My Wife is Seventeen Years Old! ~ Day #14

wifey copy

Title: MY WIFE’S SEVENTEEN YEARS OLD! | Author: Cimolxx92 | Main Cast: BIGBANG’s Kwon Jiyong  (G-Dragon), Sandara Park (2NE1), Mizuhara Kiko |Support Cast: YG FAMILY |Rating: PG-17| Genre: Drama,Romance, Family, Friendship |Length: Chapters

Disclaimer

Plot Is Mine. The Characters are belongs to God. Say No To Plagiarism!

 

Summary

“Maaf, Anda siapa?”

Kata-kata itu keluar dari seseorang yang tidur, makan, mandi, bertengkar, dan kentut dalam satu atap denganku.

~~~~

~ Day 14 : Stay With Me ~

 

You have the same sad face as me

Won’t you stay with me?”

 

“Jiyong… Pernahkah sekali saja, kau merasa menyesal telah bertemu denganku?”

“Tidak pernah, aku malah benar-benar merasa bersyukur.”

“Tapi aku berharap tidak pernah bertemu denganmu.”

“…”

“Aku harap, aku bisa menghapusmu dari ingatanku. Aku… Adalah wanita yang sangat tidak pantas ada di dalam pelukanmu, aku selalu merasa seperti itu… Jadi, Tanda tanganilah surat cerai itu… Aku tidak bisa terus menerus hidup seperti ini…”

Dara menggeliat dalam tidurnya, keningnya berkerut. Dia kembali mencengkeram selimut dengan sangat kuat sambil menahan napas.

“Bommie, Orang tuaku menyuruhku berpisah dengan Jiyong.”

“Berhentilah minum Dara, kau sangat mabuk!”

“Aku… melihatnya mencium Mizuhara Kiko… Hatiku… Rasanya sangat sakit, Aku… Bagaimana? aku harus bagaimana Bommie? aku adalah wanita paling menakutkan. Aku benci diriku sendiri.”

“Dara, apa yang terjadi? kau bisa menceritakan semuanya padaku, eoh?”

“Ayahku bilang, terapi hanya memberikan harapan palsu. Itu semua hanya akan sia-sia. Pada akhirnya, aku akan menyakiti banyak orang.”

“Apa kau sakit?”

Dara mendongak dan kembali meneguk soju. “Sakit… Rasanya seperti tenggelam dalam api… Aku merasa kesakitan…”

Dara berusaha membuka matanya yang terasa sangat berat, bau obat mulai menusuk indra penciumannya.

Dara menginjak pedal gas dengan seluruh kekuatan yang dia miliki. Sambil membanting stir di tikungan, dia meraba ponselnya dan menekan nomor telepon seseorang.

“Dara?”

“Jiyongie? Kau pernah menonton film Men In Black?”

“Kau mabuk, Ada dimana kau? Apa kau sedang menyetir? tepikan mobilmu, SEKARANG!”

“Dalam film itu… Ada sebuah alat, Jika kau melihatnya, ingatan bisa terhapus.”

“Dara…”

“Aku harap, aku punya alat penghapus ingatan. Pertama, aku akan menghapus ingatan orang-orang disekelilingku, lalu… Menghapus ingatanmu, dan…  Menghapus ingatanku… Lalu, aku akan kembali ke masa tidak jatuh cinta… Kembali ke masa ketika aku tidak benci diriku sendiri.”

 

Dara menghapus air matanya dengan kasar. Kepalanya seperti akan pecah. Dia sangat lelah, sangat sangat lelah.

“Kalau ingatan terhapus.” Dara melanjutkan ocehannya, tidak peduli apakah Jiyong masih mendengarkannya atau tidak. ” Perasaanpun terhapus, Dan kesedihan, keserakahan, kenangan juga… semuanya akan lenyap, bukan?”

Dara tidak mendengar respon apapun dari Jiyong, tapi dia tahu, pria itu selalu mendengarkannya.

“Harus hidup dengan baik ya.” Dara merasakan hatinya hancur, Dengan tangan bergetar, dia memutuskan sambungannya. Tangisnya pecah, Dia menekan pedal gas dengan kekuatan penuh, Dan saat cahaya lampu dari mobil di depannya datang dengan menyilaukan. Yang ada dipikiran Dara hanya satu… Dia mencintai Jiyong. Sangat mencintainya.

Suara klakson membahana di jalanan itu, Dengan putus asa, Dara membanting stir kearah kanan, sebuah pohon besar di pinggir jalan menantinya, seolah mengucapkan selamat datang padanya…

Dara membuka matanya dengan panik. Sambil berusaha mengambil udara masuk ke paru-parunya, Dara merasakan air matanya mengalir dalam keheningan. Tubuhnya menggigil hebat. Dengan ketakutan, Dara bangkit dan merasakan jarum infus di pergelangan tangannya. Kepalanya berdenyut menyakitkan dan perutnya begolak, membuat Dara berlari cepat ke kamar mandi dan memuntahkan isi perutnya di wastafel. Dara terhuyung sambil membasuh mulutnya dengan air, perlahan dia mendongak dan melihat bayangannya yang menyedihkan di cermin. Wajahnya pucat dan terdapat lecet di sudut rahangnya, dia meringis perlahan saat merasakan perih di pergelangan tangannya, darah menetes dari tempat dimana seharusnya jarum infus berada.

