Dia melipat tangan di dada, lalu buru-buru mundur menjauh.

“AISHT MENJAUH DARIKU! JAUHKAN JARUM-JARUM ITU!!! YAHHH!!!”

“Jeoha, Raja sangat mencemaskan Anda. Saya mohon, ijinkan para tabib memeriksa Anda.” Kata Eunuch Seunghwan mencoba memohon Pangeran mau menurut.

“KUBILANG AKU TIDAK SAKIT!!! LIHAT!” Jiyong berdiri lalu melompat-lompat.

“Tapi Jeoha, Raja berkata Anda perlu diperiksa—,”

“YANG KUBUTUHKAN SEKARANG ADALAH KALIAN SEMUA DIAM DAN KETENANGAN, ARASSO??? PERGI, KALIAN SEMUA KELUAR DARI KAMARKU, SEKARANG!!!”

“YEH, JEOHA!” para tabib dan perawat buru-buru berhamburan keluar dari kamar Putra Mahkota, meninggalkannya sendirian bersama pelayan setianya.

Pangeran sudah kembali duduk di tempatnya saat dia menyadari pelayannya masih berdiri disana.

“Yah, apa yang masih kau lakukan disini?”

“Jeoha…”

“Keluar.”

“Jeoha…”

“KUBILANG KELUAR!!!”

“Jeoha!” Eunuch Seunghwan segera berlutut dan membungkukkan badan dihadapan Pangeran. “Saya mohon, saya tidak sanggup melihat Anda dalam keadaan seperti ini Jeoha! Bagaimanapun luka dan rasa sakit yang tengah Anda rasakan, saya mohon bagilah kepada saya, Jeoha! Biarkan saya membantu Anda!”

Jiyong tidak bisa mengalihkan pandangannya dari pelayannya yang masih menunduk rendah menatap lantai. Pelayannya itu telah setia bersamanya sejak dia masih kecil, namun sekarang dia benar-benar ingin sendiri meskipun dia sadar dia sudah bersikap kasar. Apakah dengan membagi rasa sakitnya kepada orang lain bisa membuatnya merasa lebih baik? Tanya Jiyong kepada dirinya sendiri, yang kemudian langsung dia lakukan.

“B-b-a-ngun…” kata Putra Mahkota lalu membuang pandangan. “Yah… kubilang bangun.”

Sang Eunuch buru-buru duduk tegak menatap tuannya, masih memasang wajah cemas.

“Berhenti membuatku merasa bersalah dengan memasang wajah seperti itu. Kau ingin tahu apa yang kukatakan pada Appa Mama dalam surat itu?”

“M-m-aukah Anda memberitahukannya kepada saya, Jeoha?”

“Aisht.” Pangeran mendelik padanya. “Aku meminta…” dia memulai sambil meremas-remas tangannya. Eunuch Seunghwan mendekatkan tubuhnya kedepan agar bisa mendengar lebih jelas apa yang Pangeran coba katakan.

“Aku… aku mmeinta Appa Mama untuk menghentikan pengiriman hondam… aku meminta agar pernikahan ini tidak diteruskan… aku bilang… aku bilang aku belum siap.” Kata Jiyong memejamkan matanya lalu menatap keluar melalui jendela yang terbuka.

“B-b-bwon? T-t-api… t-t-api… Jeoha!!! Bagaimana Anda bisa!!!”

“Dia tidak menyukaiku, aku tahu. Sejak awal. Tidak peduli apa yang kulakukan, dia tidak akan pernah bisa menyukaiku. Aku merasa perkataannya itu hanya untuk membuatku merasa lebih baik, tapi pada akhirnya semuanya tetap sama. Dia menolakku.”