Dengan kesadaran penuh, dia tahu, dia mengenali dirinya dengan sangat baik. Kilasan berbagai kejadian selama hidup Dara seperti sedang dijejalkan dengan paksa masuk kedalam otaknya, membuatnya berada diambang tingkat kewarasannya.

Dara dewasa telah kembali.

Dengan pandangan mata kabur akibat air matanya yang menggenang, Dara mengambil handuk putih untuk menyeka keringat dingin yang menetes dari keningnya. Dan matanya melebar ngeri menyadari dimana dirinya berada saat melihat logo Rumah Sakit yang dibordir di ujung handuk.

Dia berada di Rumah Sakit yang telah menjatuhkan vonis kemandulan padanya.

======

“Hyung!”

Jiyong menghentikan langkahnya dan menoleh, Mendapati Seungri dan Chaerin berlari kecil kearahnya. Sebelah tangan Jiyong penuh dengan bungkusan berisi jus apel kesukaan Dara dan beberapa lembar roti kismis.

“Maaf kami sangat terlambat, aku harus menjemput Chaerin di Bandara.”

“Aku berada di Singapore untuk bertemu dengan klien, aku langsung memesan tiket kembali saat mendengar kabar dari Seungri, bagaimana keadaan Unni?” Chaerin berkata cepat dan berusaha sekuat tenaga mengatur napasnya yang memburu.

“Dia tak sadarkan diri saat ledakan terjadi.” Jiyong menjawab muram.

“Bagaimana dengan Prajurit Korea Utara, Hyung?” Seungri bertanya dengan wajah berkerut, walaupun Ill Woo adalah orang yang menakutkan dimatanya, tetap saja, setelah kejadian ini, sulit untuk tidak merasa simpati padanya.

“Saat ledakan di tengah jembatan terjadi, Ill Woo melompat ke dalam sungai, aku bahkan tidak bisa menghapus bayangan wajah-wajah marah Korea Utara yang berada di ujung jembatan yang bersebrangan dengan kami.”

“Apa kau menemukan sesuatu, Hyung? benda yang bisa di jadikan petunjuk?”

“Aku menemukannya di kantung jaket Dara.” Jiyong memejamkan matanya sekilas, hanya untuk menghapus bayangan mengerikan ketika Dara ketakutan didalam pelukannya. “TOP dan anggota team-ku sedang melapor pada Dewan Inspeksi, mereka akan menyusun rencana untuk besok.”

“Aku harap semuanya berjalan dengan baik, Unni sudah berjuang sejauh ini, kalian harus berhasil, Oppa.” Chaerin berkata pelan sambil menggigit bibirnya, tangannya menggenggam tangan Seungri dengan erat.

“Ri, kau sudah bekerja dengan baik, walau aku ingin sekali meninju wajahmu karena sudah membiarkan Dara terlibat, Aku tetap bangga padamu.” Sudut bibir Jiyong terangkat dan membentuk sebuah senyum tertahan, tangannya menepuk pundak Seungri. Seungri terlihat sangat terharu atas tindakan Jiyong, dengan mata berkaca-kaca, Pria dengan kantung mata itu memeluk Jiyong.

“Hyung, aku bersyukur kau tidak jadi meninju wajah tampanku.” Seungri berkata dengan nada yang dibuat sedih. “Apa jadinya wajah berhargaku jika… ouch!!! Ya!” Seungri melepaskan pelukannya dari Jiyong saat merasakan tangan Chaerin mendarat mulus dikepalanya.

“Hentikan kata-kata memalukan itu!” Chaerin menatap Seungri galak, dengan perlahan dia kembali memandang Jiyong yang sedang nyengir lebar, menikmati penderitaan Seungri. “Tapi oppa, kita belum bisa bernapas dengan lega, Orang-orang Korut masih hidup, dan apa jadinya jika mereka berhasil menemukan Ill Woo? dan lagi, kita tidak bisa begitu saja mempercayai data yang Ill Woo berikan, bagaimana kalau data itu palsu?”

“TOP sempat berkata seperti itu juga padaku. Biar bagaimanapun, sulit mempercayai seorang Prajurit Korea Utara. Kami akan menemukan cara untuk besok.” Jiyong menjawab dengan lelah.

“Untuk orang yang telah berkhianat pada Negaranya sendiri, apa mungkin data itu palsu?” Seungri berkata pelan sambil terus mengelus bagian kepalanya yang sakit. “Dan jika Ill Woo berhasil tertangkap oleh Batallion70, apa mungkin dia akan hidup?

“Jadi?” Chaerin mengangkat alisnya tinggi-tinggi, tangannya benar-benar gatal ingin memukul kepala Seungri lagi.

“Jadi, Maksudku… Data itu tidak mungkin palsu.” Seungri meringis pelan dan bersiap apabila dua orang didekatnya memiliki niat untuk memukulnya lagi.

“Sepertinya, kau benar-benar menjalin hubungan yang sangat baik dengan Jung Ill Woo.” Jiyong menyeringai dan tidak berusaha menutupi rasa kesalnya. “Dia berhasil mencuci otakmu, atau… kau sadar kalau selama ini kau itu gay dan jatuh cinta padanya?”

“Eheeey, Hyung, bukan begitu, hanya saja… Aku punya firasat kalau data itu benar-benar asli.”

“Biar bagaimanapun oppa, aku harap kalian tidak bertindak gegabah, ingat, jika tengkorak kepala perwakilan Amerika Serikat pecah, maka… Yeah, Negara kita bisa jadi seperti perbatasan Gaza.” Chaerin berkata sambil sedikit gemetar.

“Kami tidak akan membiarkan itu terjadi.” Jiyong berkata dingin. “Sebelum mereka melakukan itu, akan kupastikan peluru pistolku melayang lebih dulu ke kepala para bajingan itu.”

Mereka bertiga terdiam sejenak, berusaha mengenyahkan perasaan takut dalam diri masing-masing.

“Eeerrr, Apa kita akan terus mengobrol di lorong Rumah Sakit sampai pagi?” Seungri berkata pelan, memecah keheningan yang canggung.

“Yah, aku ingin sekali bertemu dengan Dara unni!” Chaerin berteriak nyaring.

Mereka bertiga mulai bergerak bersama saat sebuah suara serak berwibawa yang tidak asing bagi Jiyong kembali membuat langkahnya terhenti.

“Kwon Jiyong-ssi?”

Jiyong berbalik dan menemukan seorang Dokter botak dengan kaca mata tebal tersenyum kearahnya, Dokter yang menangani keguguran Dara beberapa tahun yang lalu.

“Dr. Kim Baek Kyeong?” Jiyong menjawab ragu. Dokter itu terkekeh senang dan berjalan cepat menghampirinya, pakaian laboratoriumnya melambai seirama dengan gerakan sang Dokter.

“Sudah sangat lama sekali.” Dr. Kim menjabat tangan Jiyong dan menaikan kaca matanya yang merosot. “Apa Nyonya Kwon sudah berubah pikiran? Ahahaha, Aku sangat senang sekali, Akhirnya dia mendengarkan kata-kata orang tua sepetiku. Apa dia sedang di terapi sekarang?”

“Ya?”

“Terapinya akan sedikit sulit, Dia tidak akan nafsu makan dan siklus menstruasinya akan terganggu. Jadi, kau harus memperhatikannya dengan baik.”

“T, tunggu.” Jiyong berusaha mengerti maksud kata-kata Dr. Kim, tetapi tidak berhasil. Apa yang sedang dikatakan Dr. Kim seperti kata-kata aneh yang berdengung ditelinganya. “Terapi? kenapa Dara harus menjalani Terapi???”

“Ya???” Dr. Kim mengerutkan dahinya “Bukankah Dara menjalani terapi rahim sekarang?”

Seperti ada gundukan es yang menimbunnya, Jiyong menatap Dr. Kim dengan pandangan kosong.

“O… Oppa…”

“Pergilah ke kamar Dara duluan.” Jiyong berkata dingin pada Chaerin dan Seungri. “Aku harus berbicara dengan Dokter Kim sekarang.”

======

“Omma…”

“Dara-yah?”

Dara mendengar suara ibunya yang mengantuk, beberapa saat kemudian, terdengar suara pintu dibuka dan menutup, sepertinya ibunya sengaja keluar kamar untuk menghindari ayahnya agar tidak terbangun.

Sayang, Apa terjadi sesuatu? Dimana kau sekarang?” Suara khawatir ibunya kembali terdengar. “Ini jam 2 pagi, Dimana kau? kenapa aku mendengar suara deru angin yang kencang?”

Dara menempelkan ponselnya erat-erat ke telinganya yang berdenging. Ibunya bertanya, Apa terjadi sesuatu? Dara ingin sekali berteriak dan berkata kalau apa yang terjadi padanya sudah membuatnya berpikir untuk melompat dari atap gedung.

“Aku di atap gedung… sebuah Rumah Sakit.” Dara berkata pelan, berusaha menelan rasa takutnya bulat-bulat. Perlahan, dia memeluk kakinya dan menyandarkan kepalanya di atas lututnya. Meringkuk seperti bola di atas kursi kayu panjang yang sengaja di letakan di sana. Dengan pandangan kosong, Dara kembali melanjutkan pembicaraannya. “Aku sudah kembali, omma… Dara dewasa.”