“Tapi Jeoha! Saya bisa merasakannya, beliau menyukai Anda. Tapi Dara-ssi bukan gadis biasa! Beliau memiliki prinsip dan kemauan keras. Beliau mungkin tidak banyak bicara seperti Yang Mulia Putri tapi—“

“DIa bilang dia belum siap. Dia bilang masih ada yang harus dia lakukan. Dia bilang undang-undang baru akan mengijinkannya untuk belajar, memberinya kesempatan untuk belajar banyak hal baru. Dia bilang, untuk menjadi seorang Ratu, dia harus melewati banyak tahapan untuk bisa mendampingiku nanti. Dan aku hanya bisa mengangguk walaupun itu sangat menyakitiki. Dia sangat pandai mencari alasan, aku mengalah padanya.” Kata Pangerat tertawa pahit tanpa menyadari air matanya telah mengalir.

“Aku sangat bingung semalam, Seunghwan. Haruskah aku berkata kepada orang tuaku dia tidak menginginkan pernikahan itu dan membiarkannya juga ayahnya menderita dan dihukum karena telah menolak keluarga istana? Atau haruskah aku yang mundur dan meminta Appa Mama untuk membatalkan persiapan pernikahan lalu membiarkannya dan keluarganya menderita karena dipermalukan? Jika aku yang harus memilih, aku tidak akan bisa memilih pilihan manapun yang akan mencelakakannya. Tapi dia bilang dia belum siap. Jadi aku memilih yang terakhir. Apakah yang kupilih ini adalah yang benar? Ani… tidak ada yang benar dari kedua pilihan itu sejak awal.” Kata Pangeran menundukkan kepalanya.

“Jeoha…”

“Aku tidak tahu kenapa aku terus memaksakan diriku kepadanya padahal dia selalu saja menjauhiku. Ini benar-benar bodoh. Disisi lain, aku ingin cepat-cepat menikahinya karena ramalan itu. Seorang pria tua melihat di masa depan dia akan celaka jika aku tidak menikahinya. Haruskah aku tetap percaya pada ramalan itu? haruskah aku memaksanya? Bagaimana bisa aku menikahi seseorang yang tidak memiliki perasaan yang sama—,”

Jiyong tidak sanggup menyelesaikan ucapannya karena pintu kamarnya tiba-tiba terbuka – menampakkan ibunya yang berwajah cemas dan neneknya yang memasang ekspresi murka.

“APA YANG SEBENARNYA TERJADI DISINI???!!!”

“Omma Mama, Halma Mama…” Jiyong buru-buru bangkit sambil melihat bergantian antara ibu dan neneknya.

**

“Bukankah ini cantik?” kata Chaerin memperlihatkan jepitan rambut berbentuk bunga teratai yang terpasang dirambutnya sambil memegang cermin.

“Iya, itu cantik, Chaerin.” Kata Dara tersenyum lemah.

“U-u-unnie…” Chaerin langsung meletakkan cerminnya dan menatap Dara yang memasang wajah muram. “Apa masih ada masalah? Kupikir semuanya sudah diselesaikan sekarang? Kupikir kau sudah berbicara kepada Pangeran?”

“B-b-woh? Aku… aku baik-baik saja… ch-ch-incha…” kata Dara terbata-bata sambil menundukkan kepalanya, mencoba menyembunyikan wajahnya dari Chaerin, namun gadis yang lebih muda darinya itu cepat-cepat memegangi dagunya, membuat wajahnya kembali menatap kedepan, membuat mereka kembali bertatapan.

“Kau tidak terlihat baik-baik saja bagiku, unnie. Berhenti berbohong, kau tidak pandai melakukannya.” Kata Chaerin sambil menyipitkan matanya, menatap wajah Dara, mencoba menilainya.

Dara terdiam. Tidak ada cara baginya untuk bisa menang dari gadis keras kepala dihadapannya ini. dia mendesah dan sedikit menjauhkan diri dari Chaerin.

“Kurasa aku sudah menyakitinya. Sepertinya dia salah paham. Dan aku… aku cemas.”

“Unnie…” panggil Chaerin namun Dara mengalihkan pandangan.

“Cemas karena kau merasa bersalah? Atau cemas karena dia terluka? Kedua hal itu berbeda unnie/” kata Chaerin, mendekat kearah Dara, menggenggam tangan unnie-nya. “Apa kau menyukai pangeran unnie?”

“B-b-woh? Apa yang kau bicarakan, Chaerin-ah?” Dara tersentak, serta merta menarik tangannya dari genggaman Chaerin, namun gadis muda itu menggenggam tangannya erat. “Chaerin…”

“Unnie…”

“Kami masih terlalu muda. Banyak yang mungkin bisa terjadi dan juga ada banyak hal yang lebih penting dibandingkan pernikahan.”

“Kau berbohong. Kau mencemaskan perasaannya karena kau menyukainya. Selama ini unnie, kau sudah menyakitinya. Jika kau ini gadis lainnya, apa menurutmu kau masih bisa hidup? Kau sudah akan dihukum karena melakukan hal seperti itu!”

“Dia bilang padaku dia memahamiku…”

“Pangeran selalu saja yang memahamimu unnie. Bagaimana kalau dia tidak mengerti? Aku bertaruh pasti sekarang dia merasa bingung.” Kata Chaerin, mencoba mencerahkan pemahaman Dara. “Unnie, jangan bersikap egois, kumohon?”

“Aku tidak bersikap egois.”

“Lalu ini apa?”

“Apa menurutmu aku suka seperti ini? Aku tidak ingin menjadi seseorang yang dipilihkan untuk mendampingi Putra Mahkota hanya karena aku adalah putri dari Penasehat Kerajaan.”

“Tapi kau tidak dipilih berdasarkan hal itu unnie.” Kata Chaerin membuat Dara mengerutkan alisnya.

“… kau dipilih karena Putra Mahkota menyukaimu.”

**

Didepan kediaman Pangeran, anehnya suasana tenang dan para dayang istana seluruhnya menundukkan kepala seperti pating, mata mereka terpejam – menunggu dengan takut gelegar suara lain dari balik pintu yang tertutup, kamar pangeran.

“Wangseja… aku tidak akan mentolerir penghinaan kepada keluarga kita ini!!!” Ibu Suri menggebrak meja dengan tangannya. “Kau jadi seperti ini karena gadis itu! Beraninya gadis itu memperlakukanmu seperti ini?!”

“Halma Mama, hamba mohon tenanglah…” Jiyong mencoba menenangkan neneknya, namun tidak berhasil.

“Tenang??? Tenang??? Ani!!! Kau sudah terlalu banyak memberikan perhatian kepada gadis itu dan ini balasannya untukmu? Hah! Dia benar-benar bodoh dan kurang ajar!!! Aku tidak akan membiarkan hal ini begitu saja! Sejak kapan wanita memiliki hak membatalkan pernikahan? Dan lebih parahnya, dengan Putra Mahkota?!”

Ratu hanya bisa menundukkan kepalanya, berpikir besok dia akan menemui ibu Dara untuk membicarakan masalah ini, namun Ibu Suri sepertinya bisa membaca apa yang tengah dia pikirkan.

“Jangan berani kau berbicara kepada ibunya… ini adalah hal yang serius, kuberi tahu kua! Jika ada yang berani bersikap seperti ini kepada kita, orang-orang akan menjadi berani melawan kita! Aku tahu itu! Raja terlalu lemah sampai membiarkan orang-orang ambisius itu memperroleh kekuasaan. Dan Raja berpikir serius untuk mengumumkan undang-undang baru besok?! Betapa menggellikan! Lihat bagaimana gadis itu memperlakukan putramu!:

“Mama… hamba yakin gadis itu…”

“Kau benar-benar ibu yang tidak bertanggung jawab jika membiarkan hal seperti ini begitu saja! Aku tidak akan duduk diam begitu saja menyaksikan mereka menggerogoti keluarga kerajaan!” seru Ibu Suri, membuat Ratu tersentak, kemudian bangkit berdiri dan beranjak menuju pintu. Namun sebelum wanita itu melangkah keluar, dia menyempatkan diri untuk berbalik dan memberi tatapan tajam kepada Pangeran.