Keheningan menyelimuti, Dara tahu, air matanya terus menerus mengalir, dan dia sangat tahu, kalau ibunya sedang memberikan kesempatan pada Dara untuk menumpahkan isi hatinya.”Rasanya seperti habis membaca sebuah buku fiksi, Aku bahkan menyukai diriku yang bodoh dan tidak tahu apa-apa, aku sangat menyukai diriku yang berusia tujuh belas tahun.” Dara berusaha membuat suaranya normal, tetapi gagal. Suaranya seperti tikus yang mencicit ketakutan dari dalam selokan air. “Beberapa saat yang lalu, aku sempat berpikir untuk melompat dari atas gedung ini. Tapi, aku begitu pengecut, aku begitu takut mati dalam kesakitan seperti itu. Aku sekarang sedang mencari cara lain. Haruskah aku menggunduli kepalaku dan bersembunyi di gunung sebagai seorang pendeta? Aku… ingin melarikan diri… selalu seperti ini.”

Ada saatnya ketika manusia memang harus melarikan diri dari masalah yang membelitnya. Hanya untuk sekedar menenangkan pikiran. Tapi pada akhirnya, kau harus menghadapinya. Dara-yah… Berhentilah berlari, ini adalah kesempatanmu untuk memperbaiki semuanya.”

Aku tidak bisa mengacungkan pedang ke lehernya untuk kedua kalinya, Omma.” Dara menarik napas, dadanya terasa begitu sesak. “Aku tidak bisa meninggalkannya.”

Dan apa? Kau mau merusak silsilah keluarga Kwon? Dengan tidak memberikannya anak, kau akan membuat keluarga itu hancur. Inilah maksud ayahmu, ayahmu, tidak ingin hal seperti ini terjadi pada pria sebaik Jiyong.”

Dara menggigit punggung tangannya dengan kuat untuk menahan dirinya tidak berteriak. Sekali lagi, dia ingin hilang ingatan. Dia ingin terbangun dengan tidak mengenal siapapun, bahkan kedua orang yang telah membesarkannya.

Dara-yah… Aku tidak akan menyuruhmu untuk berpisah. Kali ini, selesaikan dengan caramu.” Ibunya berkata sambil terisak sedih. “Saat itu, kau terburu-buru menyimpulkan semuanya, Biarkan terbuka dengan sendirinya, Jika kau tergesa-gesa, banyak yang akan terlewatkan dan kau akan melaluinya tanpa pernah melihatnya.”

Dara tahu kalau apa yang dikatakan ibunya adalah sebuah kebenaran. Dia selalu tergesa-gesa, dan melewatkan rasa sakit yang Jiyong alami ketika Dara tidak berada disisi pria itu.

Semua masalah, Semua jawaban, Diberikan kepada kita apabila kita telah siap menerimanya.”

“Omma… Bolehkan aku berharap?”

“Jika kau berani berharap… Maka kau harus berani kecewa.” Suara ibunya membuat hati Dara yang dipenuhi ketakutan perlahan diselimuti kehangatan. “Dara-yah, aku tidak tahu apa yang terjadi sampai kau masuk Rumah Sakit, tapi kembalilah kedalam, berhenti membuat Jiyongie khawatir. Dan lagi, suara anginnya begitu menakutkan, apa kau tidak kedinginan?”

“Eoh, aku baik-baik saja omma… Terimakasih banyak.” Dara menghapus air matanya yang sudah membasahi separuh piyama Rumah Sakitnya, wajahnya terasa membeku. “Maaf membuat omma bangun pada jam seperti ini.”

Ya! Gizibe! kenapa mengatakan hal aneh begitu? aku sangat senang mendengar suaramu. Sekarang lebih baik?”

Uhmmm. Setidaknya, air mataku sudah kehabisan stok, dan ingusku meleleh kemana-mana.”

“Gadis bodohku… Kau… Akan melewati ini… Percayalah pada hatimu, dan dengarkan orang-orang yang mencintaimu.”

“Beristirahatlah Omma.”

Ya, masuklah kedalam.”

Dara memutuskan panggilannya, dengan tangan terkulai lemah, Dara menatap hamparan bintang di langit kelam. Dia pernah berpikir kalau Tuhan akan menuliskan akhir bahagia untuk kisah cintanya. Tetapi sepertinya itu adalah hal yang mustahil. Happy Ending seperti dalam Negeri dongeng tidak akan terjadi pada dirinya.

Dara mengangkat tangannya dan melihat darah beku dipergelangannya. Kemudian merasakan sakit disekujur tubuhnya. Semua lebam dan goresan luka pada tubuhnya menandakan kalau kejadian di Namsan Tower bukanlah sebuah mimpi buruk. Perlahan Dara bangkit dan menyadari kalau dia tidak memakai sandal, kakinya yang telanjang begitu dingin dan tubuhnya rasanya seperti agar-agar.