“Jangan berani berpikir untuk melangkah keluar dari pintu istana, Wangseja. Kuperingatkan kau. Tetap berada didalam istana, arasso???”

**

“Adakah alasan khusus mengapa Anda terlihat sangat senang, Mama?” tanya Lady Choi sembari menyiapkan teh untuk Ibu Suri.

“Tentu saja aku lega karena gadis kecil Park itu telah menggali kuburannya sendiri… sekarang aku memiliki semua alasan untuk semakin membencinya… untuk membuat keluarganya semakin menderita.” Kata Ibu Suri sambil mengangkat cangkir tehnya.

“Apa maksud Anda, Mama?”

“Kau akan tahu… sebentar lagi, kau akan tahu.”

Kepala Dayang Istana hanya mengangguk, kemudian cepat-cepat membagi informasi yang baru saja dia dapatkan. “Hamba… hamba tahu dimana gulungan itu disembunyikan, Mama.”

“Apa kau yakin?”

“Neh, Mama…” kata Lady Choi sambil menundukkan kepalanya. “Hamba mendengarnya dengan telinga hamba sendiri. Gulungan itu disimpan didalam perpustakaan.”

“Apakah ada yang melihatmu saat kau mendengar hal itu?”

Lady Choi sedikit melihat kesamping saat mengingat dia Eunuch dari Putra Mahkota buru-baru masuk ke kedalam ruangan tadi, namun langsung menggelengkan kepalanya.

“Itu bukan masalah, Mama. Hamba baru keluar dari kediaman Raja setelah melayani makan siang Paduka dan hamba tinggal diluar sejenak saat mendengar Profesor Lee berkata dia menyimpannya didalam perpustakaan, Mama-nim.”

“Abu dan kotoran… akan selalu kembali ke tanah, tempat asal mereka. Undang-undang itu hanya akan berakhir sebagai sebuah rencana… sebuah fase… yang tidak akan pernah terlaksana. Dan aku sendiri yang akan memastikan ketiga orang ambisius itu akan menerima ganjaran atas tindakan mereka mengacaukan kedudukan keluarga kita diaantara para Yangban. Tidak ada yang bisa merubah apa yang telah ditakdirkan.

“Apa yang akan Anda lakukan, Mama?”

“Kakakmu yang pintar itu memang benar… kita tidak akan bisa mengalahkan Raja dan para abdi setianya itu selama mereka saling mempercayai satu sama lain. Agar Raja berpindah disisi kita, dia harus merasakan sedikit pengkhianatan… bagaimana dengan itu?”

**

“Ahh, akhirnya Daesung-ah! Kau akan segera bisa bersekolah! Rencana Raja benar-benar daebak! Sebentar lagi kita akan menjadi teman sekolah dan aku tidak akan mendapat masalah lagi untuk mencari Sanghyun agar aku bisa menyalin jawaban! Aigoo!” kata Seungri menyeringai nakal. Dia baru saja keluar dari gedung sekolah bersama Sanghyun dan palayannya yang setia – Daesung, telah siap sedia menunggu diluar.

“Yah, berhenti membuatnya kedengaran seperti aku ini semacam sampah yang akan segera kau buang hanya karena Daesung akan segera bisa bersekolah!” bentak Sanghyun pada Seungri membuat Daesung tertawa.

“Aigoo, hentikan itu Sanghyun-ssi…”

“Sanghyun!” Sanghyun membenarkan.

“Ani! Aku tidak bisa memanggil Anda seperti itu.” tolak Daesung tersenyum sambil menggaruk tengkuknya.

“Aisht! Sepertinya kita harus menunggu sampai undang-undang baru itu diresmikan!” Seungri mengedikkan bahunya, mereka bertiga melangkah pergi.