Sambil terseok-seok, Dara berbalik. Dan dia merasakan jantungnya diremas, tenggorokannya kembali terbakar, dan matanya kembali tersengat air mata saat melihat Kwon Jiyong tepat berdiri di depannya bagai patung. Menatapnya dengan pandangan yang sama saat Dara mengajukan surat cerai mereka.

Keduanya terdiam. Saling memandang dan tenggelam dalam perasaan masing-masing. Dara tahu, Jiyong pasti sudah mengerti apa yang terjadi padanya, Apa yang sudah terjadi pada mereka. Dara mengalihkan pandangannya ke kakinya yang telanjang. Dia sudah tidak berani menatap mata cokelat itu lagi, sekarang, didepan Jiyong yang tahu kalau dirinya tidak bisa memberikan anak, Dara merasa seperti seonggok sampah.

“Bagaimana keadaanmu.?”

Nada itu, Nada yang di pakai Jiyong saat dirinya sedang sangat marah. Dara tetap menunduk seperti kelinci yang sedang meringkuk ketakutan.

“Aku baik-baik saja.” Dara berbohong dan menyadari suaranya seperti tersangkut ditengggorokan.

“Ada yang sakit? Ada yang terluka?”

“Tidak, hanya sedikit memar. Sungguh. Aku tidak apa-apa, Tidak usah khawatir.”

“Saat di jembatan, Kau melompat cukup keras.”

“Y,Ya… T,tapi seseorang menghentikan jatuhku.” Dara terus berbicara pada kakinya yang telanjang.

“Kau bisa saja mati.”

“Tapi tidak, kan?”

“Tetapi kau bisa saja mati.”

“Tapi kan tidak mati.”

“Aku tidak menyangkal yang kau katakan itu benar, Tapi kenyataannya kau bisa terbunuh, Aku tidak mau hal seperti ini terulang lagi. Berbohong padaku, Aku ingin kau berhenti melakukan itu padaku.”

Dara semakin menunduk, Dia berusaha menahan isak tangisnya agar tidak pecah. Yang terpenting adalah, Dara berhasil. Dara berhasil menjalankan rencana tidak masuk akal Jung Ill Woo. Itu sudah cukup, Dara merasa dia tidak perlu merasa begitu bersalah ketika dia benar-benar harus pergi meninggalkan Jiyong.

“Kau kembali menjadi gadis dewasa yang menyebalkan.” Jiyong berkata pelan. “Menyebalkan dan pintar membalas ocehanku.”

Perlahan, Dara merasakan sesuatu yang hangat di sekeliling punggungnya. Dara mendongak dan menatap Jiyong yang sedang berusaha memakaikan mantel ke tubuhnya. Tangan hangat pria itu menyentuh pipinya, menghapus air matanya yang jatuh.

“Bodoh, Kau pernah bilang kalau kau benci menghapus air matamu sendiri kan? Apa jadinya kalau aku tidak ada? Kau mau menyuruh orang asing yang lewat menghapus air matamu?”

Dara mengerjap beberapa saat, menatap wajah Jiyong. Wajah pria itu penuh dengan berbagai emosi. Apa dia sedang mempertimbangkan surat cerai? Jika memang begitu, itu akan lebih baik kan? Dara akan menghilang selamanya dari hadapan Jiyong. Dan Jiyong bisa menganggapnya sebagai mimpi buruk.

Tetapi, Apa yang selanjutnya terjadi membuat Dara terkejut setengah mati. Jiyong menariknya ke dalam pelukannya yang hangat. Mengurungnya begitu erat, seolah Dara akan berlari menjauh saat Jiyong melepaskannya.

“Bodoh.” Jiyong berkata datar. “Kau benar-benar idiot.”

“Kau tidak boleh memanggilku idiot, kata-kata itu hanya berlaku untukmu!”

“Idiot.”

Dara bisa merasakan degub jantung Jiyong yang bertalu cepat, Matanya kembali ber-air. Sebenarnya siapa yang idiot disini? Bukankah Jiyong yang idiot? dia adalah seorang idiot diatas segala idiot di muka bumi ini! Mana ada pria yang masih mau menerima wanita cacat seperti Dara?

“Masih ada 50% idiot.”

“Aku tidak berani berharap.” Dara berkata lemah. “Aku takut kecewa.”

Dara mendengar Jiyong menghela napas putus asa. “Maaf.” Dara berbisik pelan. “Maaf, Aku benar-benar minta maaf ” Dara berusaha membuat suaranya terdengar normal, Tapi malah lemah. Gemetar dan lemah, sebuah upaya yang menyedihkan.

“Kau benar-benar jahat.” Jiyong menarik Dara lebih erat pada tubuhnya. “Kau menyembunyikan semua ini dan menanggungnya sendirian? Lalu kau anggap apa aku? sebuah patung?” Nada Jiyong meninggi, tetapi dia sama sekali tidak memiliki niat melepaskan pelukannya.

“Aku hanya tidak ingin… membuatmu merasakan apa yang sedang kurasakan sekarang. Rasanya sangat mengerikan. Aku… seperti gundukan sampah mengerikan yang tidak pantas mendapatkan kasih sayang seperti ini.”

“Dara, kau sudah berjanji…”

“Hentikan, ini semua tidak akan berhasil.”

“AKU TIDAK PEDULI!!!”

“ITULAH YANG AKU TAKUTKAN! KAU TIDAK PEDULI!!! LALU APA??? APA KAU PIKIR KITA AKAN BAHAGIA TERUS SEPERTI INI?!!!” Dara berteriak putus asa, setelah berhasil menyingkirkan lengan Jiyong, Dara mundur beberapa langkah dan melihat kehancuran Jiyong. Inilah, inilah alasan kenapa dia tidak berani memberitahu Jiyong. Melihat Jiyong hancur seperti ini membuatnya merasa seperti sedang dicekik oleh tali yang kuat. Akan lebih baik kalau mereka berpisah, tanpa Jiyong tahu apa-apa mengenai dirinya. Akan lebih baik kalau Jiyong membencinya dan melupakannya. “Sekali saja, bisakah sekali saja kau membenciku? BENCI AKU! BENCI AKU YANG TIDAK BISA MEMBERIKAN ANAK PADAMU! HARUSNYA KAU MEMBENCIKU DAN MENENDANGKU JAUH-JAUH DARI HIDUPMU, IDIOT!!!”

“Dara…”

“Aku..  Apa kau tahu seberapa aku merasa bersalah padamu?” Dara terisak hebat, Tangannya mulai memeluk dirinya sendiri. “Walaupun aku meminta maaf padamu, tapi aku tidak pernah merasa kalau kau akan memaafkanku. Ini semua salahku, Ini semua salahku.”

Jiyong bergerak perlahan mendekati Dara, Dara tersentak ketika Jiyong menarik tangannya dengan kasar dan membawanya ke sudut, Mata Dara melebar ngeri saat Jiyong menghimpitnya ke dinding. Napas pria itu menyapu wajah Dara, Mata Jiyong yang menatapnya dengan tajam, rahangnya yang mengeras, dan napasnya yang tidak beraturan karena amarah yang menguasainya.

“Lalu, Kau menyuruhku menceraikanmu? menikah dengan Mizuhara Kiko? Mendapatkan anak darinya?” Jiyong menggeram marah. Matanya menyipit, Mata Dara yang membulat sempurna menatap Jiyong ketakutan. “Kau menyuruhku tidur dengan pelacur itu??? Kau mau aku melakukan itu?”

Air mata Dara kembali menetes. Dia mencengkeram piyamanya dengan erat, berusaha mengenyahkan rasa sakit yang menikam hatinya begitu dalam saat dia membayangkan Jiyong mencumbu Mizuhara Kiko.

“Kau… ingin aku melakukan itu?”

Dara menggigit bibirnya begitu keras hingga dia merasakan asin darah. Tidak, Dia jelas tidak ingin Jiyong melakukan itu. Dara menggigil memikirkan betapa menjijikannya dia sekarang. Serakah. Dara sangat serakah.

“JAWAB AKU!!! SANDARA PARK!!!” Jiyong meninju dinding di samping kiri Dara. “Kau tahu? kau tahu betapa aku sangat kesakitan memikirkan kalau orang yang tidur disampingku bukanlah kau??? Kau tidak pernah mengerti Dara… Kau tidak pernah mengerti betapa aku takut kehilanganmu!”

“A, aku…” Dara kehabisan kata-kata saat menatap wajah Jiyong. “Aku ingin kau bahagia. Aku ingin…” Dara kembali terisak. “Kau memulai hidup baru dan bahagia. Hanya itu…”

“Kau tahu apa yang membuatku bahagia?” Jiyong mendekatkan dirinya, tangannya menangkup wajah Dara. “Melihatmu ada tepat didepan mataku.” Dengan perlahan, Jiyong mengelus rambut Dara. Mata Dara melebar saat merasakan bibir Jiyong menyentuh bibirnya, menciumnya dengan rakus, seolah itu adalah ciuman terakhir yang bisa Jiyong berikan padanya. Ini bukan ciuman pertama mereka, tapi, saat merasakan lidah hangat Jiyong membelai lidahnya, Dara merasakan wajahnya memanas. Tangan Jiyong meremas rambut panjangnya yang sibuk di tiup angin, Saat Jiyong melepaskan bibirnya, sebuah kenyataan menamparnya dengan kuat, Dara tidak ingin Jiyong mencium gadis lain dengan cara yang sama seperti yang Jiyong lakukan padanya.

“Dara… tidak bisakah kita berusaha? sekali lagi?”

“Jika tidak berhasil, kehancurannya akan lebih menyakitkan.”