Daesung membiarkan kedua pemuda itu berjalan lebih dulu didepannya karena dia menyempatkan diri untuk berhenti dan berbalik menatap bangunan sekolah penuh harap. Dia merasa sangat bersyukur karena mimpinya akan segera menjadi kenyataan. Dia akan segera memperoleh kesempatan untuk menjadi seorang yang merdeka, dan bukan lagi seorang budak yang bisa dijual kapanpun kepada siapapun.

Dia tersenyum dan dengan penuh harapan baru, dia mulai melangkah – setengah berlari, mengejar Seungri dan Sanghyun. Namun sebelum sempat dia mencapai kedua pemuda itu, selembar kertas diserahkan kepadanya secara rahasia. Dia menatap pria yang menyerahkan kertas itu kepadanya – tidak jauh didepan mereka  sudah ada keramaian.

“Apa ini?”

“Apa kau tidak bisa membacanya? Aisht!”

“Mala mini… didepan gerbang istana… Menteri Jung menanti kedatangan kta.” Seorang pria berpakaian compang-camping berbisik ketelinga Daesung. “Bawa obor dan ikat kepala berwarna merah.”

“Untuk apa?”

“Keluarga Kerajaan menangkap putri Kepala Penasehat Kerajaan dan dia akan diadili atas tuduhan menggoda dan menghasut Putra Mahkota serta melawan Keluarga Kerajaan! Itu adalah hal yang mustahil! Kepala Penasehat Kerajaan adalah orang baik, kita perlu menunjukkan dukungan kita untuknya!”

“Bwoh???” tanya Daesung, segera berlari cepat, mencoba mengejar Sanghyun untuk menceritakan kabar yang sangat mengganggunya ini.

**

Jiyong berjalan mondar-mandir dijembatan kecil yang menghubungkan taman barat dengan kamarnya. Kedua tangannya berada dibelakang badan, kepalanya memikirkan cara untuk bisa keluar dari istana agar bisa menemui Dara dan memperingatkan gadis itu. Ada sesuatu pada diri neneknya yang membuat Jiyong takut dan dia sangat berharap mantan Hakim Provinsi Utara itu – Master Wu – tiba-tiba muncul dan membaca apa isi kepala Ibu Suri.

“Aisht! Otteoke?” tanyanya pada dirinya sendiri, kepalanya masih dipenuhi pikiran namun tidak satupun yang pasti, tidak menyadari sesosok yang berjalan menghampirinya dengan langkah kecil dan tak yakin.

“J-j-eoha…”

Jiyong sedikit memiringkan kepalanya mengira pikirannya mulai mempermainkan dirinya. Buru-buru dia menggelengkan kepala mengusir pikiran itu menjauh dan mulai berjalan mondar-mondar sambil memukuli kepalanya.

“Ini lebih berat dari yang kupikirkan. Kupikir aku benar-benar sakit. Kupikir aku mulai gila! Aisht—,”

“J-j-eoha? Apa Anda baik-baik saja?”

Jiyong berhenti. Dia berdiri terpaku begitu mendengar suara itu sekali lagi disusul oleh suara tawa ringan.

“Sepertinya Putra Mahkota sedang sibuk berbicara dengan dirinya sendiri. Sebaiknya saya undur diri.”

Jiyong langsung berbalik dan seketika itu juga, mulutnya terbuka lebar tidak percaya melihat siapa yang ada dihadapannya.

“D-d-ara?”

**

“A-a-pa yang sedang kau lakukan disini? Bagaimana…”

“Beberapa pelayan istana mendatangi kediaman kami dan memberi tahu saya bahwa Anda sakit dan… dan mengatakan bahwa Anda ingin menemui saya…”

“Aku? Sakit?”

“Y-y-eh Jeoha… tapi saya datang kemari bersama Chaerin dan dia sedang berada di kediaman Putri sekarang.”

Jiyong mencoba mencerna maksud perkataannya. Dia memang perlu melihat gadis itu, namun tidak didalam dinding istana. Tidak saat ini ketika Ibu Suri tengah murka.