“Kau… ingin tetap meninggalkanku?”

Dara menatap manik cokelat Jiyong. Ragu. Otaknya yang waras berkata Hentikan semua ini, Pria didepanmu akan hancur, dan kembali bangkit dengan melupakanmu. Memulai hidup baru dan bahagia. Kau pikir dia akan terus bertahan denganmu tanpa kehadiran seorang anak? Tidak, hidup dengan menanti suatu keajaiban seperti itu hanya akan membuat kalian berdua frustasi… Pada akhirnya, berpisah adalah jalan terbaik.

Tapi Dara sadar… Hatinya berkata lain…

“You have the same sad face as me, Won’t you stay with me?” Jiyong berbisik pelan, Menanti jawaban Dara…

======

Hogdae, 3 Dini Hari.

Asap mengepul pelan, menari di udara yang lembab. Seseorang duduk ditengah ruangan. Dengan sebuah meja kayu usang dan kursi kosong didepannya. Kulit wajahnya penuh luka, Matanya memerah, dan ada sebuah luka peluru di lengannya.

Ruangan itu adalah sebuah gudang tak terpakai yang hanya berukuran enam tatami, pengap dengan tumpukan bubuk mesiu dan pistol di pojok ruangan. Cahaya yang berasal dari satu-satunya penerangan redup di ruangan itu menambah kesan mengerikan. Orang itu mematikan puntung rokoknya dengan tenang dan mengetukan jarinya dengan tidak sabar pada meja kayu. Beberapa saat kemudian, seseorang menerobos masuk dengan langkah panik.

“Kami berhasil menemukannya.” Lee Gikwang melapor. “Dia terkena tembakan kita saat mencoba melarikan diri ke sungai.”

“Dimana? tepatnya, dibagian tubuh mana peluru cantik kita menembus kulitnya?”

“Hanya lengan.” Gikwang berkata muram “Dia bersembunyi di sebuah motel kumuh dan membeli beberapa alkohol untuk membersihkan lukanya. Komandan berhasil membekuknya, dia sedang menyeret bajingan itu kesini.”

Kamerad mendengus keras dan mulai tertawa. “Bagus, Pengkhianat seperti Jung Ill Woo tidak pantas mati dengan cepat. Aku, harus memastikan dengan mata kepalaku sendiri, proses kematiannya akan sangat tidak menyenangkan, Aku, akan pastikan dia menderita.’

Gikwang menyeringai, Kemudian kembali menegang saat dia mengingat sesuatu. “Rencana kita besok sudah bocor. Kita harus mengubah rencana.”

“Jangan khawatir Prajurit Lee.” Kamerad melirik bubuk mesiu di kotak kayu. “Aku memiliki seribu strategi perang. Itu adalah hal yang mudah.”

Mereka terdiam sesaat saat mendengar suara bising di dekat mereka, beberapa detik kemudian, pintu terdorong terbuka dengan keras. Komandan dengan bibir sungging berjalan pelan memasuki ruangan, Di belakangnya, Dongwook dan Minhyuk tengah sibuk menyeret seseorang.

Jung Ill Woo, dengan lebam di seluruh tubuhnya, T-shirt tipis pria itu penuh bercak darah, rambutnya berantakan, dan kulitnya yang sangat pucat membuktikan kalau dia kehilangan banyak darah.

“Wah, wah, wah… Lihat, siapa yang kita temukan ini.” Kamerad berkata santai, perlahan, dia kembali menyalakan rokoknya. “Berikan tamu kehormatan kita tempat duduk yang nyaman, dimana sopan santun kalian?” Kamerad menghisap rokoknya dengan nikmat sambil memperhatikan anak buahnya membanting tubuh Ill Woo duduk di kursi, berhadapan langsung dengan dirinya. Kamerad menyeringai. “Kau harus berterimakasih pada meja yang memisahkan kita, karena jika tidak, aku bisa saja mematikan puntung rokokku di bola matamu.”

Keheningan menyusul, yang terdengar hanyalah deru napas Ill Woo yang tidak beraturan. “Kau tahu alasan sebenarnya membiarkan seseorang menunggu sebelum di interogasi? Kadang, kau ingin membuat mereka gugup, Kadang, kau ingin membiarkan mereka berpikir, Kadang, kau perlu mengumpulkan fakta-fakta. tapi dalam kasus ini, aku tidak perlu melakukan itu. Aku hanya ingin kau menjawab satu pertanyaanku sebelum aku membunuhmu.” Sang Kamerad bergeser di kursi dan mencondongkan tubuh kedepan. Matanya yang memerah menatap mata Ill Woo yang lebam, dengan perlahan, dia berbisik berbahaya. “Apa kau membocorkan rencana kami untuk besok?”

“Kau memberiku perintah untuk menjebak gadis itu dan memberikan data palsu bukan? aku sudah melakukan tugas itu!” Ill Woo menggeram, menatap Kamerad dengan pandangan tajam.