“Mianhe, Jeoha…” kata Dara, kepalanya masih menunduk dalam. “Saya tahu saya telah menyebabkan Anda bingung dan terluka. Mianhe.”

Putra Mahkota mendesah berat mencoba menenangkan dirinya. Jantungnya berdebar keras didalam dada dan dia tidak mengerti kenapa dia tiba-tiba merasa gugup.

“Lupakan hal itu.” jawabnya singkat. “Aku sudah mengabulkan permintaanmu. Itu yang paling penting. Sekarang…” dia ingin mengatakan pada Dara agar segera pulang, menemui Seunghwan yang paling bisa dipercayainya untuk mengantarkan gadis itu pulang – namun Dara belum selesai.

“Dua tahun dari sekarang…” kata Dara meremas erat mantel sutra yang tergantung di lengan kirinya.

“B-b-woh…”

“Beri saya waktu selama dua tahun untuk mempersiapkan pernikahan kita. Lalu saya pasti akan sangat siap. Dengan senang hati saya akan mengabdikan diri saya kepada Anda. Saya akan… saya akan sangat bersenang hati… Jeoha.” Kata Dara. Setetes air mata mengalir dari sudut matanya dan tak lama gadis itu mulai terisak tak terkendali.

“Dara…” Putra Mahkota hanya bisa menyebut nama gadis itu sembari berjalan mendekat. Dia tidak bisa mempercayai apa yang baru saja didengarnya dan dia tidak bisa melihat gadis ini dalam keadaan begini.

“Mereka meminta sata untuk menemui Anda, namun saya dengan senang hati akan datang kemari karena saya mencemaskan keadaan Anda. Anda pergi tanpa mengucapkan sepatah kata pun kemarin. Dan saya menyadari bahwa saya sudah bersikap egois dan hanya memikirkan tentang mimpi-mimpi saya. Ampuni saya Jeoha. Saya mohon, ampuni saya…” katanya dan baru akan berlutut namun dicegah oleh sepasang lengan.

“Jangan.” Kata Jiyong menarik Dara berdiri. “Jangan pernah melakukan hal itu.”

“Kumohon, jelaskan padaku… aku akan mendengarkan.” Katanya menatap wajah gadis itu yang bersimbah air mata.

Dara terus menundukkan kepalanya. “Jangan salah paham Jeoha. Jangan merasa Anda ditolak karena saya tidak bermaksud untuk membuat Anda merasa seperti itu. Apa yang kita bicarakan kemarin, bukan berarti saya tidak menyukai Anda—,”

Mata Jiyong berbinar saat itu juga begitu mendengar perkataan Dara, namun dia merasa perlu diyakinkan.

“Itu bukan berarti kau tidak menyukaiku?” tanyanya membuat Dara mengangguk sambil menghapus air matanya. Pangeran tidak bisa menahan senyumnya dan setelah itu, dia mencoba menanyakan lebih jauh lagi.

“Kau tidak sedang mencari alasan?” tanya Jiyong, Dara menggelengkan kepalanya.

“Kau mencemaskan aku…” kata Jiyong, Dara mengangguk membenarkan.

“Jadi… itu berarti kau menyukaiku?” tanyanya lagi, dan Dara mengangguk, sebentuk senyuman langsung muncul di bibir Jiyong, namun langsung dihapus oleh kecemasan begitu mendengar suara langkak kaki para penjaga istana berlarian.

“Jeoha!!! Jeoha!!!” Eunuch Seunghwan datang dengan berlari dan Jiyong hanya bisa menggenggam pergelangan tangan Dara erat.

“Apa yang sebenarnya sedang terjadi?”

**

Merasakan keringat mengalir dari kening ke wajahnya, Ilwoo duduk dan mengedarkan pandangan di kamar mereka yang hanya diterangi oleh cahaya bulan dari luar. Dia mencoba mengatur nafasnya dan mengusap wajahnya dengan punggung tangan, sementara tangan yang satu lagi menggenggam kasurnya erat.