“Kau pikir, setelah apa yang kau lakukan pada kami, aku akan percaya?” Kamerad memiringkan kepalanya. Sambil menyeringai, dia menekan ujung puntung rokoknya yang menyala ke dalam luka tembak di lengan Ill Woo. Ill Woo berteriak tertahan yang disambut tawa diseluruh ruangan. “Aku memberimu tugas, Menjebaknya dan menculiknya. Kau harusnya memberikan data palsu pada pelacur itu sebelum penjebakan dimulai agar pelacur itu memberitahu si kepala besar Kwon terlebih dahulu. Kau pikir kami bodoh? Untuk tidak melihat rasa cintamu pada pelacur itu???”

“Aku tidak bisa mendekatinya karena dia terus dibawah pengawasan Kwon Jiyong. Data yang kuberikan padanya benar-benar palsu.” Ill Woo berkata lemah, Darah mengucur pelan dari pelipisnya dan membuat pandangannya tidak fokus.

“Cinta itu seperti perang, Prajurit Jung. Mudah dimulai, sukar diakhiri.” Kamerad berdiri dari duduknya, berjalan mendekati meja dan berdiri dibelakang kursi Ill Woo, dengan keras, dia menarik rambut Ill Woo, Membuat Ill Woo mendongak. “Alasan konyolmu benar-benar tidak masuk akal.”

“AKU… BENAR-BENAR MEMBERIKANNYA DATA PALSU!” Ill Woo mendesis, “Ini adalah keuntungan untuk besok! mereka akan masuk dalam perangkap! Aku butuh kepercayaan orang-orang Blue House, Agar mereka mempercayai data yang kuberikan, aku sengaja berpura-pura menyelamatkan Dara.”

“OMONG KOSONG!!!” Kamerad meninju wajah Ill Woo, Darah segar kembali mengucur dari hidungnya.

“Kamerad.” Minhyuk maju selangkah dan menyodorkan laptop pada Kamerad. “Sepertinya yang dikatakannya benar, Data berisi rencana kita masuk dalam folder yang terkunci. Folder ini tidak bisa dibuka dan di copy tanpa password.”

Sang Kamerad menyipitkan mata menatap layar komputer itu, matanya beralih ke Ill Woo yang sepertinya mulai kehilangan kesadaran. Dengan malas, dia memandang Komandan yang ikut maju mendekatinya.

“Bukan maksudku membela bajingan itu, Tapi, mungkinkah dia berkhianat ketika sahabat karibnya sejak kecil – Lee Joon dan Heo Gayoon – mati ditangan orang-orang Blue House?” Komandan berbibir sumbing itu menghela napas kesal. “Dan kita memerlukan dia. Ill Woo adalah satu-satunya prajurit yang bisa memasang bom waktu di Battalion70. Dan dia memiliki keahlian dalam menembak, diantara kami, dia adalah satu-satunya penembak terbaik.”

Kamerad kembali memandang Ill Woo yang sudah tidak sadarkan diri, perlahan dia melirik jam yang berdetak pelan di dinding dengan cat terkelupas. “5 jam sebelum eksekusi, buat dia sadar dan bisa memakai kedua tangannya untuk menembak.” Dengan langkah cepat, Kamerad melangkahkan kakinya keluar dari ruangan itu, membanting pintu dibelakangnya dengan keras, orang-orang di ruangan itu masih sibuk memandangi kepergian pimpinan mereka, lagi-lagi, tidak memperhatikan seringai licik yang tergambar jelas dibibir Ill Woo yang penuh lebam dan darah.

~To be Continue~

This story will be the end soon :’) Hehe tinggal dua chapter lagi, ditambah satu chapter untuk epilog! So much thanks for everyone who always gimme support^^ Tinggalkan jejak untuk chapter ini yah! Dan saya mau ngucapin Selamat Idul Fitri. Mohon maaf lahir dan batin^^ Kembali ke fitri dengan hati bersih dan semangat yang lebih besar, Hengshoooww \o/

<<back next>>

87 thoughts on “My Wife is Seventeen Years Old! ~ Day #14

  1. Jadi bingung am ill woo , dya itu mau bantuin korsel apa tetep mihak korut ????!!
    sedih dan nyesek bangettt deh liat dara am jiyong sma” sedih dan menderita 😥
    yaaa dara harus mikirin perasaan jiyong juga !!!!

  2. Ohhhh my dara jgn keras kpala donk,,,ji akn lbh mnderita tanppa kehadiranmu…huhhhh smga mereka bs melewatinya dn keajaiban untuk dara bs hamil lgi…….wow….ilwo msh bs mngelabui korut,,,,DAEBAK!! GOOD JOB!!

  3. Hope Dara dun b so stubborn,she should b able 2pregnant & live happily ever after with jiyong.this’s my wish.hope my dear writer will grant my wish hehe..thx do much dear!:)

Leave a comment