Dia bermimpi. Mimpi yang sangat mengerikan.

Dia kembali mengedarkan pandangan kesekeliling kamar mereka dan melihat Yongbae tertidur nyenyak di salah satu – agak jauh dari tempanya, sementara ruang diantara mereka kosong, kasurnya masih terlipat rapi.

Ilwoo perlahan keluar dari ruangan, sepelan mungkin. Dia perlu udara segar, dia perlu menenangkan dirinya sendiri.

“Tidak bisa tidur?”

Ilwoo mencari-cari arah asal suara berat yang sudah sangat dikenalnya dan begitu dia menengadah melihat keatas pohon didepan kamar meraka, dia melihat Seunghyun duduk disalah satu cabang dengan nyamannya.

“Aku… aku… baru saja mimpi buruk. Dan kau? Apa yang kau lakukan diatas pohon seperti burung hantu?” tanyanya pada Seunghyun lalu duduk didepan pintu.

“Tidak apa-apa… sesuatu menarik perhatianku sebelum aku turun barusan. Lagipula, Profesor Lee belum kembali.”

“Aigoo hentikan itu, Seunghyun! Kenapa kau selalu memata-matai Profesor Lee?”

“Siapa tahu, ayahku merencanakan sesuatu yang buruk pada mereka. Mungkin saja ayahku telah mengancam Profesor Lee sedemikian rupa sehingga dia sebegitu bencinya kepadaku. Kita tidak pernah tahu. Setidaknya aku ingin sedikit memperbaiki kesalahan ayahku.” Kata Seunghyun tertawa pahit.

“Aigoo… kau harus berhenti melakukan hal itu sebelum kau tertangkap basah atau kau akan menyesal karena tidak bisa masuk seleksi gwageo. Pshhht!” dengus Ilwoo dan membuang pandangan. Dia baru baru saja akan menyandarkan tubuhnya di tiang penyangga saat dia menyadari Seunghyun duduk tegak di cabang pohon, menfokuskan perhatiannya pada satu arah.

“Apa lagi sekarang? Apa dia sudah kembali? Yah!”

“Aku melihat ada yang bergerak dibawah sana…”

“Bwoh?”

“Obor-obor… segerombolan orang bergerak menuju ke istana. Aku penasaran, ada apa.”

**

Sebenernya, niat saya nyelesein ini pas jumat kemaren – abis posting Phases, ceritanya mumpung belum lanjutin pusing sama revisi buat konsul.. eh, ternyata males menyerang dan nggak kuat duduk buat ngetik lama2.. ㅠㅠ akhirnya mundur2 sampe sekarang baru bisa selese.. ditambah lagi, chapter konflik begini itu bikin mood turun drastis.. ㅈㅅ
Jadi, siapa yang mau ikut saya ikutan nyusup k istana malem ini??

<< Previous Next >>

37 thoughts on “The King’s Assassin [8] : Charades

  1. ternyata dara, aku kira harang -___-”
    dua tahun lama sekali, tuh rencana Ibu Suri dkk akan berhasil kalo mereka tdk menikah yahhhhh 😦

    next

  2. Dara eonni udh nikah skrg z !!
    Nyawamu dalam bahaya 😦
    2thn t’lalu lama, 😥
    Ibu suri sdang mrencanakan hal buruk untkmu eonni
    Seperti’a seunghyun baik deh,beda sm ayah’a
    Next

  3. yes dara ma gd lovelove,,. senyum gaje
    tapi ibu suri?? astaga bakal ada pertempuran,.
    ff nya seru dan buat makin penasaran pengen baca terus

  4. Whaattt?? 2 tahunnn?? nggak kelamaan tahh, dara unnie? tapi gpp sih daripada nggak mau nikah sama jiyong oppa hayo😄 wahh ada apa tuh bawa obor obor segala??

Leave a comment